Rabu

Baca Deh"Keren Banget lho.....


Mencoba Kejantanan 5 Prajurit

Pada suatu sore saat aku dengan Dewi temanku dalam perjalanan di jalan bebas hambatan, waktu itu hujan cukup deras sehingga jalanan kurang nampak jelas dari kaca mobil kami. Dewi yang memegang setir pada waktu itu sebenarnya juga mengendarai dengan hati-hati, tapi karena sedang apes mobil yang kami naiki itu keluar jalur dan mobilnya terperosok ke dalam parit. Untung Dewi tidak ngebut sehingga kami berdua selamat dan tidak mengalami lecet sedikit pun. Karena mobilnya terperosok ke dalam parit, maka kami tidak bisa langsung membawa mobil ke jalur yang semestinya lagi.

"Waduh.. Sus! Nggak bisa keluar nih bannya, mana HP-ku habis batterainya, wah! Gimana nih?" Dewi panik dan sepertinya kehabisan akal.
"HP-ku juga nih, mana hujan lagi, sepi kendaraan lagi, kalau gini sich! Meski ada orang yang memperkosa kita nggak pa-pa deh! Asal kita diantar pulang saja", aku ngomong sekenanya.

"Gila kau Sus, tapi benar juga asal jangan kasar-kasar kali ya, hehehe..!"
"Loh! Semakin kasar semakin nikmat lagi, hahaha..!" kami tertawa seakan-akan kami sudah terlepas dari masalah.
"Sus, kalau kita di dalam mobil saja, kita akan di sini sampai mampus", gerutu Dewi.
"Habis gimana lagi, di luar kan hujan gitu."
"Yah kamu, nggak takut diperkosa, masak takut sama hujan, ya sudah aku saja yang keluar, kucoba dorong mobil ini keluar dari lubang", Dewi nekat dengan semangat empat lima dia keluar dan mulai mendorong moncong depan mobil sialan ini.

Aku melihat Dewi berusaha dengan keras dan mengerahkan seluruh tenaganya, tapi mobil sialan ini tidak bergerak sedikit pun.
"Sus! Hidupin mesinnya!" Dewi teriak-teriak, kuhidupkan mesin lalu giginya kuganti gigi mundur, ternyata mobil hanya bergeming sedikit saja. Lalu aku ikut keluar dan juga mencoba mendorong sama-sama dan ternyata tidak membawa perubahan yang berarti.
"Ya.. nggak bisa juga Wik", keluhku.
"Iyah, tapi bodimu cukup bagus basah-basah gini Sus.."
"Kamu itu mabok ya? Tapi bodimu juga terlihat bagus", lalu kami tertawa-tawa.

"Hei..! Sus itu ada mobil, kita cegat yuk", sambil Dewi menunjuk ke arah mobil truk yang semakin mendekat, dan kemudian kami bergegas berlari sampai ke tengah jalan dan melambai-lambaikan kedua tangan kami. Dan kami berhasil, truk itu ternyata adalah truknya tentara.
"Kenapa kalian? Kenapa dengan mobilnya?" Teriak supir truk, dan kami menghampirinya, "Itu Pak mobil kami masuk parit, jadi mobil kami tidak bisa jalan lagi nih Pak!" kujawab dengan nada yang mesra.
"O iya! Hei! Anak-anak bantu nyonya-nyonya ini ayo cepat." Kemudian turun empat orang dari belakang truk itu.
"Mari Nyonya, anda yang pegang kemudi", kata salah satunya dengan tegas kepadaku, lalu kujawab, "Loh, kok Nyonya sih, kan aku masih muda dan single lagi", sambil kugoda dia, huh badannya tegap, tampangnya nggak jelek-jelek amat, tapi yang penting kan bodinya kekar.

Kucoba menghidupkan mesin lagi beberapa kali tapi tak mau hidup-hidup, waduh kenapa ya?, dan kulihat ternyata bensinnya sudah habis.
"Waduh Mas bensinnya habis, ada cadangan ngak mas-mas ini", teriakku.
"Waduh maaf Nona kami tak punya.."
"Yah sudah, kalau gitu kami ikut kalian saja", setelah kami mengambil tas, kami langsung naik truk mereka.

Setelah masuk, dengan santainya aku melepas bajuku yang basah di hadapan keempat prajurit yang tidak jelas pangkatnya itu, kulihat mereka menatap kami tanpa berkedip sedikit pun, lalu kudekati salah satu dari mereka setelah pakaianku terlepas semua. "Kenapa? suka dengan bodiku hmm.." godaku. Kulihat jakunnya naik turun dan matanya tak henti-hentinya melihat payudaraku yang boleh dibilang montok dan seksi cukup mengoda pokoknya. Lalu kupegang tangannya, kudekatkan ke bongkahan payudaraku, "Gruungg!" suara itu tiba-tiba merusak suasana hening, "Hei! Jangan berangkat dulu", mereka berempat bergegas mendekati jendela sopir, entah apa yang mereka bicarakan.
"Sus, kamu sudah gila ya?" tegur Dewi yang terlihat agak malu-malu tapi mau.
"Sudahlah, lagian kita kan kedinginan butuh penghangat dong", sambil kucubit susu kirinya dan Dewi pun tersenyum dan mulai melepas bajunya.

Mesin truk tak lama kemudian mati lagi dan keempat prajurit itu dengan cepat melucuti bajunya masing-masing. "Nona jangan salahkan kami, karena kami sudah empat bulan tidak pernah menyentuh wanita, mungkin nanti agak kasar", kata salah seorang prajurit yang hanya tinggal celana dalamnya saja yang menempel di tubuhnya. Kemudian dia mendekap tubuhku lalu langsung melumat halus bibirku, ternyata dia mahir memainkan lidahnya, nafasku habis rasanya, dan sekilas kulihat prajurit yang lain menggelar terpal dalam tuk yang cukup luas itu dan kulihat Dewi sudah mulai dikerjai seorang prajurit yang mulai membelai, mencium dan mengulum dada montok milik Dewi.

Setelah beberapa saat berciuman, prajurit yang berhadapan denganku mulai mencium leher di bawah telingaku sambil mendesah-desah merasakan kenikmatan, setelah itu dia merambat mengerjai susu sebelah kiriku dengan liar dan ganas. Ssst! Sunguh nikmat sekali. Dengan tiba-tiba badanku ditarik lalu dibaringkan ke atas terpal kasar di lantai truk itu. Sekilas kulihat supir tadi juga mulai naik, kemudian dengan tergesa-gesa melepas pakaiannya sampai polos, lalu mendekatiku dan menuju selangkanganku, kemudian dia menjilati liang kewanitaanku, langsung aku mendesis dan mengeram, dengan tiba-tiba prajurit yang tadi membaringkanku langsung menghimpit kepalaku dengan selangkangannya, kemudian dengan cepat kulepas celana dalamnya. Setelah keluar batang kemaluannya kemudian langsung kulahap batang kemaluan yang lumayan besar itu. Kukulum-kulum dan kusedot kuat-kuat hingga prajurit itu mengeram-ngeram sambil menekan-nekan kepalaku sampai aku sesak nafas. Sesekali aku mendengus dan mendesis akibat ulah supir truk yang mejilat dan menggigit lembut klitorisku, sampai tubuhku mengejang lalu tak lama kemudian sepertinya tumpah semua cairan dalam liang kewanitaanku.

Aku tetap sibuk dengan batang kemaluan yang ada dalam mulutku lalu kurasakan payudaraku ada yang meremas dan sesekali dikulum-kulum. Sungguh kewalahan aku melayani mereka. Dengan tiba-tiba aku mendengar erangan Dewi tepat di sebelah kiri kupingku, ternyata dia sedang dalam keadaan tengkurap di antara kedua prajurit. "Gilaa Suss.. ughh.. sst!" Dewi mulutnya ngomel-ngomel nggak karuan sambil merem-melek tak berdaya. Gila, Dewi dikerjai depan belakang. Lalu prajurit-prajurit yang mengerjaiku berusaha membimbingku untuk nungging, setelah nungging di atas salah seorang dari mereka dan setelah batang kemaluan prajurit di bawahku tepat di antara bibir kewanitaanku, pantatku ditarik dengan keras-keras hingga masuk semua betang kemaluan prajurit itu dengan lancar karena liang kewanitaanku sudah licin.

Setelah beberapa kali genjotan prajurit yang lain berusaha memasukkan batang kemaluannya ke dalam anusku. "Ssst.. aah.. aah!" Gila sakit banget, baru kali ini anusku digarap orang. "Aaakkh..!" aku menjerit sekuat tenaga begitu batang kemaluan prajurit yang besar itu masuk ke dalam anusku. Selang beberapa saat, terasa juga nikmatnya gesekan dari dua lubangku yang sebelumnya tidak terbayang, meski rasa sakit masih menyertai. Kemudian tubuhku mengejang dan sampailah aku pada klimaks kedua, tapi kuperhatikan kedua prajurit itu masih sibuk menggenjotku. Pelir besar tiba-tiba berada di wajahku, kemudian peler itu didorongnya ke mulutku yang kemudian kukulum dan kusedot, di sela-sela desisan dan eranganku. "Ayo Nona sedot yang kuat!" kata prajurit itu sambil menekan-nekan kepalaku. "Uuugh.. aakh.. esst!" suara geraman dan desisan silih berganti saling sahut menyahut dalam truk itu.

Saat kulihat di sebelah, Dewi terkapar dan lemas, sesekali dia mengeram karena prajurit itu masih getol menyetubuhi Dewi. Gila rasanya aku mau keluar untuk ketiga kalinya sebentar lagi, beberapa saat kemudian kurasakan kedua prajurit yang menyetubuhiku depan belakang mengeram serta merangkul kuat-kuat tubuhku dan kemudian kurasakan liang kewanitaan dan duburku tersembur cairan yang hangat hampir bersamaan, aku pun mencapai klimaks yang ketiga.

Setelah aku mencapai klimaks, aku semakin bersemangat mengulum dan menyedot batang kemaluan di hadapanku sampai pada akhirnya cairan hangat itu menyembur memenuhi rongga tenggorokanku. Lalu prajurit itu melepaskanku dan bergerak menjauhiku. Dan kulihat Dewi pun mulai di tinggal sendirian, kemudian kelima prajurit itu mendekat. "Ayo sini kita gantian, aku pingin rasain juga dia", kata salah satu dari mereka sambil tertawa-tawa, waduh habis aku.

Dua prajurit yang menyetubuhi Dewi mendekat, lalu satu dari mereka menggendongku dan kemudian setelah pelernya tepat di tengah-tengah liang kewanitaanku, aku sedikit diturunkan dan amblas sudah batang kemaluannya tertelan liang kewanitaanku tanpa halangan. Aku disetubuhinya sambil berdiri, sambil tangannya tak henti-hentinya naik turun dengan posisi aku merangkul erat tubuhnya, kemudian dari belakang duburku disodok peler dari belakang, aku menjerit dan mengeram kesakitan, buah dadaku digerayanginya dengan brutal.

Setelah beberapa saat aku dikerjain berdiri, aku diturunkan kemudian aku disuruh mengangkangi seorang prajurit, dan setelah pas masuklah kembali peler besar itu dalam liang kewanitaanku, dan yang lain menyusul menimpaku dari belakang, dan bukannya masuk ke duburku melainkan juga masuk ke dalam liang kewanitaanku, gila ini prajurit, dengan kasar dan brutal akhirnya masuk juga pelernya meski hanya setengahnya, tapi sakitnya bukan main aku menjerit-jerit minta ampun tapi tidak di gubrisnya. Karena mungkin tidak memuaskan dia, maka peler yang masuk hanya setengah itu dicabutnya kemudian dengan serta-merta menyodokkan ke duburku dengan keras, lalu mengosoknya dengan brutal, tak lama kemudian dia mencapai klimaks, setelah beberapa saat lalu batang kemaluannya dicabutnya.

Sekarang aku berkonsentrasi pada satu orang saja, aku merubah posisiku dengan posisi nangkring di atas selangkangannya, kemudian aku mulai naik turun dan sedikit goyang kanan kiri, hingga tak lama kemudian pertahanannya terlihat sedikit goyang, begitu pula aku sepertinya aku akan mencapai klimaks keempat kalinya. Setelah beberapa saat kurasakan liang kewanitaanku di sembur cairan hangat dan kemudian aku pun mencapai klimaks yang keempat kalinya, kami pun saling menggeram, lalu aku menggulirkan tubuhku di samping prajurit yang terlihat lemas. Kulihat Dewi masih di kerjai tiga orang prajurit, Dewi meringis-ringis sambil terus dijejali batang kemaluan prajurit yang besar itu. Karena aku merasa kasihan dengan Dewi dengan sedikit sempoyongan kuhampiri mereka kemudian kutarik salah satu dari mereka yang sedang getol-getolnya ngerjai dubur Dewi lalu kukangkangi dia, setelah tepat posisi pelernya diantara bibir kewanitaanku, kududuki dan langsung masuk seluruh batang kemaluan prajurit itu. Kugoyang-goyang dengan gencar hingga prajurit itu kewalahan menghadapi seranganku, membuatnya tak kuasa menahan lahar spermanya, menyemburlah spermanya dalam liang kewanitaanku. Karena aku belum mencapai klimaks lagi kepalang tanggung sehinga aku tetap menggoyang pinggulku sampai aku mencapai klimaks.

Setelah selesai prajurit-prajurit itu mengerjaiku dan Dewi mereka terlihat lelah. Aku menghampiri Dewi, kulihat wajahnya sudah lelah, "Gimana Wik?" bisikku. "Wah! habis aku, sampai aku klimaks lima kali Sus", Dewi menjawab pertanyaanku dengan sisa-sisa tenaganya. Setelah itu kami minta diantar ke rumah kontrakanku dan kemudian aku menghubungi jasa mobil derek kemudian kami istirahat setelah kami mandi bersama.


Pembalasan Verna

Hari itu langit sudah menguning saat aku dan Verna tiba di rumahnya seusai main tenis bersama. Berhubung jalan ke rumahku masih macet karena jam bubar, maka Verna mengajakku untuk singgah di rumahnya dulu daripada terjebak macet. Di pekarangan rumah Verna yang cukup luas itu nampak beberapa kuli bangunan sedang sibuk bekerja, kata Verna disana akan dibangun kolam ikan lengkap dengan paviliunnya. Perhatian mereka tersita sejenak oleh dua gadis yang baru turun dari mobil, yang terbalut pakaian tenis dan memperlihatkan sepasang paha mereka yang mulus dan ramping. Verna dengan ramah melemparkan senyum pada mereka, aku juga nyengir membalas tatapan nakal mereka. Mama Verna mempersilakanku masuk dan menyuguhi kue-kue kecil plus minumannya. Aku langsung menghempaskan pantatku ke sofa dan menyandarkan raketku di sampingnya, minuman yang disuguhkan pun langsung kusambar karena letih dan haus.

Setengah jam pertama kami lewati dengan ngerumpi tentang masalah kuliah, cowok, dan seks sambil menikmati snack dan menonton TV. Lalu Mama Verna keluar dari kamarnya dengan dandanan rapi menandakan dia akan keluar rumah.
"Ver, Mama titip bayarannya tukang-tukang itu ke kamu ya, Mama sekarang mau ke arisan," katanya seraya menyerahkan amplop pada Verna.
"Yah Mama jangan lama-lama, ntar kalau Citra pulang, Verna sendirian dong, kan takut," ujarnya dengan manja (waktu itu papanya sedang di luar kota, adik laki-lakinya, Very sudah 2 tahun kuliah di US dan pembantunya, Mbok Par masih mudik).
Akhirnya kami ditinggal berdua di rumah Verna yang besar itu. Aku sih sebenarnya sudah mau pulang dan mandi sehabis bermain tenis, tapi Verna masih menahanku untuk menemaninya. Sebagai sobat dekat terpaksa deh aku menurutinya, lagian aku kan tidak bawa mobil. Di halaman depan tampak para tukang itu sudah beres-beres, ada pula yang sudah membersihkan badan di kamar mandi belakang.

Melihat mereka sudah bersih-bersih, akupun jadi kepingin menyegarkan badanku yang sudah tidak nyaman ini. Akupun mengajak Verna mandi bareng, tapi dia menyuruhku mandi saja duluan di kamar mandi di kamarnya, nanti dia akan menyusul sesudah para tukang selesai dan membayar uang titipan Mamanya pada mereka, sekalian menghabiskan rokoknya yang tinggal setengah. Akupun meninggalkannya dia yang sedang menonton TV di ruang tengah menuju ke kamarnya. Di kamar mandi aku langsung menanggalkan pakaianku lalu kuputar kran shower yang langsung mengucurkan airnya mengguyur tubuh bugilku. Air hangat memberiku kesegaran kembali setelah seharian berkeringat karena olahraga, rasa nyaman itu kuekspresikan dengan bersenandung kecil sambil menggosokkan sabun ke sekujur tubuhku. 15 menit kemudian aku sudah selesai mandi, kukeringkan tubuhku lalu kulilitkan handuk di tubuhku. Aku sudah beres, tapi anehnya Verna kok belum muncul juga, bahkan pintu kamarpun tidak terdengar dibuka, padahal dia bilang sebentar saja.

Aku ingin meminjam bajunya, karena bajuku sudah kotor dan bau keringat, maka aku harus bilang dulu padanya.
"Ver..Ver, sudah belum, saya mau pinjam baju kamu nih!!," teriakku dari kamar.
Tidak terdengar jawaban dari seruanku itu, ada apa ya pikirku, apakah dia sedang di luar meninjau para tukang jadi suaraku tidak terdengar? Waktu aku lagi bingung sendirian begitu terdengarlah pintu diketuk.
"Nah, ini dia baru datang," kataku dalam hati.
Akupun menuju ke pintu dan membukanya sambil berkata
"Huuh.. lama banget sih Ver, lagian ngapain pake ngetok..!!," rasa kaget memotong kata-kataku begitu melihat beberapa orang pria sudah berdiri diambang pintu. Dua diantaranya langsung menangkap lenganku dan yang sebelah kanan membekap mulutku dengan tangannya yang besar.

Belum hilang rasa kagetku mereka dengan sigap menyeretku kembali ke dalam kamar. Aku mulai dapat mengenali wajah-wajah mereka, ternyata mereka adalah para kuli bangunan di bawah tadi, semuanya ada 4 orang.
"Apa-apaan ini, lepasin saya.. tolong..!!," teriakku dengan meronta-ronta.
Tapi salah seorang dari mereka yang lengannya bertato dengan tenangnya berkata, "Teriak aja sepuasnya neng, di rumah ini sudah nggak bakal ada yang denger kok."
Mendengar itu dalam pikiranku langsung terbesit 'Verna', ya mana dia, jangan-jangan terjadi hal yang tidak diinginkan padanya sehingga aku pun makin meronta dan menjerit memanggil namanya. Tak lama kemudian masuklah Verna, tangannya memegang sebuah handycam Sony model terbaru. Sejenak aku merasa lega karena dia baik-baik saja, tapi perasaanku lalu menjadi aneh melihat Verna menyeringai seram.

"Ver.. apa-apaan nih, mau ngapain sih kamu?," tanyaku padanya.
Tanpa mempedulikan pertanyaanku, dia berkata pada para kuli bangunan itu,
"Nah, bapak-bapak kenalin ini temen saya Citra namanya, dia seneng banget dientot, apalagi kalau dikeroyok, jadi silakan dinikmati tanpa malu-malu, gratis kok!,"
Dia juga memperkenalkan para kuli itu padaku satu-persatu. Yang lengannya bertato adalah mandornya bernama Imron, usianya sekitar 40-an, dia dipanggil bos oleh teman-temannya. Di sebelah kiriku yang berambut gondrong sebahu dan kurus tinggi bernama Kirno, usianya sekitar 30-an. Yang berbadan paling besar diantara mereka sedang memegangi lengan kananku bernama Tarman, sebaya dengan Imron, sedangkan yang paling muda kira-kira 25-an bernama Dodo, wajahnya paling jelek diantara mereka dengan bibir agak monyong dan mata besar. Keempatnya berbicara dengan logat daerah Madura.

"Gila kamu Ver.. lepasin saya ah, edan ini sih!," aku berontak tapi dalam hatiku aku justru ingin melanjutkan kegilaan ini.
"Tenang Ci, ini baru namanya surprise, sekali-kali coba produk kampung dong," katanya menirukan ucapanku waktu mengerjainya di vila dulu. Habis berkata bibirnya dengan cepat memagut bibirku, kami berciuman beberapa detik sebelum dia menarik lepas mulutnya yang bersamaan dengan menghentakkan handuk yang melilit tubuhku. Mereka bersorak kegirangan melihat tubuh telanjangku, mereka sudah tidak sabar lagi untuk menikmatiku
"Wah.. nih tetek montok banget, bikin gemes aja!," seru si Tarman sambil meremas payudara kananku.
"Ini jembut nggak pernah dicukur yah lebat banget!," timpal si Kirno yang mengelusi kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu, dengan terus mengelus Kirno lalu merundukkan kepalanya untuk melumat payudaraku yang kiri. Sementara di belakangku, si Dodo berjongkok dan asyik menciumi pantatku yang sekal, tangannya yang tadinya cuma merabai paha mulus dan bongkahan pantatku mulai menyusup ke belahan pantatku dan mencucuk-cucukkan jarinya di sana.

Di hadapanku Pak Imron melepaskan pakaiannya, kulihat tubuhnya cukup berisi tapi perutnya agak berlemak, penisnya sudah mengacung tegak karena nafsunya. Dia meraba-raba kemaluanku, si Kirno yang sebelumnya menguasai daerah itu bersikap mengalah, dia melepaskan tangannya dari sana agar mandornya itu lebih leluasa. Wajahnya mendekati wajahku, dia menghirup bau harum dari tubuhku.
"Hhmmhh.. si non ini sudah wangi, cantik lagi!," pujinya sambil membelai wajahku.
"Iya bos, emang di sini juga wangi loh!," timpal si Dodo di tengah aktivitasnya menciumi daerah pantatku.
Diperlakukan seperti itu bulu kudukku merinding, sentuhan-sentuhan nakal pada bagian-bagian terlarangku membuatku serasa hilang kendali. Gerak tubuhku seolah-olah mau berontak namun walau dilepas sekalipun saya tidak akan berusaha melarikan diri karena tanggung sudah terangsang berat. Merasa sudah menaklukkanku, kedua kuli di samping melonggarkan pegangannya pada lenganku.

Adegan panas ini terus direkam Verna dengan handycamnya sambil menyoraki kami.
"Aahh.. jangan.. Ver, jangan disyuting.. ngghh.. matiin handy.. hhmmhh..!!," kata-kataku terpotong oleh Pak Imron yang melumat bibirku dengan bernafsu. Aku yang sudah horny membalas ciumannya dengan penuh gairah.
"Acchh.. ahhkk.. cckk" bunyi mulut dan lidah kami beradu. Aku makin menggeliat kegelian ketika si Kirno menaikkan lenganku dan menciumi ketiakku yang tak berbulu.
"Ayo Ci, gaya kamu ok banget, pasti lebih heboh dari bokepnya Itenas nih," Verna menyemangati sambil mencari sudut-sudut pengambilan gambar yang bagus. Dia fokuskan kameranya ketika aku sedang diciumi Pak Imron, saat bersilat lidah hingga liur kami menetes-netes. Badanku bergetar sepeti kesetrum dan tanpa sadar kubuka kedua pahaku lebih lebar sehingga membuka lahan lebih luas bagi lidah Dodo bermain main di lubang anusku, juga jari-jari yang mengocok-ngocok vaginaku, aku tidak dapat melihat jelas lagi jari-jari siapa yang mengelus ataupun keluar-masuk di sana saking hanyutnya dalam birahi.

Mereka menggiring dan mendudukkanku di tepi ranjang. Kirno dan Tarman mulai melepas pakaian mereka, sedangkan Dodo entah sejak kapan dia melepaskan pakaiannya, karena begitu kulihat dia sudah tidak memakai apa-apa lagi. Kini mereka berempat yang sudah bugil berdiri mengerubungiku dengan keempat senjatanya ditodongkan di depan wajahku. Aku sempat terperangah melihat penis mereka yang sudah mengeras itu, semuanya hitam dan besar, rata-rata berukuran 17-20cm.
"Ayo non, tinggal pilih mau yang mana duluan," kata Pak Imron.
Aku meraih penis Pak Tarman yang paling panjang, kubelai dan kujilati sekujur permukaannya termasuk pelirnya, kemudian kumasukkan ke mulut dan kuemut-emut.
"Heh, jangan cuma si Tarman aja dong non, saya kan juga mau nih," tegur si Kirno seraya menarik tanganku dan menempelkannya pada penisnya .
"Iya nih, saya juga," sambung si Dodo menarik tanganku yang lain.

"Mmhh.. eenngg..!," gumamku saat menyepong Pak Tarman sambil kedua tanganku menggenggam dan mengocok penis Dodo dan Kirno. Sambil menikmati penis-penis itu, mendadak kurasakan kakiku direnggangkan dan ada sesuatu di bawah sana. Oh, ternyata Pak Imron berjongkok di hadapan selangakanku. Tangannya membelai paha mulusku dan berhenti di vaginaku dimana dia membuka bibirnya lalu mendekatkan wajahnya kesana. Kurasakan lidahnya mulai menyentuh dinding vaginaku dan menari-nari disana. Sungguh luar biasa kenikmatan itu, aku pun semakin liar, aku membuka pahaku lebih lebar agar Pak Imron lebih leluasa menikmati vaginaku. Hal itu juga berpengaruh pada kocokan dan kulumanku yang makin intens terhadap ketiga pria yang sedang kulayani penisnya. Mereka mengerang-ngerang merasakan nikmatnya pelayanan mulutku secara bergantian. Saking sibuknya aku sampai tidak tahu lagi tangan-tangan siapa saja yang tak henti-hentinya menggerayangi payudaraku.

Setelah cukup dengan pemanasan, mereka membaringkan tubuhku di tengah ranjang. Pak Imron langsung mengambil posisi diantara kedua pahaku siap untuk memasukkan penisnya kepadaku, tanpa ba-bi-bu lagi dia mulai menancapkan miliknya padaku. Ukurannya sih tidak sebesar milik Pak Tarman, tapi diameternya cukup lebar sesuai bentuk tubuhnya sehingga vaginaku terkuak lebar-lebar dan agak perih. Verna mendekatkan kameranya pada daerah itu saat proses penetrasi yang membuatku merintih-rintih. Pak Imron mulai menghentak-hentakkan pinggulnya, mulanya pelan tapi semakin lama goyangannya semakin kencang membuat tubuhku tersentak-sentak. Teman-temannya juga tidak tinggal diam, mereka menjilati, mengulum, dan menggerayangi sekujur tubuhku. Si Dodo sedang asyik menjilat dan mengeyot payudaraku, terkadang dia juga menggigit putingku. Pak Tarman menggelikitik telingaku dengan lidahnya sambil tangannya meremasi payudaraku yang satunya. Sementara tangan kananku sedang mengocok penis si Kirno. Pokoknya bener-bener rame rasanya deh, ya geli, ya nikmat, ya perih, semua bercampur jadi satu.

Aku mengerang-ngerang sambil mengomeli Verna yang terus merekamku
"Awww.. awas kamu Ver ntar.. saya.. aahh.. liat aja.. oohh.. ntar!,"
"Yaah, kamu masa kalah sama Indah Ci, dia aja sudah ada bokepnya, sekarang saya juga mo bikin yang kamu nih," ujarnya dengan santai "Hmm.. judulnya apa yah, Citra cewek A*****, wah pasti seru deh!"
Kini sampailah aku pada saat yang menentukan, tubuhku mengejang hebat sampai menekuk ke atas disusul dengan mengucurnya cairan cintaku seperti pipis. Si Kirno juga jadi ikut mengerang karena genggamanku pada penisnya jadi mengencang dan kocokanku makin bersemangat. Pak Imron sendiri belum memperlihatkan tanda-tanda akan klimaks, kini dia malah membalikkan tubuhku dalam posisi dogy tanpa melepas penisnya. Dia melanjutkan genjotannya dari belakang.

Waktu aku masih lemas dan kepalaku tertunduk, tiba-tiba si Dodo menarik rambutku dan penisnya sudah mengacung di depan wajahku. Akupun melakukan apa yang harus kulakukan, benda itu kumasukkan dalam mulutku. Kumulai dengan mengitari kepalanya yang seperti jamur itu dengan lidahku, serta menyapukan ujung lidahku di lubang kencingnya, selanjutnya kumasukkan benda itu lebih dalam lagi ke mulut dan kukulum dengan nikmatnya. Tentu saja hal ini membuat si Dodo blingsatan keenakan, penisnya ditekan makin dalam sampai menyentuh kerongkonganku, bukan cuma itu dia juga memaju-mundurkan penisnya sehingga aku agak kelabakan. Setiap kali Pak Imron menghujamkan penisnya penis Dodo semakin masuk ke mulutku sampai wajahku terbenam di selangkangannya, begitupun sebaliknya ketika Dodo menyentakkan penisnya di mulutku, penis Pak Imron semakin melesak ke dalamku. Pak Tarman yang menunggu giliran berlutut di sampingku sambil meremas payudaraku yang menggantung. Pak Imron mendekati puncak, dia mencengkam pinggulku erat-erat sambil melenguh nikmat, genjotannya semakin cepat sampai akhirnya menyemburkan cairan putih pekat di rahimku.

Sesudah Pak Imron mencabut penisnya, si Dodo mengambil alih posisinya. Namun sebelum sempat memulai, si Kirno menyela:
"Kamu dari bawah aja Do, masak dari tadi aku ngerasain tangannya aja sih, aku pengen ininya nih!," katanya sambil mencucukkan jarinya ke anusku sehingga aku menjerit kecil.
Merekapun sepakat, akhirnya aku menaiki penis si Dodo yang berbaring telentang, benda itu masuk dengan lancarnya karena vaginaku sudah licin oleh cairan kewanitaanku ditambah lagi mani Pak Imron yang banyak itu. Kemudian dari belakang Kirno mendorong punggungku ke depan sehingga pinggulku terangkat. Aku merintih-rintih ketika penisnya melakukan penetrasi pada anusku.
"Uuhh.. waduhh.. sempit banget nih lubang!," desahnya menikmati sempitnya anusku.
Kedua penis ini mulai berpacu keluar-masuk vagina dan anusku seperti mesin. Dodo yang berada dibawah menciumi leher depanku dan meninggalkan bekas merah.

"Ooohh.. aahh.. eenngghh," suara lirih keluar dari mulutku setiap kali kedua penis itu menekan kedua liang senggamaku dengan kuat.

Disebelahku kulihat Verna sudah mulai dikerjai Pak Imron dan Tarman yang sudah tidak sabar karena penisnya belum kebagian jatah lubang dari tadi. Verna terus mensyutingku walaupun tangan-tangan jahil itu terus menggerayanginya, sesekali dia mendesah. Tangan Pak Tarman menyusup lewat bawah rok tenisnya dan kaos putihnya sudah disingkap oleh Pak Imron. Dengan cekatan, Pak Imron membuka kait BH-nya menyebabkan BH yang melingkar di dadanya itu jatuh, dan terlihatlah buah dada Verna yang montok dengan puting kemerahan yang mencuat. Pak Tarman langsung melumat yang sebelah kiri sambil tangannya menggosok-gosok kemaluannya dari luar, yang sebelah kiri diremas Pak Imron sambil menciumi lehernya. Ikat rambut Verna ditariknya hingga rambut indahnya tergerai sampai punggung.
"Aaahh.. jangan sekarang Pak.. sshh," desah Verna dengan suara bergetar.


Pembalasan Verna 2

Dari bagian 1

Pak Imron mengambil handycam dari tangan Verna dan meletakkannya di rak kecil pada ujung ranjang, diaturnya sedemikian rupa agar alat itu menangkap gambar kami semua. Desahan Verna makin seru saat jari-jari Pak Tarman keluar masuk vaginanya lewat samping celana dalamnya. Kedua payudaranya menjadi bulan-bulanan mereka berdua, keduanya dengan gemas meremas, menjilat, mengulum, juga memain-mainkan putingnya, seperti yang pernah kukatakan, payudara Verna memang paling menggemaskan diantara kami berempat. Pak Imron duduk berselonjor dengan bersandar pada ujung ranjang, disuruhnya Verna melakukan oral seks. Tanpa disuruh lagi Verna pun menunduk hingga pantatnya nungging. Digenggamnya penis yang hitam berurat itu, dikocok sejenak lalu dimasukkan ke mulutnya. Dari belakang, Pak Tarman menarik lepas celana dalamnya, lalu dia sendiri mulai menjilati kemaluan Verna yang sudah becek, posisi Verna yang menungging membuatnya sangat leluasa menjelajahi kemaluannya sampai anusnya dengan lidah. Mereka melakukan oral seks berantai.

Pak Imron memegang handycam dan mengarahkannya pada Verna yang sedang mengulum penisnya, terkadang alat itu juga diarahkan padaku yang sedang disenggamai Kirno dan Dodo. Sudah cukup lama aku bertahan dalam posisi ini, payudaraku rasanya panas dan memerah karena terus dikenyot dan diremas Dodo yang di bawahku, lalu Dodo menarik wajahku, bibir mungilku bertemu mulutnya yang monyong, lidahnya bermain liar dalam mulutku, wajahku juga dijilati sampai basah oleh ludahnya. Si Kirno yang sedang menyodomiku tangannya bergerilya mengelusi punggung dan pantatku. Mungkin karena sempitnya, Kirno orgasme duluan, dia mengerang dan mempercepat genjotannya hingga akhirnya dia melepas penisnya lalu buru-buru pindah ke depan untuk menyiramkan spermanya di wajahku. Pak Imron mendekatkan handycam itu saat sperma Kirno muncrat membasahi wajahku. Wajahku basah bukan saja oleh keringat, juga oleh ludah Dodo dan sperma Kirno yang kental dan banyak itu. Si Dodo bilang aku jadi lebih cantik dan menggairahkan dengan kondisi demikian, maka aku biarkan saja wajahku belepotan seperti itu, bahkan kujilati cairan yang menempel di pinggiran mulutku.

Lepas dari Kirno, aku masih harus bergumul dengan Dodo dalam posisi woman on top. Aku menggoyangkan pinggulku dengan liar diatas penisnya, aku makin terangsang melihat ekspresi kenikmatan di wajahnya, dia meringis dan mengerang, terutama saat aku membuat gerakan meliuk yang membuat penisnya seolah-olah dipelintir. Kamar ini bertambah gaduh dengan desahan Verna yang sedang disodoki Pak Tarman dari belakang, dari depannya Pak Imron menopang tubuhnya sambil menyusu dari payudaranya. Si Kirno yang sedang beristirahat diserahi tugas mensyuting adegan kami dengan handycam itu. Gila memang, kalau dilihat sekilas seperti sedang terjadi perkosaan massal di rumah ini, karena kalau dilihat dari fisik, mereka kasar dan hitam, selain itu mereka cuma kuli bangunan. Sedangkan tubuh kami terawat dan putih mulus bak pualam dengan wajah yang sedap dipandang karena kami dari golongan borju dan terpelajar. Pasti mereka ibarat kejatuhan bintang berkesempatan menikmati tubuh mulus kami.

Tidak sampai 10 menit setelah Kirno melepaskanku, tubuhku pun mulai mengejang dan kugoyangkan tubuhku lebih gencar. Akhirnya akupun kembali mencapai orgasme bersamaan dengan Dodo. Tubuhku ambruk telentang, si Dodo menyiramkan spermanya bukan hanya di wajahku, tapi juga di leher dan dadaku.
"Hei.. sialan lu, aku belum ngentot sama tuh cewek, udah lu mandiin pakai peju lu," tegur Pak Tarman yang sedang menggenjot Verna dalam logat daerah yang kental.
"Huehehe.. tenang dong bos, suruh aja si non ini yang bersihin," jawab Dodo sambil menarik kepala Verna mendekati wajahku, "Ayo non, minum tuh peju!"
Tanpa merasa jijik, Verna yang sudah setengah sadar itu mulai menjilati wajahku yang basah, lidahnya terus menyapu cairan putih itu hingga mulut kami bertemu. Beberapa saat kami berpagutan lalu lidah Verna merambat turun lagi, ke leher dan payudara, selain menjilati ceceran spema, dia juga mengulum buah dadaku, putingku digigitnya pelan dan diemut. Sebuah tangan lain mendarat di payudaraku yang satu. Aku melihat si Kirno sudah berlutut di sebelahku mengarahkan handycam ke arah kami.

Aku merasakan kedua pahaku dibuka, lalu kemaluanku yang sudah basah dilap dengan tisu. Si Dodo telah memposisikan kepalanya diantara pangkal pahaku dan lidahnya mulai menjilati pahaku. Diperlakukan demikian aku jadi kegelian sehingga paha mulusku makin mengapit kepala si Dodo. Lidahnya semakin mengarah ke vaginaku dan badanku menggeliat diiringi desahan ketika lidahnya yang basah itu bersentuhan dengan bibir vaginaku lalu menyapunya dengan jilatan panjang menyusuri belahannya. Lidah itu juga memasuki vaginaku lebih dalam lagi menyentuh klitorisku. Ooohh.. aku serasa terbang tinggi dengan perlakuan mereka, belum lagi si Kirno yang terus memilin-milin putingku dan Verna yang menjilati tubuhku. Dalam waktu singkat selangkanganku mulai basah lagi. Dodo mengisap vaginaku dalam-dalam sehingga mulutnya terlihat semakin monyong saja, sesekali dia mengapitkan klitorisku dengan bibirnya. Aku mengerang keras, kakiku mengapit erat kepalanya melampiaskan perasaan yang tak terlukiskan itu.

Aku mendengar Pak Tarman menjerit tertahan, tubuhnya mengejang dan genjotannya terhadap Verna makin kencang, ranjang ini semakin bergetar karenanya. Verna sendiri tidak kalah serunya, dia menjerit-jerit seperti hewan mau disembelih karena payudaranya yang montok itu digerayangi dengan brutal oleh Pak Tarman, selain itu agaknya dia pun sudah mau orgasme. Akhirnya jeritan panjang mereka membahana di kamar ini, mereka mengejang hebat selama beberapa saat. Keringat di wajah Verna menetes-netes di dada dan perutku dan dia jatuhkan kepalanya di perutku setelah Pak Tarman melepasnya. Pak Imron yang menunggu giliran mencicipi Verna langsung meraih tubuhnya yang masih lemas itu dan dinaikkan ke pangkuannya dengan posisi membelakangi. Tangannya yang kekar itu membentangkan lebar-lebar paha Verna dan menurunkannya hingga penis yang terarah ke vagina Verna tertancap. Penis itu melesak masuk disertai lelehan sperma Pak Tarman yang tertampung di rongga itu. Sejenak kemudian tubuh Verna sudah naik turun di pangkuan Pak Imron.

Puas menjilati vaginaku, kini si Dodo membalik tubuhku dalam posisi doggy. Penisnya diarahkan ke vaginaku dan dengan sekali hentakkan masuklah penis itu ke dalamku. Dodo memompakan penisnya padaku dengan cepat sekali sampai aku kesulitan mengambil nafas, kenikmatan yang luar biasa ini kuekspresikan dengan erangan dan geliat tubuhku. Kemudian Pak Tarman yang sudah pulih menarik kepalaku yang tertunduk lantas menjejali mulutku dengan penisnya. Jadilah aku disenggamai dari dua arah, selain itu payudaraku pun tidak lepas dari tangan-tangan kasar mereka, putingku dipencet, ditarik, dan dipelintir. Selama 15 menit diigempur dari belakang-depan akhirnya aku tidak tahan lagi, lolongan panjang keluar dari mulutku bersamaan dengan Verna yang juga telah orgasme di pangkuan Pak Imron, tak sampai 5 menit Dodo juga menyemburkan maninya di dalam rahimku.

Pak Tarman menggantikan posisi Dodo, aku dibaringkan menyamping dan diangkatnya kaki kananku ke bahunya. Dia mendorong penisnya ke vaginaku, oucchh.. rasanya sedikit nyeri karena ukurannya yang besar itu aku sampai merintih dan meremas kain sprei, padahal itu belum masuk sepenuhnya. Beberapa kali dia melakukan gerakan tarik-dorong untuk melicinkan jalan masuk bagi penisnya, hingga dorongan yang kesekian kali akhirnya benda itu masuk seluruhnya.
"Aakkhh.. sakit Pak.. aduh," aku mengerang kesakitan karena dia melakukannya dengan agak paksa.
Dia berhenti sejenak untuk membiarkanku beradaptasi, baru kemudian dia mulai menggenjotku, frekuensinya terasa semakin meningkat sedikit demi sedikit. Urat-urat penisnya terasa sekali bergesekan dengan dinding vaginaku. Aku dibuatnya mengerang-ngerang tak karuan, mataku menatap kosong ke arah handycam yang sekarang sudah berpindah ke tangan Pak Imron.

Verna kini sedang digumuli oleh Kirno dalam posisi yang sama dan saling berhadapan denganku. Kuraih tangannya sehingga telapak tangan kami saling genggam. Kucoba berbicara dengannya dengan nafas tersenggal-senggal,
"Ahh.. Ver, yang ini.. ngghh.. gede.. amat"
"Iyah.. yang ini juga.. ahh.. gila.. nyodoknya mantap!" jawabnya
Kemudian aku merasa sebuah lidah menggelitik telingaku, ternyata itu si Dodo, tangannya tidak tinggal diam ikut bergerilya di payudaraku. Bulu kudukku merinding ketika lidahnya menyapu telak tenguk dan belakang telingaku yang cukup sensitif. Pak Tarman menyodokku demikian keras sambil tangannya meremasi pantatku, untung saja aku sudah terbiasa dengan permainan kasar seperti ini, kalau tidak tentu aku sudah pingsan sejak tadi.

Tiba-tiba Verna mendesah lebih panjang dan menggenggam tanganku lebih erat, tubuhnya bergetar hebat, nampaknya dia mau orgasme.
"Iyah.. terus mas.. ahh.. ahh.. Ci.. gua keluar.. akkhh!" desahnya bersamaan dengan tubuhnya menegang selama beberapa saat lalu melemas kembali.
Ternyata Kirno masih belum selesai dengan Verna, kini dia telentangkan tubuhnya, kaos tenisnya yang tersingkap dilepaskan dan dilemparnya, maka yang tersisa di tubuh Verna tinggal rok tenis yang mini, seuntai kalung di lehernya, dan sebuah arloji 'Guess' di lengannya. Kemudian dia menaiki dada Verna dan menyelipkan penisnya diantara kedua gunung itu dan mengocoknya dengan himpitan daging kenyal itu. Tak lama spermanya berhamburan ke wajah dan dada Verna, lalu Kirno mengusap sperma di dadanya sampai merata sehingga payudara Verna jadi basah dan berkilauan oleh sperma. Si Dodo yang sebelumnya menggerayangiku sekarang sudah pindah ke selangkangan Verna dimana dia memasukkan dua jari untuk mengobok-obok vaginanya dan mengelus-elus paha dan pantatnya.

Aku tinggal melayani Pak Tarman seorang saja, tapi tenaganya seperti tiga orang, bagaimana tidak sudah tiga kali aku dengan dia ganti posisi tapi masih saja belum menunjukkan tanda-tanda sudahan, padahal badanku sudah basah kuyup baik oleh keringat maupun sperma, suaraku juga sudah mau habis untuk mengerang. Sekarang dia sedang genjot aku dengan posisi selangkangan terangkat ke atas dan dia menyodokiku dari atas dengan setengah berdiri. Belasan menit dalam posisi ini barulah dia mencabut penisnya dan badanku langsung ambruk ke ranjang. Belum sempat aku mengatur nafas, dia sudah menempelkan penisnya ke bibirku dan menyuruhku membuka mulut, cairan putih kental langsung menyembur ke wajahku, tapi karena semprotannya kuat cairan itu bukan cuma muncrat ke mulut, tapi juga hidung, pipi, dan sekujur wajahku. Yang masuk mulut langsung kutelan agar tidak terlalu berasa karena baunya cukup menyengat.

Verna masih sibuk menggoyang-goyangkan tubuhnya diatas penis Dodo, kedua tangannya menggenggam penis Pak Imron dan Kirno yang masing-masing berdiri di sebelah kiri dan kanannya. Secara bergantian dia mengocok dan menjilati penis-penis di genggamannya itu. Kedua pria itu dalam waktu hampir bersamaan menyemburkan spermanya ke tubuh Verna. Seperti shower, cairan putih itu menyemprot dengan derasnya membasahi muka, rambut, leher dan dada Verna. Mereka nampak puas sekali melihat keadaan temanku seperti itu, Pak Imron yang memegang handycam mendekatkan benda itu ke arahnya.
"Mandi peju, tengah malam.. aahh..!" demikian senandung Pak Tarman menirukan irama sebuah lagu dangdut saat mengomentari adegan itu.
Setelah orang terakhir yaitu si Dodo orgasme, kami semua terbaring di ranjang spring bed itu. Kamar ini hening sejenak, yang terdengar hanya deru nafas terengah-engah. Verna telentang di atas badan Dodo, wajahnya nampak lelah dengan tubuh bersimbah peluh dan sperma, namun tangannya masih dapat menggosok-gosokkan sperma di tubuhnya serta menjilati yang menempel di jarinya.

Pak Tarman yang pulih paling awal, melepaskan dekapannya padaku dan berjalan ke kamar mandi, sebentar saja dia sudah keluar dengan muka basah lalu memunguti bajunya. Ketika kuli lainnya pun mulai beres-beres untuk pulang. Mereka mengomentari bahwa kami hebat dan berterima kasih diberi kesempatan menikmati 'hidangan' seperti ini dengan gratis. Verna memakai kembali bajunya untuk mengantar mereka ke pintu gerbang. Mereka berpamitan padaku dengan mencium atau meremas organ-organ kewanitaanku. Verna baru kembali ke sini 15 menit kemudian karena katanya dia diperkosa lagi di taman sebelum mereka pulang. Terpaksa deh aku harus mandi lagi, habis badanku jadi keringatan dan lengket lagi sih. Kami berendam bersama di bathtub Verna yang indah sambil menonton 'film porno' yang kami bintangi sendiri melalui handycam itu. Lumayan juga hasilnya meskipun kadang gambarnya goyang karena yang men-syuting ikut berpartisipasi. Rekaman itu kami transfer menjadi VCD hanya untuk koleksi pribadi geng kami. Kami sempat beradegan sesama wanita sebentar di bathtub karena terangsang dengan rekaman itu.

Malam itu aku menginap di rumah Verna karena sudah kemalaman dan juga lelah. Kami terlebih dulu mengganti sprei yang bekas bersenggama itu dengan yang baru agar enak tidur. Pagi harinya setelah sarapan dan pamitan pada mamanya Verna, kami menuju ke halaman depan dan naik ke mobil. Di sana kami berpapasan dengan keempat tukang bangunan yang senyum-senyum ke arah kami, kami pun membalas tersenyum, lalu Verna mulai menjalankan mobil. Kami keluar dari rumahnya dengan kenangan gila dan mengasyikkan. Beberapa hari ke depan sampai pembangunan selesai, mereka beberapa kali memperkosa Verna kalau ada waktu dan kesempatan, kadang kalau sedang tidak mood Verna keluar rumah sampai jam kerja mereka berakhir.






Berawal dari Chatting

Aku adalah seorang mahasiswa yang kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta. Namaku Valentino dan saat ini usiaku 22 tahun. Menurut temanku meski wajah Chinese-ku ini biasa-biasa saja tapi aku punya daya tarik seks yang cukup tinggi. Tinggi badanku hanya 173 cm dengan berat 71 kg. Aku juga suka olahraga dan wajar saja jika fisikku cukup prima.

Kejadian ini terjadi pada waktu liburan natal 2000 yang lalu. Waktu itu untuk melepaskan kesuntukan karena tidak ada aktivitas, aku memutuskan untuk chatting di warnet di dekat kost. Aku masuk ke channel favoritku yaitu Bawel. Selang beberapa lama ada nick yang invite aku masuk ke channel dia. Dan aku pun masuk aja, cuek.. siapa takut. Ternyata setelah kami ngobrol beberapa lama, dia adalah seorang cewek kampus yang gaul banget. Dari pembicaraannya sepertinya dia bukan orang yang kuper. Namanya Michelle, dan kuliah di PTS juga dan usianya pun sama denganku. Dia mengaku sedang ditinggal pacarnya dan dia masih merasa sedih. Aku berusaha menghiburnya, dan aku pun minta no teleponnya. Dan akhirnya kami saling tukar no telepon.

Esok harinya, aku bangun siang sekali karena kemarin aku chatting sampai jam 1 pagi. Tiba-tiba di kost-ku ada yang manggil, katanya ada telepon untukku. Aku juga bingung siapa yang menelepon, dan setelah kuangkat. Oh, rupanya Michelle yang meneleponku. Hari itu sih hari minggu, dan kebetulan aku lagi tidak ada acara. Michelle mengajakku untuk janjian bertemu dan aku pun menyanggupinya. Kami bertemu di Mall Ciputra, tepatnya di Pizza Hut. Rupanya di sana dia tidak sendirian, dia ditemani tantenya yang cantiknya aduhai dan teman satu kampusnya yang juga tidak kalah cakepnya. Ternyata Michelle ini cantik sekali, tingginya kira-kira 170 cm dan kutebak ukuran branya pasti 36B, sama seperti tantenya.

Kami pun berkenalan. Michelle menyapaku, "Kenalin ini Tante gue.. Ratna dan ini temen gue Shinta.." Kami pun saling berjabat tangan dan terasa tangan mereka sungguh lembut. Setelah itu kami memesan pizza ukuran besar dan sambil menunggu aku terus menatap Michelle, dan dia agak membungkuk sehingga aku bisa melihat belahan dadanya yang membuat kemaluanku mulai menegang ditambah lagi melihat pahanya yang mulus tanpa cacat juga bibirnya yang ranum dan merekah.

"Kamu lagi liburan kan Val?" tanya Tante Ratna.
"Iya nih.. lagi suntuk, abis gak ada yang bisa dikerjain waktu liburan." jawabku sekenanya.
"Mmm, gimana kalau kita bertiga ngerjain kamu, kan katanya kamu gak ada kerjaan?" kata Shinta sambil tertawa menggoda.
"Iya nih, mau gak.. kita bermain-main sedikit?" sambung Michelle.
"Ah kalian bisa aja, bukannya aku yang ngerjain kalian ntar?" godaku.
"Ihh.. kamu bisa aja deh.." bisik Tante Ratna.
"Ya udah, daripada banyak omong, gimana kalau malam ini kita nginap di hotel aja, tuch di seberang resepsionis hotel sudah nunggu kita tuch.." ajak Shinta.

Akhirnya kami sepakat untuk membooking kamar di Hotel Ciputra dan Tante Ratna yang bayar. Kami masuk ke kamar dan aku pun merebahkan badanku ke ranjang, untuk melepas lelah. Aku sempat memejamkan mata sesaat, dan tiba-tiba kurasakan ada yang mengelus-elus sekitar selangkanganku dan ternyata itu si Michelle yang sudah tidak sabar lagi. Dipelorotkannya reitsleting-ku dan dia pun mulai membedah CD-ku yang isinya sudah membengkak karena adikku yang sudah tidak tahan lagi untuk menerobos. "Val, aku mau dong nyobain ngulumin pisang kamu yang cakep ini, boleh kan?" pinta Michelle manja. Tanpa komando langsung dijilatnya ujung kepala kemaluanku. "Ahh.. nikmat sekali.." Belum sepuluh menit, tiba-tiba Tante Ratna sudah telanjang bulat dan mengarahkan kemaluannya ke wajahku. Dan tanpa ragu-ragu kujilat vaginanya yang masih cakep itu. Sementara itu Shanti yang dengan luwesnya setelah selesai mandi mulai naik ke ranjang juga dan meraih kedua bukit Tante Ratna yang sudah menegang putingnya itu karena terangsang oleh jilatanku pada area kewanitaannya.

"Ahh.. enak sekali rasanya bisa dikerjain mereka bertiga. Michelle dan Tante Ratna dengan buah dada 36B, serta Shanti dengan buah dada 34D, sungguh membuatku tidak bisa berkata-kata selain, "Uh.. oh.. uh.. oh.." Aduh sungguh nikmat. Penisku yang panjangnya 16 cm ini rasanya sudah nikmat sekali dan panas sekali dihisap secara bergantian oleh mereka bertiga. Dan aku pun keluar setelah 20 menit, dikocok dan dijilat secara bergantian. Aku mengeluarkannya di mulut Michelle yang mungil sedangkan Tante Ratna dan Shanti juga tidak ketinggalan membersihkan cairan spermaku yang cukup banyak ini. Setelah itu Tante Ratna datang dan memijat penisku yang sudah mulai loyo hingga berdiri lagi. Ah, belum 2 menit adikku sudah naik lagi akibat pijatan lembut Tante Ratna, sementara itu Shanti dan Michelle bermain berdua, karena mereka ternyata lesbian dan juga biseks.

Tante Ratna kemudian memasukan penisku ke dalam lubang kemaluannya yang sudah penuh cairan cinta itu. Memang sih awalnya agak susah, dan rupanya meski sudah punya suami, Tante Ratna ini kemaluannya tetap sempit dan membuat adikku seolah dipijat dan diremas-remas oleh dinding kemaluannya yang kuat sekali. Sementara itu selang waktu 15 menit, Michelle menghampiriku lagi dan menempatkan vaginanya di atas wajahku untuk dijilat. Dengan posisi berhadapan dengan Tante Ratna, Michelle membantu menjilat puting susu Tante Ratna yang berwarna pink itu. Sementara itu Shanti juga tidak tinggal diam, diarahkannya jariku ke dalam lubang kemaluannya kemudian aku pun mulai tahu maksudnya. Kuobrak-abrik kemaluannya dengan kedua jariku, hingga Shanti menjerit-jerit keenakan.

Akhirnya 10 menit kemudian Tante Ratna berteriak, "Val.. oh.. enak Val.. Tante mau keluar nih.."
"Tunggu Tante aku juga mau keluar, aku keluarin di dalem aja yah? Abis masih ada Mich!Michelle sama Shanti sih, gak bisa bergerak nih.." erangku.
"Ya udah, keluarin di dalem aja.. ohh.. Tante keluar.." desah Tante Ratna.
Akhirnya kami pun keluar bersama-sama. Dan kemudian kami terus mencoba gaya lainnya lagi sampai kurang lebih sudah setengah dua pagi.

Keesokan harinya jam tujuh pagi aku terbangun dan ternyata mereka sudah membuatkan sarapan untukku. Wah tanpa pakaian mereka menyuapiku untuk sarapan dan minum susu. Tapi aku lebih tertarik pada susu mereka. Dengan nafsu mereka menyuapiku dalam keadaan telanjang. Serasa dunia ini seperti di sorga. Michelle mulai menatapku penuh nafsu. "Val, aku pengen lagi nih, habis kemarin belum puas sih.. boleh gak?" tanya Michelle. "Oh.. why not, my soul is your mine.. just do it.." balasku mesra. Akhirnya Michelle mulai menjilati putingku sembari menciumku dan membelaiku. Aku sungguh merasakan kenikmatan dan kelembutan tangannya. Dan di adik kecilku sudah ada Tante Ratna dan Shanti yang tangannya bergerilya dengan penuh nafsu dan membuatku merem melek. Oh.. betapa indahnya dunia.

Kemudian Tante Ratna memijat adik kecilku dengan kedua bukit susunya yang sungguh menakjubkan. Aduh enak sekali dipijat dengan tetek ini rasanya. Aku tidak sanggup lagi untuk menahan semua gairahku. Sementara itu Michelle juga tidak mau tinggal diam lagi. Segera diarahkannya vaginanya ke wajahku dan aku pun menjilat vaginanya yang sudah memerah itu. Dan mulailah suara desahan terdengar dan berpadu membentuk suatu paduan suara yang menggairahkan, birahiku semakin tinggi.

Setelah selang 15 menit aku mulai mencoba merubah posisiku dan Michelle kubaringkan sementara Tante Ratna dan Shanti asyik bermain berduaan. Kutumpahkan susu sarapanku ke mulut vagina Michelle dan kujilat-jilat vaginanya yang kini sudah menjadi rasa susu itu. Dan Michelle pun mengerang keenakan, "Val, masukin dong.. aku udah basah nih." Dan tanpa ragu-ragu lagi kuhujamkan dengan keras penisku yang 16 cm ini sedalam-dalamnya ke lubang keperawanan Michelle yang merah merekah itu. Aku terus-menerus memompa tanpa henti meski tubuhku dan tubuh Michelle sudah berkeringat semua. Suara desahan demi desahan terus saja keluar dan semakin menggelora semangat dan nafsuku di pagi itu. "Uh.. uh.. uh.." suara-suara itu terus mendesah dan keringat kami terus menetes membuat tubuh kami seperti berkilat keemasan ditimpa seberkas sinar matahari. Tante Ratna pun yang meski sudah cukup berumur tapi tetap saja bugar dan segar. Mungkin semakin tua semakin berpengalaman kali yah? Sedangkan Michelle yang masih muda terus saja menampakkan semangat mudanya dengan jeritan-jeritan orgasme yang sungguh semakin membuatku merasa beruntung, sepertinya sekali mendayung 3 gunung kembar terlampaui. Aku benar-benar dibuat kecapekan. Sungguh liburan yang semula membuat bete menjadi liburan yang penuh kenangan.

Bagi para cewek, atau tante yang mau melampiaskan nafsunya hubungi saja aku via e-mail. Aku sangat senang bisa membantu kalian agar terpuaskan, mau mengalami seperti cerita tadi lewat permainan group juga kuterima. Mau 2 cowok dan 4 cewek juga tidak masalah. Aku sangat terobsesi sekali akan seks sejak pengalamanku. So, sekarang siapa yang selanjutnya mau mendapatkan pengalaman seks yang indah dan tak terlupakan bersamaku, jangan ragu-ragu hubungi e-mailku. Aku senang bisa memuaskan teman-teman cewek sekalian. Bagi yang belum berpengalaman, setelah kita bersama pasti akan menjadi suatu pengalaman yang mengesankan selama hidup. So tunggu apa lagi, kalau ada yang tertarik silakan hubungi aku via e-mail dan segera dapatkan pengalaman menarik bersamaku.

Kejutan untuk Teman-temanku

3 Episode

Hari itu adalah hari Minggu sebulan setelah peristiwaku di vila bersama Pak Joko dan Taryo (baca: Akibat Berenang Bugil), selama ini aku belum ke sana lagi akibat kesibukan kuliahku. Hari Minggu itu aku pergi ke sana untuk refreshing seperti biasa karena Seninnya tanggal merah atau libur. Kali ini aku tidak sendiri tapi bersama 2 orang teman cewekku yaitu Verna dan Indah, kami semua adalah teman akrab di kampus, sebenarnya geng kami ini ada 4 orang, satu lagi si Ratna yang hari ini tidak bisa ikut karena ada acara dengan keluarganya.

Kami sama-sama terbuka tentang seks dan sama-sama penggemar seks, Verna dikaruniai tubuh tinggi semampai dengan buah dada yang bulat montok yang membuat pikiran kotor para cowok melayang-layang, beruntunglah mereka karena Verna tidak sulit diajak 'naik ranjang' karena dia sudah ketagihan seks sejak SMP. Sedangkan Indah mempunyai wajah yang imut dengan rambut panjang yang indah, bodynya pun tidak kalah dari Verna walaupun payudaranya lebih kecil, namun dibalik wajah imutnya ternyata Indah termasuk cewek yang lihai memanfaatkan cowok, sudah berkali-kali dia ganti pacar gara-gara sifat materenya. Sedangkan aku sendiri sepertinya kalian sudah tahulah cewek seperti apa aku ini dari cerita-ceritaku dulu.

Baiklah, sekarang kita kembali ke kejadian hari itu yang rencananya mau mengadakan orgy party setelah sekian lama otak kami dijejali bahan-bahan kuliah dan urusan sehari-hari. Waktu itu Verna protes karena aku tidak memperbolehkannya mengajak teman-teman cowok yang biasa diajak, begitu juga Indah yang ikut mendukung Verna karena pacarnya juga tidak boleh diajak.
"Emangnya lu ngundang siapa aja sih Ci, masa si Chevy aja ga boleh ikutan?" kata Indah.
"Iya nih, emangnya kita mau pesta lesbian apa, wah gua kan cewek normal nih" timpal Verna.
"Udahlah, lu orang tenang aja, cowok-cowoknya nanti nyusul, pokoknya yang kali ini surprise deh! dijamin kalian puas sampe ga bisa bangun lagi deh".
Aku ingin sedikit membuat kejutan agar acara kali ini lain dari yang lain, karena itulah aku merahasiakan siapa pejantannya yang tidak lain adalah penjaga vilaku dan vila tetanggaku, Pak Joko dan Taryo.

Kemarinnya aku memang sudah mengabari Pak Joko lewat telepon bahwa aku besok akan ke sana dengan teman-temanku yang pernah kujanjikan pada mereka dulu. Pak Joko tentu antusias sekali dengan acara kali ini, kami telah mengatur skenario acaranya agar seru. Beberapa jam kemudian kami sampai di villaku, Pak Joko seperti biasa membukakan pintu garasi, bola matanya melihat jelalatan pada kami terutama Verna yang hari itu pakaiannya seksi berupa sebuah tank top merah berdada rendah dengan rok mini. Dia kusuruh keluar dulu sampai aku memberi syarat padanya, dia menunggunya di villa tetangga yang tidak lain vila yang dijaga si Taryo. Setelah membereskan barang bawaan, kami menyantap makan siang, lalu ngobrol-ngobrol dan istirahat. Indah yang daritadi kelihatan letih terlelap lebih dulu. Kami bangun sore hari sekitar jam 4 sore.

"Eh.. sambil nunggu cowok-cowoknya mendingan kita berenang dulu yuk" ajakku pada mereka.
Aku melepaskan semua bajuku tanpa tersisa dan berjalan ke arah kolam dengan santainya.
"Wei.. gila lo Ci, masa mau berenang ga pake apa-apa gitu, kalo keliatan orang gimana?" tegur Indah.
"Iya Ci, lagian kan kalo si tua Joko itu dateng gimana tuh" sambung Verna.
"Yah kalian, katanya mo party, masa berenang bugil aja ga berani, tenang aja Pak Joko udah gua suruh jangan ke sini sampai kita pulang nanti" bujukku sambil menarik tangan Verna.
Di tepi kolam mereka masih agak ragu melepas pakaiannya, alasannya takut kepergok tetangga, setelah kutantang Verna baru mulai berani melepas satu demi satu yang melekat di tubuhnya, aku membantu Indah yang masih agak malu mempreteli pakaiannya. Akhirnya kami bertiga nyebur ke kolam tanpa memakai apapun.

Perlahan-lahan rasa risih mereka pun mulai berkurang, kami tertawa-tawa, main siram-siraman air, dan balapan renang kesana kemari dengan bebasnya. Mungkin seperti inilah kira-kira gambaran tempat pemandian di istana haremnya para raja. Sesudah agak lama bermain di air aku naik ke atas dan mengelap tubuhku yang basah, lalu membalut tubuhku dengan kimono.
"Ci, sekalian ambilin kita minum yah" pinta Verna.
Akupun berjalan ke dalam dan meminum segelas air.
"Ok, it's the showtime" gumamku dalam hati, inilah saat yang tepat untuk menjalankan skenario ini. Aku segera menelepon vila sebelah menyuruh Pak Joko dan Taryo segera kesini karena pesta akan segera dimulai.

"Iya neng, kita segera ke sana" sahut Taryo sambil menutup gagang telepon.
Hanya dalam hitungan menit mereka sudah nampak di pekarangan depan vilaku. Aku yang sudah menunggu membukakan pintu untuk mereka.
"Wah udah ga sabaran nih, daritadi cuma ngintipin neng sama temen-temen neng dari loteng" kata Pak Joko.
"Pokoknya yang rambutnya dikuncir itu buat saya dulu yah neng" ujar Taryo merujuk pada Indah.
"Iya tenang, sabar, Pokoknya semua kebagian, ok" kataku "yang penting sekarang surprise buat mereka dulu".
Setelah beberapa saat berbicara kasak-kusuk, akhirnya operasipun siap dilaksanakan. Pertama-tama dimulai dari Verna. Aku berjalan ke arah kolam membawakan mereka dua gelas air, disana Indah sedang tiduran di kursi santai tanpa busana, sementara Verna masih berendam di air.

"Ver, lu bisa ke kamar gua sebentar ga, gua mo minta tolong dikit nih" pintaku padanya.
"Lu lap badan dulu gih, gua tunggu di sana".
Aku masuk ke dalam terlebih dahulu dan duduk di pingir ranjang menunggunya. Di balik pintu itu Pak Joko dan Taryo yang sudah kusuruh bugil telah siap memangsa temanku itu, kemaluan mereka sudah mengeras dan berdiri tegak seperti pedang yang terhunus. Tak lama kemudian Verna memasuki kamarku sambil mengelap rambutnya yang masih basah.
"Kenapa Ci, ada perlu apa emang?" tanyanya.
"Ngga, cuma mau ngasih surprise dikit kok" jawabku dengan menyeringai dan memberi aba-aba pada mereka.
Sebelum Verna sempat membalikkan badan, sepasang lengan hitam sudah memeluknya dari belakang dan tangan yang satunya dengan sigap membekap mulutnya agar tidak berteriak. Verna yang terkejut tentu saja meronta-ronta, namun pemberontakan itu justru makin membakar nafsu kedua orang itu.

Pak Joko dengan gemas meremas payudara kirinya dan memilin-milin putingnya. Si Taryo berhasil menangkap kedua pergelangan kakinya yang menendang-nendang. Dibentangkannya kedua tungkai itu, lalu dia berjongkok dengan wajah tepat di hadapan kemaluan Verna.
"Wah jembutnya lebat juga yah, kaya si neng" komentar Taryo sambil menyentuhkan lidahnya ke liang vagina Verna, diperlakukan seperti itu Verna cuma bisa merem melek dan mengeluarkan desahan tertahan karena bekapan Pak Joko begitu kokoh.
"Hei, jangan rakus dong Tar, dia kan buat Pak Joko, tuh jatahlu masih nunggu di luar sana" kataku padanya.
Mengingat kembali sasarannya semula, Taryo menurunkan kembali kaki Verna dan bergegas menuju ke kolam.
"Jangan terlalu kasar yah ke dia, bisa-bisa pingsan gara-gara lu" godaku.

Setelah Taryo keluar tinggallah kami bertiga di kamarku. Pak Joko langsung menghempaskan dirinya bersama Verna ke ranjang spring bed-ku. Tak berapa lama terdengarlah jeritan Indah dari kolam, aku melihat dari jendela kamarku apa yang terjadi antara mereka. Indah terpelanting dari kursi santai dan berusaha melepaskan diri dari Taryo. Dia berhasil berdiri dan mendapat kesempatan menghindar, tapi kalah cepat dari Taryo, tukang kebun itu berhasil mendekapnya dari belakang lalu mengangkat badannya.
"Jangan.. tolong!" jeritnya sambil meronta-ronta dalam gendongan Taryo.
Taryo dengan santai membawa Indah ke tepi kolam, lalu dilemparnya ke air, setelah itu dia ikutan nyebur. Dia air Indah terus berontak saat Taryo menggerayangi tubuhnya dalam himpitannya. Sekuat apapun Indah tentu saja bukan tandingan Taryo yang sudah kesurupan itu. Perlawanan Indah mengendur setelah Taryo mendesaknya di sudut kolam, riak di kolam juga mulai berkurang. Tidak terlalu jelas detilnya Taryo menggerayangi tubuh Indah, tapi aku dapat melihat Taryo memeluk erat Indah sambil melumat bibirnya.

Kutinggalkan mereka menikmati saat-saat nikmatnya untuk kembali lagi pada situasi di kamarku. Aku lalu menghampiri Pak Joko dan Verna untuk bergabung dalam kenikmatan ini. Sama seperti Indah, Verna juga menjerit-jerit, namun jeritannya juga pelan-pelan berubah menjadi erangan nikmat akibat rangsangan-rangsangan yang dilakukan Pak Joko. Waktu aku menghampiri mereka Pak Joko sedang menjilati paha mulus Verna sambil kedua tangannya masing-masing bergerilya pada payudara dan kemaluan Verna.
"Aduh Ci.. tega-teganya lu nyerahin kita ke orang-orang kaya gini.. ahh!" kata Verna ditengah desahannya.
"Tenang Ver, ini baru namanya surprise, sekali kali coba produk kampung dong" kataku seraya melumat bibirnya.

Aku berpagutan dengan Verna beberapa menit lamanya. Jilatan Pak Joko mulai merambat naik hingga dia melumat dan meremas payudara Verna secara bergantian, sementara tangannya masih saja mengobok-obok vaginanya. Desahan Verna tertahan karena sedang berciuman denganku, tubuhnya menggeliat-geliat merasakan nikmat yang tiada tara.
"Hhhmmhh.. tetek Neng Verna ini gede juga ya, lebih gede dari punya Neng" kata Pak Joko disela aktivitasnya.
Memang sih diantara kami bereempat, payudara Verna termasuk yang paling montok. Menurut pengakuannya, cowok-cowok yang pernah ML dengannya paling tergila-gila mengeyot benda itu atau mengocok penis mereka diantara himpitannya. Pak Joko pun tidak terkecuali, dia dengan gemas mengemut susunya, seluruh susu kanan Verna ditelan olehnya.

Puas menetek pada Verna, Pak Joko bersiap memasuki vagina Verna dengan penisnya. Kulihat dalam posisinya diantara kedua belah paha Verna dia memegang penisnya untuk diarahkan ke liang itu.
"Ouch.. sakit Ver, duh kasar banget sih babu lu" Verna meringis dan mencengkram lenganku waktu penis super Pak Joko mendorong-dorongkan penisnya dengan bernafsu.
"Tahan Ver, ntar juga lu keenakan kok, pokoknya enjoy aja" kataku sambil meremasi kedua payudaranya yang sudah basah dan merah akibat disedot Pak Joko.
Pak Joko menyodokkan penisnya dengan keras sehingga Verna pun tidak bisa menahan jeritannya, Verna kelihatan mau menangis nampak dari matanya yang sedikit berair.Pak Joko mulai menggarap Verna dengan genjotannya. Aku merasakan tangan Verna menyelinap ke bawah kimonoku menuju selangkangan, eennghh..aku mendesah merasakan jari-jari Verna menggerayangi kemaluanku.

Aku lalu naik ke wajah Verna berhadapan dengan Pak Joko yang sedang menggenjotnya. Verna langsung menjilati kemaluanku dan Pak Joko menarik tali pinggang kimonoku sehingga tubuhku tersingkap. Dengan terus menyodoki Verna, dia meraih payudaraku yang kiri, mula-mula dibelainya dengan lembut tapi lama-lama tangannya semakin keras mencengkramnya sampai aku meringis menahan sakit. Dia juga menyorongkan kepalanya berusaha mencaplok payudara yang satunya. Aku yang mengerti apa maunya segera mencondongkan badanku ke depan sehingga dadaku pun makin membusung indah. Ternyata dia tidak langsung mencaplok payudaraku, tetapi hanya menjulurkan lidahnya untuk menjilati putingku menyebabkan benda itu makin mengeras saja. Aku merasakan sensasi yang luar biasa, geli bercampur nikmat. Sapuan-sapuan lidah Verna pada vaginaku membuat daerah itu semakin becek, bukan cuma itu saja Verna juga mengorek-ngoreknya dengan jarinya.





Kejutan untuk Teman-temanku-2

Dari bagian 1

Aku mendesah tak karuan merasakan jilatan dan sedotan pada klistoris dan putingku. Ciuman Pak Joko merambat naik dari dadaku hingga hinggap di bibirku, kami berciuman dengan penuh nafsu. Tidak kuhiraukan nafasnya yang bau rokok, lidah kami beradu dengan liar sampai ludah kami bercampur baur.
"Aahh.. oohh.. gua dah mau.. Pak!" erang Verna bersamaan dengan tubuhnya yang mengejang dan membusur ke atas.
Melihat reaksi Verna, Pak Joko semakin memperdahsyat sodokannya dan semakin ganas meremas dadanya. Aku sendiri tidak merasa akan segera menyusul Verna, dibawah sana seperti mau meledak rasanya. Dalam waktu yang hampir bersamaan aku dan Verna mencapai klimaks, tubuh kami mengejang hebat dan cairan kewanitaanku tumpah ke wajah Verna. Erangan kami memenuhi kamar ini membuat Pak Joko semakin liar.

Setelah aku ambruk ke samping, Pak Joko menindih Verna dan mulai menciuminya, dijilatinya cairan cintaku yang blepotan di sekitar mulut Verna, tangannya tak henti-hentinya menggerayangi payudara montok itu, seolah-oleh tak ingin lepas darinya.
"Hhmmpphh.. sluurrpp.. cup.. cup.." demikian bunyinya saat mereka bercipokan, lidah mereka saling membelit dan bermain di rongga mulut masing-masing. Pak Joko cukup pengertian akan kondisi Verna yang mulai kepayahan, jadi setelah puas berciuman dia membiarkannya memulihkan tenaga dulu. Dan kini disambarnya tubuhku, padahal gairahku baru naik setengahnya setelah orgasme barusan. Tubuhku yang dalam posisi tengkurap diangkatnya pada bagian pinggul sehingga menungging. Dia membuka lebar bibir vaginaku dan menyentuhkan kepala penisnya disitu. Benda itu pelan-pelan mendesak masuk ke vaginaku. Aku mendesah sambil meremas-remas sprei menghayati proses pencoblosan itu.

Permainan Pak Joko sungguh membuatku terhanyut, dia memulainya dengan genjotan-genjotan pelan, tapi lama-kelamaan sodokannya terasa makin keras dan kasar sampai tubuhku berguncang dengan hebatnya. Aku meraih tangannya untuk meremasi payudaraku yang berayun-ayun. Tiba-tiba suara desahan Verna terdengar lagi menjari sahut menyahut dengan desahanku. Gila, penjaga vilaku ini mengerjai kami berdua dalam waktu bersamaan, bedanya aku dikocok dengan penis sedangkan Verna dikocok dengan jari-jarinya. Verna membuka pahanya lebih lebar lagi agar jari-jari Pak Joko bermain lebih leluasa.
"Aduhh.. aahh.. gila Ver.. enak banget!" ceracauku sambil merem-melek.
"Oohh.. terus Pak.. kocok terus" Verna terus mendesah dan meremas-remas dadanya sendiri, wajahnya sudah memerah saking terangsangnya.

"Yak.. dikit lagi.. aahh.. Pak.. udah mau" aku mempercepat iramaku karena merasa sudah hampir klimaks.
"Neng Citra.. Neng Verna.. bapak juga.. mau keluar.. eerrhh" geramnya dengan mempercepat gerakkannya.
Penis itu terasa menyodok semakin dalam bahkan sepertinya menyentuh dasar rahimku. Sebuah rintihan panjang menandai orgasmeku, tubuhku berkelejotan seperti kesetrum. Kemudian dia lepaskan penisnya dari vaginaku dan berdiri di ranjang. Disuruhnya Verna berlutut dan mengoral penisnya yang berlumuran cairan cintaku. Verna berlutut mengemut penis basah itu sambil tangan kanannya mengocok vaginanya sendiri yang tanggung belum tuntas. Aku bangkit perlahan dan ikut bergabung dengan Verna menikmati penis Pak Joko. Verna mengemut batangnya, aku mengemut buah zakarnya, kami saling berbagi menikmati 'sosis' itu.

Di tengah kulumannya mendadak Verna merintih tertahan, tubuhnya seperti menggigil, dan kulihat ke bawah ternyata dari vaginanya mengucur cairan bening hasil masturbasinya sendiri. Disusul beberapa detik kemudian, Pak Joko mencabut penisnya dari mulutku lalu mengerang panjang. Cairan kental berbau khas memancar dengan derasnya membasahi wajah kami. Kami berebutan menelan cairan itu, penis itu kupompa dalam genggamanku agar semuanya keluar, nampak pemiliknya mendesah-desah dan kelabakan
"Sabar, sabar dong neng, bisa putus kontol bapak kalo rebutan gini" katanya terbata-bata.
Setelah tidak ada yang keluar lagi Verna menjilati sisanya di wajahku, demikian pula sebaliknya. Mereka berdua akhirnya ambruk kecapaian, wajah Pak Joko jatuh tepat di dada Verna.

Saat mereka ambruk, sebaliknya gairahku mulai timbul lagi. Maka kutinggalkan mereka untuk melihat keadaan Indah dan Taryo. Aku tiba di kolam melihat Taryo sedang menggarap tubuh mungil Indah. Di daerah dangkal Indah dalam posisi berpegangan pada tangga kolam, Taryo dari bawahnya juga dalam posisi berdiri sedang asyik menggenjot penisnya pada vagina Indah. Kedua payudara Indah bergoyang naik turun seirama goyang tubuhnya. Pasti adegan ini membuat para cowok di kampusku sirik pada Taryo yang buruk rupa tapi bisa ngentot dengan gadis seimut itu.
"Belum selesai juga lu orang, udah berapa ronde nih?" sapaku.
"Edan Ci.. gua sampe klimaks tiga kali.. aahh!" desah Indah tak karuan.
"Neng.. temennya enak banget, udah cantik, memeknya seret lagi" komentar Taryo sambil terus menggenjot.

Indah tak kuasa menahan rintihannya setiap Taryo menusukkan penisnya, tubuhnya bergetar hebat akibat tarikan dan dorongan penis penjaga vila itu pada kemaluannya. Kepala Taryo menyelinap lewat ketiak sebelah kirinya lalu mulutnya mencaplok buah dadanya. Pinggul Indah naik turun berkali kali mengikuti gerakan Taryo. Jeritannya makin menjadi-jadi hingga akhirnya satu lenguhan panjang membuatnya terlarut dalam orgasme, beberapa saat tubuhnya menegang sebelum akhirnya terkulai lemas di tangga kolam. Setelah menaklukkan Indah, Taryo memanggilku yang mengelus-ngelus kemaluanku sendiri menonton adegan mereka.
"Sini neng, mendingan dipuasin pake kontol saya aja daripada ngocok sendiri" .

Akupun turun ke air yang merendam sebatas lutut kami, disambutnya aku dengan pelukannya, tangannya mengelusi punggungku terus turun hingga meremas bongkahan pantatku. Sementara tanganku juga turun meraih kemaluannya.
"Gila nih kontol, masih keras juga..udah keluar berapa kali tadi?" tanyaku waktu menggenggam batangnya yang masih 'lapar' itu.
"Baru sekali tadi.. abis saya masih nungguin neng sih" godanya saambil nyengir.
Kemudian diangkatnya badanku dengan posisi kakiku dipinggangnya, aku melingkarkan tangan pada lehernya agar tidak jatuh. Diletakkannya aku pada lantai di tepi kolam, disebelah Indah yang terkapar, dia merapatkan badannya diantara kedua kakiku yang tergantung.

Dia mulai menciumiku dari telinga, lidah itu menelusuri belakang telingaku juga bermain-main di lubangnya. Dengusan nafas dan lidahnya membuatku merasa geli dan menggeliat-geliat. Mulutnya berpindah melumat bibirku dengan ganas, lidahnya menyapu langit-langit mulutku, kurespon dengan mengulum lidahnya. Tanganku meraba-raba kebawah mencari kemaluannya karena birahiku telah demikian tingginya, tak sabar lagi untuk dientot. Ketika kuraih benda itu kutuntun memasuki kemaluanku, tangan kanan Taryo ikut menuntun senjatanya menembaki sasaran. Saat kepala penisnya menyentuh bibir kemaluanku, dia menekannya ke dalam, mulutku menggumam tertahan karena sedang berciuman dengannya. Ciuman kami baru terlepas disertai jeritan kecil ketika Taryo mengehentakkan pinggulnya hingga penisnya tertanam semua dalam vaginaku. Pinggulnya bergerak cepat diantara kedua pahaku sementara mulutnya mencupangi pundak dan leher jenjangku. Aku hanya bisa menengadahkan kepala menatap langit dan mendesah sejadi-jadinya.

Kalau dibandingkan dengan Pak Joko, memang sodokan Taryo lebih mantap selain karena usianya masih 30-an, badannya juga lebih berisi daripada Pak Joko yang tinggi kurus seperti Datuk Maringgih itu. Di tengah badai kenikmatan itu sekonyong-konyong aku melihat sesuatu yang bergerak-gerak di jendela kamarku. Kufokuskan pandanganku dan astaga.. ternyata si Verna, dia sedang disetubuhi dari belakang dengan posisi menghadap jendela, tubuhnya terlonjak-lonjak dan terdorong ke depan sampai payudaranya menempel pada kaca jendela, mulutnya tampak mengap-mengap atau terkadang meringis, sungguh suatu pemandangan yang erotis. Adegan itu ditambah serangan Taryo yang makin gencar membuatku makin tak terkontrol, pelukanku semakin erat sehingga dadaku tertekan di dadanya, kedua kakiku menggelepar-gelepar menepuk permukaan air. Aku merasa detik-detik orgasme sudah dekat, maka kuberitahu dia tentang hal ini. Taryo memintaku bertahan sebentar lagi karena dia juga sudah mau keluar.

Susah payah aku bertahan agar bisa klimaks bersama, setelah kurasakan ada cairan hangat menyemprot di rahimku, akupun melepas sesuatu yang daritadi ditahan-tahan. Perasaan itu mengalir dengan deras di sekujur tubuhku, otot-ototku mengejang, tak terasa kukuku menggores punggungnya. Beberapa detik kemudian badanku terkulai lemas seolah mati rasa, begitu juga Taryo yang jatuh bersandar di pinggir kolam. Aku berbaring di pinggir kolam di atas lantai marmer, kedua payudaraku nampak bergerak naik turun seiring desah nafasku. Kugerakkan mataku, di jendela Verna dan Pak Joko sudah tak nampak lagi, di sisi lain Indah yang sudah pulih merendam dirinya di air dangkal untuk membasuh tubuhnya.

Kami beristirahat sebentar, bahkan beberapa diantara kami tertidur. Pesta dimulai lagi sekitar pukul 8 malam setelah makan. Kami mengadakan permainan gila, ceritanya kami bertiga bermain poker dengan taruhan yang kalah paling awal harus rela dikeroyok kedua penjaga villa itu dan diabadikan dalam video klip dengan HP Nokia model terbaru milik Verna, filenya akan disimpan dalam komputer Verna untuk koleksi dan tidak akan boleh dicopy atau dilihat orang lain selain geng kami, mengingat kasus bokep Itenas. Kami duduk melingkar di ranjang, Pak Joko dan Taryo kusuruh menjauh dan kularang menyentuh siapapun sebelum ada yang kalah, mereka menunggu hanya dengan memakai kolor, sambil sebentar-sebentar mengocok anunya sendiri Aku mulai membagikan kartu dan permainan dimulai. Suasana tegang menyelimuti kami bertiga, setelah akhirnya Indah melempar kartunya yang buruk sambil menepuk jidatnya, dia kalah. Kedua orang yang sudah tak sabar menunggu itu segera maju mengeksekusi Indah.

Indah sempat berontak, tapi berhasil dilumpuhkan mereka dengan dipegangi erat-erat dan digerayangi bagian-bagian sensitifnya. Taryo menyusupkan tangannya ke kimono Indah meraih payudaranya yang tak memakai apa-apa di baliknya. Pak Joko menyerang dari bawah dengan merentangkan lebar-lebar kedua paha Indah dan langsung membenamkan kepalanya pada kemaluannya yang terawat dan berbulu lebat itu. Perlakuan ini membuat rontaan Indah terhenti, kini dia malah mengelus-elus penis Taryo yang menegang sambil memejamkan mata menikmati vaginanya dijilati Pak Joko dan dadanya diremas Mulkas. Aku melihat lidah Pak Joko menjalar jari belahan bawah hingga puncak kemaluan Indah, lalu disentil-sentilkan pada klistorisnya. Indah tidak tahan lagi, dia merundukkan badan untuk memasukkan penis Taryo ke mulutnya, benda itu dikulumnya dengan rakus seperti sedang makan es krim. Event menarik itu tidak dilewatkan Verna dengan kamera-HP nya.


Kejutan untuk Teman-temanku-3

Dari bagian 2

Indah terengah-engah melayani penis super Taryo, sepertinya dia sudah tidak peduli keadaan sekitarnya, rasa malunya hilang digantikan dengan hasrat yang besar untuk menyelesaikan gairahnya. Dia mempertunjukkan suatu live show yang panas seperti aktris bokep dan Verna sebagai juru kameranya. Pak Joko yang baru saja melepaskan kolornya menggesek-gesekkan benda itu pada bibir kemaluan Indah, sebagai pemanasan sebelum memasukinya. Kemulusan tubuh Indah terpampang begitu Taryo menarik lepas tali pinggang pada kimononya, sesosok tubuh yang putih mulus serta terawat baik diantara dua tubuh hitam dan kasar, sungguh perpaduan yang kontras tapi menggairahkan. Pak Joko mempergencar rangsangannya dengan menciumi batang kakinya mulai dari betis, tumit, hingga jari-jari kakinya. Indah yang sudah kesurupan 'setan seks' itu jadi makin gila dengan perlakuan seperti itu

"Ahh.. awww.. Pak enak banget.. masukin aja sekarang!" rintihnya manja sambil meraih penis Pak Joko yang masih bergesekan dengan bibir vaginanya.

Pak Joko pun mendorong penis itu membelah kedua belahan kemaluan Indah diiringi desahan nikmat yang memenuhi kamar ini sampai aku dibuat merinding mendengarnya. Aku mengeluarkan payudara kiriku dari balik kimono dan meremasnya dengan tanganku, tangan yang satu lagi turun menggesek-gesekkan jariku ke kemaluanku, Verna yang juga sudah horny sesekali mengelus kemaluannya sendiri. Indah nampak sangat liar, kemaluannya digenjot dari depan, dan Taryo yang menopang tubuhnya dari belakang meremasi kedua payudaranya serta memencet-mencet putingnya. Rambutnya yang sudah terurai itu disibakkan Taryo, lalu melumat leher dan pundaknya dengan jilatan dan gigitan ringan. Hal ini menyebabkan Indah tambah menggelinjang dan mempercepat kocokannya pada penis Taryo.

Serangan Pak Joko pada vagina Indah semakin cepat sehingga tubuhnya menggelinjang hebat.
"Aaakhh..aahh!" jerit Indah dengan melengkungkan tubuhnya ke atas.
Indah telah mencapai orgasme hampir bersamaan dengan Pak Joko yang menyemprotkan spermanya di dalam rahimnya. Adegan ini juga direkam oleh Verna, difokuskan terutama pada wajah Indah yang sedang orgasme. Tanpa memberi istirahat, Taryo menaikkan Indah ke pangkuannya dengan posisi membelakangi. Kembali vagina Indah dikocok oleh penis Taryo. Walaupun masih lemas dia mulai menggoyangkan pantatnya mengikuti kocokan Taryo. Taryo yang merasa keenakan hanya bisa mengerang sambil meremas pantat Indah menikmati pijatan kemaluannya. Pak Joko mengistirahatkan penisnya sambil menyusu dari kedua payudara Indah secara bergantian. Aku semakin dalam mencucukkan jariku ke dalam vaginaku saking terangsangnya, sampai-sampai cairanku mulai meleleh membasahi selangkangan dan jari-jariku.

Bosan dengan gaya berpangkuan, Taryo berbaring telentang dan membiarkan Indah bergoyang di atas penisnya. Kemudian dia menyuruh Verna naik ke atas wajahnya agar bisa menikmati kemaluannya. Verna yang daritadi sudah terangsang itu segera melakukan apa yang disuruh tanpa ragu-ragu. Seluruh wajah Taryo tertutup oleh daster transparan Verna, namun aku masih dapat melihat dia dengan rakusnya melahap kemaluannya sambil menyusupkan tangannya dari bawah daster menuju payudaranya. Pak Joko yang anunya sudah mulai bangkit lagi menerkamku, kami berguling-guling sambil berciuman penuh nafsu. Dengan tetap berciuman Pak Joko memasukkan penisnya ke vaginaku, cairan yang melumuri selangkanganku melancarkan penetrasinya. Dengan kecepatan tinggi penisnya keluar masuk dalam vaginaku hingga aku histeris setiap benda itu menghujam keras ke dalam. Aku cuma bisa pasrah di bawah tindihannya membiarkan tangannya menggerayangi payudaraku, mulutnya pun terus menjilati leherku. Aku masih memakai kimonoku, hanya saja sudah tersingkap kesana kemari.

Aku melihat Taryo masih berasyik-masyuk dengan kedua temanku, hanya kali ini Verna sudah bertukar posisi dengan Indah. Sekarang mereka saling berhadapan, Verna bergoyang naik turun diatas penis Taryo sambil berciuman dengan Indah yang mekangkangi wajah Taryo. Indah membuka kakinya lebar-lebar sehingga cairannya semakin mengalir, cairan itu diseruput dengan rakus oleh si Taryo sampai terdengar suara sluurrpp.. sshhrrpp..Ketika aku sedang menikmati orgasmeku yang hebat, dia tekan sepenuhnya penis itu ke dalam dan ini membawa efek yang luar biasa padaku dalam menghayati setiap detik klimaks tersebut, tubuhku menggelinjang dan berteriak tak tentu arah sampai akhirnya melemas kembali. Pesta gila-gilaan ini berakhir sekitar jam 11 malam. Aku sudah setengah sadar ketika Pak Joko menumpahkan maninya di wajahku, tulang-tulangku serasa berantakan. Indah sudah terkapar lebih dulu dengan tubuh bersimbah peluh dan ceceran sperma di dadanya, dari pangkal pahanya yang terbuka nampak cairan kewanitaan bercampur sperma yang mengalir bak mata air.

Sebelum tak sadarkan diri aku masih sempat melihat Taryo menyodomi Verna yang masih dalam gaun transparan yang sudah berantakan, tubuh keduanya sudah mandi keringat. Karena letih dan ngantuk aku pun segera tertidur tanpa kupedulikan jeritan histeris Verna maupun tubuhku yang sudah lengket oleh sperma. Besok paginya aku terbangun ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi dan aku hanya mendapati Indah yang masih terlelap di sebelah kiriku. Kuguncang tubuh Indah untuk membangunkannya.
"Gimana Dah.. puas semalem?" tanyaku .
"Gila gua dientotin sampe kelenger, barbar banget tuh dua orang, eh.. omong-omong pada kemana yang lain si Verna juga ga ada?"
"Ga tau juga tuh gua juga baru bangun kok, duh lengket banget mandi dulu yuk.. udah lengket gini" ajakku karena merasa tidak nyaman dengan sperma kering terutama di wajahku, rasanya seperti ada sarang laba-laba menempel di sana.

Baru saja keluar dari kamar, sayup-sayup sudah terdengar suara desahan, kuikuti asal suara itu yang ternyata dari kamar mandi. Kami berdua segera menuju ke kamar mandi yang pintunya setengah terbuka itu, kami tengok ke dalam dan melihat Verna dan kedua penjaga villa itu. Darahku berdesir melihat pemandangan erotis di depan kami, dimana Verna sedang dikerjai oleh mereka di lantai kamar mandi. Taryo sedang enak-enaknya mengocok senjatanya diantara kedua gunung bulat itu, sedangkan Pak Joko berlutut diantara paha jenjang itu sedang menyetubuhinya, air dan sabun membuat tubuh mereka basah berkilauan. Kedatangan kami sepertinya tidak terlalu membuat mereka terkejut, mereka malah menyapa kami sambil terus 'bekerja'. Aku dengan tidak terlepas dari live show itu berjalan ke arah shower dan membuka kimonoku diikuti Indah dari belakang. Air hangat mengucur membasuh dan menyegarkan tubuh kami, kuambil sabun cair dan menggosokkannya ke sekujur tubuh Indah. Demikian juga Indah dia melakukan hal yang sama padaku, kami saling menyabuni satu sama lain.

Kami saling mengelus bagian tubuh masing-masing, suatu ketika ketika tanganku sampai ke bawah, iseng-iseng kubelai bibir kemaluannya sekaligus mempermainkan klistorisnya.
"Uuhh.. Ci!" dia menjerit kecil dan mempererat pelukannya padaku sehingga buah dada kami saling berhimpit.
Tangan Indah yang lembut juga mengelusi punggungku lalu mulai turun ke bawah meremas bongkahan pantatku. Darahku pun mengalir makin cepat ditambah lagi adegan panas Verna dengan kedua pria itu membuatku makin naik. Indah mendekatkan wajahnya padaku dan mencium bibirku yang terbuka karena sedang mendesah, selama beberapa menit bibir kami berpagutan. Kemudian aku memutar badanku membelakangi Indah supaya bisa lebih nyaman menonton Verna.

Aku melihat wajah horny Verna yang cantik, dia meringis dan mengerang menikmati tusukan Pak Joko pada vaginanya, sementara Taryo hampir mencapai orgasmenya, dia semakin cepat menggesek-gesekkan penisnya diantara gunung kembar itu, tangannya pun semakin keras mencengkram daging kenyal itu sehingga pemiliknya merintih kesakitan. Akhirnya menyemprotlah spermanya membasahi dada, leher dan mulut Verna. Mataku tidak berkedip menyaksikan semua itu sambil menikmati belaian Indah pada daerah sensitifku. Dengan tangan kanannya dia memainkan payudaraku, putingnya dipencet dan dipilin hingga makin menegang, tangan kirinya meraba-raba selangkanganku. Perbuatan Indah yang mengobok-obok vaginaku dengan jarinya itu hampir membuatku orgasme, sungguh sulit dilukiskan dengan kata-kata betapa nikmatnya saat itu.

Aku masih menikmati jari-jari Indah bermain di vaginaku ketika Taryo yang baru menyelesaikan hajatnya dengan Verna berjalan ke arahku, penisnya agak menyusut karena baru orgasme. Jantungku berdetak lebih kencang menunggu apa yang akan terjadi. Tangannya mendarat di payudara kiriku dan meremasnya dengan lembut sambil sesekali memelintirnya. Lalu dia membungkuk dan mengarahkan kepalanya ke payudara kananku yang langsung dikenyotnya. Aku memejamkan mata menghayati suasana itu dan mengeluarkan desahan menggoda. Lalu aku merasakan kaki kananku diangkat dan sesuatu mendesak masuk ke vaginaku. Sejenak kubuka mataku untuk melihat, dan ternyata yang bertengger di vaginaku bukan lagi tangan Indah tapi penis Taryo yang sudah bangkit lagi. Kembali aku disetubuhi dalam posisi berdiri sambil digerayangi Indah dari belakang. Tubuhku seolah terbang tinggi, wajahku menengadah dengan mata merem-melek merasakan nikmat yang tak terkira.

Hampir satu jam lamanya kami melakukan orgy di kamar mandi. Akhirnya setelah mandi bersih-bersih kami bertiga mencari udara segar dengan berjalan-jalan di kompleks sekalian makan siang di sebuah restoran di daerah itu. Setelah makan kami kembali ke vila dan mengepak barang untuk kembali ke Jakarta. Indah dan Verna keluar dari kamar terlebih dulu meninggalkanku yang masih membereskan bawaanku yang lebih banyak. Cukup lama juga aku dikamar gara-gara sibuk mencari alat charge HP-ku yang ternyata kutaruh di lemari meja rias. Waktu aku menuju ke garasi terdengar suara desahan dan ya ampun.. ternyata mereka sedang bermain 'short time' sambil menungguku.

Indah yang celana panjang dan dalamnya sudah dipeloroti sedang menungging dengan bersandar pada moncong mobil, Pak Joko menyodokinya dari belakang sambil memegangi payudaranya yang tidak terbuka. Sementara di pintu mobil, Verna berdiri bersandar dengan baju dan rok tersingkap, paha kirinya bertumpu pada bahu Taryo yang berjongkok di bawahnya. Celana dalamnya tidak dibuka, Taryo menjilati kemaluannya hanya dengan menggeser pinggiran celana dalamnya, tangannya turut bekerja meremasi payudara dan pantatnya.
"Weleh.. weleh.. masih sempat-sempatnya lu orang, asal jangan kelamaan aja, ntar kejebak macet kita" kataku sambil geleng-geleng kepala.
"Tenang neng ga usah buru-buru, masih pagi kok, ini cuma sebentar aja kok" tanggap Pak Joko dengan terengah-engah.

Akhirnya setelah 15 menitan Pak Joko melepas penisnya dan memanggilku untuk bergabung dengan Indah menjilatinya. Aku tadinya menolak karena tak ingin make upku luntur, tapi karena didesak terus akhirnya aku berjongkok di sebelah Indah.
"Tapi kalo keluar lu yang isep ya Dah, ntar muka gua luntur" kataku padanya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala sambil mengulum benda itu.
Sesuai perjanjian tidak lama kemudian Pak Joko menggeram dan cepat-cepat kuberikan penis itu pada Indah yang segera memasukkan ke mulutnya. Pria itu mendesah panjang sambil menekan penisnya ke mulut Indah, Indah sendiri sedang menyedot sperma dari batang itu, sepertinya yang keluar tidak banyak lagi soalnya Indah tidak terlalu lama mengisapnya.
"Yuk cabut, udah ga haus lagi kan Dah?" ujar Verna yang sudah merapikan kembali pakaiannya.

Kami naik ke mobil dan kembali ke kota kami dengan kenangan tak terlupakan. Dalam perjalanan kami saling berbagi cerita dan kesan-kesan dari pengalaman kemarin dan membicarakan rencana untuk mengerjai si Ratna yang hari ini absen.


Kisah Perselingkuhan

empat episode

Namaku Faridha. Orang biasa memanggilku dengan Ridha saja. Aku lahir tahun 1975 di sebuah kota terkenal dengan julukannya, yaitu kota hujan. Aku telah menikah dengan seorang pria keturunan Jawa bernama Mas Hadi. Kami dikarunai seorang anak laki-laki yang kulahirkan di akhir tahun 1999. Oh.. iya, aku menikah dengan Mas Hadi pada tahun 1998, bulan April.

Kehidupan kami biasa saja, dari segi ekonomi sampai hubungan suami istri. Aku dan suamiku cukup menikmati kehidupan ini. Suamiku yang kalem dan sedikit pendiam adalah seorang pegawai swasta di kotaku ini. Penghasilan sebulannya cukup untuk menghidupi kami bertiga. Namun kami belum begitu puas. Walau bagaimana kami harus merasakan lebih bukan hanya sekedar cukup.

Karena jabatan suamiku sudah tidak mungkin lagi naik di perusahaannya, untuk menambah penghasilan kami, aku meminta ijin kepada Mas Hadi untuk bekerja, mengingat pendidikanku sebagai seorang Accounting sama sekali tidak kumanfatkan semenjak aku menikah. Pada dasarnya suamiku itu selalu menuruti keinginanku, maka tanpa banyak bicara dia mengijinkan aku bekerja, walaupun aku sendiri belum tahu bekerja di mana, dan perusahaan mana yang akan menerimaku sebagai seorang Accounting, karena aku sudah berkeluarga.

"Bukankah kamu punya teman yang anak seorang Direktur di sini?" kata suamiku di suatu malam setelah kami melakukan hubungan badan.
"Iya.. si Yanthi, teman kuliah Ridha..!" kataku.
"Coba deh, kamu hubungi dia besok. Kali saja dia mau menolong kamu..!" katanya lagi.
"Tapi, benar nih.. Mas.. kamu ijinkan saya bekerja..?"
Mas Hadi mengangguk mesra sambil menatapku kembali.

Sambil tersenyum, perlahan dia dekatkan wajahnya ke wajahku dan mendaratkan bibirnya ke bibirku.
"Terimakasih.. Mas.., mmhh..!" kusambut ciuman mesranya.
Dan beberapa lama kemudian kami pun mulai terangsang lagi, dan melanjutkan persetubuhan suami istri untuk babak yang ketiga. Kenikmatan demi kenikmatan kami raih. Hingga kami lelah dan tanpa sadar kami pun terlelap menuju alam mimpi kami masing-masing.

Perlu kuceritakan di sini bahwa Rendy, anak kami tidak bersama kami. Dia kutitipkan ke nenek dan kakeknya yang berada di lain daerah, walaupun masih satu kota. Kedua orangtuaku sangat menyayangi cucunya ini, karena anakku adalah satu-satunya cucu laki-laki mereka.

Siang itu ketika aku terbangun dari mimpiku, aku tidak mendapatkan suamiku tidur di sisiku. Aku menengok jam dinding. Rupanya suamiku sudah berangkat kerja karena jam dinding itu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Aku teringat akan percakapan kami semalam. Maka sambil mengenakan pakaian tidurku (tanpa BH dan celana dalam), aku beranjak dari tempat tidur berjalan menuju ruang tamu rumahku, mengangkat telpon yang ada di meja dan memutar nomor telpon Yanti, temanku itu.

"Hallo.. ini Yanti..!" kataku membuka pembicaraan saat kudengar telpon yang kuhubungi terangkat.
"Iya.., siapa nih..?" tanya Yanti.
"Ini.. aku Ridha..!"
"Oh Ridha.., ada apa..?" tanyanya lagi.
"Boleh nggak sekarang aku ke rumahmu, aku kangen sama kamu nih..!" kataku.
"Silakan.., kebetulan aku libur hari ini..!" jawab Yanti.
"Oke deh.., nanti sebelum makan siang aku ke rumahmu. Masak yang enak ya, biar aku bisa makan di sana..!" kataku sambil sedikit tertawa.
"Sialan luh. Oke deh.., cepetan ke sini.., ditunggu loh..!"
"Oke.., sampai ketemu yaa.. daah..!" kataku sambil menutup gagang telpon itu.

Setelah menelepon Yanti, aku berjalan menuju kamar mandi. Di kamar mandi itu aku melepas pakaianku semuanya dan langsung membersihkan tubuhku. Namun sebelumnya aku bermasturbasi sejenak dengan memasukkan jariku ke dalam vaginaku sendiri sambil pikiranku menerawang mengingat kejadian-kejadian yang semalam baru kualami. Membayangkan penis suamiku walau tidak begitu besar namun mampu memberikan kepuasan padaku. Dan ini merupakan kebiasaanku.

Walaupun aku telah bersuami, namun aku selalu menutup kenikmatan bersetubuh dengan Mas Hadi dengan bermasturbasi, karena kadang-kadang bermasturbasi lebih nikmat.

Singkat cerita, siang itu aku sudah berada di depan rumah Yanti yang besar itu. Dan Yanti menyambutku saat aku mengetuk pintunya.
"Apa khabar Rida..?" begitu katanya sambil mencium pipiku.
"Seperti yang kamu lihat sekarang ini..!" jawabku.
Setelah berbasa-basi, Yanti membimbingku masuk ke ruangan tengah dan mempersilakan aku untuk duduk.

"Sebentar ya.., kamu santailah dahulu, aku ambil minuman di belakang.." lalu Yanti meninggalkanku.
Aku segera duduk di sofanya yang empuk. Aku memperhatikan ke sekeliling ruangan ini. Bagus sekali rumahnya, beda dengan rumahku. Di setiap sudut ruang terdapat hiasan-hiasan yang indah, dan pasti mahal-mahal. Foto-foto Yanti dan suaminya terpampang di dinding-dinding. Sandi yang dahulu katanya sempat menaksir aku, yang kini adalah suami Yanti, terlihat semakin ganteng saja. Dalam pikirku berkata, menyesal juga aku acuh tak acuh terhadapnya dahulu. Coba kalau aku terima cintanya, mungkin aku yang akan menjadi istrinya.

Sambil terus memandangi foto Sandi, suaminya, terlintas pula dalam ingatanku betapa pada saat kuliah dulu lelaki keturunan Manado ini mencoba menarik perhatianku (aku, Yanti dan Sandi memang satu kampus). Sandi memang orang kaya. Dia adalah anak pejabat pemerintahan di Jakarta. Pada awalnya aku pun tertarik, namun karena aku tidak suka dengan sifatnya yang sedikit sombong, maka segala perhatiannya padaku tidak kutanggapi. Aku takut jika tidak cocok dengannya, karena aku orangnya sangat sederhana.

Lamunannku dikagetkan oleh munculnya Yanti. Sambil membawa minuman, Yanti berjalan ke arah aku duduk, menaruh dua gelas sirup dan mempersilakanku untuk minum.
"Ayo Rid, diminum dulu..!" katanya.
Aku mengambil sirup itu dan meminumnya. Beberapa teguk aku minum sampai rasa dahaga yang sejak tadi terasa hilang, aku kembali menaruh gelas itu.

"Oh iya, Mas Sandi ke mana?" tanyaku.
"Biasa.. Bisnis dia," kata Yanti sambil menaruh gelasnya. "Sebentar lagi juga pulang. Sudah kutelpon koq dia, katanya dia juga kangen sama kamu..!" ujarnya lagi.

Yanti memang sampai sekarang belum mengetahui kalau suaminya dahulu pernah naksir aku. Tapi mungkin juga Sandi sudah memberitahukannya.

"Kamu menginap yah.. di sini..!" kata Yanti.
"Akh.. enggak ah, tidak enak khan..!" kataku.
"Loh.. nggak enak gimana, kita kan sahabat. Sandi pun kenal kamu. Lagian aku sudah mempersiapkan kamar untukmu, dan aku pun sedang ambil cuti koq, jadi temani aku ya.., oke..!" katanya.
"Kasihan Mas Hadi nanti sendirian..!" kataku.
"Aah.. Mas Hadi khan selalu menurut keinginanmu, bilang saja kamu mau menginap sehari di sini menemani aku. Apa harus aku yang bicara padanya..?"
"Oke deh kalau begitu.., aku pinjam telponmu ya..!" kataku.
"Tuh di sana..!" kata Yanti sambil menujuk ke arah telepon.

Aku segera memutar nomor telpon kantor suamiku. Dengan sedikit berbohong, aku minta ijin untuk menginap di rumah Yanti. Dan menganjurkan Mas Hadi untuk tidur di rumah orangtuaku. Seperti biasa Mas Hadi mengijinkan keinginanku. Dan setelah basa-basi dengan suamiku, segera kututup gagang telpon itu.

"Beres..!" kataku sambil kembali duduk di sofa ruang tamu.
"Nah.., gitu dong..! Ayo kutunjukkan kamarmu..!" katanya sambil membimbingku.
Di belakang Yanti aku mengikuti langkahnya. Dari belakang itu juga aku memperhatikan tubuh montoknya. Yanti tidak berubah sejak dahulu. Pantatnya yang terbungkus celana jeans pendek yang ketat melenggak-lenggok. Pinggulnya yang ramping sungguh indah, membuatku iseng mencubit pantat itu.

"Kamu masih montok saja, Yan..!" kataku sambil mencubit pantatnya.
"Aw.., akh.. kamu. Kamu juga masih seksi saja. Bisa-bisa Mas Sandi nanti naksir kamu..!" katanya sambil mencubit buah dadaku.
Kami tertawa cekikikan sampai kamar yang dipersiapkan untukku sudah di depan mataku.
"Nah ini kamarmu nanti..!" kata Yanti sambil membuka pintu kamar itu.

Besar sekali kamar itu. Indah dengan hiasan interior yang berseni tinggi. Ranjangnya yang besar dengan seprei yang terbuat dari kain beludru warna biru, menghiasi ruangan ini. Lemari pakaian berukiran ala Bali juga menghiasi kamar, sehingga aku yakin setiap tamu yang menginap di sini akan merasa betah.

Akhirnya di kamar itu sambil merebahkan diri, kami mengobrol apa saja. Dari pengalaman-pengalaman dahulu hingga kejadian kami masing-masing. Kami saling bercerita tentang keluhan-keluhan kami selama ini. Aku pun bercerita panjang mulai dari perkawinanku sampai sedetil-detilnya, bahkan aku bercerita tentang hubungan bercinta antara aku dan suamiku. Kadang kami tertawa, kadang kami serius saling mendengarkan dan bercerita. Hingga pembicaraan serius mulai kucurahkan pada sahabatku ini, bahwa aku ingin bekerja di perusahan bapaknya yang direktur.

"Gampang itu..!" kata Yanti. "Aku tinggal menghubungi Papa nanti di Jakarta. Kamu pasti langsung diberi pekerjaan. Papaku kan tahu kalau kamu adalah satu-satunya sahabatku di dunia ini.." lanjutnya sambil tertawa lepas.
Tentu saja aku senang dengan apa yang dibicarakan oleh Yanti, dan kami pun meneruskan obrolan kami selain obrolan yang serius barusan.

Tanpa terasa, di luar sudah gelap. Aku pun minta ijin ke Yanti untuk mandi. Tapi Yanti malah mengajakku mandi bersama. Dan aku tidak menolaknya. Karena aku berpikir toh sama-sama wanita.Sungguh di luar dugaan, di kamar mandi ketika kami sama-sama telanjang bulat, Yanti memberikan sesuatu hal yang sama sekali tidak terpikirkan.

Sebelum air yang hangat itu membanjiri tubuh kami, Yanti memelukku sambil tidak henti-hentinya memuji keindahan tubuhku. Semula aku risih, namun rasa risih itu hilang oleh perasaan yang lain yang telah menjalar di sekujur tubuh. Sentuhan-sentuhan tangannya ke sekujur tubuhku membuatku nikmat dan tidak kuasa aku menolaknya. Apalagi ketika Yanti menyentuh bagian tubuhku yang sensitif.

Kelembutan tubuh Yanti yang memelukku membuatku merinding begitu rupa. Buah dadaku dan buah dadanya saling beradu. Sementara bulu-bulu lebat yang berada di bawah perut Yanti terasa halus menyentuh daerah bawah perutku yang juga ditumbuhi bulu-bulu. Namun bulu-bulu kemaluanku tidak selebat miliknya, sehingga terasa sekali kelembutan itu ketika Yanti menggoyangkan pinggulnya.

Karena suasana yang demikian, aku pun menikmati segala apa yang dia lakukan. Kami benar-benar melupakan bahwa kami sama-sama perempuan. Perasaan itu hilang akibat kenikmatan yang terus mengaliri tubuh. Dan pada akhirnya kami saling berpandangan, saling tersenyum, dan mulut kami pun saling berciuman.

Kedua tanganku yang semuala tidak bergerak kini mulai melingkar di tubuhnya. Tanganku menelusuri punggungnya yang halus dari atas sampai ke bawah dan terhenti di bagian buah pantatnya. Buah pantat yang kencang itu secara refleks kuremas-remas. Tangan Yanti pun demikian, dengan lembut dia pun meremas-remas pantatku, membuatku semakin naik dan terbawa arus suasana. Semakin aku mencium bibirnya dengan bernafsu, dibalasnya ciumanku itu dengan bernafsu pula.







Kisah Perselingkuhan-02

Hingga suatu saat ketika Yanti melepas ciuman bibirnya, lalu mulai menciumi leherku dan semakin turun ke bawah, bibirnya kini menemukan buah dadaku yang mengeras. Tanpa berkata-kata sambil sejenak melirik padaku, Yanti menciumi dua bukit payudaraku secar bergantian. Napasku mulai memburu hingga akhirnya aku menjerit kecil ketika bibir itu menghisap puting susuku. Dan sungguh aku menikmati semuanya, karena baru pertama kali ini aku diciumi oleh seorang wanita.

"Akh.., Yaantii.., oh..!" jerit kecilku sedikit menggema.
"Kenapa Rid.., enak ya..!" katanya di sela-sela menghisap putingku.
"Iya.., oh.., enaaks.. teruus..!" kataku sambil menekan kepalanya.
Diberi semangat begitu, Yanti semakin gencar menghisap-hisap putingku, namun tetap lembut dan mesra. Tangan kirinya menahan tubuhku di punggung.

Sementara tangan kanannya turun ke bawah menuju kemaluanku. Aku teringat akan suamiku yang sering melakukan hal serupa, namun perbedaannya terasa sekali, Yanti sangat lembut memanjakan tubuhku ini, mungkin karena dia juga wanita.

Setelah tangan itu berada di kemaluanku, dengan lembut sekali dia membelainya. Jarinya sesekali menggesek kelentitku yang masih tersembunyi, maka aku segera membuka pahaku sedikit agar kelentitku yang terasa mengeras itu leluasa keluar.

Ketika jari itu menyentuh kelentitku yang mengeras, semakin asyik Yanti memainkan kelentitku itu, sehingga aku semakin tidak dapat mengendalikan tubuhku. Aku menggelinjang hebat ketika rasa geli campur nikmat menjamah tubuhku. Pori-poriku sudah mengeluarkan keringat dingin, di dalam liang vaginaku sudah terasa ada cairan hangat yang mengalir perlahan, pertanda rangsangan yang sungguh membuatku menjadi nikmat.

Ketika tanganku menekan bagian atas kepalanya, bibir Yanti yang menghisap kedua putingku secara bergantian segera berhenti. Ada keinginan pada diriku dan Yanti mengerti akan keinginanku itu. Namun sebelumnya, kembali dia pada posisi wajahnya di depan wajahku. Tersungging senyuman yang manis.

"Ingin yang lebih ya..?" kata Santi.
Sambil tersenyum aku mengangguk pelan. Tubuhku diangkatnya dan aku duduk di ujung bak mandi yang terbuat dari porselen. Setelah aku memposisikan sedemikian rupa, tangan Yanti dengan cekatan membuka kedua pahaku lebar-lebar, maka vaginaku kini terkuak bebas. Dengan posisi berlutut, Yanti mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Aku menunggu perlakuannya dengan jantung yang berdebar kencang.

Napasku turun naik, dadaku terasa panas, begitu pula vaginaku yang terlihat pada cermin yang terletak di depanku sudah mengkilat akibat basah, terasa hangat. Namun rasa hangat itu disejukkan oleh angin yang keluar dari kedua lubang hidung Yanti. Tangan Yanti kembali membelai vaginaku, menguakkan belahannya untuk menyentuh kelentitku yang semakin menegang.

Agak lama Yanti membelai-belai kemaluanku itu yang sekaligus mempermainkan kelentitku. Sementara mulutnya menciumi pusar dan sekitarnya. Tentu saja aku menjadi kegelian dan sedikit tertawa. Namun Yanti terus saja melakukan itu.
Hingga pada suatu saat, "Eiist.. aakh.. aawh.. Yanthhii.. akh.. mmhh.. ssh..!" begitu suara yang keluar dari mulutku tanpa disadari, ketika mulutnya semakin turun dan mencium vaginaku.
Kedua tangan Yanti memegangi pinggul dan pantatku menahan gerakanku yang menggelinjang nikmat.

Kini ujung lidahnya yang menyentuh kelentitku. Betapa pintar dia mempermainkan ujung lidah itu pada daging kecilku, sampai aku kembali tidak sadar berteriak ketika cairan di dalam vaginaku mengalir keluar.
"Oohh.. Yantii.. ennaakss.. sekaalii..!" begitu teriakku.

Aku mulai menggoyangkan pinggulku, memancing nikmat yang lebih. Yanti masih pada posisinya, hanya sekarang yang dijilati bukan hanya kelentitku tapi lubang vaginaku yang panas itu. Tubuhku bergetar begitu hebat. Gerakan tubuhku mulai tidak karuan. Hingga beberapa menit kemudian, ketika terasa orgasmeku mulai memuncak, tanganku memegang bagian belakang kepalanya dan mendorongnya. Karuan saja wajah Yanti semakin terpendam di selangkanganku.

"Hissapp.. Yantii..! Ooh.., aku.. akuu.. mau.. keluaar..!" jeritku.
Yanti berhenti menjilat kelentitku, kini dia mencium dan menghisap kuat lubang kemaluanku.
Maka.., "Yaantii.., aku.. keluaar..! Oh.., aku.. keluar.. nikmaathhs.. ssh..!" bersamaan dengan teriakku itu, maka aku pun mencapai orgasme.
Tubuhku seakan melayang entah kemana. Wajahku menengadah dengan mata terpejam merasakan berjuta-juta nikmat yang sekian detik menjamah tubuh, hingga akhirnya aku melemas dan kembali pada posisi duduk. Maka Yanti pun melepas hisapannya pada vaginaku.

Dia berdiri, mendekatkan wajahnya ke hadapan wajahku, dan kembali dia mencium bibirku yang terbuka. Napasku yang tersengal-sengal disumbat oleh mulut Yanti yang menciumku. Kubalas ciuman mesranya itu setelah tubuhku mulai tenang.

"Terimakasih Yanti.., enak sekali barusan..!" kataku sambil tersenyum.
Yanti pun membalas senyumanku. Dia membantuku turun dari atas bak mandi itu.
"Kamu mau nggak dikeluarin..?" kataku lagi.
"Nanti sajalah.., lagian udah gatel nih badanku. Sekarang mending kita mandi..!" jawabnya sambil menyalakan shower.

Akhirnya kusetujui usul itu, sebab badanku masih lemas akibat nikmat tadi. Dan rupanya Yanti tahu kalau aku kurang bertenaga, maka aku pun dimandikannya, disabuni, diperlakukan layaknya seorang anak kecil. Aku hanya tertawa kecil. Iseng-iseng kami pun saling menyentuh bagian tubuh kami masing-masing. Begitupula sebaliknya, ketika giliran Yanti yang mandi, aku lah yang menyabuni tubuhnya.

Setelah selesai mandi, kami pun keluar dari kamar mandi itu secara bersamaan. Sambil berpelukan, pundak kami hanya memakai handuk yang menutup tubuh kami dari dada sampai pangkal paha, dan sama sekali tidak mengenakan dalaman. Aku berjalan menuju kamarku sedang Yanti menuju kamarnya sendiri. Di dalam kamar aku tidak langsung mengenakan baju. Aku masih membayangkan kejadian barusan. Seolah-olah rasa nikmat tadi masih mengikutiku.

Di depan cermin, kubuka kain handuk yang menutupi tubuhku. Handuk itu jatuh terjuntai ke lantai, dan aku mulai memperhatikan tubuh telanjangku sendiri. Ada kebanggaan dalam hatiku. Setelah tadi melihat tubuh telanjang Yanti yang indah, ternyata tubuhku lebih indah. Yanti memang seksi, hanya dia terlalu ramping sehingga sepintas tubuhnya itu terlihat kurus. Sedangkan tubuhku agak montok namun tidak terkesan gemuk.

Entah keturunan atau tidak, memang demikianlah keadaan tubuhku. Kedua payudaraku berukuran 34B dengan puting yang mencuat ke atas, padahal aku pernah menyusui anakku. Sedangkan payudara Yanti berukuran 32 tapi juga dengan puting yang mencuat ke atas juga.

Kuputar tubuhku setengah putaran. Kuperhatikan belahan pantatku. Bukit pantatku masih kencang, namun sudah agak turun, karena aku pernah melahirkan. Berbeda dengan pantat milik Yanti yang masih seperti pantat gadis perawan, seperti pantat bebek.

Kalau kuperhatikan dari pinggir tubuhku, nampak perutku yang ramping. Vaginaku nampak menonjol keluar. Bulu-bulu kemaluanku tidak lebat, walaupun pernah kucukur pada saat aku melahirkan. Padahal kedua tangan dan kedua kakiku tumbuh bulu-bulu tipis, tapi pertumbuhan bulu kemaluanku rupanya sudah maksimal. Lain halnya dengan Yanti, walaupun perutnya lebih ramping dibanding aku, namun kemaluannya tidak menonjol alias rata. Dan daerah itu ditumbuhi bulu-bulu yang lebat namun tertata rapi.

Setelah puas memperhatikan tubuhku sendiri (sambil membandingkan dengan tubuh Yanti), aku pun membuka tasku dan mengambil celana dalam dan Bra-ku. Kemudian kukenakan kedua pakaian rahasiaku itu setelah sekujur tubuhku kulumuri bedak. Namun aku agak sedikit kaget dengan teriakan Yanti dari kamarnya yang tidak begitu jauh dari kamar ini.

"Rida..! Ini baju tidurmu..!" begitu teriaknya.
Maka aku pun mengambil handuk yang berada di lantai. Sambil berjalan kukenakan handuk itu menutupi tubuhku seperti tadi, lalu keluar menuju kamarnya yang hanya beberapa langkah. Pintu kamarnya ternyata tidak dikunci. Karena mungkin Yanti tahu kedatanganku, maka dia mempersilakan aku masuk.

"Masuk sini Rid..!" kataya dari dalam kamar.
Kudorong daun pintu kamarnya. Aku melihat di dalam kamar itu tubuh Yanti yang telanjang merebah di atas kasur. Tersungging senyuman di bibirnya. Karena aku sudah melangkah masuk, maka kuhampiri tubuh telanjang itu.

"Kamu belum pake baju, Yan..?" kataku sambil duduk di tepi ranjang.
"Akh.., gampang.. tinggal pake itu, tuh..!" kata Yanti sambil tangannya menunjuk tumpukan gaun tidur yang berada di ujung ranjang.
Lalu dia berkata lagi, "Kamu sudah pake daleman, ya..?"
Aku mengangguk, "Iya..!"
Kuperhatikan dadanya turun naik. Napasnya terdengar memburu. Apakah dia sedang bernafsu sekarang.., entahlah.
Lalu tangan Yanti mencoba meraihku. Sejenak dia membelai tubuhku yang terbungkus handuk itu sambil berkata, "Kamu mengairahkan sekali memakai ini..!"
"Akh.., masa sih..!" kataku sambil tersenyum dan sedikit menggeser tubuhku lebih mendekat ke tubuh Yanti.

"Benar.., kalo nggak percaya.., emm.. kalo nggak percaya..!" kata Yanti sedikit menahan kata-katanya.
"Kalo nggak percaya apa..?" tanyaku.
"Kalo nggak percaya..!" sejenak matanya melirik ke arah belakangku.
"Kalo nggak percaya tanya saja sama orang di belakangmu.. hi.. hi..!" katanya lagi.

Segera aku memalingkan wajahku ke arah belakangku. Dan.., (hampir saja aku teriak kalau mulutku tidak buru-buru kututup oleh tanganku), dengan jelas sekali di belakangku berdiri tubuh lelaki dengan hanya mengenakan celana dalam berwarna putih yang tidak lain adalah Mas Sandi suami Yanti itu. Dengan refleks karena kaget aku langsung berdiri dan bermaksud lari dari ruangan ini. Namun tangan Yanti lebih cepat menangkap tanganku lalu menarikku sehingga aku pun terjatuh dengan posisi duduk lagi di ranjang yang empuk itu.

"Mau kemana.. Rida.., udah di sini temani aku..!" kata Yanti setengah berbisik.
Aku tidak sempat berkata-kata ketika Mas Sandi mulai bergerak berjalan menuju aku. Dadaku mulai berdebar-debar. Ada perasaan malu di dalam hatiku.
"Halo.., Rida. Lama tidak bertemu ya.." suara Mas Sandi menggema di ruangan itu.
Tangannya mendarat di pundakku, dan lama bertengger di situ.

Aku yang gelagapan tentu saja semakin gelagapan. Namun ketika tangan Yanti dilepaskan dari cengkramannya, pada saat itu tidak ada keinginanku untuk menghindar. Tubuhku terasa kaku, sama sekali aku tidak dapat bergerak. Lidahku pun terasa kelu, namun beberapa saat aku memaksa bibirku berkata-kata.
"Apa-apaan ini..?" tanyaku parau sambil melihat ke arah Yanti.
Sementara tangan yang tadi bertengger di bahuku mulai bergerak membelai-belai. Serr.., tubuhku mulai merinding. Terasa bulu-bulu halus di tangan dan kaki berdiri tegak.

Rupanya Sentuhan tangan Mas Sandi mampu membangkitkan birahiku kembali. Apalagi ketika terasa di bahuku yang sebelah kiri juga didarati oleh tangan Mas Sandi yang satunya lagi. Perasaan malu yang tadi segera sirna. Tubuhku semakin merinding. Mataku tanpa sadar terpejam menikmati dalam-dalam sentuhan tangan Mas Sandi di bahuku itu.







Kisah Perselingkuhan-03

Pijatan-pijatan kecil di bahuku terasa nyaman dan enak sekali. Aku begitu menikmati apa yang terasa. Hingga beberapa saat kemudian tubuhku melemas. Kepalaku mulai tertahan oleh perut Mas Sandi yang masih berada di belakangku. Sejenak aku membuka mataku, nampak Yanti membelai vaginanya sendiri dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya meremas pelan kedua payudaranya secara bergantian. Tersungging senyuman di bibirnya.

"Nikmati Rida..! Nikmati apa yang kamu sekarang rasakan..!" suara Yanti masih sedikit membisik.
Aku masih terbuai oleh sentuhan kedua tangan Mas Sandi yang mulai mendarat di daerah atas payudarara yang tidak tertutup. Mataku masih terpejam.
"Ini.. kan yang kamu inginkan. Kupinjamkan suamiku..!" kata Yanti lagi.
Mataku terbuka dan kembali memperhatikan Yanti yang masih dengan posisinya.
"Ayo Mas..! Nikmati Rida yang pernah kamu taksir dulu..!" kata Yanti lagi.
"Tentu saja Sayang.., asal.. kamu ijinkan..!" kata suara berat Mas Sandi.

Tubuhnya dibungkukkan. Kemudian wajahnya ditempelkan di bagian atas kepalaku. Terasa bibirnya mencium mesra daerah itu. Kembali aku memejamkan mata. Bulu-buluku semakin keras berdiri. Sentuhan lembut tangan Mas Sandi benar-benar nikmat. Sangat pintar sekali sentuhan itu memancing gairahku untuk bangkit. Apalagi ketika tangan Mas Sandi sebelah kanan berusaha membuka kain handuk yang masih menutupi tubuhku itu.

"Oh.., Mas.., Maas.. jangaan.. Mas..!" aku hanya dapat berkata begitu tanpa kuasa menahan tindakan Mas Sandi yang telah berhasil membuka handuk dan membuangnya jauh-jauh.
Tinggallah tubuh setengah bugilku. Kini gairahku sudah memuncak dan aku mulai lupa dengan keadaanku. Aku sudah terbius suasana.

Mas Sandi mulai berlutut, namun masih pada posisi di belakangku. Kembali dia membelai seluruh tubuhku. Dari punggungku, lalu ke perut, naik ke atas, leherku pun kena giliran disentuhnya, dan aku mendesah nikmat ketika leherku mulai dicium mesra oleh Mas Sandi. Sementara desahan-desahan kecil terdengar dari mulut Yanti.

Aku melirik sejenak ke arah Yanti, rupanya dia sedang masturbasi. Lalu aku memejamkan mata lagi, kepalaku kutengadahkan memberikan ruangan pada leherku untuk diciumi Mas Sandi. Persaanku sudah tidak malu-malu lagi, aku sudah kepalang basah. Aku lupa bahwa aku telah bersuami, dan aku benar-benar akan merasakan apa yang akan kurasakan nanti, dengan lelaki yang bukan suamiku.

"Buka ya.. BH-nya, Rida..!" kata Mas Sandi sambil melepas kancing tali BH-ku dari punggung.
Beberapa detik BH itu terlepas, maka terasa bebas kedua payudaraku yang sejak tadi tertekan karena mengeras. Suara Yanti semakin keras, rupanya dia mencapai orgasmenya. Kembali aku melirik Yanti yang membenamkan jari manis dan jari telunjuknya ke dalam vaginanya sendiri. Nampak dia mengejang dengan mengangkat pinggulnya.

"Akh.., nikmaats.. ooh.. nikmaatts.. sekalii..!" begitu kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Dan tidak lama kemudian dia terkulai lemas di ranjang itu. Sementara Mas Sandi sibuk dengan kegiatannya.

Kini kedua payudaraku sudah diremasi dengan mesra oleh kedua telapak tangannya dari belakang. Sambil terus bibirnya menjilati inci demi inci kulit leherku seluruhnya. Sedang enak-enaknya aku, tiba-tiba ada yang menarik celana dalamku. Aku membuka mataku, rupanya Yanti berusaha untuk melepas celana dalamku itu. Maka kuangkat pantatku sejenak memudahkan celana dalamku dilepas oleh Yanti. Maka setelah lepas, celana dalam itu juga dibuang jauh-jauh oleh Yanti.

Aku menggeser posisi dudukku menuju ke bagian tengah ranjang itu. Mas Sandi mengikuti gerakanku masih dari belakang, sekarang dia tidak berlutut, namun duduk tepat di belakang tubuhku. Kedua kakinya diselonjorkan, maka pantatku kini berada di antara selangkangan milik Mas Sandi. Terasa oleh pantatku ada tonjolan keras di selangkangan. Rupanya penis Mas Sandi sudah tegang maksimal.

Lalu Yanti membuka lebar-lebar pahaku, sehingga kakiku berada di atas paha Mas Sandi. Lalu dengan posisi tidur telungkup, Yanti mendekatkan wajahnya ke selangkanganku, dan apa yang terjadi..
"Awwh.. ooh.. eeisth.. aakh..!" aku menjerit nikmat ketika kembali kurasakan lidahnya menyapu-nyapu belahan vaginaku, terasa kelentitku semakin menegang, dan aku tidak dapat mengendalikan diri akibat nikmat, geli, enak, dan lain sebagainya menyatu di tubuhku.

Kembali kepalaku menengadah sambil mulutku terbuka. Maka Mas Sandi tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia tahu maksudku. Dari belakang, bibirnya langsung melumat bibirku yang terbuka itu dengan nafsunya. Maka kubalas ciuman itu dengan nafsu pula. Dia menyedot, aku menyedot pula. Terjadilah pertukaran air liur Mas Sandi dengan air liurku. Terciuma aroma rokok pada mulutnya, namun aroma itu tidak mengganggu kenikmatan ini.

Kedua tangan Mas Sandi semakin keras meremas kedua payudaraku, namun menimbulkan nikmat yang teramat, sementara di bawah Yanti semakin mengasyikkan. Dia terus menjilat dan mencium vaginaku yang telah banjir. Banjir oleh cairan pelicin vaginaku dan air liur Yanti.
"Mmmhh.. akh.. mmhh..!" bibirku masih dilumati oleh bibir Mas Sandi.

Tubuhku semakin panas dan mulai memberikan tanda-tanda bahwa aku akan mencapai puncak kenikmatan yang kutuju. Pada akhirnya, ketika remasan pada payudaraku itu semakin keras, dan Yanti menjilat, mencium dan menghisap vaginaku semakin liar, tubuhku menegang kaku, keringat dingin bercucuran dan mereka tahu bahwa aku sedang menikmati orgasmeku. Aku mengangkat pinggulku, otomatis ciuman Yanti terlepas. Semakin orgasmeku terasa ketika jari telujuk dan jari manis Yanti dimasukkan ke liang vaginaku, kemudian dicabutnya setengah, lalu dimasukkan lagi.

Perlakuan Yanti itu berulang-ulang, yaitu mengeluar-masukkan kedua jarinya ke dalam lubang vaginaku. Tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata betapa nikmat dan enak pada saat itu.
"Aakh.. aawhh.. nikmaatss.. terus.. Yantii.. ooh.. yang cepaat.. akh..!" teriakku.
Tubuh Mas Sandi menahan tubuhku yang mengejang itu. Jarinya memilin-milin puting susuku. Bibirnya mengulum telingaku sambil membisikkan sesuatu yang membuatku semakin melayang. Bisikan-bisikan yang memujiku itu tidak pernah kudengar dari Mas Hadi, suamiku.

"Ayo cantik..! Nikmatilah orgasmemu.., jangan kamu tahan, keluarkan semuanya Sayang..! Nikmatilah.., nikmatilah..! Oh.., kamu cantik sekali jika orgasme..!" begitu bisikan yang keluar dari mulut Mas Sandi sambil terus mengulum telingaku.
"Aakh.. Maass, aduh.. Yanti.., nikmaats.. oh.. enaaks.. sekali..!" teriakku.
Akhirnya tubuh kejangku mulai mengendur, diikuti dengan turunnya kenikmatan orgasmeku itu.

Perlahan sekali tubuhku turun dan akhirnya terkulai lemas di pangkuan Mas Sandi. Lalu tubuh Yanti mendekapku.
Dia berbisik padaku, "Ini.. belum seberapanya Sayaang.., nanti akan kamu rasakan punya suamiku..!" sambil berkata demikian dia mencium keningku.
Mas Sandi beranjak dari duduknya dan berjalan entah ke arah mana, karena pada saat itu mataku masih terpenjam seakan enggan terbuka.

Entah berapa lama aku terlelap. Ketika kusadar, kubuka mataku perlahan dan mencari-cari Yanti dan Mas Sandi sejenak. Mereka tidak ada di kamar ini, dan rupanya mereka membiarkanku tertidur sendiri. Aku menengok jam dinding. Sudah pukul sepuluh malam. Segera aku bangkit dari posisi tidurku, lalu berjalan menuju pintu kamar. Telingaku mendengar alunan suara musik klasik yang berasal dari ruangan tamu. Dan ketika kubuka pintu kamar itu yang kebetulan bersebelahan dengan ruang tamu, mataku menemukan suatu adegan dimana Yanti dan suaminya sedang melakukan persetubuhan.

Yanti dengan posisi menelentang di sofa sedang ditindih oleh Mas Sandi dari atas. Terlihat tubuh Mas Sandi sedang naik turun. Segera mataku kutujukan pada selangkangan mereka. Jelas terlihat penis Mas Sandi yang berkilat sedang keluar masuk di vagina Yanti. Terdengar pula erangan-erangan yang keluar dari mulut Yanti yang sedang menikmati hujaman penis itu di vaginanya, membuat tubuhku perlahan memanas. Segera saja kuhampiri mereka dan duduk tepat di depan tubuh mereka.

Di sela-sela kenikmatan, Yanti menatapku dan tersenyum. Rupanya Mas Sandi memperhatikan istrinya dan sejenak dia menghentikan gerakannya dan menengok ke belakang, ke arahku.
"Akh.. Mas.., jangan berhentii doong..! Oh..!" kata Yanti.
Dan Mas Sandi kembali berkonsentrasi lagi dengan kegiatannya. Kembali terdengar desahan-desahan nikmat Yanti yang membahana ke seluruh ruangan tamu itu. Aku kembali gelagapan, kembali resah dan tubuhku semakin panas. Dengan refleks tanganku membelai vaginaku sendiri.

"Oh.. Ridhaa.., nikmat sekaallii.. loh..! Akuu.. ooh.. mmh..!" kata Yanti kepadaku.
Aku melihat wajah nikmat Yanti yang begitu cantik. Kepalannya kadang mendongak ke atas, matanya terpejam-pejam. Sesekali dia gigit bibir bawahnya. Kedua tangannya melingkar pada pantat suaminya, dan menarik-narik pantat itu dengan keras sekali. Aku melihat penis Mas Sandi yang besar itu semakin amblas di vagina Yanti. Samakin mengkilat saja penis itu.

"Oh Mas.., aku hampiir sampaaii..! Teruus.. Mas.. terus..! Lebih keras lagiih.., ooh.. akh..!" kata Yanti.
Yanti mengangkat tinggi-tinggi pinggulnya, Mas Sandi terus dengan gerakannya menaik-turunkan tubuhnya dalam kondisi push-up.
"Maass.., akuu.. keluaar..! Aakh.. mhh.. nikmaats.., mmh..!" kata Yanti lagi dengan tubuh yang mengejang.
Rupanya Yanti mencapai orgasmenya. Tangannya yang tadi melingkar di pantat suaminya, kini berpindah melingkar di punggung.

Mas Sandi berhenti bergerak dan membiarkan penis itu menancap dalam di lubang kemaluan Yanti.
"Owhh.. banyak sekali Sayang.. keluarnya. Hangat sekali memekmu..!" kata Mas Sandi sambil menciumi wajah istrinya.

Dapat kubayangkan perasaan Yanti pada saat itu. Betapa nikmatnya dia. Dan aku pun belingsatan dengan merubah-rubah posisi dudukku di depan mereka. Beberapa saat kemudian, Yanti mulai melemas dari kejangnya dan merubah posisinya. Segera dia turun dari sofa ketika Mas Sandi mencabut penis dari lubang kenikmatan itu. Aku melihat dengan jelas betapa besar dan panjang penis Mas Sandi. Dan ini baru pertama kali aku melihatnya, karena waktu tadi di dalam kamar, Mas Sandi masih menutupi penisnya dengan celana dalam.

Dengan segera Yanti menungging. Lalu segera pula Mas Sandi berlutut di depan pantat itu.
"Giliranmu.. Mas..! Ayoo..!" kata Yanti.
Tangan Mas Sandi menggenggam penis itu dan mengarahkan langsung ke lubang vagina Yanti. Segera dia menekan pantatnya dan melesaklah penis itu ke dalam vagina istrinya, diikuti dengan lenguhan Yanti yang sedikit tertahan.
"Owwh.. Maas.. aakh..!"
"Aduuh.. Yantii.., jepit Sayangh..!" kata Mas Sandi.

Lalu kaki Yanti dirapatkan sedemikian rupa. Dan segera pantat Mas Sandi mulai mundur dan maju.Ufh.., pemandangan yang begitu indah yang kulihat sekarang. Baru kali ini aku menyaksikan sepasang manusia bersetubuh tepat di depanku secara langsung. Semakin mereka mempercepat tempo gerakannya, semakin aku terangsang begitu rupa. Tanganku yang tadi hanya membelai-belai vaginaku, kini mulai menyentuh kelentitku.

Kenikmatan mulai mengaliri tubuhku dan semakin aku tidak tahan, sehingga aku memasukkan jariku ke dalam vaginaku sendiri. Aku sendiri sangat menikmati masturbasiku tanpa lepas pandanganku pada mereka. Belum lagi telingaku jelas mendengar desahan dan rintihan Yanti, aku dapat membayangkan apa yang dirasakan Yanti dan aku sangat ingin sekali merasakannya, merasakan vaginaku pun dimasukkan oleh penis Mas Sandi.


Kisah Perselingkuhan-04

Beberapa saat kemudian Mas Sandi mulai melenguh keras. Kuhentikan kegiatanku dan terus memperhatikan mereka.
"Aakhh.. Yantii.. nikmaats.. aakh.. aku keluaar..!" teriak Mas Sandi membahana.
"Oh.. Maas.. akuu.. juggaa.. akh..!"
Kedua tubuh itu bersamaan mengejang. Mereka mencapai orgasmenya secara bersama-sama.

Penis Mas Sandi masih menancap di vagina Yanti sampai akhirnya mereka melemas, dan dari belakang tubuh Yanti, Mas Sandi memeluknya sambil meremas kedua payudara Yanti. Mas Sandi memasukkan semua spermanya ke dalam vagina Yanti.

Lama sekali aku melihat mereka tidak bergerak. Rupanya mereka sangat kelelahan. Di sofa itu mereka tertidur bertumpukan. Tubuh Yanti berada di bawah tubuh Mas Sandi yang menindihnya. Mata mereka terpejam seolah tidak menghiraukan aku yang duduk terpaku di depannya. Hingga aku pun mulai bangkit dari dudukku dan beranjak pergi menuju kamarku. Sesampai di kamar aku baru sadar kalau aku masih telanjang bulat. Maka aku pun balik lagi menuju kamar Yanti di mana celana dalam dan BH yang akan kupakai berada di sana.

Selagi aku berjalan melewati ruang tamu itu, aku melihat mereka masih terkulai di sofa itu. Tanpa menghiraukan mereka, aku terus berjalan memasuki kamar Yanti dan memungut celana dalam dan BH yang ada di lantai. Setelah kukenakan semuanya, kembali aku berjalan menuju kamarku dan sempat sekali lagi aku menengok mereka di sofa itu pada saat aku melewati ruang tamu.



Judul Aku dan Chintya

Setelah percumbuanku dengan tante Layla dan tante Dewi, aku ingin melakukannya lagi. Aku berharap kedua tante tersebut datang lagi ke rumahku pada saat sepi. Harapanku tinggal harapan sampai pada pertengahan bulan Mei tahun 2000 lalu aku melakukannya lagi, meskipun bukan dengan tante Layla dan tante Dewi. Aku melakukannya lagi dengan temanku sendiri yang bernama Chintya.

Saat itu aku, Chintya dan beberapa teman yang lain mengadakan kegiatan camping di sebuah lereng gunung. Setelah mendirikan tenda, aku dan Chintya mencari air sekalian mandi di sungai yang berada beberapa meter ke bawah dari tempat camping itu. Kami berdua sama-sama memakai celana jeans dan kaos oblong putih sambil berkalungkan handuk.

Waktu itu aku sudah lupa dengan kejadian yang kuceritakan di "AKU DAN TANTE-TANTE". Aku ingat lagi ketika Chintya terjatuh masuk ke air. Pakaiannya basah sehingga bagian dalam tubuhnya kelihatan. Dia memakai BH hitam. Aku terangsang dengan keadaannya. Aku lalu menolongnya dan pura-pura terjatuh tepat di hadapannya. Dia lalu mencipratkan air ke tubuhku. Kuajak dia mandi sekalian dan diapun mau. Dia lalu naik ke atas batu dan melepas kaos dan celananya. Kemudian dia duduk bersimpuh dan mengambil sabun yang ada di saku celananya. Posisiku waktu itu berada di belakangnya. Aku semakin terangsang melihatnya hanya memakai pakaian dalam sedang menyabuni tubuhnya.

Aku cepat-cepat melepas pakaianku dan kusisakan CD-ku, kuhampiri dia dan dari belakang aku melepas BH-nya. Dia tidak menolak ketika tanganku mengambil sabun dari tangannya. Aku lalu menyabuni kedua payudaranya yang sama besar dengan punyaku dari belakang sambil meremasnya. Dia membalikkan tubuhnya. Aku jadi leluasa menyabuni tubuhnya. Rupanya dia merasa aku tidak adil. Ketika aku meremas payudara kirinya dia mengambil busa sabun yang ada di payudara kanannya kemudian diusapnya kedua payudaraku. Aku memotong sabun itu dan kuberikan potongannya ke Chintya. Sekarang kami saling menyabuni kedua payudara. Kuberanikan diri mencium bibirnya. Dia membalasnya dengan lembut.

Perlahan-lahan sambil kucium, dia kurebahkan di atas batu dan kuratakan sabunnya ke seluruh tubuhnya bagian atas sampai busanya hilang. Demikian juga dengan apa yang dilakukan pada tubuhku. Sekarang tubuh kami berdua sudah kering dari busa dan kutindih dia sehingga kedua payudara kami saling menempel. Kami terguling dan posisi Chintya sekarang di atasku. Dia lalu berdiri dan cepat-cepat aku dari belakang memeluknya. Aku mendesah ketika kedua payudaraku menempel di punggungnya. Tanganku meremas kedua payudaranya dan turun ke bawah masuk ke dalam CD-nya. Tetapi dia kurang suka dengan sikapku ini sehingga dia menarik tanganku kembali dan melepaskan diri dari pelukanku.

Dia kemudian turun ke air dan kuikuti dia. Kuajak dia melanjutkan permainan yang tertunda di dalam air. Dia tidak mau dan mendorongku. Aku tidak memaksanya. Ketika dia mandi aku juga mandi. Sendiri-sendiri. Malamnya, dia tidur berdua setenda denganku. Kebetulan malam itu dinginnya sampai ke tulang. Meskipun kami sudah memakai pakaian hangat plus berselimutan. Ketika itu kami tidur saling berhadapan.

Aku terbangun dan pikiran gilaku muncul lagi. Kusingkirkan selimut. Kemudian perlahan-lahan kuturunkan retsliting jaketnya. Aku kaget dia ternyata hanya memakai BH di dalamnya. Dia rupanya terbangun juga dan tidak menolak ketika kulepas jaketnya. Bahkan dia melepas jaketku sehingga kedua payudaraku yang tadi kututupi jaket sekarang sudah telanjang. Dia melentangkanku dan dihisapnya kedua payudaraku bergantian. Aku merasakan kehangatan. Mulutnya kemudian naik dan mencium bibirku sambil dia melepas BH-nya. Aku lalu meremas kedua payudaranya begitu juga dengannya. Kemudian di tidur di atasku dan berpelukan.

Kami bergulingan ke atas ke bawah sampai kami tidak merasakan kedinginan lagi bahkan berkeringat. Vaginaku mulai basah sehingga ketika dia di bawahku aku lalu duduk dan melepas retsliting celananya. Dia mendorong tubuhku sehingga aku terjatuh dan langsung dipeluknya sambil dia berkata bahwa dia tidak mau bertindak lebih jauh lagi. Aku memakluminya dan kami akhirnya tidur berpelukan sampai pagi dan tidak merasakan dingin lagi. Keesokan harinya rombongan kami pulang kembali ke kota.

Beberapa hari kemudian, aku yang tidak dapat menahan nafsu untuk bercumbu lagi datang ke tempat kostnya. Kulihat di balik kaos putih tipisnya dia tidak mengenakan BH. Kutanya kenapa dia tidak memakai BH. Dia menjawab bahwa BH-nya basah semua. Kesempatan ini tidak kusia-siakan. Aku duduk mendekatinya dan kuremas kedua payudaranya. Dia mendesah yang kusambut dengan ciuman di bibirnya. Dia mendorongku dan memintaku untuk tidak kurang ajar. Aku takut dia akan menjerit dan terdengar dari luar kamar kostnya. Tapi dia kelihatanya juga kasihan padaku. Sambil dia melepas kaosnya dia mengijinkanku mencumbunya untuk yang terakhir kalinya.

Dia lalu tidur dan aku mulai melepas seluruh pakaianku. Ketika aku ingin melepas CD, dia melarangnya. Aku turuti larangannya. Kemudian kucium bibirnya sambil kuremas kedua payudaranya. Dia juga meremas kedua payudaraku dan salah satu tangannya kemudian turun ke bawah ke pantatku dan diremasnya pantatku. Aku disuruhnya berdiri dan dia dari belakang memelukku dan tangan kirinya meremas kedua payudaraku bergantian sedangkan tangan kanannya masuk ke CD-ku. Jarinya masuk ke vaginaku yang sudah basah serta mengocok vaginaku perlahan-lahan.

Dia kemudian berlutut di hadapanku dan melepas CD-ku. Dijilatinya vaginaku yang sudah basah. Salah satu tanganku menekan kepalanya dan tanganku yang satunya lagi meremas kedua payudaraku sendiri bergantian. Aku mendesah berkali-kali ketika jarinya mengocok vaginaku sambil dijilatinya cairan yang keluar dari vaginaku. Mulutnya kemudian naik ke atas dan menghisap kedua payudaraku sedangkan kedua tangannya melepas CD-nya sendiri.

Setelah itu mulutnya naik ke atas lagi dan mencium bibirku yang juga kubalas dengan jilatan lidah. Sedangkan kedua vagina kami yang basah saling menempel. Tangannya menekan pantatku sehingga kami berpelukan sambil berciuman, berjilat-jilatan, kedua payudara dan vagina saling menempel ditambah dengan jarinya yang keluar masuk ke pantatku yang kubalas dengan jariku yang juga keluar masuk ke pantatnya. Aku tidak mengira Chintya akan sejauh ini. Aku menikmatinya sampai beberapa menit sampai kami terkulai lemas.

Demikian pengalamanku bercumbu dengan Chintya meskipun kemudian dia tidak mau lagi bercumbu denganku. Dia katanya mau hidup normal dan hanya menganggapku sebagai teman. Pengalamanku bercumbu dengan sesama wanita ini masih berlanjut di "AKU, AMBAR DAN ULLY".



Makan Sperma Dari Kondom Majikanku

Keinginan sekolah yang lebih tinggi kandas karena orang tuaku tak sanggup membiayai. Pada usiaku yang 16 tahun ini aku sudah jadi penganggur. Sejak selesai sekolah di desaku hingga hari ini aku belum dapat pekerjaan apapun. Aku pusing mikirnya. Jaman sekarang lulusan SMP macam saya ini mau jadi apa? Jadi ketika saudaraku yang telah lebih 5 tahun tinggal di Jakarta bilang bahwa ada keluarga muda di Jakarta yang mau menerima aku sebagai pelayan, yaa.. Aku sangat girang banget.

Besoknya, sesudah aku minta ongkos pakdeku, aku berangkat ke Jakarta menyusul saudaraku itu. Sesudah sekedarnya menyesuaikan diri dengan udara Jakarta selama 2 hari di rumah saudaraku, dia mengantarkan aku ke rumah keluarga muda yang diceritakannya itu. Mereka sangat gembira menyambut kedatanganku. Mereka bilang sangat memerlukan bantuanku. Kalau aku mau mereka juga akan membantu aku melanjutkan sekolahku. Wah, wah, wah.. Mereka demikian baik padaku.

Pada mulanya aku menyebutnya Pak dan Bu pada pasangan muda itu, namun mereka ingin aku menyebut atau memanggilnya dengan Oom Bonny, yang usianya baru 28 tahun dan Tante Indri yang baru 24 tahun. Rumahnya kecil sesuai dengan keluarga mudanya yang memang baru menikah dan belum punya anak. Hanya ada 1 kamar tidur, ruang tamu dan ruang makan jadi 1 dan dapur kecil yang diatur di emperannya.

Oom Bonny menunjukkan dimana tas pakaianku bisa ditaruh. Untuk tidur aku diberi kasur matras yang bisa digelar dimana aku suka di seputar ruang tamu itu. Aku senang dengan pengaturan itu karena aku bisa nonton televisi setiap saat. Bagiku TV adalah hiburan yang sangat menyenangkan. Maklum dirumahku nggak ada TV. Aku lega, merasa beruntung dan senang. Setidaknya, kini aku memiliki harapan. Setiap bulan aku akan ngantongi upahku yang Rp. 200.000, secara utuh karena untuk makan dan tidur aku tidak perlu mengeluarkan uang lagi.

Dan yang juga membuatku senang adalah keluraga muda yang kuikuti ini. Bayangkan saja, Oom Bonny orangnya ngganteng dan ramah dan Tante Indri, duh.. Cantik banget. Mereka benar-benar pasangan yang harmonis macam raden Arjuna dengan Dewi Subadra. Tugasku membersihkan rumah termasuk menyapu dan mengepel lantai, merapikan tempat tidur, cuci piring dan cuci pakaian. Aku sangat bersemangat untuk bisa memenuhi apa yang diharapkan Oom Bonny dan Tante Indri. Aku merasa sangat senang bisa berada di tengah keluarga muda ini. Aku merasa nikmat melakukan apapun yang diperintahkan oleh Oom Bonny maupun Tante Indri.

Aku merasakan ada semacam rangsangan yang hangat dan menyentuh kalbuku. Ah, lebih dari itu.. Rangsangan yang membuat hatiku jadi berdesir, kemudian detak jantungku menjadi lebih cepat. Suatu rasa yang nikmat seperti yang kurasakan saat aku melihat anak-anak laki atau perempuan mandi telanjang di kali desaku. Penisku ngaceng melihat mereka. Salahkah aku?

Begitulah hari-hariku telah berjalan sesuai apa yang seharusnya berjalan. Dan aku semakin merasakan kerasan bekerja pada Oom Bonny dan Tante Indri. Aku semakin merasakan mereka itulah bentuk idolaku. Kalau lelaki ngganteng seperti Oom Bonny, kalau perempuan cantik seperti Tante Indri. Aku menjadi semakin 'kesengsem' (terpesona hingga ke lubuk hati) pada mereka berdua. Dan kini aku mempunyai cara untuk menyalurkan 'kesengsem'-ku. Pada pagi hari sesaat sesudah Oom Bonny dan Tante Indri berangkat kerja aku mendekat ke meja makan dengan hatiku yang berdesir-desir. Kulihat piring-piring dan gelas-gelas kotor sisa makanan mereka. Sendok dan garpu bekas makan Oom Bonny dan Tante Indri.

Kubayangkan mulut, bibir, lidah atau ludah suami istri yang ngganteng dan cantik itu telah menyentuhi cangkir atau gelas, sendok garpu serta piring sisa sarapan itu. Penisku mulai tegang saat hasratku mendorong untuk membersihkan sisa makan dan minum Oom Bonny dan Tante Indri. Saat bibirku menyentuh pinggiran gelas itu aku merasakan seakan bibirku bersentuhan dengan bibir Bu Indri. Pinggiran gelasnya pasti telah bernoda bibirnya yang cantik banget itu. Aku seakan merasakan betapa harum mulut Tante Indri dan betapa manis ludahnya.

Saat mulutku menyuap sendok atau garpu bekas Oom Bonny seakan aku merasakan aku melumat apa yang ada dalam mulutnya. Aku mencium aroma mulut yang ngganteng itu. Aku juga juga merasakan manis ludahnya. Kuhabiskan minuman dan makanan di meja untuk bisa merasai secara ber-ulang-ulang apa yang bisa menjadi ungkapan diriku dalam menyalurkan hasrat 'kesengsem'-ku pada pasangan suami istri yang ngganteng dan cantik itu.

Semua itu kulakukan bukan semata-mata karena haus dan lapar. Hal itu kulakukan karena adanya dorongan yang membuat hatiku berdesir-desir. Desir-desir yang begitu nikmat seperti yang kurasakan saat melihati teman-teman desaku mandi telanjang di kali. Desir nikmat yang timbul disebabkan jiwaku 'kesengsem' oleh lekuk liku tubuh-tubuh telanjang mereka yang membangkitkan hasrat syahwatku.

Ahh.. Aku mulai menyadari bahwa 'kesengsem'-ku ini memang telah merebak dan menjangkit pada nafsu birahiku. Aku menekan lembut penis dalam celanaku yang semakin membengkak kalau memikirkan 'kesengsem'-ku itu. Aku membayangkan betapa indahnya lekuk liku tubuh Oom Bonny dan Tante Indri apabila mereka telanjang. Pasti aku akan 1000 kali lebih 'kesengsem'. Kalau sudah begini, 'kesengsem'-ku hanya akan pupus kalau aku meneruskan elusan tangan pada penisku menjadi kocokkan. Aku segera duduk atau bersandar ke sofa ruang tamu, melepas atau mengendorkan celana dan mengeluarkan kemaluanku.

Aku mengkhayal, seolah-olah aku berkesempatan untuk rebah di selangkangan Oom Bonny dan menciumi pahanya yang indah banget itu. Atau aku nyungsep ke selangkangan Tante Indri, meng-'usel-usel'-kan hidung atau mulutku ke lembah dan lekukan indah di wilayah pertemuan antara paha dan pinggulnya itu. Tanganku akan terus meningkatkan kocokkan dan pijitannya hingga orgasmeku datang dan 'pejuh'-ku muncrat membasahi jok sofa dan meleleh ke lantai. Legaa..

Tetapi rupanya hidup di dunia ini tidak bisa terlepas dari perkembangan. "Kesengsem'-kupun juga terdesak untuk berkembang. Yang terjadi selanjutnya adalah, rasa 'kesengsem'-ku itu terus melebar dan meninggi. Kini aku sudah mulai memperhatikan benda-benda pemicu syahwat lainnya. Saat aku membersihkan dan menyikat sepatu atau sandal Oom Bonny dan Tante Indri aku merasakan adanya getaran. Bau sepatu. Bau dalamnya sepatu itu. Duuhh.. Nikmat banget rasanya. Aku perhatikan betapa kaki Oom Bonny yang bersih dengan bulu-bulu halusnya berkeringat saat memekai sepatu itu. Dan keringatnya kini tinggal nempel dalam sepatunya, dalam bagian telapaknya. Saat birahiku menuntut, aku coba menjilati sepatu Oom Bonny. Kujilati dari luarnya. Kulit luar yang hitam mengkilat itu betapa telah mendukung ketampanan Oom Bonny. Aku merasa pantas untuk mengagumi melalui jilatan lidahku. Kemudian bagian telapak kakinya. Aku berusaha untuk bisa menjilat habis keringat-keringat telapak kaki Oom Bonny yang tertinggal di permukaannya.

Demikian pula saat aku membersihkan sepatu Tante Indri. Aku sangat terpesona dengan sepatu hak tingginya. Sepatu itu demikian indahnya saat membungkus kaki-kaki Tante cantik itu. Kini seolah-olah kaki Tante Indri menginjak-injak wajahku. Hak sepatunya itu kulumat-lumat. Aku akan membiarkan haknya untuk meruyak ke mulutku. Aku membayangkan Tante Indri duduk melipat kakinya di sofa sambil menunujukkan keindahan betisnya. Dan aku merangkak di lantai untuk menjilati sepatunya itu. Aku sering memilih menyalurkan birahiku kemudian merasakan orgasme dan ejakulasiku melalui sepatu-sepatu majikanku ini.

Aku juga punya kewajiban untuk mencuci pakaian kotor Oom Bonny dan Tante Indri. Duuhh.. Aku sangat menikmati tugas ini. Mencuci tidak lagi aku anggap sebagai tugas berat. Aku bisa mencuci dengan hati senang seakan-akan mendapat mainan yang sangat menggembirakan aku. Aku suka sekali menciumi baju atau celana kotor Oom Bonny dan Tante Indri. Bau asem keringat mereka yang tertinggal di baju-baju itu benar-benar bisa membuat aku melayang-layang dalam langit nikmat yang tak terhingga.

Dari sekian macam pakaian kotor yang paling mendebarkan jantungku adalah celana dalam, kutang dan singlet mereka. Aku menciumi dan bahkan menjilat atau mengunyah-kunyah dalam mulutku bagian-bagian yang nampak paling dekil dan bau asem. Untuk jenis kemeja atau blus aku menciumi sambungan lengan yang banyak menyerapi keringat dari ketiak-ketiak mereka. Tidak jarang sepanjang mencuci celana dalam Oom Bonny atau milik Tante Indri kujadikan masker. Bau asem celana dalam mereka membekap hidungku. Celana dalam itu memberi aku semangat dan hasrat seksualku selalu menyala. Penisku terasa selalu hangat karena tegang oleh hasrat yang selalu menyala itu.

Saat birahiku tak lagi bisa kubendung, tanpa ragu aku akan naik keranjang majikanku itu, memeluki bantal atau gulingnya sambil terus mengunyahi atau menciumi benda-benda penuh syahwat itu. Tanpa ragu pula kukeluarkan penisku dari celana dan mengocoknya hingga pejuhku muncrat keluar. Wwoowww.. Aku benar-benar menyenangi pekerjaanku ini.

Pada suatu pagi Tante Indri kedatangan Bu Nunik teman akrabnya yang adalah tetangga satu RT yang tidak jauh dari rumah. Biasa, mereka suka saling bertandang dan ngobrol atau gosip berbagai macam hal. Aku sedang mengepel lantai ruang tamu saat pada celah-celah ngobrol mereka aku mendengar omongan Tante Indri. Dia dengan suaminya Oom Bonny telah sepakat untuk ikut program KB sejak awal pernikahan. Mereka belum mau punya anak sementara karir hidupnya belum benar-benar mapan. Yang menarik hatiku adalah, Tante Indri tidak suka minum pel KB dan juga nggak mau pasang spiral. Mereka memilih Oom Bonny memakai kondom saat berhubungan badan,

"Sejak menikah yang telah berlangsung lebih dari 1 tahun, Mas Bonny selalu memakai kondom saja, mbakyu. Jadinya aku lebih senang dan nggak perlu khawatir soal alergi atau hal-hal lain yang menyangkut kesehatan. Lagian lebih nikmat, loh", cerita Tante Indri yang diakhiri ketawa cekikikkan dari kedua orang itu.

Aku nggak lagi tertarik pada apa yang diomongin mereka selanjutnya. Yang menjadi perhatian dan kemudian sangat membuat aku tertarik dan gelisah adalah Oom Bonny yang selalu memakai kondom saat berhubungan kelamin dengan Tante Indri. Yang membuat pikiranku melayang-layang adalah, dimana kondom-kondom yang bekas dipakai Oom Bonny itu. Dibuang ke mana?
Apakah ada di keranjang sampah yang ada di kamarnya? Atau pada buntelan plastik kecil yang setiap pagi dilempar ke bak sampah di depan rumah oleh Tante Indri?

Haahh.., kenapa tak pernah terlintas pada pikiranku mengenai kondom itu?! Pundak bahuku terasa merinding. Aku sudah mengkhayal jauh. Seandainya aku dapatkan kondom bekas pakai majikanku itu. Aku membayangkan isinya yang kental. Air mani Oom Bonny yang kental telah tumpah dalam kondom itu saat orgasmenya disusul dengan ejakulasinya ketika berasyik masyuk dengan Tante Indri. Aku tampar pipiku agar tidak terus melamun. Aku khawatir Tante Indri melihat aku saat melamun itu. Semalaman aku tidak bisa tidur nyenyak.

Gambaran tentang kondom Oom Bonny sangat menggelisahkan syahwatku. Aku bertekad untuk mendapatkan kondom-kondom bekas Oom Bonny itu. Aku bertekad untuk bisa meneguk isi kondom-kondom itu. Aku bertekad untuk bisa merasakan sperma Oom Bonny dalam lumatan mulutku.

Besok paginya, aku sudah punya 3 acara pokok untuk hari itu. Pertama, membersihkan sisa makanan majikanku. Kedua, mencuci pakaian mereka. Dan ketiga, mencari kondom yang dipakai semalam oleh Oom Bonny. Pasti kondom yang penuh lendir yang keluar dari kemaluan Ooom Bonny.

Begitu Oom Bonny bersama Tante Indri meninggalkan rumah menuju tempat kerja masing-masing aku langsung bergerilya. Ternyata urutan programku terbalik-balik. Aku sudah sangat diburu oleh hasrat syahwatku yang siap meledak. Aku sudah ingin mendapatkan kondom bekas itu. Darahku sudah demikian mendidih dan jantungku yang tak lagi berirama teratur. Seluruh saraf-saraf libidoku tampil dominan menguasai denyut saraf-saraf lain dalam tubuhku. Yang terus memburuku adalah bayangan cairan kental sperma Oom Bonny meleleh dari kondom bekasnya dan tumpah ke mulutku.


Makan Sperma Dari Kondom Majikanku-2

Sabungan dari bagian 1

Nafsu birahiku demikian mendorong aku untuk selekasnya bisa menikmati apa yang ditinggalkan Oom Bonny pada kondomnya. Aku langsung bergegas menuju kamar tidur majikanku. Kuaduk-aduk keranjang sampah plastik di kamarnya. Kudapatkan tisue bekas, ada kertas-kertas buangan, ada beberapa serpihan plastik bekas makanan dan lainnya yang tidak punya arti bagiku. Aku tidak mendapatkan kondom-kondom bekas dalam keranjang plastik itu. Aku tinggal punya satu kesempatan.

Aku bergegas ke halaman depan rumah. Seperti pemulung aku mengorek-orek bak sampah yang berada di depan rumah itu. Dan, aahh.. tuh.. ada bingkisan plastik kecil bergaris dengan warna kebiruan. Bukankah itu yang tadi pagi dilemparkan Tante Indri dari jendelanya?! Mudah-mudahan kudapatkan apa yang kucari.

Dengan kedua jariku kusepit bingkisan kecil itu. Aku khawatir ada orang lain yang melihat aku saat mengambil kembali bingkisan itu. Kuamati sesaat dan.. Yah, sebaiknya cepat kubawa masuk ke rumah. Hatiku berdesir saat jariku sempat merabai bingkisan itu. Aku rasakan ada yang lunak dan licin. Aku tak sabar. Dengan lekas aku urai ikatannya. Aku tengok isinya. Wwoowww.. Aku melihatnya. Aku temukan bukan hanya satu. Aku temukan beberapa benda semacam balon karet mainan anak dengan ring-ring karet yang melingkar disamping beberapa remasan kertas tissue.


Akibat Bercinta di Sembarang Tempat 2

Bunga

“Duduk..!”

Masih dalam keadaan telanjang bulat, dengan tangan terborgol kebelakang Bunga dan Alex digelandang ke ruang penyidikan.Ruang interograsi ini cukup luas dindingnya bercat coklat krem seirama dengan warna dasar seragam kepolisian. Polisi itu lalu memencet beberapa kali tombol remote AC tak lama kemudian ruangan itu mulai terasa dingin.

“Pak ampun pak saya malu sekali pak, pinjami kami baju pak tolong..”Dengan tersedu sedan Bunga merengek-rengek

Ia merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan tubuhnya yang bugil seperti ini. Bunga mulai menggigil kedinginan berusaha melawan hawa dingin yang menusuk tulang.

“Diem..!! tadi kalian ngentot dijalan raya saja tidak malu sekarang kenapa malu..?Jangan coba-coba buka suara kecuali saya tanya ngerti!!”Dengan bentakan keras polisi itu menghardik Bunga. Gadis malang itu sampai terkejut dibuatnya.

Bunga tidak berani lagi membuka suara. Demikan juga Alex. Kemaluan pria malang itu kini menggelantung layu tanpa daya. Waktu terus berlalu, selama setengah jam polisi itu hanya diam membisu sorot matanya menatap tajam tubuh telanjang korbannya yang masih terduduk menggigil didepannya.satu persatu bergantian. Polisi itu menikmati perbuatannya yang sangat melecehkan korbannya..Udara didalam ruangan itu semakin dingin menusuk tulang Bunga dan Alex yang dalam keadaan telanjang bulat semakin merasa tersiksa .Posisi duduk mereka diarahkan tepat dihadapan AC yang suhunya sengaja disetel serendah mungkin . Puting susu Bunga semakin mengacung indah dengan kencang,bereaksi alami mengantisipasi hawa dingin yang semakin menyengat tak tertahankan.

“Siapa namamu.”Setelah sekian lama hanya memandangi tubuh bugil korbannya, polisi itu akhirnya membuka suara pada Bunga

”Bunga…pak sa..ya..”Bunga tak sempat lagi melanjutkan ucapannya.

”Cukup…jangan pernah bicara melenceng dari topik!!Paham!!Dengan tatapan mata yang menyala-nyala polisi itu kembali menghardik Bunga.

”Sekarang siapa namamu?”Giliran Alex yang ditanyai

”Alex pak.”Alex menjawab singkat ia berusaha menjaga emosi polisi itu.



“Bagus..sekarang aku mau ketemu orang tua kamu.”Sikap arogan polisi itu benar-benar sangat memuakan jaket hitamnya nampak kekecilan menampakan perutnya yang buncit

“Saya tidak punya orang tua lagi pak.”Dengan singkat Alex menjawabnya.

“Kalau begitu kamu ikut siapa?”Polisi itu nampak mulai kesal dengan Alex

“Paman pak”Kembali Alex menjawab dengan singkat

“Ya sudah telepon pamanmu itu”Alex lalu mengangkat telepon yang disodorkan polisi itu pembicaraannya tak berlangsung lama wajahnya nampak semakin pucat

“Kenapa?”Lalu polisi itu mendengus lirih gayanya yang arogan sangat menyebalkan

“Paman saya sudah tidak mau mengurusi saya lagi pak Sebenarnya kami baru bertengkar hebat kemarin dan saya sudah diusirnya.”Secara singkat Alex lalu mencoba menerangkan keadaan dirinya

“Dasar payah kamu,…. ya sudah selamat aja deh ya, kamu bakalan mendekam lama disini kalau tak ada yang mau menebusmu.” lalu polisi itu kembali menatap Bunga.”Sekarang giliranmu”.Kata polisi itu sambil menyodorkan teleponnya. Bunga segera mengambil telepon itu sambil terisak-isak. Kata-katanya meluncur deras tak beraturan.

”Aduuuh duh ngomong yang bener. Sudah….. sini saya saja yang bicara. Papa kamu kaga mungkin tahu kamu bicara apa.”Lalu dengan kasar polisi itu merebut telepon dari genggaman bunga

”Halo disini kepolisian xXx putri anda sedang dalam masalah. harap bapak segera datang jangan lupa bawa baju ganti. Putri anda dalam tahanan kami. Untuk jelasnya nanti kita bicara dikantor saja.”Tanpa menunggu reaksi lawan bicaranya, Polisi itu lalu segera menutup telepon.

”Sekarang coba kalian ceritakan dengan jujur kejadiannya.Kami akan catat sebagai bahan berita acara”Jari jemari polisi, itu lalu menekan beberapa tombol keyboard komputer yang berada didepannya. Alex lalu menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi tetapi polisi itu beberapa kali tersenyum mencibir

”Sekarang coba kalian peragakan dengan benar detail kronologisnya dari awal sampai akhir”Kemudian polisi itu melepaskan borgol mereka masing-masing.

”Aku bilang peragakan..!!Bukan bercerita…!! kamu mau ini segera selesai atau lama?kalau mau cepat selesai bersikaplah kooperatif mengerti kamu?!”Kembali Polisi itu menghardik mereka berdua



Dengan sangat terpaksa, Bunga dan Alex lalu memperagakan gerakan mulai dari awal kejadian. Mereka seperti bermain pantomin saja memperagakan sedang naik motor

“Mmmbhh…mmmbhh..waha.ha.ha…hii…hiii ha…ha….ha.Ya lumayanlah, sudah benar, Heeeh…!!!! Mana suara motornya…????!!! Emangnya motor kamu ngga ada suara mesinnya???!!! hayo ulangi lagi yang jelas…!!” polisi itu tersenyum-senyum kegelian melihat wajah korbannya berubah merah padam dan menjadi salah tingkah. Baru kali ini para polisi itu mendapat mangsa yang masih sangat lugu dan penurut

“Mbrum….brumm….ngeeengg….”Wajah Alex bersemu merah padam dengan terpaksa ia mulai bersuara menirukan bunyi motor ia merasa sangat dipermalukan dalam keadaan telanjang bulat mereka berdua dipaksa memperagakan adegan yang menurutnya sangat konyol dan mengada-ada.

Hatinya sangat geram namun tiada daya dipermalukan dan dijadikan bahan permainan. Meskipun dengan menahan malu yang luar biasa, hal itu terpaksa dilakukan juga detail ucapannya juga tak luput dari perhatian polisi itu. Mereka berdua hanya ingin agar segera cepat berakhir

“Mbwa…Ha..ha…ha…lihat tuh kontolnya koq letoy dasar banci impoten… Ha..ha..ha..aduuh itu jembut harus dicukur biar rapi…”Komentar-komentar dan ejekan bernada cabul dari para polisi itu mulai riuh rendah bersahut-sahutan.

Kemaluan Alex yang bergoyang kian kemari menjadi bahan ejekan para polisi itu yang sengaja ingin menjatuhkan mental Alex. Dengan dipeluk Bunga dari belakang, dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelai benangpun, mereka berdua berlari-larian kecil mengelilingi ruangan menirukan sedang mengendarai motor. Tangisan Bunga semakin keras tak terbendung harga dirinya hancur berantakan dilecehkan sedemikian rupa seperti itu.

“Siapa suruh berhenti bagaimana selanjutnya?”Polisi itu nampak sangat murka ketika Alex dan Bunga menghentikan aksinya dengan tongkat polisinya kemaluan Alex yang terkulai layu di towel-towelnya.



“Selanjutnya anu…anuu…pak.” tentu saja Alex berhenti. Menurutnya, sudah cukup disini, tak mungkin ia memperagakan aktivitas intimnya menyetubuhi kekasihnya apalagi di hadapan para polisi cabul ini

“Anu apaan ngomong yang jelas!” melihat keraguan dan ketakutan Alex dan Bunga para polisi itu pura-pura murka untuk semakin menekan mental korbannya dan semakin bersemangat mengerjai mereka

“Kami begituan pak”Dengan tertunduk lesu Alex menjawab singkat perbuatan selanjutnya

“Begituan bagaimana…??!!! ngomong yang jelas aku tidak ngerti maksudmu?”Sebagai polisi yang sudah terlatih untuk menginterograsi para kriminal Komandan polisi yang bertubuh gendut itu sudah membaca keadaan psikologis korbannya yang telah down. Sudah menjadi kesenangan mereka untuk bisa menghancurkan sedemikian rupa mental para tahanannya.

“Kami bersetubuh pak.”Suara Alex semakin lirih menjawabnya.wajah keduanya semakin merah padam mereka hanya bisa menundukan kepala.

“Ya udah peragakan…!!”Dengan mimik marah polisi itu kembali menghardik Bunga dan Alex. Mereka berdua sangat terkejut jantung mereka seakan berhenti berdetak. Mereka berdua tidak menyangka polisi-polisi itu tega melecehkan mereka.

“Ta…pi pak….kami….”Alex mencoba protes ia tak habis pikir aparat keamanan yang seharusnya menjadi panutan masyarakat malah menyuruhnya menyetubuhi gadisnya tepat di depan hidung mereka

“Kenapa..? Kamu keberatan? baik kalau begitu silahkan duduk. Kebetulan kami tadi siang baru adain razia preman. Sel kami penuh aku yakin salah satu dari mereka pasti tidak akan keberatan menggantikan mu menyetubuhi gadis ini.” Para polisi itu terus menerus memainkan permainan psikologis yang semakin menguras energi pikiran Alex dan Bunga



“Tiiidaak…..tidaaak….tidaaak mauuu pak tolong jangan begitu pak….Lex tolong aku Lex!!!!!” Bunga menjerit-jerit histeris. Ditelanjangi di muka umum seperti ini saja sudah sangat memalukan dirinya apalagi kini polisi itu akan menyuruh orang asing untuk menyetubuhi dirinya.

“Baik…baik pak saya akan melakukannya tolong jangan panggil orang lain, dan tolong pinjami kami kain pak kami sangat kedinginan.”Alex Menghiba-hiba. Hawa dingin AC didalam ruangan memang semakin menusuk tulang. Bibir Bunga bahkan sudah mulai membiru kedinginan.

“Kamu ini bagaimana sih..?yang namanya orang ngentot itu ya kaga pake baju!!!! Mau mempermainkan kami ya…!!!”Komandan Polisi itu melotot murka.Ia maju ke depan hendak menampar Alex beruntung salah seorang polisi yang lain mencegahnya sambil membisiki sesuatu. Polisi itupun akhirnya mengurungkan niatnya sambil tersenyum-senyum penuh arti.

“Baiklah setelah aku pertimbangkan aku ini cukup baik aku harap kalian jangan pernah menyia-siakan kebaikanku ini mengerti…???!!! Aku akan pinjami kalian sesuatu untuk kalian kenakan tapi ya maklum saja seadanya paham?!” komandan polisi itu lalu menghela nafas dalam-dalam suaranya nampak dibuat-buat tapi dari nadanya tersirat sebuah ancaman.

“Paham pak kami sangat berterimakasih akhirnya bapak mau mendengarkan kami.Kami akan mengenakan apapun yang bapak pinjamkan”Bunga mengucap syukur doanya di dalam hati akhirnya dikabulkan juga.

“Bagus kalo kalian mengerti…” para polisi itu lalu berbisik-bisik sejenak kemudian, salah seorang polisi itu meletakan topi dinasnya disusul rekannya yang lain lalu melepaskan ikat pinggang dan yang lainnya masing-masing melepaskan kaos kaki dan sepatunya.

“Nah ayo pakai…tunggu apa lagi?” komandan polisi yang bertubuh gendut hitam itu pura-pura berbaik hati sementara rekan-rekannya yang lain cekikikan menahan tawa.

“Tapi…ta…ta…pi pak….ka..mi….” dengan terbata-bata Bunga berusaha memprotes ia tak percaya dipermainkan seperti ini polisi itu hanya meminjamkan sepasang sepatu, ikat pinggang dan sebuah topi untuk dikenakan dengan demikian tentu saja bagian-bagian intim mereka berdua masih terekspose dengan bebasnya.Bagaimana mungkin mereka berdua mengenakan busana seperti itu yang hanya semakin mempermalukan mereka saja.

“BRAAAK…..!!!! Kurang ajar jadi maksud kalian kami yang disuruh bugil ? begitu maksud kalian hah…!!!” Polisi itu bangkit sambil menggebrak meja.

“Bu…bu…bukan…begitu maksud kami pak….” tubuh bugil Bunga dan Alex semakin menggigil ketakutan bercampur kedinginan. Tangan mereka berdua gemetaran menggenggam ikat pinggang khas milik polisi yang berukuran cukup lebar

“Jadi maksud kalian apa hah…??!! Mau mempersulit kami ya hayooo cepat kenakan..!!” Dengan sangat terpaksa Bunga dan Alex lalu mengenakan juga ikat pinggang dan sepatu pinjaman dari para polisi itu lengkap dengan topi dinasnya

“Topinya di pake juga..jangan dilepas..!!”

tubuh bugil Bunga yang hanya terbalut ikat pinggang polisi dan sepasang sepatu boots semakin terlihat sexy. Gadis malang itu nampak semakin merangsang nafsu birahi setiap pria yang menyaksikannya demikian juga dengan Alex ketelanjangan mereka tidak lebih baik hanya terbalut dengan sepatu dan ikat pinggang belaka.

“Bagus…sekarang minum dulu jangan tegang santai saja.”Polisi itu tersenyum licik ia lalu menuangkan minuman. Keduanya yang memang sudah sangat kelelahan dan kehausan tanpa curiga langsung meminum habis air yang disuguhkan. Keduanya berdiri mematung telanjang bulat hanya berbalut ikat pinggang dengan sepasang sepatu boots polisi setinggi lutut. Bunga dan Alex tetap merasa tidak lebih baik keadaannya bahkan mereka semakin merasa konyol dengan keadaan sekarang.

“Ayo mulai saja rekonstruksinya jangan pake acara protes lagi hayo sana ngentot!!! Kalian tidak perlu buka celana lagi bukan? Jadi tunggu apa lagi ayoo cepetan!!!”

Keadaan Alex yang stress dan kelelahan membuat kemaluannya menggelantung lemas dengan ragu-ragu, Alex mulai mengocok perlahan batang penisnya berusaha membuatnya tegang beruntung tak beberapa lama kemudian usaha Alex mulai menunjukan hasil perlahan tapi pasti kemaluannya mulai kembali berdiri tegang. Mereka berdua tak menyadari minuman yang disuguhkan ternyata mengandung zat perangsang yang termasuk dalam kategori narkoba kelas 1 tak berapa lama setelah mereka meminum air putih itu, keduanya merasa tubuhnya seakan melayang. Rasanya bagaikan mimpi namun akal sehat mereka masih bisa sedikit mengendalikan. Mereka berdua terpaksa menuruti perintah para polisi cabul itu, Alex mulai menciumi Bunga didepan mereka walaupun masih sangat nampak canggung mereka berdua memejamkan mata berusaha menikmati cumbuan pasangan masing masing sambil melupakan keadaan kalau aktifitas intim mereka sedang disaksikan banyak orang.

”Ayo goyang yang bener masa segitu aja hayo cepet gayanya yang panas jangan diem seperti kura-kura saja..!” para polisi bejad itu benar-benar bertindak kelewat batas.Aparat penegak hukum yang seharusnya menjaga tindakan asusila malah memaksa sepasang muda-mudi yang malang ini untuk bergumul dengan tubuh polos yang hanya berbalut ikat pinggang dan sepatu untuk bergumul di depan hidung mereka

“Gimana enak…rasanya…??? Mana suaranya ?!!! Sekarang kalian berdua ikuti kata saya kami suka ngentot sambil ditonton orang banyak. Cepat ulangi kata-kata saya tadi..!!!”Efek obat perangsang itu semakin kuat mencengkram mengambil alih sukma Alex dan Bunga. Makian dan umpatan-umpatan cabul para polisi itu kini seakan akan justru semakin membakar bara birahi yang sudah padam

“Kami suka ngentot sambil di tonton orang banyak.” dengan terbata-bata dengan diiringi isak tangis terpaksa mereka berdua menuruti kemauan para polisi cabul tersebut.

“Apaan itu..!!! kami sama sekali tidak mendengarnya ulangi yang keras…!!” kembali komandan itu membentak mereka berdua.

“Kami suka ngentot sambil di tonton orang banyak…!!!” butiran keringat dingin yang mengkristal semakin mengucur deras. Jantung kedua orang malang ini terasa berdetak lebih kencang sepertinya ada dorongan aneh yang semakin kuat

“Sekali lagi ……lebih keras….!!!” bentakan komandan itu semakin keras memekakan telinga

”KAMI SUKA NGENTOOOT SAMBIL DI TONTON ORANG BANYAAAK!!!!” dengan putus asa mereka berdua terpaksa mengikuti perintah para polisi itu

“Mbwaha…ha…ha….dengar mereka rupanya suka pamer kalo lagi ngentot hanya anjing yang suka ngentot sembarangan dan kalian ini anjing!!! Kalian sakit jiwa mengerti kalian..!!!” rupanya melalui pesan-pesan sublimal yang meneror kondisi psikologis Bunga dan Alex, para polisi bejad itu sengaja merusak kondisi mental kedua orang malang itu.

Para polisi itu menanamkan ingatan bawah sadar kedua pasangan malang ini bahwa mereka adalah sepasang anjing. Efek zat perangsang dan pesan-pesan sublimal berefek semakin mengacaukan mental mereka. Bunga dan Alex merasakan dorongan birahi dari diri mereka semakin membara. Rasa takut dan malu yang semula mendominasi lambat laun mulai menguap seiring dengan kekacauan pikiran waras mereka yang sudah semakin dikuasai nafsu primitif

”Maa..aaf….Sa..saayang….aku kepengin..ough…assghh…”Alex berjuang sekuat tenaga mencoba mengalahkan nafsunya yang sudah semakin membara.Dengan cepat dirasakan alat kelaminnya mulai membengkak dan berdenyut-denyut kencang.

“Auuwgh..ssghh..akuuu…juga Lex…itilku rasanya gatal sekali…ough…”

Alat kelamin mereka rasanya sudah sangat ingin bersatu namun akal sehat mereka yang semakin menipis membuat keduanya masih malu untuk bersetubuh secara explicit dengan disaksikan banyak orang. Mati-matian keduanya berusaha memadamkan birahi yang mulai berkobar hebat dalam diri masing-masing Namun semakin kuat mereka berusaha menahannya, semakin dahsyat pula efek zat perangsang tersebut bekerja. Cumbuan-cumbuan bibir keduanya sudah berjalan otomatis tanpa komando dari para polisi itu lagi. Tak butuh waktu lebih lama lagi, akhirnya runtuh juga benteng pertahanan mereka. Nafsu birahi kembali berkobar-kobar dahsyat berkuasa sepenuhnya atas diri mereka. Menghancurkan tanpa sisa dinding perasaan malu mereka. Tanpa mempedulikan keadaan sekitarnya lagi, Bagai bayi kelaparan Alex yang sudah sepenuhnya dikuasai nafsu birahi yang bergejolak hebat langsung melumat payudara Bunga secara bergantian. Buah dada berukuran 34 C itu tanpa ampun langsung lenyap dibalik wajah Alex yang seperti kesetanan. Disedot-sedotnya puting susu Bunga yang semakin keras mengacung. Aerola susu Bunga seakan memang khusus didesain sesuai ukuran mulut Alex seluruh tubuh gadis itu mengejan nikmat merasakan putingnya dikail-kail lidah Alex yang lembut dan basah.

“Oh yes oh no…ssaaagh….aaah….ahh….ohhh…oh….aouhg..geeliii…Lex”.

Kini payudara Bunga tak ada bedanya dengan adonan roti yang kenyal.Dengan gemas diremas-remasnya daging lembut kenyal yang membuat mabuk kepayang semua pria yang menyentuhnya. Tangan Alex lalu meremas bongkahan pantat kekasihnya yang membulat indah keadaan psikologis yang telah dibutakan nafsu hewani membuat Alex semakin berani tanpa mempedulikan para polisi itu Alex mendengus-dengus liar berusaha menyelipkan penisnya yang telah tegang secara sempurna ke dalam liang kenikmatan kekasihnya.

Pengaruh zat perangsang itu sungguh dahsyat obat itu mampu merampas akal sehat penggunanya sehingga mereka bisa berbuat hal-hal diluar batas kesadarannya dan hal itu yang kini terjadi pada Bunga dan Alex. Obat itu mengexploitasi sisi fantasi orientasi sex yang paling liar yang selama ini hanya tersimpan di alam bawah sadar mereka. Dalam keadaan normal tentu saja hal itu mustahil mereka lakukan. Perasaan malu mereka kini telah menguap entah kemana. Justru kini mereka begitu menikmati sensasi yang luar biasa tanpa peduli lagi pada tatapan mata asing yang tak lepas-lepasnya menyaksikan aktivitas intim mereka. Beberapa polisi itu sudah tidak menahan diri lagi. Goyangan liar payudara bunga yang menggemaskan telah menjadi obyek pokok permainan mereka. Tubuh bugil Bunga yang hanya dibalut ikat pinggang polisi yang lebar dan sepatu boots setinggi lutut memang semakin menonjolkan kesexyan lekuk tubuh sintalnya yang mengundang nafsu birahi. Tanpa mempedulikan tangan-tangan asing yang memainkan puting susunya, Bunga yang juga telah total sepenuhnya dikuasai nafsu birahi, semakin merintih keenakan. Gadis cantik itu kegelian, merasakan sapuan lidah basah yang hangat yang menyapu secara berulang-ulang selangkangannya sehingga membuat itilnya semakin berdenyut kencang. Cairan kewanitaannya yang bercampur liur Alex semakin membanjiri area selangkangan gadis cantik itu. Wajah Alex yang tepat berada dibawahnya telah basah kuyup oleh lendir-lendir kenikmatan. Gigitan-gigitan mesra pada clitoris gadis itu semakin melambungkan birahi si empunya jauh ke awang-awang tubuh bugil Bunga semakin kencang menggelinjang liar tak terkontrol diiringi dengan desahan nafas dan erangan nikmat yang semakin membangkitkan birahi siapapun yang mendengarkannya.

“Augh…sggh…ahhh…ahhhh…ohh….heeghh….” Bunga seakan tak mau ketinggalan memainkan alat kelamin pasangannya dikocoknya keras-keras batang kemaluan kekasihnya yang semakin membengkak ke ukuran maksimalnya.

Tubuh Alex menggelinjang tak beraturan menikmati remasan-remasan nikmat yang menyerbu biji pelirnya. Dengan rakus Bunga segera melahap kepala penis kekasihnya yang mirip jamur merang. Pipi gadis itu nampak kempot akibat menghisap kuat-kuat kemaluan Alex.

“Aogh…ahh…Lex…geelii…aassghh….ahhh…mfpfhh…” Bunga tak mampu lagi melanjutkan rintihannya. Mulutnya kini telah dijejali kemaluan salah satu polisi yang sudah tak sanggup lagi menahan gejolak birahinya. Setelah menyaksikan aksi intim Alex dan Bunga yang demikian panas membara.

“Heggh….Busyet nih ceweq mantap banget isepannya…ouhg…ssghhhh…. ” polisi itu mengejang menahan nikmat pada batang kelaminnya..Zat perangsang itu benar-benar telah merubah Bunga menjadi betina yang selalu rakus akan alat kelamin pria sehingga tanpa sadar ia telah menghisap penis yang salah.

“Minggir lo sekarang gantian gue enak aja lo sudah dapet masih mau nambah.” kemaluan Alex tercabut paksa dari lobang kenikmatan lawan mainnya. Tubuhnya dengan kasar diseret menjauh dari Bunga. Para polisi itu nampaknya telah lupa daratan mereka terpancing oleh permainan mereka sendiri tanpa mempedulikan kode etik jabatannya lagi, gerombolan polisi yang telah terbakar api birahi segera mengerubungi Bunga setelah sebelumnya mereka menyingkirkan Alex dengan paksa.

“Mpfgh…ough…tiiidakk…jaaaangann….” keadaan Alex yang sudah hampir orgasme sangat menyiksanya. Kemaluannya yang telah membengkak kemerah-merahan mencapai ukuran maksimalnya, berdenyut-denyut kencang naik turun seakan mencari lobang pelampiasan nafsu birahinya. Bara api birahi yang membakar tanpa tersalurkan dengan tuntas membuat pria malang itu seakan menjadi gila.

”Gimana enak ya…eit…tidak boleh….” polisi tersebut kegirangan melihat keadaan Alex yang tersiksa menahan birahi. Melihat Alex hendak mengocok kemaluannya sendiri, buru-buru polisi itu langsung kembali memborgol tangan Alex pria malang itu hanya bisa mengerang-erang putus asa menyaksikan tubuh telanjang kekasihnya yang sedang disetubuhi beramai-ramai oleh para polisi itu

Tubuh Bunga ditekan paksa hingga pipinya tepat mencium lantai sedangkan perutnya tetap diganjal dengan lutut salah seorang pemerkosanya sehingga posisi pantatnya tetap menungging. Dalam posisi demikian, nampak secara jelas lobang anusnya yang berwarna pink segar berdenyut-denyut kencang seakan bernafas Para Polisi itu lalu bergantian meludahi lobang anus gadis malang itu dan kemudian mulai menggosokinya dengan jari-jari mereka yang kasar. Lobang anus Bunga yang masih sangat sempit itu mulai dikorek-korek oleh jari-jari para pemerkosanya.

“Nghh…ahh..sshh…”secara perlahan lobang anus Bunga yang masih perawan mulai terbuka akibat dikorek-korek jari-jari pemerkosanya yang dengan kasar mengaduk-aduknya. Setelah dirasakan lobang anus tersebut mulai melebar akibat rangsangan jari-jari mereka, salah seorang polisi itu lalu menyodorkan batang kemaluannya yang telah mengacung keras tepat ke belahan pantat Bunga. Dijejali alat kelamin polisi bejad itu rasa perih mulai menjalari lobang pantat gadis malang itu yang tak mampu memberontak sama sekali dihimpit tubuh-tubuh kekar para pemerkosanya.

“Setan….sempit sekali pantatnya erghmm…grhmm…O…Ouurgh…Ouw..ouw..” polisi itu menggeram-geram tak beraturan kemaluannya hanya bisa masuk sebatas leher penisnya. Setelah mendiamkan beberapa saat ujung penisnya di jepit anus Bunga, polisi itu berusaha kembali untuk memasukan batang kelaminnya lebih dalam. Namun usahanya sia-sia bahkan ia juga turut merasakan perih di ujung kepala penisnya. Lobang anus Bunga yang memang masih perawan terlalu sempit untuk dijebol kelaminnya yang berdiameter 5 Cm.

“Plook…”Dengan kesal akhirnya polisi itu mencabut kemaluannya kembali. Setelah kembali diludahi beberapa kali dan ditusuk-tusuk paksa oleh jari-jari pemerkosanya, barulah akhirnya batang kemaluan pemerkosanya dapat masuk secara keseluruhan ke dalam lobang anus Bunga. Untuk beberapa saat polisi itu mendiamkan kemaluannya didalam lobang anus bunga yang terasa memijat-mijat dengan nikmat luar biasa seluruh batang kemaluannya. Andai saja Bunga sedang tidak dalam pengaruh zat perangsang itu, tentu saja gadis itu akan kesakitan luar biasa pada lobang anusnya untungnya akibat pengaruh obat itu, susunan syaraf -2x sensitif di area selangkangan dan pantatnya mengembang lebih lebar dari ukuran normalnya sehingga tidak terlalu menimbulkan rasa sakit.

“Auuuwwwghhhh”Bunga merintih kesakitan. Dirinya yang sedang disetubuhi dalam posisi disandwich membuat tubuhnya sama sekali tak dapat digerakan 2 kemaluan pria sekaligus menjejali lobang pantat dan lobang vaginanya menimbulkan rasa nikmat dan sakit perih yang datang silih berganti

“Hegh…hegh…ah…ah….lembut sekali susu ceweq ini”Dengan dengus nafas tak beraturan polisi itu mengejang keenakan dadanya terhimpit dengan payudara Bunga yang besar, pentil susu gadis itu yang sudah keras mengacung terasa bagai menggelitiki dadanya

“Sleepsh…plok… Sleepsh…plok… Sleepsh…plok…” bunyi alat kelamin yang sedang bergantian menghujani lobang vagina dan lobang anus gadis malang itu seolah membentuk ritme sebuah symphoni

“Auuuuwgh….!!!!” tubuh bugil Bunga melenting merasakan rasa perih menyengat selangkangannya. Gadis malang itu merasakan pedih luar biasa akibat bulu kemaluannya yang memang lebat dicerabut secara paksa oleh tangan jahil polisi yang menyetubuhinya matanya yang sayu seakan memohon pertolongan dari kekasihnya yang juga tiada daya meringkuk telanjang bulat di sudut ruangan yang dingin.

“Ha…ha…aku dapat jembutnya” polisi itu tertawa riang setelah berhasil mencerabut paksa beberapa helai rambut kemaluan bunga.Polisi ini memang punya penyimpangan sexual ia punya obsesi aneh tentang rambut kemaluan wanita dan ia akan menyimpan rambut-rambut kemaluan wanita yang berhasil disetubuhinya baik secara halus maupun kasar sebagai bahan koleksinya.

“Ough…hah…hah….hah…akuuuuu ngecriiiitt…..aarrghhhh…

“Aku….juga …..sgghhh…dasar ceweq….pelacur….hoho…oh memekmu…memang luaaar biiiaasaaa….pereeetzz …aaargghhhh….”Satu persatu para pemerkosa Bunga bertumbangan memuntahkan cairan-cairan sperma ke seluruh tubuh bugilnya.

Meskipun Orgasme demi orgasme berhasil memuaskan dahaga birahi yang menguasai jiwa Bunga, kini rasa puas tersebut dibayar mahal dengan rasa sakit yang mendera tubuhnya. Akibat sodomi yang brutal anus Bunga sepertinya terluka cukup parah. Cairan darah dan sperma yang bercampur warna kekuningan meleleh dari lobang anusnya dengan deras. Rasa nikmat yang timbul lambat laun mulai berganti rasa sakit yang mulai dominan seiring dengan mulai habisnya efek pengaruh dari zat perangsang itu. Setelah bosan, tubuh bugil Bunga dan Alex lalu diseret ke ruang sel tahanan sementara yang terletak tepat dibelakang ruang interograsi. Keduanya ketakutan setengah mati ruang sel itu penuh sesak oleh tahanan. Ada sekitar 30 preman yang berhasil dijaring dalam razia sore tadi.

“Pak polisi….tolong pak….jangan….jangan…..masukan kami kesana pak” segala rengekan mereka sama sekali tidak dipedulikan oleh polisi itu. Masih tetap dalam keadaan telanjang bulat keduanya diseret kedalam sel bercampur dengan para bromocorah dan preman-preman yang terjaring dalam razia

“Diam kalian….diam…Buk.!!…Buk!!” tanpa ampun tongkat polisi bergantian menghajar Alex.ketika polisi itu mulai kewalahan menahan tubuh polos tawanannya yang hanya tertutup seutas ikat pinggang. Mereka berdua memberontak sekuat tenaga berusaha mati-matian menolak dimasukan kedalam sel bersama-sama para preman tersebut. Mereka menyadari nasib yang lebih buruk akan terjadi apalagi dalam keadaan telanjang bulat seperti ini.Namun perlawanan mereka berdua sia-sia belaka tenaga mereka tak cukup kuat. Tak lama kemudian keduanyapun berhasil dimasukan ke dalam sel itu.

“Wow..wow….ada polisi sexy nih kenapa kalian lulus tanggung ya..koq seragamnya kaga lengkap? Mana celana dan bajunya idiiih malu ah masa pake sabuk doank kelihatan tuh jembutnya bwaha…ha…ha..ha..ha..ha dalam sekejap tubuh bugil keduanya langsung dikepung kawanan napi titipan itu.

Kawanan preman itu terkesima melihat tubuh polos Bunga yang hanya terbalut ikat pinggang dan sepatu boots beberapa dari mereka membasahi bibir kering mereka dengan lidahnya.Beberapa orang diantaranya jakunnya terlihat naik turun dengan cepat tak beraturan menelan ludahnya sendiri. Bagaimana tidak payudara Bunga yang berukuran 34 C terlihat menggelantung indah dengan bebasnya tanpa penyangga kulitnya yang putih bersih walaupun terdapat bercak-bercak kemerahan bekas cupangan para pemerkosanya, tak mengurangi sedikitpun aura kecantikannya yang luar biasa. Sebagian besar tatapan mata para preman tersebut terpusat di selangkangan Bunga. Bulu-bulu kemaluan yang berwarna hitam legam tumbuh lebat dengan rimbunnya sangat kontras dengan kulit Bunga yang putih semakin membangkitkan birahi para preman ini yang sudah lama tak menyentuh wanita.

“He…he…he…Weleh jembutnya lebat banget pasti nih ceweq nafsunya gede..”Salah seorang preman yang bergigi tonggos menceletuk sambil cengar-cengir menampilkan wajah mesumnya yang sangat jelek

“Hush…jangan sembarangan ngomong sama ibu polisi…maaf bu, mereka cuma ingin berkenalan dengan kalian.” salah seorang polisi yang mengantar mereka kedalam sel menghardik para preman yang mulai berisik bersuit-suitan riuh rendah.

“Nah anak-anak, ini komandan Dadang nitip mereka tolong jaga baik-baik ya. Mereka ini penjahat kelamin tadi komandan Dadang berhasil menangkap mereka waktu sedang indehoy tapi cowoknya belum sempat ngecrot sudah keburu ketangkep tolong dibantu ya teman baru kalian tentang tata tertib disini. Nih aku hadiahin balsem gosok buat pijit-pijitan.” salah seorang polisi berperut gendut berbicara kepada salah satu napi yang nampaknya pemimpin di selnya sambil mengedipkan sebelah matanya.

“Beres boss….!!” dengan senyum menyeringai kegirangan napi ini lalu menghampiri mainan barunya. Sementara Bunga dan Alex menggigil ketakutan terpojok di sudut sel Tangan mereka berusaha sebisa mungkin menutupi alat kelamin mereka masing-masing.

“Minggir-minggir….. Heh…bocah cabul…!!!…Kami punya hukuman khusus untuk penjahat hidung belang seperti kamu..!!” boss preman itu membentak Alex. Sorot matanya nampak nyalang bersinar buas. Tubuh Bugil Alex lalu diseret oleh para anak buahnya. Kedua kaki Alex lalu beramai-ramai dikangkangkan lalu dengan kasar kemaluan Alex dibaluri dengan balsem gosok.

“Auwww…….auww….huaadoooohhhh!!!!!!”Alex berteriak kesakitan jeritannya terdengar sangat memilukan dalam sekejap selangkangannya terasa panas luar biasa. Alat kelaminnya bagaikan sedang direbus. Kakinya yang sejak tadi sudah kelelahan tak kuasa lagi menahan berat tubuhnya pria malang itu jatuh tergolek berguling-gulingan di lantai sambil kedua tangannya mendekap alat kelaminnya yang kini mungkin sudah melepuh.

“Hayo…cepet lo ngloco peler lo sendiri cepetttt!!!” dengan kejam tubuh Alex yang sudah tak berdaya masih dihadiahi bogem mentah dan tendangan-tendangan Alex sepenuhnya menjadi bulan-bulanan kawanan napi itu.Para napi itu memaksa Alex untuk melakukan onani. Jeritan histeris Bunga yang menyaksikan penyiksaan kekasihnya sama sekali tak dihiraukan

“Aargh…argh…ahhh…ohhhh….addduuuhhh…duhhh…..huaaaddoooowwwhhh…..!”
Dengan masih sangat kesakitan terpaksa Alex menuruti kemauan para napi itu tangannya gemetaran menggenggam kemaluannya yang berlumuran balsam gosok yang terasa panas menyengat luar biasa. Dengan sangat kesakitan Alex mulai mengocok-ngocok penisnya yang merah membara akibat reaksi balsam gosok tersebut. Tak seberapa lama kemudian, penis Alex memancarkan sperma bercampur dengan darah. Cairan mani yang sudah terkumpul sejak tadi langsung membanjir tak tertahankan. Otot-otot kelamin Alex yang terkontaminasi dengan panasnya balsam gosok tak mampu menahan lebih lama lagi semua cairan yang mengumpul di batang penisnya yang telah membengkak.

“Ha….ha…gimana rasanya sudah puas…enak bukan…?ayo bangun masih ada satu sesi lagi lo bakal ngerasain ngecrit terenak seumur hidupmu anak-anak angkat dia”Wajah Alex nampak semakin pucat seputih kertas. Tubuh bugilnya yang sudah tak berdaya lunglai seakan tak bertulang diangkat beramai-ramai oleh para napi itu

“Ampun pak…jangan siksaaa…..saya lagiiii…..aough…..auww…auuuu saaakiiitt!!!!.” tubuh bugil Alex kembali berkelojotan liar bagai cacing kena panas. Bau hangus mulai tercium di ruangan sel yang tak terlalu besar. Alex merasakan alat kelaminnya terbakar api baru ia sadar, bulu-bulu kemaluannya memang sengaja dibakar sampai hangus. Sebagian kulit biji pelirnya juga turut terbakar

“Ha….ha….jembutnya kini sudah botak….lucu sekali ha…ha…nah sekarang lo merangkak jilat kaki kami satu persatu ayo cepetan…hayooo jangan cuma merangkak gonggongannya mana kamu kan anjing!!! Anjing sudah sepantasnya mengonggong bukan”Tak cukup sampai disitu penderitaan Alex, tubuhnya yang sudah lemah dengan brutal ditendangi secara bergantian. Mereka lalu memaksa Alex untuk bertingkah menirukan seekor anjing

“Hough….hough…..hegh….heghh..guk…gukk..guk…”Tiada jalan lain bagi Alex selain menuruti kemauan para preman ini yang benar-benar tak segan-segan menyiksa lebih brutal dirinya, meskipun dengan demikian sama saja Alex merendahkan harga dirinya hingga tak bersisa.

“Bagus….lihat tampang tololnya ha..ha…ha….saya jadi bingung broer dia yang mirip anjing atau anjing yang mirip dia ya broer…ha…ha….ha…..hayo sekarang anjing kebelet kencing cepet…!!! “Buk..!!!” tubuh Alex limbung ditendang dengan keras Dengan merangkak Alex berusaha sekuat tenaga memacu sisa tenaganya untuk mengangkat sebelah kakinya tinggi-tinggi menirukan anjing jantan yang sedang kencing.

“Bwa..ha…ha…ha…bagus mirip banget lo emang bener-bener anjing.”Suara riuh rendah bersahut-sahutan gerombolan preman itu kegirangan menyaksikan korbannya takluk tanpa syarat biji pelir Alex yang besar membengkak bergoyang kian kemari seirama dengan gerak tubuhnya.

“Buk….nih makan buat kantong menyan lo !!”

Alex tak sempat mengaduh lagi ketika sebuah tendangan keras dengan telak bersarang tepat di biji pelirnya yang menggantung bebas ketika ia sedang menirukan anjing jantan sedang kencing. Tak ayal lagi tubuh pria malang ini langsung tergolek pingsan. Sudah menjadi rahasia umum setiap penjahat kelamin dan pecandu narkoba adalah penjahat yang menduduki kasta paling rendah dalam dunia kriminal. Mereka akan mendapatkan siksaan luar biasa baik oleh petugas maupun sesama napi. Jika keluarga mereka tidak mampu menebusnya, jangan harap bisa keluar penjara dalam keadaan selamat sebagian besar menderita cacat permanen akibat alat genitalnya disiksa secara brutal sebagian lagi biasanya mengalami gangguan kejiwaan dan sebagian kecil memilih bunuh diri

“Hai bu polisi yang manis siapa namamu?”

Sekujur tubuh Bunga menggigil ketakutan gadis malang itu terisak-isak sambil merintih-rintih. Tubuh bugilnya tak mampu memberontak ketika dipangku paksa oleh pimpinan napi tersebut. Dengus nafas kepala napi yang bau terasa hangat ditengkuknya. Bunga sama sekali tak berani bergerak. Penyiksaan Alex yang kejam membuat mental gadis itu luluh lantak. Gadis malang itu hanya bisa pasrah ketika puluhan pasang tangan cabul mulai menggerayangi sekujur tubuhnya

“Ampun….bang….ampun….jangan siksa….sayaa….arghh….”

Tubuh Bunga yang mulus terasa lunak dan halus di tangan-tangan kasar milik para penghuni sel tersebut. Sekujur tubuh gadis malang itu merinding dibelai-belai oleh puluhan pasang tangan. Bulu-bulu halus yang tumbuh di tubuhnya terasa meremang berdiri secara otomatis.

“Siapa yang mau menyiksa sayang….kami semua sayang kamu koq.. kami punya tehnik lembut untuk mengajari anjing betina. Anjing betina lebih pintar untuk dididik.. ha..ha..ha… Bukan begitu teman-teman” Bunga menggelinjang kegelian telinga gadis itu secara tiba-tiba diijilat oleh pimpinan napi yang memangkunya.

“Nah cantik, sekarang kamu berdiri menghadap jeruji sana …ya…bagus.pegangan yang erat ya..ayo…nah….manis sekarang kamu tinggal membungkuk sedikit…. tepat ajiiiib…bagus” meskipun seperti bercanda namun suara preman itu terdengar dingin menusuk penuh ancaman.

Dengan ketakutan terpaksa Bunga segera menurut. Ia tak ingin dirinya disiksa seperti Alex kini kedua tangannya yang gemetaran menggenggam jeruji besi sel, gadis malang itu membungkukan badannya sehingga belahan pantat dan kemaluannya yang berbulu lebat nampak terexpose dengan sempurna. Lobang anusnya masih memar kebiruan nampak masih sedikit mengeluarkan darah sementara polisi gendut yang tadi memaksa mereka masuk duduk santai diluar sel memperhatikan para napi itu sambil mengepulkan asap rokoknya. Meskipun mulut polisi itu telah berulang kali menyusu di payudara Bunga, tetap saja buah dada Bunga yang menggelantung indah tanpa penyangga itu masih menjadi tontonan yang tiada pernah membosankan bagi polisi itu.

“Mppgh…eghh…oogh…ahhh…ahh….heghhhh….” dengusan nafas memburu terbalut birahi yang bergejolak bersahut-sahutan meluncur dari liang pernafasan para napi itu.

Tanpa mampu memberontak lagi, Bunga hanya bisa memejamkan matanya berusaha merilekskan tubuhnya. Digigitnya bibirnya sendiri kuat kuat sampai sedikit berdarah. Sekujur tubuhnya basah oleh liur para pemerkosanya yang asyik menjilati seluruh bagian tubuhnya.

“Egh..ooh..ah….ssgh….ehm..” air mata deras mengucur Bunga merasa jijik terhadap dirinya sendiri ia tak habis pikir tubuhnya malah merespons baik perlakuan cabul para pemerkosanya tubuhnya tak bisa menolak rangsangan-rangsangan yang kembali membangkitkan gejolak birahi yang memberikan siraman nikmat ragawi.

“Aough…sghh..aaakitzz….arghh…”

Tubuh Bunga semakin liar menggelinjang kegelian kedua pentil susunya masing-masing telah dikuasai oleh dua mulut berbeda yang dengan rakusnya mengunyah-ngunyahnya menimbulkan sensasi sakit bercampur geli yang menimbulkan rasa nikmat yang tak terlukiskan.

“Ampun…stoopszz..asghh…stopsszz….bang…saya…mau keluar….stooopssz auogh.” Bunga berusaha sekuat tenaga mengangkat pinggulnya sejenak kemaluannya terlepas dari sapuan lidah-lidah nakal yang membuatnya kegelian setengah mati.Urat-urat kelaminnya sudah tak mampu bertahan lebih lama lagi untuk menahan klimaks yang sudah mendekat akibat stimulasi terus menerus yang terpusat di clitorisnya

“Ha…ha….betina kita ini udah mau keluar rupanya hayo siapa yang mau??!!!”Bukannya dilepaskan, gerombolan preman itu rupanya malah semakin sengaja berlomba untuk membuatnya terkencing-kencing. Jari-jemari mereka semakin giat mengocok dan memilin-milin klitoris Bunga sehingga kemaluan gadis malang itu menjadi semakin lembab dan basah oleh cairan orgasmenya yang mulai menetes sedikit demi sedikit tanpa tertahankan lagi.

“Argh…ough…..tidaaaaaak…!!!” pertahanan Bunga runtuh juga otot kemaluannya tak mampu bertahan lagi pahanya terasa hangat oleh cairan kliaksnya sendiri yang memancar deras tak terbendung lagi.

“Bwahahahaha…aku…aku…yang membuatnya ngecroootz ha..ha..ha..ha..ha”

Tanpa merasa jijik sama sekali dengan tangan yang masih basah kuyup oleh cairan kewanitaan Bunga, preman itu masih terus menerus mengocok liang kemaluan Bunga gadis itu mati-matian berusaha memberontak namun tenaganya terasa makin terkuras habis akibat orgasme yang datang bertubi-tubi.


Waktu berlalu sangat panjang ketika satu persatu secara bergantian puluhan kemaluan napi itu bergiliran menjejali lobang kewanitaannya yang sempit

“Crrootzs….crootzz….creeettzzz…creeet….” semprotan demi semprotan sperma terasa hangat mengalir melewati sela-sela pahanya.

Tubuh polos Bunga yang sudah kepayahan sama sekali tak berdaya terguncang-guncang oleh sodokan penis-penis para lelaki bejad penghuni sel neraka ini.

“Ough….ahhh…aaauww..” berkali-kali tubuh Bunga menggelinjang seperti terkena setrum ribuan volt. Dirinya hanya bisa pasrah merasakan payudaranya digerayangi puluhan tangan jahil yang berlomba-lomba meremas-remasnya, seperti sedang memeras susu sapi. Putingnya terasa perih hitam kebiruan akibat cubitan-cubitan dan gigitan mulut-mulut laknat yang dirasakan semakin lama semakin keras menyakitkan.

“Nah sayang…, sekarang kamu merangkak kemari ayo…seekor anjing seharusnya merangkak bukan berjalan hayo…jangan malu-malu ….jadilah anjing yang baik peler kita-kita ini telah kotor akibat perbuatanmu anjing yang baik suka menjilat-jilat tuannya bukan? nah sekarang laksanakan tugasmu yang sudah sepantasnya kamu lakukan ayo…sini.”

Isak tangis Bunga semakin deras terurai. Harga dirinya benar-benar telah dilecehkan sedemikian rupa. Dengan seluruh tubuh yang gemetaran tiada jalan lain bagi Bunga untuk memenuhi tuntutan mereka. Meskipun tanpa bentakan, namun dibalik suara lembut pimpinan napi itu terasa dingin penuh ancaman yang mengerikan. Posisi Bunga benar-benar tak tertolong lagi. Tubuhnya yang telanjang dan merangkak-rangkak seutuhnya telah menjadi obyek pelecehan seksual yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Kini gadis malang itu tak ubahnya bagai anjing betina yang begitu menghambakan diri pada tuannya.. dengan terpaksa dan sangat ketakutan, satu-persatu kemaluan para napi cabul itu dijilatinya sampai bersih.

“Heh..!!! Kamu….ada yang datang cepat ikut saya.” dengan terhuyung-huyung, tubuh bugil Bunga dan alex kembali digelandang paksa oleh para polisi. Sudah beberapa jam pasangan itu mengalami pelecehan sexual yang sangat kelewatan ketika akhirnya papa Bunga datang.

“Bu…bunga…hegh…hhhh..” pria paruh baya itu begitu terguncang melihat keadaan Bunga yang tanpa busana terborgol di ruang penyidikan.

Pria malang itu tak kuat lagi menerima kenyataan. Cobaan kali ini sungguh luar biasa berat sejak terakhir kali sewaktu istri tercintanya meninggal dunia enam tahun yang lalu. Tubuhnya yang sudah mulai dimakan usia terhuyung-huyung dan secara perlahan tergolek lemas.

“Tidaaaak…..!!” Bunga langsung menghambur ke Papanya.

Tubuh bugil gadis cantik yang malang itu terjatuh lemas menyaksikan papanya terkapar tewas secara mengenaskan terkena serangan jantung dengan mulut berbusa.Tiba-tiba gadis itu merasakan dunia terasa berputar keras kepalanya terasa begitu berat sebelum akhirnya semua menjadi gelap.

“Bungaaa…!!” Alex berteriak histeris tangannya yang masih terborgol berusaha sekuat tenaga menahan tubuh bugil kekasihnya itu.

Tanpa mendapat siksaan fisikpun kondisi kejiwaan Bunga telah tergoncang hebat. Harga diri gadis cantik itu sudah hancur berkeping-keping. Tak pernah dibayangkan sebelumnya ia akan dilecehkan sedemikian rupa, digiring dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelai benangpun keliling kota. Hal itu kemudian diperparah oleh kematian ayahnya yang begitu mendadak. Belum cukup disitu saja, siksaan fisik dan psikologis yang hebat juga menimpa keduanya. Selama didalam masa penahanan.Alex dan Bunga menjadi bulan-bulanan obyek pelecehan sexual gadis malang itu dipaksa melayani nafsu bejad para oknum aparat. Alat kelamin gadis malang itu terus menerus dijejali puluhan penis penghuni sel secara bergantian Setelah para napi dan polisi itu bosan menyetubuhinya, keduanya dipaksa bertingkah seperti anjing bersetubuh untuk dijadikan tontonan beramai-ramai.

Akibat teror mental dan pelecehan secara sexual serta diperlakukan seperti binatang setiap hari, system syaraf gadis malang itu telah mengalami kerusakan serius. Bunga kini tidak kuasa lagi mengontrol tubuhnya sendiri. Orang akan menyangka dirinya sudah tidak waras lagi gadis malang itu kini bertingkah polah layaknya binatang yang kecanduan berkelamin. Bagaimanapun juga komandan polisi itu takut jika ada inspeksi mendadak di kantornya jadi sebisa mungkin ia memperlakukan tahanannya dengan wajar di waktu siang hari. Namun keadaan Bunga dan Alex yang sudah kehilangan kewarasannya membuat pasangan itu benar-benar sudah berubah layaknya sepasang anjing. Usaha komandan itu untuk melekatkan barang secuil kainpun selalu mengalami kegagalan. Bunga menjerit-jerit histeris setiap kali hendak dikenakan baju, dan baju itu akan segera dikoyak-koyaknya karena putus asa akhirnya para polisi itu membiarkan saja kedua tahanan itu tetap dalam keadaan telanjang bulat. Perubahan mental yang drastis berlangsung lebih cepat dari perkiraan semula sungguh di luar dugaan sang komandan. Keduanya kehilangan kewarasannya masing-masing lebih cepat dari perkiraan semula. Sudah hampir 2 bulan lebih keadaan menyedihkan ini berlangsung. Sang Komandan polisi itu juga telah menelpon pihak rumah sakit jiwa untuk segera merawat mereka. Namun proses administrasi yang berbelit-belit ditambah belum adanya pihak yang mengaku bertanggung jawab atas nasib kedua pasangan malang ini, membuat nasib keduanyapun masih terkatung-katung di tahanan sementara kantor kepolisian ini entah untuk sampai kapan. Secara fisik kondisi Bunga sehat hanya payudaranya kini nampak sedikit mengendur akibat lama tidak memakai bra ditambah gigitan-gigitan dan hisapan-hisapan yang seolah tiada henti pada payudaranya. Itilnya juga kini telah bergelambir bagai sudah pernah melahirkan sejumlah anak. Tapi jauh dibalik penampilan fisik yang kini sudah tidak secantik dulunya, kondisi kejiwaan Bungalah yang paling parah. Kini didalam tubuhnya seakan ada 2 jiwa. Satu jiwa yang masih bisa berpikir, mendengar dan melihat secara waras. Tapi sisi kewarasan ini sama sekali tidak berdaya mengendalikan kerja sistem syaraf tubuhnya.

Jiwa waras ini terbelenggu jauh didasar kekelaman jiwa. Seakan-akan hanya menjadi penonton saja. Gadis cantik yang malang ini dipaksa melihat bagaimana sisi lain dirinya yang menguasai tubuhnya mempermalukan dirinya sendiri dengan segala tingkah polahnya yang cabul. Sedangkan jiwa lain yang bersifat primitif dominan mengendalikan secara penuh tubuh molek gadis cantik yang malang ini. Sisi gelap naluri hewan yang rajin dibenamkan dalam-dalam oleh sesama para penghuni sel mutlak terpatri bulat-bulat membuat gadis cantik ini sepenuhnya dikuasai insting primitif mahkluk mamalia cabul yang doyan mengumbar nafsu birahi.tidak peduli ruang dan waktu. Kapanpun dan dimanapun nafsu birahi yang bergolak harus segera terlampiaskan. Hanya orang yang jeli yang bisa menangkap ketidak beresan pada gadis cantik ini. Sorot mata gadis ini masih menunjukan sisi kewarasan. Hanya tubuhnya saja yang kini sudah tidak sinkron dengan otaknya. Meskipun kondisi bunga kini kurang terurus tapi kecantikan gadis itu yang luar biasa tetap tidak bisa tersembunyikan. Hal yang sama juga terjadi pada Alex bahkan lebih buruk lagi pria malang ini terus menerus mendapatkan siksaan fisik dan mental yang luar biasa. Akibat diperlakukan seperti anjing setiap hari kini pria malang itu bahkan mengira dirinya benar-benar seekor anjing. Jiwa pria malang ini telah rusak secara permanen akibat deraan siksa fisik dan mental yang bertubi-tubi tanpa henti. Berbeda dengan Bunga, kondisi Alex telah total tidak waras sorot matanya kini telah kosong lidahnya kini selalu terjulur dibarengi liur yang menetes-netes nafasnya terdengar memburu tak beraturan selalu terengah engah. Mirip seekor anjing yang kelelahan. Meskipun sudah tidak waras lagi bukan berarti nafsu birahi pria yang sudah tidak waras ini hilang. Keadaan menyedihkan kedua pasangan malang ini justru dimanfaatkan oleh para polisi dan napi penghuni sel untuk dijadikan hiburan mesum yang sungguh memalukan. Ada saja ide cabul yang muncul setiap hari untuk mengerjai kedua pasangan malang ini. Entah sampai kapan hal ini terus berlangsung. Jauh direlung jiwa waras Bunga yang tak berdaya, gadis cantik itu terus menerus memohon kemurahan sang pencipta untuk melepaskannya dari siksaan yang maha dahsyat ini.












Akibat Main Mobil Goyang

Juli 14, 2007 oleh shusaku

Hari Rabu adalah hari yang paling melelahkan bagiku ketika semester 5, bagaimana tidak, hari itu aku ada 3 mata kuliah, dua yang pertama mulai jam 9 sampai jam 3 dan yang terakhir mulai jam 5 sampai jam 7 malam, belum lagi kalau ada tugas bisa lebih lama deh. Ketika itu aku baru menyerahkan tugas diskusi kelompok sekitar jam 7 lebih. Waktu aku dan teman sekelompokku, si Dimas selesai, di kelas masih tersisa 6 orang dan Pak Didi, sang dosen.
“Bareng yuk jalannya, parkir dimana Ci ?” ajak Dimas
“Jauh nih, di deket psikologi, rada telat sih tadi”
Dimas pulang berjalan kaki karena kostnya sangat dekat dengan kampus. Sebenarnya kalau menemaniku dia harus memutar agak jauh dari jalan keluar yang menuju ke kostnya, mungkin dia ingin memperlihatkan naluri prianya dengan menemaniku ke tempat parkir yang kurang penerangan itu. Dia adalah teman seangkatanku dan pernah terlibat one night stand denganku. Orangnya sih lumayan cakep dengan rambut agak gondrong dan selalu memakai pakaian bermerek ke kampus, juga terkenal sebagai buaya kampus.

Malam itu hanya tinggal beberapa kendaraan saja di tempat parkir itu. Terdengar bunyi sirine pendek saat kutekan remote mobilku. Akupun membuka pintu mobil dan berpamitan padanya. Ketika aku menutup pintu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh Dimas yang membuka pintu sebelah dan ikut masuk ke mobilku.
“Eeii…mau ngapain lo ?” tanyaku sambil meronta karena Dimas mencoba mendekapku.
“Ayo dong Ci, kita kan udah lama ga ngentot nih, gua kangen sama memek lu nih” katanya sambil menangkap tanganku.
“Ihh..ga mau ah, gua cape nih, lagian kita masih di tempat parkir gila !” tolakku sambil berusaha lepas
Karena kalah tenaga dia makin mendesakku hingga mepet ke pintu mobil dan tangan satunya berhasil meraih payudaraku lalu meremasnya
“Dimas…jangan…ga mmhhh !!” dipotongnya kata-kataku dengan melumat bibirku

Jantungku berdetak makin kencang, apalagi Dimas menyingkap kaos hitam ketatku yang tak berlengan dan tangannya mulai menelusup ke balik BH-ku. Nafsuku terpancing, berangsur-angsur rontaanku pun melemah. Rangsangannya dengan menjilat dan menggigit pelan bibir bawahku memaksaku membuka mulut sehingga lidahnya langsung menerobos masuk dan menyapu telak rongga mulutku, mau tidak mau lidahku juga ikut bermain dengan lidahnya. Nafasku makin memburu ketika dia menurunkan cup BH ku dan mulai memilin-milin putingku yang kemerahan. Teringat kembali ketika aku ML dengannya di kostnya dulu. Kini aku mulai menerima perlakuannya, tanganku kulingkarkan pada lehernya dan membalas ciumannya dengan penuh gairah. Kira-kira setelah 5 menitan kami ber-French kiss, dia melepaskan mulutnya dan mengangkat kakiku dari jok kemudi membuat posisi tubuhku memanjang ke jok sebelah. Hari itu aku memakai bawahan berupa rok dari bahan jeans 5cm diatas lutut, jadi begitu dia membuka kakiku, langsung terlihat olehnya pahaku yang putih mulus dan celana dalam pink-ku.

“Lu tambah nafsuin aja Ci, gua udah tegangan tinggi nih” katanya sambil menaruh tangannya dipahaku dan mulai mengelusnya.
Ketika elusannya sampai di pangkal paha, diremasnya daerah itu dari luar celana dalamku sehingga aku merintih dan menggeliat. Reaksiku membuat Dimas makin bernafsu, jari-jarinya mulai menyusup ke pinggiran celana dalamku dan bergerak seperti ular di permukaannya yang berbulu. Mataku terpedam sambil mendesah nikmat saat jarinya menyentuh klistorisku. Kemudian gigitan pelan pada pahaku, aku membuka mata dan melihatnya menundukkan badan menciumi pahaku. Jilatan itu terus merambat dan semakin jelas tujuannya, pangkal pahaku. Dia makin mendekatkan wajahnya ke sana sambil menaikkan sedikit demi sedikit rokku. Dan…oohh…rasanya seperti tersengat waktu lidahnya menyentuh bibir vaginaku, tangan kanannya menahan celana dalamku yang disibakkan ke samping sementara tangan kirinya menjelajahi payudaraku yang telah terbuka.

Aku telah lepas kontrol, yang bisa kulakukan hanya mendesah dan menggeliat, lupa bahwa ini tempat yang kurang tepat, goyangan mobil ini pasti terlihat oleh orang di luar sana. Namun nafsu membuat kami terlambat menyadari semuanya. Di tengah gelombang birahi ini, tiba-tiba kami dikejutkan oleh sorotan senter beserta gedoran pada jendela di belakangku. Bukan main terkejutnya aku ketika menengok ke belakang dan melihat dua orang satpam sampai kepalaku kejeduk jendela, begitu juga Dimas, dia langsung tersentak bangun dari selangkanganku. Satu dari mereka menggedor lagi dan menyuruh kami turun dari mobil. Tadinya aku mau kabur, tapi sepertinya sudah tidak keburu, lagian takutnya kalau mereka mengejar dan memanggil yang lain akan semakin terbongkar skandal ini, maka kamipun memilih turun membicarakan masalah ini baik-baik dengan mereka setelah buru-buru kurapikan kembali pakaianku.

Mereka menuduh kami melakukan perbuatan mesum di areal kampus dan harus dilaporkan. Tentu saja kami tidak menginginkan hal itu terjadi sehingga terjadi perdebatan dan tawar-menawar di antara kami. Kemudian yang agak gemuk dan berkumis membisikkan sesuatu pada temannya, entah apa yang dibisikkan lalu keduanya mulai cengengesan melihat ke arahku. Temannya yang tinggi dan berumur 40-an itu lalu berkata
“Gini saja, bagaimana kalau kita pinjam sebentar cewek kamu buat biaya tutup mulut ?”
Huh, dasar pikirku semua laki-laki sama saja pikirannya tak jauh dari selangakangan. Rupanya dalam hal ini Dimas cukup gentleman juga, walaupun dia bukan pacarku, tapi dia tetap membelaku dengan menawarkan sejumlah uang dan berbicara agak keras pada mereka. Di tengah situasi yang mulai memanas itu akupun maju memegangi tangan Dimas yang sudah terkepal kencang.
“Sudahlah Mas, ga usah buang-buang duit ama tenaga, biar gua aja yang beresin” kataku “ok, bapak-bapak saya turuti kemauan kalian tapi sesudahnya jangan coba ungkit-ungkit lagi masalah ini !”

Walaupun Dimas keberatan dengan keputusanku, namun dia mau tidak mau menyerah juga. Aku sendiri meskipun kesal tapi juga menginginkannya untuk menuntaskan libidoku yang tanggung tadi, lagipula bermain dengan orang-orang seperti mereka bukan pertama kalinya bagiku. Singkat cerita kamipun digiring mereka ke gedung psikologi yang sudah sepi dan gelap, di ujung koridor kami disuruh masuk ke suatu ruangan yang adalah toilet pria. Salah seorang menekan sakelar hingga lampu menyala, cukup bersih juga dibanding toilet pria di fakultas lainnya pikirku.
“Nah, sekarang kamu berdiri di pojok sana, perhatiin baik-baik kita ngerjain cewek lu !” perintah yang tinggi itu pada Dimas.
Di sudut lain mereka berdiri di sebelah kanan dan kiriku menatapi tubuhku dalam pakaian ketat itu. Sorot mata mereka membuatku nervous dan jantungku berdetak lebih cepat, kakiku serasa lemas bak kehilangan pijakan sehingga aku menyandarkan punggungku ke tembok.

Kini aku dapat melihat nama-nama mereka yang tertera di atas kantong dadanya. Yang tinggi dan berusia sekitar pertengahan 40 itu namanya Egy, dan temannya yang berkumis itu bernama Romli. Pak Egy mengelusi pipiku sambil menyeringai mesum.
“Hehehe…cantik, mulus…wah beruntung banget kita malam ini !” katanya
“Kenalan dulu dong non, namanya siapa sih ?” tanya Pak Romli sambil menyalami tanganku dan membelainya dari telapak hingga pangkalnya, otomatis bulu-buluku merinding dan darahku berdesir dielus seperti itu.
“Citra” jawabku dengan agak bergetar.
“Wah Citra yah, nama yang indah kaya orangnya, pasti dalemnya juga indah” Pak Egy menimpali dan disambut gelak tawa mereka.

“Non Citra coba sun saya dong, boleh kan ?” pinta Pak Romli memajukan wajahnya
Aku tahu itu bukan permintaan tapi keharusan, maka kuberikan satu kecupan pada wajahnya yang tidak tampan itu.
“Ahh…non Citra ini di mobil lebih berani masa di sini cuma ngecup aja sih, gini dong harusnya” Kata Pak Egy seraya menarik wajahku dan melumat bibirku.
Aku memejamkan mata mencoba meresapinya, dia makin ganas menciumiku ditambah lagi tangannya sudah mulai meremas-remas payudaraku dari luar. Lidahnya masuk bertemu lidahku, saling menjilat dan berpilin, bara birahi yang sempat padam kini mulai terbakar lagi, bahkan lebih dahsyat daripada sebelumnya. aku makin berani dan memeluk Pak Egy, rambutnya kuremas sehingga topi satpamnya terjatuh. Sementara dibawah sana kurasakan sebuah tangan yang kasar meraba pahaku. Aku membuka mata dan melihatnya, disana Pak Romli mulai menyingkap rokku dan merabai pahaku.

Pak Egy melepas ciumannya dan beralih ke sasaran berikutnya, dadaku. Kaos ketatku disingkapnya sehingga terlihatlah buah dadaku yang masih terbungkus BH pink, itupun juga langsung diturunkan.
“Wow teteknya montok banget non, putih lagi” komentarnya sambil meremas payudara kananku yang pas di tangannya.
Pak Romli juga langsung kesengsem dengan payudaraku, dengan gemas dia melumat yang kiri. Mereka kini semakin liar menggerayangiku. Putingku makin mengeras karena terus dipencet-pencet dan dipelintir Pak Egy sambil mencupangi leher jenjangku, dia melakukannya cukup lembut dibandingkan Pak Romli yang memperlakukan payudara kiriku dengan kasar, dia menyedot kuat-kuat dan kadang disertai gigitan sehingga aku sering merintih kalau gigitannya keras. Namun perpaduan antara kasar dan lembut ini justru menimbulkan sensasi yang khas.

Tak kusadari rokku sudah terangkat sehingga angin malam menerpa kulit pahaku, celana dalamku pun tersingkap dengan jelas. Pak Romli menyelipkan tangannya ke balik celana dalamku sehingga celana dalamku kelihatan menggembung. Tangan Pak Egy yang lainnya mengelusi belakang pahaku hingga pantatku. Nafasku makin memburu, aku hanya memejamkan mata dan mengeluarkan desahan-desahan menggoda. Aku merasakan vaginaku semakin basah saja karena gesekan-gesekan dari jari Pak Romli, bahkan suatu ketika aku sempat tersentak pelan ketika dua jarinya menemukan lalu mencubit pelan biji klitorisku. Reaksiku ini membuat mereka semakin bergairah. Pak Romli meraih tangan kiriku dan menuntunnya ke penisnya yang entah kapan dia keluarkan.
“Waw…keras banget, mana diamaternya lebar lagi” kataku dalam hati “bisa mati orgasme nih gua”
Aku mengocoknya perlahan sesuai perintahnya, semakin kukocok benda itu makin membengkak saja.

Pak Romli menarik tangannya keluar dari celana dalamku, jari-jarinya basah oleh cairan vaginaku yang langsung dijilatinya seperti menjilat madu. Kemudian aku disuruh berdiri menghadap tembok dan menunggingkan pantatku pada mereka, kusandarkan kedua tanganku di tembok untuk menyangga tubuhku.
“Asyik nih, malam ini kita bisa ngerasain pantat si non yang putih mulus ini” celoteh Pak Romli sambil meremasi bongkahan pantatku yang sekal.
Aku menoleh ke belakang melihat dia mulai menurunkan celana dalamku, disuruhnya aku mengangkat kaki kiri agar bisa meloloskan celana dalam. Akhirnya pantatku yang sudah telanjang menungging dengan celana dalamku masih menggantung di kaki kanan.
“Pak masukin sekarang dong” pintaku yang sudah tidak sabar marasakan batang-batang besar itu menjejali vaginaku.
“Sabar non, bentar lagi, bapak suka banget nih sama memek non, wangi sih !” kata Pak Romli yang sedang menjilati vaginaku yang terawat baik.

Pak Usep mendorong penisnya pada vaginaku, walaupun sudah becek oleh lendirku dan ludahnya, aku masih merasa nyeri karena penisnya yang tebal tidak sebanding ukurannya dengan liang senggamaku. Aku merintih kesakitan merasakan penis itu melesak hingga amblas seluruhnya. Tanpa memberiku waktu beradaptasi, dia langsung menyodok-nyodokkan penisnya dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi. Pak Egy sejak posisiku ditunggingkan masih betah berjongkok diantara tembok dan tubuhku sambil mengenyot dan meremas payudaraku yang tergantung persis anak sapi yang sedang menyusu dari induknya. Pak Romli terus menggenjotku dari belakang sambil sesekali tangannya menampar pantatku dan meninggalkan bercak merah di kulitnya yang putih. Genjotannya semakin mambawaku ke puncak birahi hingga akupun tak dapat menahan erangan panjang yang bersamaan dengan mengejangnya tubuhku.

Tak sampai 5 menit dia pun mulai menyusul, penisnya yang terasa makin besar dan berdenyut-denyut menggesek makin cepat pada vaginaku yang sudah licin oleh cairan orgasme.
“Ooohh…oohh…di dalam yah non…udah mau nih” bujuknya dengan terus mendesah
“Ahh…iyahh..di dalam aja…ahh” jawabku terengah-engah di tengah sisa-sisa orgasme panjang barusan.
Akhirnya diiringi erangan nikmat dia hentikan genjotannya dengan penis menancap hingga pangkalnya pada vaginaku, tangannya meremas erat-erat pinggulku. Terasa olehku cairan hangat itu mengalir memenuhi rahimku, dia baru melepaskannya setelah semprotannya selesai. Tubuhku mungkin sudah ambruk kalau saja mereka tidak menyangganya kuhimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai-berai. Setelah mereka melepaskan pegangannya, aku langsung bersandar pada tembok dan merosot hingga terduduk di lantai. Kuseka dahiku yang berkeringat dan menghimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai-berai, kedua pahaku mekangkang dan vaginaku belepotan cairan putih seperti susu kental manis.

“Hehehe…liat nih, peju gua ada di dalam memek cewek lu” kata Pak Romli pada Dimas sambil membentangkan bibir vaginaku dengan jarinya, seolah ingin memamerkan cairan spermanya pada Dimas yang mereka kira pacarku.
Opps…omong-omong tentang Dimas, aku hampir saja melupakannya karena terlalu sibuk melayani kedua satpam ini, ternyata sejak tadi dia menikmati liveshow ini di sudut ruangan sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. Kasihan juga dia pikirku cuma bisa melihat tapi tidak boleh menikmati, dasar buaya sih, begitu pikirku. Sekarang, Pak Romli menarik rambutku dan menyuruhku berlutut dan membersihkan penisnya, Pak Egy yang sudah membuka celananya juga berdiri di sebelahku menyuruhku mengocok penisnya. Hhmmm…nikmat sekali rasanya menjilati penisnya yang berlumuran cairan kewanitaanku yang bercampur dengan sperma itu, kusapukan lidahku ke seluruh permukaannya hingga bersih mengkilap, setelah itu juga kuemut-emut daerah helmnya sambil tetap mengocok milik Pak Egy dengan tanganku. Aku melirik ke atas melihat reaksinya yang menggeram nikmat waktu kugelikitik lubang kencingnya dengan lidahku.

“Hei, udah dong gua juga mau disepongin sama si non ini” potong Pak Egy ketika aku masih asyik memain-mainkan penis Pak Romli
Pak Egy meraih kepalaku dan dibawanya ke penisnya yang langsung dijejali ke mulutku. Miliknya memang tidak sebesar Pak Romli, tapi aku suka dengan bentuknya lebih berurat dan lebih keras, ukurannya pun pas dimulutku yang mungil karena tidak setebal Pak Romli, tapi tetap saja tidak bisa masuk seluruhnya ke mulut karena cukup panjang. Aku mengeluarkan segala teknik menyepongku mulai dari mengulumnya hingga mengisap kuat-kuat sampai orangnya bergetar hebat dan menekan kepalaku lebih dalam lagi. Waktu sedang enak-enak menyepong, tiba-tiba Dimas mengerang, memancingku menggerakkan mata padanya yang sedang orgasme swalayan, spermanya muncrat berceceran di lantai. Pasti dia sudah horny banget melihat adegan-adegan panasku.

Merasa cukup dengan pelayanan mulutku, Pak Egy mengangkat tubuhku hingga berdiri, lalu dihimpitnya tubuhku ke tembok dengan tubuhnya, kaki kananku diangkat sampai ke pinggangnya. Dari bawah aku merasakan penisnya melesak ke dalamku, maka mulailah dia mengaduk-aduk vaginaku dalam posisi berdiri. Berulang-ulang benda itu keluar-masuk pada vaginaku, yang paling kusuka adalah saat-saat ketika hentakan tubuh kami berlawanan arah, sehingga penisnya menghujam vaginaku lebih dalam, apalagi kalau dengan tenaga penuh, kalau sudah begitu wuihh….seperti terbang ke surga tingkat tujuh rasanya, aku hanya bisa mengekspresikannya dengan menjerit sejadi-jadinya dan mempererat pelukanku, untung gedung ini sudah kosong, kalau tidak bisa berabe nih. Sementara mulutnya terus melumat leher, mulut, dan telingaku, tanganya juga menjelajahi payudara, pantat, dan pahaku. Gelombang orgasme kini mulai melandaku lagi, terasa sekali darahku bergolak, akupun kembali menggelinjang dalam pelukannya. Saat itu dia sedang melumat bibirku sehingga yang keluar dari mulutku hanya erangan-erangan tertahan, air ludah belepotan di sekitar mulut kami. Di sudut lain aku melihat Pak Romli sedang beristirahat sambil merokok dan ngobrol dengan Dimas.

Pak Egy demikian bersemangatnya menyetubuhiku, bahkan ketika aku orgasmepun dia bukannya berhenti atau paling tidak memberiku istirahat tapi malah makin kencang. Kakiku yang satu diangkatnya sehingga aku tidak lagi berpijak di tanah disangga kedua tangan kekar itu. Tusukan-tusukannya terasa makin dalam saja membuat tubuhku makin tertekan ke tembok. Sungguh kagum aku dibuatnya karena dia masih mampu menggenjotku selama hampir setengah jam bahkan dengan intensitas genjotan yang stabil dan belum menunjukkan tanda-tanda akan klimaks. Sesaat kemudian dia menghentikan genjotannya, dengan penis tetap menancap di vaginaku, dia bawa tubuhku yang masih digendongnya ke arah kloset. Disana barulah dia turunkan aku, lalu dia sendiri duduk di atas tutup kloset.

“Huh…capek non, ayo sekarang gantian non yang goyang dong” perintahnya
Akupun dengan senang hati menurutinya, dalam posisi seperti ini aku dapat lebih mendominasi permainan dengan goyangan-goyangan mautku. Tanpa disuruh lagi aku menurunkan pantatku di pangkuannya, kuraih penis yang sudah licin itu dan kutuntun memasuki vaginaku. Setelah menduduki penisnya, aku terlebih dahulu melepaskan baju dan bra-ku yang masih menggantung supaya lebih lega, soalnya badanku sudah panas dan bemandikan keringat, yang masih tersisa di tubuhku hanya rokku yang sudah tersingkap hingga pinggang dan sepasang sepatu hak di kakiku. Aku menggoyangkan tubuhku dengan gencar dengan gerakan naik-turun, sesekali aku melakukan gerakan meliuk sehingga Pak Egy mengerang karena penisnya terasa diplintir. Kedua tangannya meremasi payudaraku dari belakang, mulutnya juga aktif mencupangi pundak dan leherku.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh tangan besar yang menjambak rambutku dan mendongakkan wajahku ke atas. Dari atas wajah Pak Romli mendekat dan langsung melumat bibirku. Dimas yang sudah tidah bercelana juga mendekatiku, sepertinya dia sudah mendapat ijin untuk bergabung, dia menarik tanganku dan menggenggamkannya pada batang penisnya.
“Mmpphh…mmmhh !” desahku ditengah keroyokan ketiga orang itu.
Toilet yang sempit itu menjadi penuh sesak sehingga udara terasa makin panas dan pengap.
“Ayo dong Ci…emut, sepongan lu kan mantep banget” Dimas menyodorkan penisnya kemulutku yang langsung kusambut dengan kuluman dan jilatanku, aku merasakan aroma sperma pada benda itu, lidahku terus menjelajah ke kepala penisnya dimana masih tersisa sedikit cairan itu, kupakai ujung lidah untuk menyeruput cairan yang tertinggal di lubang kencingnya. Ini tentu saja membuat Dimas blingsatan sambil meremas-remas rambutku. Aku melakukannya sambil terus bergoyang di pangkuan Pak Egy dan mengocok penisnya Pak Romli, sibuk sekali aku dibuatnya.

Sesaat kemudian penisnya makin membesar dan berdenyuk-denyut, lalu dia menepuk punggungku dan menyuruhku turun dari pangkuannya. Benar juga dugaanku, ternyata dia ingin melepaskan maninya di mulutku. Sekarang dengan posisi berlutut aku memainkan lidahku pada penisnya, dia mulai merem-melek dan menggumam tak jelas. Seseorang menarik pinggangku dari belakang membuat posisiku merangkak, aku tidak tahu siapa karena kepalaku dipegangi Pak Egy sehingga tidak bisa menengok belakang. Orang itu mendorongkan penisnya ke vaginaku dan mulai menggoyangnya perlahan. Kalau dirasakan dari ukurannya sih sepertinya si Dimas karena yang ini ukurannya pas dan tidak menyesakkan seperti milik Pak Romli. Ketika sedang enak-enaknya menikmati genjotan Dimas penis di mulutku mulai bergetar
“Aahhkk…gua mau keluar…non” Pak Egy kelabakan sambil menjambaki rambutku dan creett…creett, beberapa kali semprotan menerpa menerpa langit-langit mulutku, sebagian masuk ke tenggorokan, sebagian lainnya meleleh di pinggir bibirku karena banyaknya sehingga aku tak sanggup menampungnya lagi.

Aku terus menghisapnya kuat-kuat membuatnya berkelejotan dan mendesah tak karuan, sesudah semprotannya berhenti aku melepaskannya dan menjilati cairan yang masih tersisa di batangnya. Dengan klimaksnya Pak Egy, aku bisa lebih berkonsentrasi pada serangan Dimas yang semakin mengganas. Tangannya merayap ke bawah menggerayangi payudaraku. Dimas sangat pandai mengkombinasikan serangan halus dan keras, sehingga aku dibuatnya melayang-layang. Gelombang orgasme sudah diambang batas, aku merasa sudah mau sampai, namun Dimas menyuruhku bertahan sebentar agar bisa keluar bersama. Sampai akhirnya dia meremas pantatku erat-erat dan memberitahuku akan segera keluar, perasaan yang kutahan-tahan itu pun kucurahkan juga. Kami orgasme bersamaan dan dia menumpahkannya di dalamku. Vaginaku serasa banjir oleh cairannya yang hangat dan kental itu, sperma yang tidak tertampung meleleh keluar di daerah selangakanganku.

Aku langsung terkulai lemas di lantai dengan tubuh bersimbah peluh, untung lantainya kering sehingga tidak begitu jorok untuk berbaring di sana. Vaginaku rasanya panas sekali setelah bergesekan selama itu, dengan 3 macam penis lagi. Lututku juga terasa pegal karena daritadi bertumpu di lantai. Setelah merasa cukup tenaga, aku berusaha bangkit dibantu Dimas. Dengan langkah gontai aku menuju wastafel untuk membasuh wajahku, lalu kuambil sisir dari tasku untuk membetulkan rambutku yang sudah kusut. Aku memunguti pakaianku yang berserakan dan memakainya kembali. Kami bersiap meninggalkan tempat itu
“Lain kali kalo ngentot hati-hati, kalau ketangkap kan harus bagi-bagi” begitu kata Pak Egy sebagai salam perpisahan disertai tepukan pada pantatku.

“Ci…Ci….sori dong lu marah ya !” kata Dimas yang mengikutiku dari belakang dalam perjalananku menuju tempat parkir.
Dengan cueknya aku terus berjalan dan menepis tangannya ketika menangkap lenganku, dia jadi tambah bingung dan memohon terus. Setelah membuka pintu mobil barulah aku membalikkan badanku dan memberi sebuah kecupan di pipinya seraya berkata
“Gua ga marah kok, malah enjoy banget, lain kali kita coba yang lebih gila yah, see you, good night”
Dimas hanya bisa terbengong di tengah lapangan parkir itu menyaksikan mobilku yang makin menjauh darinya.


Pengalaman Tinggal di Negeri Orang 3

April 6, 2009 oleh shusaku

Suasana pagi hari yang cerah mengiringi keindahan kota Spanyol, hujan yang turun di malam hari tadi telah berubah menjadi cuaca yang cerah, matahari pagi bersinar dengan terangnya. Ketika aku bangun cuaca terasa panas, mungkin cerahnya sinar matahari pagi yang masuk ke dalam bilik kardus dimana kami bertiga tidur, membuat aku yang masih tidur menjadi terbangun. Mataku melirik ke kanan dan kiri, ternyata kedua wanita Kuwait itu telah bangun, dan dari tempat aku berbaring terdengar suara gemercik air dan suaranya terdengar dari dalam kamar mandi di sudut ruangan.

Aku berdiri dan menuju kamar mandi, ketika aku sampai dekat pintu kamar mandi, tiba tiba Maisharo menjerit kecil

“Aaahhhhh Ba pakkkkk, Jangan kesini, kami lagi mandi..Bapak kesana dulu” sahut Maisharo.

Ternyata Maisharo mandi hanya memakai BH dan celana dalam saja, sedangkan Mashito mandi dengan baju tidur yang dipakainya semalam (baju daster) , namun Mashito tidak memakai BH dan celana dalam, karena celana dalamnya masih belum kering waktu dijemur semalam. Tetapi ketika Mashito menoleh kearahku, dia sedikit terkejut dan matanya agak melotot , namun kemudian dia tersenyum manis tapi malu. Mungkin karena ingat kejadian semalam yang sulit dia lupakan, sehingga ketika aku mendekat kepintu kamar mandi seolah dia tidak begitu malu sekali. Demi menjaga rahasia, mau tidak mau dia mendelik juga ke arahku, tapi ekor matanya meng-isyaratkan aku untuk menghindar dari situ, karena di situ masih ada anaknya. Maisharo lagi mandi hanya menggunakan BH dan celana dalam saja. Akupun mengerti maksud isyarat itu, akan tetapi mau tidak mau akupun turut menikmati keindahan tubuh Maisharo. Dalam kondisi setengah telanjang, tubuh anak Mashito sangat luar biasa indahnya. Ibunya saja sudah begitu sempurna, apalagi anaknya yang aku nilai masih perawan, sangat luar biasa mulusnya. Untuk penilaianku, Maisharo mempunyai daya tarik tersendiri, selain wajahnya cantik jelita, sorot matanya lembut. Tapi yang lebih mempesona dari wajah jelitanya adalah, setitik tanda hitam sebesar ujung pena di pipi kanannya. Tanda itulah yang membuat daya pikat dari seorang darah perawan dari negara Kuwait ini, belum lagi kedua lekukan di kedua belah pipinya yang putih dan kencang itu, menambah kesempurnaan dirinya.



Akupun sadar atas isyarat ibunya, lalu aku menjauh dan menuju ke arah jendela serta melihat kebawa, disana terlihat suasana mulai ramai dengan aktivitas orang-orang negara ini.Tidak lama aku mendengar panggilan dari Mashito

“Pak.mandilah ´ kami sudah selesai.”

Aku melihat kedunya memang sudah selesai dengan telah kembali memakai baju kerudungnya masing-masing. Akupun masuk kekamar mandi lalu mandi telanjang. Rasanya tubuhku sangat segar bugar pagi hari ini, apalagi disiram dengan air yang lumayan dingin. Rasa lelah semalam telah sirna karena telah istirahat dan tidur dengan nyenyaknya, sehingga pagi ini sungguh segar sekali. Setelah selesai, aku kembali ke bilik kamar, dan berganti pakaian dengan celana panjang serta baju kaos yang bersih.

Karna pagi ini aku mulai beraktifitas yakni bekerja mencari rejeki untuk memenuhi kebutuhanku dan kedua wanita itu. Setelah selesai berpakaian , kami betiga sarapan alah kadarnya, kalau sebelumnya aku tidak biasa kalau tidak makan nasi, namun karena sudah terbiasa akhirnya sarapan roti itulah menemaniku sebagai menu setiap pagi. Kami bertiga sarapan roti serta buah-buahan dengan air mineral yang ada, Mashito sepertinya sangat bahagia sekali, dari sorot matanya aku melihat dia seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi suasana tidak menunjang, tetapi senyum manisnya dan gerak geriknya sudah dapat aku baca kalau dia sangat bahagia sekali. Hal lain dengan Maisharo, dia jadi pendiam seolah ada sesuatu yang ingin dikatakan. Lalu aku berkata

“Ada apa sayang?”

Maisharo tetap membungkam

“Ayo cerita ada apa nak?”

“Iabicaralah ada apa?” jawab Mashito ..

Maisharo malu “Mi! Sama Bapak”

“Malu kenapa?” sahut Mashito

“Malu tadi di kamar mandi”

“Ohitu yang menjadi pikiran kamu, kalau masalah yang tadi..Bapak minta maaf, kalau Bapak salah” kataku

“Iya sudah” sahut Mashito “Bapak kan sudah minta maaf, lagian Pak Soleh kan sudah kamu anggap sebagai Bapak sendiri”



“Benar kata ibumu, Bapak sudah menganggap kamu sebagai anak sendiri, mestinya tidak perlu malu lagi, Tempo hari kan seperti ini juga, ketika bapak tidak tahu kalian berdua mandi, malah kamu tidak marah sama Bapak.”

Lalu aku mendekati Maisharo dan kurangkul bahunya lalu berkata sambil mencium rambut dan pipinya

“Bapak sangat sayang pada kamu, sudah jangan diam begitu terus, kalau kamu masih terus marah, nanti Bapak pergi ni, habis tidak mau memaafkan Bapak dan membenci Bapak”

Mashito berkata “jangan pak, kasihanilah kami, karena hanya permasalahan kecil saja Bapak jadi pergi. Jangan tinggal kami Pak” terlihat matanya berkaca.

Maisharo akhirnya sesegukan “ huk ..huk hukk .. ternyata dia menangis juga.

Lalu dia memelukku” .maafkan Masiharo pak, Masiharo tidak bermaksud begitu” .. Maisharo hanya malu saja, saya tidak benci sama Bapak, juga tidak marah sama Bapak. Jangan tinggalkan kami Pak, tidak ada lagi tempat kami berlindung, bila Bapak pergi…Maisharo mohon Pak, huk ..huk ..huk!”

Aku mengusap rambut Maisharo

“Ya sudah, Bapak cuma bercanda saja, Bapak tidak mungkin meninggalkan kalian berdua, karena kalian berdua juga membuat Bapak bergairah dalam bekerja dan mencari nafkah. Kalian bagaikan teman, anak, bahkan istri-istri Bapak”

Lalu Mashito ikut memeluk tubuhku, sehingga kedua wanita ini menjadi sesegukan. air mata keduanya menetes di pipi mulusnya.

Lalu Maisharo berkata “Pak, Maisharo berjanji tidak akan marah lagi bila terjadi seperti itu lagi!”

Aku mengangguk pelan lalu mencium keduanya dengan penuh kasih sayang. Lalu aku berkata kepada mereka berdua

“Hari ini Bapak akan bekerja, doakan saja mudah-mudahan hari ini kita dapat rejeki yang banyak dan menurut keterangan majikan tempat Bapak bekerja Nyonya Helena. Dia akan menyuruh kita secepatnya tinggal di perkebunan tanah miliknya. Di samping itu dia juga akan memberikan kendaraan untuk kita. Jadi itulah doai Bapak biar semuanya berjalan dengan lancar sehingga kita dapat tempat tinggal yang layak, tidak lagi tidur di tempat seperti ini, di bangunan yang tidak terpakai hanya ditutupi oleh kardus kardus bekas. Orang sini sangat disiplin dalam perkataan dan perbuatan, mereka tidak suka dibohongi atau ditipu. Kalau sudah merasa ditipu atau dibohongi maka mereka tidak akan pecaya lagi sama orang. Jadi kebaikan mereka harus kita jaga, supaya mereka bertambah baik kepada kita.”



Keduanya berkata kepadaku “Berangkatlah Pak, doa kami menyertai Bapak. Semoga rejeki selalu berada disekitar kita.”

Aku tersenyum, lalu menyahut “terima kasih sayang” sambil satu persatu kucium pipi mereka masing masing.

Mashito berdiri lalu keluar dari bilik entah ada ursan apa, kemudian tinggal aku dan Maisharo berada dibilik kardus tersebut. Maisharo kusuruh pindah di pangkuanku. Maisharopun menurut dan pindah duduk di pangkuanku. Lalu aku berkata

“kamu ini cantik tapi manja”

Maisharo cemberut kemudian tersenyum kepadaku, tampak lesung pipitnya mengembang ketika tersenyum. Lalu kubelai pipinya dan bibirnya, ia menatapku

“Pak?”

“ya sayang” jawabku “ada apa?”

Maisharo tidak meneruskan kata-katanya. Aku memandangi bibirnya yang ranum, merah merekah. Secara perlahan wajahku mendekati wajahnya, dekat sekali wajahku. Matanya perlahan terpejam dengan semakin dekatnya wajahku dan bibirku menyentuh bibir ranum miliknya. Dengan kecupan lembut, aku merasakan hembusan nafas harumnya menerpa wajahku, hembusan seorang nafas remaja yang baru mekar, seolah harumnya setangkai bunga mawar merah. Gerakan halus bibirku membuat Maisharo menjadi terbuai, tanganya secara tidak sadar melingkar dileherku, seolah isyarat bahwa dia telah menerima kecupan lembut dariku. Bukan sekedar kecupan, namun lumatan lembut sudah dapat dirasakannya. Lumatan bibirku di bibir Maisharo semakin seru, ternyata gadis remaja nan cantik jelita dari negara Kuwait ini, sudah mulai berani membalas dengan gerakan perlahan. Bahkan kini kurasakan lumatan bibir Maisharo semakin kuat seolah dia menemukan pelajaran baru, yang baru pertama kali dia rasakan. Tanpa terasa tanganku bergerak ke leher jenjang Maisharo, lalu usapan usapan lembut tanganku semakin erat tangannya melingkar dileherku. Tanganku bagaikan seekor ular bergerak turun dan turun hingga berhenti digundukan bukit salju yang masih terbungkus baju kurungnya.



Ketika tanganku berhenti disitu dan tepat dipuncak gunung merapi yang belum aktif itu, secara reflek jemari Maisharo memegang tanganku dengan kuat. Aku tidak melakukan apa-apa, hanya saja jari-jariku saja yang secara nakal bergerak gerak mencuil-cuil (mencolek-colek), permukaan gunung kembar yang masih terbungkus oleh beberapa kain-kain penghalang. Namun lama kelamaan jari tangan Maisharo yang mencengram pergelangan tanganku mulai mengendur, tetapi tetap tidak melepaskan tanganya.

Gerakan jariku mulai bermain, tadinya hanya mencolek colek, sekarang gerakan mengusap dan remas lembut mulai aku lancarkan. Suara dari mulut Maisharo yang masih saling melumat, terdengar tersumbat oleh mulutku. Desahan yang tidak bisa keluar itu menadakan gadis remaja ini telah diselimuti gejolak darah mudanya. Usapan lembut dan remasan perlahan dari tanganku buah dada sebelah kirinya tidak mendapat perlawanan. Memang kencang sekali buah dada anak Mashito, lebih kencang dari ibunya. Remasan remasan lembut jari tanganku membuat tubuh Maisharo bergetar dan bergelinjang. Ingin rasanya aku meneruskan aktifitasku terhadap anak Mashito , namun aku masih berpikir, aku akan mulai bekerja, kemudian menjaga perasaan Mashito bagaimana seandainya dia tahu akupun menggarap anaknya. Remasan di buah dada Mashito masih aktif aku lakukan, lalu dengan perlahan tanganku bergerak turun dan turun hingga kepinggulnya.

Kemudian gerakan jari tanganku berpindah ke depan. Kini lumatan bibirku di bibir Maisharo kuhentikan.

“Hmmm…shhh!!” desahan halus keluar dari bibirnya ketika tanganku bergerak ke depan dan tepat di pertengahan pangkal pahanya.

“Pakkkk..” katanya menatapku, lalu ia menggelengkan kepalanya, “jangan” mulutnya berkata lirih.

Aku tersenyum dan kembali mengecup bibirnya. Setelah itu aku berkata “Ehmm” sambil mengangguk. Maisharo tersenyum malu, dan tampak rona merah pipinya. Kemudian aku bangkit berdiri dan diikuti olehnya yang berdiri juga, lalu aku keluar dari bilik kardus dan kulihat Mashito lagi membersihkan sampah sampah di sekitar tempat kami tidur. Ketika aku mendekatinya dia tampak tersenyum.

“Aku berangkat sayang” pamitku yang dibalasnya dengan ciuman di pipiku

“Cepat pulang ya Pak!” kata keduanya

“Ya” jawabku



Kupandangi keduanya, tampak di raut wajahnya memancarkan kebahagian, keduanya seolah menemukan keceriaan. Aku lalu turun kebawa menuju tempat aku bekerja yakni tuan majikanku Nyonya Helena pemilik toko roti terbesar di kota ini. Toko roti tersebut tidak terlalu jauh dari tempatku tinggal lebih kurang 300 M kalau jalan kaki. Aku berjalan santai, sambil menikmati suasana pagi yang cerah di pagi hari ini. Tak lepas mataku memandang keindahan bangunan dan kota negara orang ini, sungguh bersih sekali, di sudut-sudut kota dan tempat umum tidak ada satupun sampah yang berserakan, bahkan puntung rokok yang biasa diisap orang, tak tampak terlihat. Memang disiplin sekali orang-orang disini tingkat kesadaran kebersihan lingkungan memang diterapkannya sekali, jauh sekali dibandingkan dengan negaraku, membuang sampah semaunya saja, tidak lagi mengindahkan kebersihan dan kesehatan lingkungan.

Ah…susah ngomong, kalau mau memikirkan itu, yang terpikir hanya memenuhi kebutuhan perut saja, urusan itu pemerintah lah yang ngurus, itu kata-kata yang selalu diucapkan oleh kita. Yang tak lepas dari mataku adalah, orang-orang disini terkesan acuh. Pakaian mereka bagus bagus, tapi yang lebih membuatku greggg dan menelan air liur adalah perempuannya cantik-cantik. Sulit membedakan mana yang cantik, karena semuanya memang cantik. Pakaiannyapun sungguh membuat jantungku berdetak, ada yang tembus pandang, banyak belahan dadanya yang rendah, ada yang tidak pakai BH, belum lagi rok yang dipakai pendek-pendek, sehingga bentuk paha yang putih indah terbuka jelas. Anak-anak remajanya sungguh mempesona, cantik putih dengan rambut pirangnya namun banyak juga asli rambutnya hitam. Asyik berjalan dengan berbagai penglihatan, sampailah aku di toko roti majikanku Nyonya Helena. (Di sini percakapan diterjemakan dalam bahasa kita saja, biar lebih menyentuh dan masuk dalam alur ceritanya.)

“Pagi Nyonya Helena”

“Ow…Bapak Soleh, pagi juga, apa kabar Pak?”

“Baik, Nyonya sendiri bagimana?” sahutku

“Ha.ha baik juga” sahutnya dengan tawa.

“Apa yang dapat saya kerjakan hari ini Nyonya?” tanyaku.

“Ehmmmm…begini Bapak ke ruangan kerja saya, nanti saya beritahukan tugas tugas dan tanggung jawab Bapak, Ok”

“Baiklah Nyonya” jawabku”

“Ayo ke ruangan saya” sahutnya.



Aku mengikuti Nyonya Helena, majikanku dari belakang. Kulihat bentuk tubuhnya tinggi langsing, pinggang sedang ukuran orang sini, bokong besar kencang, paha tampaknya putih, kendati hanya memakai rok hitam rendah di atas lutut. Sedangkan baju kemeja lengan pendek warna putih menghiasi tubuh bagian atasnya. Waktu menyapanya di depan tadi, aku melihat bagian depannya agak rendah, inilah kebiasaan orang bule wanita, sepertinya sudah biasa memakai baju seperti itu. Sehingga cuek saja dengan lawan ngomongnnya, entah itu perempuan, laki-laki, tua muda, dll seolah hal biasa. Kalau dinegaraku, hal seperti ini pamali, malu, tidak bermoral, tidak dapat pendidikan dan sebagainya. Belum lagi yang melihat, bisa bisa leher melintir patah dibuatnya kalau lewat di depan muka. Jangankan yang terang-terangan, yang ngintip-ngintip dikit dari belahan dada dan selangkangan dilihat berulang-ulang, bahkan orang mandi dan tidurpun diintip saking pingin melihat yang ditutup BH dan celana dalam. Hehehe…itu kebiasan negeri kita. Belum tau kalau yang diintip tahu, bisa ke dokter mata kena siram air cabe Hihihi. Nyonya Helena tampak cantik sekali pagi ini, dengan rambut hitam bergelombang sebahu, mata indah berwana biru. Alis mata tebal menghiasi keningnya, hidung yang pasti pancung memang keturunan orang bule, serta bibir indah dihiasi lipstik yang tidak terlalu merah. Perhiasan baik telinga dan leher turut menyertai kecantikannya. Yang membuatku tidak dapat menahan napas adalah, bentuk dadanya yang membusung kencang ke depan, secara transparan terlihat memakai BH berwana putih, serta kulit tubuh yang lebih halus dari orang bule-bule yang lain. Beda dengan keturunan bule Eropa Barat dan Latin Spanyol keturunan dari negara latin jadi kulitnya lebih bagus dan indah.

Tangannya ditumbuhi bulu-bulu halus berwarna hitam, ditunjang dengan jari jari tangan yang lentik tanpa pewarna kuku. Orang bule memang postur tubuh tinggi-tinggi biarpun masih anak atau remaja tingginya sudah bisa mencapai 155 - 160 cm bahkan lebih, begitu juga Nyonya Helena kendati sepintas agak pendek, tetapi saat berdiri, postur tubuhnya tinggi dan perkiraanku lebih tinggi dari Mashito 178 cm dan beratnya kurang lebih 65 kg. Dibandingkan dengan tubuhku yang hanya 170 cm beratku 60 kg, memang jauh sekali hanya sebahunya saja. Banyaknya perkataan dan penilaianku membuat aku kaget ketika Nyonya Helena menegurku.



“Bapak Soleh!”

“I.iii ,.. iya Nyonya ” . Aaaa.. ada apa?”

Nyonya Helena tersenyum memandangku “Ada apa Pak? Ngelamun?”

“Ehh…anu. Saya kagum suasana ruangan ini. Bagus, sejuk dan bersih..seperti kamar”



“Oh…itu” sahut Helena, “Ini ruang kerja saya. Beda dengan yang lantai dasar, di lantai dasar, namanya kasir” katanya sambil tersenyum.

“Oh… pantas ruangannya bersih Nyonya” jawabku, “ada kursi sofa besar berjumlah 3 buah, ada televisi besar, ada kulkas. Meja kerja pakai telpon, lantai pakai karpet berbulu, seperti kamar saja Nyonya” kataku lagi.

“Ha..ha.ha” Helena tertawa manis, menampakkan giginya yang rata bersih dan putih menambah keindahan senyum manisnya, “Ah Bapak bisa saja, inikan untuk kenyamanan dan bisa berkonsentrasi sahut Nyonya Helena…Eh Pak, kenapa dibuka sepatunya?”

“Aaaanu Nyonya nanti kotor” jawabku

“Tidak apa-apa jawabnya pakai saja.”

Akupun memakai sepatu jelekku yang aku bawa waktu di kapal dulu.

“Nah, Pak Soleh, Bapak sekarang bekerja disini, tugas Bapak sekarang adalah mengawasi keluar masuknya barang di gudang ya. Jadi kalau ada barang yang masuk misalnya bahan-bahan untuk membuat roti, Bapak harus catat dan juga jika dipakai oleh anak buah saya lain, Bapak juga harus mencatatnya. Setiap hari Bapak harus melaporkannya kepada saya dan minta tanda tangan kepada yang memasukan barang dan yang minta barang. Mengerti maksud saya Pak?”

“Mengerti Nyonya” jawabku.

“Bagus” kata Nyonya Helena sambil tersenyum “Nanti kalau ada masalah Bapak bisa bicara pada saya, ok.”

“Baik Nyonya” sahutku.”kalau begitu saya akan mulai bekerja Nyonya”

“Ya silakan” sahutnya sambil tersenyum.

Akupun beranjak dari kursi sofa dimana di depan saya Nyonya Helena duduk, ketika duduk tadi kedua paha mulus tertangkap oleh mataku walaupun rok hitamnya tidak terlalu naik kepangkal pahanya, hanya sekilanan jari tanganku saja, sudah cukup membuat darahku berdesir.

Uh ala , dasar wong deso” memang ndak bisa liat yang mulus-mulus, dan pantangan melihat yang sedikit-sedikit terbuka sudah kasak-kusuk (Made in Indo).



Namun ketika aku akan melangkah Nyonya Helena berkata sambil berdiri

“Pak Soleh!”

“Ada apa Nyonya?” jawabku ..

“Begini, sesuai dengan janji saya tempo hari, saya minta tolong sama Bapak untuk tinggal di tanah perkebunan saya yang pernah saya tunjukan dulu itu. Masalah kebutuhan seperti biaya listrik, perlengkapan rumah tangga serta perbaikan-perbaikannya, saya yang akan tanggung semuanya. Bapak hanya menempati saja lahan perkebunan itu dan dijaga serta dibersihkan dan kalau Bapak sudah siap nanti setelah istirahat siang Bapak boleh pulang dan saya akan mengantar Bapak kesana, bagaimana?” Nyonya Helena menatapku

Akupun berkata” baiklah Nyonya saya setuju” ia tersenyum menatapku.

“Kamu sendirian saja?” sahutnya kembali

“saya bertiga” jawabku,

“Istri? Anak?” tanyanya.

“Saudara”

“ohh .. Ok Pak Soleh”

Kini aku mulai bekerja di toko roti Nyonya Helena dengan semangat dan tanpa terasa hari telah menunjukan pukul 01 siang waktu Spanyol. Tanpa aku sadari ternyata Nyonya Helena telah berada di gudang tempat aku bekerja

“Pak Soleh!” panggilnya

“oh Nyonya Helena!! Bisa mau ke tempat ini?”

“Tidak masalah” jawabnya sambil tersenyum “Bagaimana, apa semuanya sudah selesai?”

“Sudah Nyonya, saya tinggal mau mengunci gudang saja.

“Ok” saya tunggu di luar

Nyonya Helena keluar dengan lenggang lenggoknya. Sedangkan bokong besarnya turut bergoyang seirama dengan jalannya. Setelah aku mengunci gudang, akupun keluar menemui Nyonya Helena yang berdiri didekat mobil jenis Van miliknya. Ia membuka pintu mobilnya, lalu aku disuruhnya masuk. Setelah masuk, dia men-start mobilnya dan melaju kearah bangunan yang aku tinggali sekarang. Jalan masuk ke bangunan tempat tinggalku hanya bisa dilintasi 2 mobil, setelah sampai aku turun dan diikuti oleh Nyonya Helena. Aku masuk bangunan dan naik ke lantai dua, di sampingku Nyonya Helena ikut juga ke atas. Sesampai di atas lantai 2 aku memanggil Mashito dan Maisharo.

“Mashito! Maisharo!”



Dari balik kardus muncul dua perempuan cantik memakai baju terusan panjang. Keduanya memandangku dan Nyonya Helena, seperti tanda tanya. Lalu aku jelaskan kepada mereka berdua

“Mashito, Maisharo, ini kenalkan Nyonya Helena, dia majikanku yang mempunyai toko roti tempat Bapak bekerja sekarang.

Lalu keduanya berjabat tangan.

“Helena” sapanya sambil berjabat tangan dan tersenyum.

Mereka berdua balas memperkenalkan diri dan menjabat tangan Nyonya Helena dengan senyum manis.

“Jadi begini…Mashito dan Maisharo, Nyonya Helena ini pernah bilang ke Bapak bahwa dia punya tanah perkebunan yang cukup luas dan minta tolong kepada kita untuk menjaganya dan menempatinya. Di sana juga telah tersedia, sebuah rumah yang cukup untuk ditinggali oleh kita betiga. Sekarang ini Nyonya Helena akan membawa kita pindah rumah dan tanah miliknya.”

“Ia betul” jawab Nyonya Helena.

“Jadi sekarang kalian siap-siap pindah ke sana, tempat ini tidak cocok untuk tempat tinggal. Masalah perabot rumah tangga, nanti saya yang mengurusnya, ok.”

Lalu Mashito dan Maisharo berpelukan tanda gembira. Akhirnya aku, membereskan barang-barang yang ada untuk diangkut ke mobil van milik Nyonya Helena. Dibantu oleh Mashito dan Maisharo untuk membereskannya. Karena barang-barang kami hanya sedikit, jadi hanya beberapa menit saja sudah selesai. Setelah semua barang masuk kedalam mobil, kami berangkat ke lokasi yang dimaksud oleh Nyonya Helena. Lumayan jauh perjalannya, tetapi karena jalan tidak terlalu ramai oleh kendaraan dalam waktu kurang dari 25 menit sudah sampai. Aku Mashito dan Maisharo terpana dengan rumah yang akan kami tempati. Lumayan bagus, mungkin luas bangunannya 120 m2.

Sedangkan luas tanahnya, walah luas sekali. Sepertinya ada bangunan lagi, dan sepertinya gudang tempat barang-barang yang tidak terpakai atau tempat penyimpanan peralatan perkebunan, dari rumah ini ke sana hanya 100 meter.



Nyonya Helena turun dari mobil, lalu dia menuju rumah tersebut dan membuka pintu rumah. Akupun turun dan ikut masuk ke dalam rumah diikuti oleh Mashito dan Maisharo, rumah ini jauh lebih bagus , karena terbuat dari batu alam dan batu bata, dibandingkan rumahku di kampung halamannya, jauh sekali. Perabot seperti kursi sofa, meja dan kursi makan, lemari, makan, tempat tidur beserta kasurnya. Ada listrik, kamar tidur ada dua dan lengkap dengan tempat tidur dan lemari. Kamar mandi terletak di belakang, air menggunakan pompa manual yang ditarik dari sumur. Semua perabotan rumah ditutup menggunakan kain putih, sehingga tampak bersih dan tidak terkena debu. Walaupun begitu, rumah ini harus dibersihkan juga.

“Nah Bapak Soleh, Mashito dan Maisharo sekarang kalian tinggal disini, jagalah rumah ini serta pelihara kebun yang ada seperti apel, serta lainnya kalian urus dan hasilnya bisa kalian manfaatkan kalau masih bisa. Sebab kebun ini sudah cukup lama sudah hampir 10 tahun sejak orang tua saya meninggal, dan tidak ada yang mengurusnya sedangkan kami sibuk dengan bisnis masing-masing.”

“Baik, Nyonya kami akan menjaga dan merawat rumah ini” sahutku

Tanpa diperintah olehku, Mashito dan Maisharo telah membuka penutup perabot dan membersihkan rumah dari debu-debu.

“Pak Soleh ikut saya!”

“Baik Nyonya.”

Nyonya Helena keluar rumah, sedangkan Mashito menurunkan barang-barang dari mobil dan Maisharo sibuk membersihkan dalam rumah. Aku mengikuti Nyonya Helena,

dia menuju bangunan di belakang. Setelah sampai ditempat yang kami tuju, dia membuka pintu bangunan yang lumayan besar, kami masuk ke dalam. Di dalam ternyata ada mobil tua jenis truk yang sudah lama. Banyak peralatan perkebunan seperti mesin pembajak tanah, cangkul, dll. Mesin potong rumput, mesin untuk panen.



“Pak Soleh ini gudang peralatan, mungkin ada manfaatnya bagi Pak Soleh”

“Waduh, Nyonya Helena, jadi teringat waktu di kampung halaman saya di Indonesia, hanya saja alat-alat lebih bagus dan semua pakai mesin”

“Pakai saja Pak” sahut Helena.

“Tapi masalah mesin dan mobil ini…saya kurang paham Nyonya” sahutku.

“Nanti saya cari montir yang bisa perbaikan mesin-mesin ini dan mobilnya”

“Nyonya terus terang saya sangat berterima kasih sekali atas kebaikan Nyonya kepada saya, dan juga kedua saudara saya (agak berbohong sedikit masalah Mashito dan Maisharo), karena kebaiknya Nyonya Helena, kami dapat tinggal di rumah yang layak dengan semua perlengkapannya.”

Helena tersenyum, “Pak Soleh daripada rusak dan tidak dihuni, lebih baik Bapak yang saya suruh menjaganya karena selama ini saya menilai Pak Soleh orangnnya baik dan jujur. Karena itulah saya memilih Pak Soleh untuk menjaga harta milik kami. Terus terang, melihat ketekunan Pak Soleh, saya teringat dengan almarhum papa saya yang giat bekerja di kebun, bertani menggunakan alat mesin itu. Saya melihat Pak Soleh seperti orang tua saya. Terkadang saya merasa sedih, mengenang Papa saya, dia orang ulet, pantang menyerah, dan selalu mendidik kami menjadi anak yang berhasil.”

Kulihat Nyonya Helena meneteskan air mata di pipinya yang putih bersih. Tampak sekali mata biru bening itu berlinang air mata. Aku yang mudah ibah, lalu mendekat Nyonya Helena yang tersandar di tanduk depan mobil tua milik orang tuanya itu. Dengan keberanianku aku, aku mengusap air matanya. Nyonya Helena menatapku lalu dengan bola mata berkaca-kaca, dan diapun memeluk tubuh sambil menangis, tubuhnya terguncang-guncang menandakan kesedihan yang mendalam, mengenang alm papanya. Aku mengelus-elus punggunya, pelukannya pun semakin erat, terasa gunung kembarnya menempel kencang di dadaku. Dengan belaian lembut, tanganku terus mengelus penggungnya. Kemudian Nyonya Helena menatap wajahku, bola mata berwarna biru seolah menembus wajahku. Sorot matanya seakan mengharapkan sesuatu, tiada kata yang keluar dari mulutnya, dengan lembut tanganku menyekah air matanya.



Secara perlahan wajahku maju mendekati wajahnya, lalu dengan lembut bibir menyentuh keningnya. Matanya terpejam, kecupan lembut membuat hatinya damai. Air mata yang mengalir seakan berhenti, kesedihan yang mendalam seolah sirna. Mata terbuka terus menatapku, dengan gerakan perlahan bibirku mengecup hidungnya. Terus bergerak ke bawah ketika mendekati bibirnya aku berhenti. Mataku menatap bola mata birunya, ia pun menatapku. Bibirku mendekati lagi bibirnya dan ketika bibirku menempel di bibirnya, kecupan lembut aku berikan kepadanya. Nyonya Helena menyambut kecupan bibir dengan hati pasrah, suasana yang mendukung didalam gudang lama milik Papa Nyonya Helena, membuatku dan Nyonya Helena menjadi lupa akan status majikan dan bawahan. Kini bibirku mulai melumat bibirnya. Nyonya Helena menyambut lumatan bibirku dengan penuh bergairah. Pertemuan kedua bibirku dengan bibir Nyonya Helena, mengeluarkan suara ‘cuupp…cupppp ssuuuppp .. cuuupppp , ciiippppp’ Tanpa ada suara desahan yang keluar dari bibirnya. Birahiku mulai naik, tidak hanya bibirku yang melumat bibir Nyonya Helena, namun tanganku turut beraksi bergerak turun, hingga menyentuh benda bulat yang masih tertutup baju di bagian atas. Benda kenyal tersebut, seolah mau keluar dari sarangnya, baju putih Nyonya Helena memang agak ketat, sehingga kancing kancing bajunya seolah mau lepas. Benda itu aku rabah secara perlahan dan lembut, gerakan halus mengusap-usap permukaan gunung kembarnya terus berlanjut. Kini usapan kunaikan menjadi remasan remasan lembut dan baru terdengar secara perlahan suara Nyonya Helena berdesah. Lumatan bibirku secara perlahan aku lepaskan, kini bibirku bergerak menyusurih leher putih Nyonya Helena. Ciuman dan kecupan lembut bibirku di leher putihnya hingga penyentuh belahan baju atasnya. Jari tanganku berusaha melepaskan kancing-kancing baju tersebut, sedangkan kedua tangan Nyonya majikanku, merangkul pundakku. Satu kancing baju atas terbuka, tampak kulit putih bagian dada atas terbuka Lalu jariku bergerak lagi, kancing kedua terlepas, semakin tampak pangkal buah dada nyonya majikanku. Lalu kancing ketiga tertepas, muncul BH putih berendah masih menutupi bentuk buah dadanya. Kancing keempat terbuka, gunung kembarnya telah terlihat hampir semuanya. Kini gunung kembar milik Nyonya majikanku, Helena tampak sedikit terlihat, hanya saja belum semua terlihat, masih sebagian saja karena masih tertutup oleh baju putihnya



Aku hanya menciumi permukaan bukit salju itu. Rintihan halus terdengar di bibir nyonya majikanku, Helena.

“Oohhhhh, .. Aaahhhhhhh…sshhhhh!”

Sambil menciumi belahan dan pangkal bukit kembar itu, satu tanganku menahan tubuh Helena, sedangkan tangan kananku bergerak meremas-remas bukit kembar bagian kirinya. Jari tanganku merasakan kekenyalan bukit kembar Nyonya Helena, dan aku tidak tau sudah punya anak berapa majikkanku ini. Puas mencium bukit kembar milik majikkanku, tangan kananku bergerak turun kebongkahan daging bulat besar di bawah pinggangnya. Ketika menyentuh bongkahan itu, tanganku mulai meremas remas bongkahan itu terasa kenyal empuk dan lembut. Tanganku bergerak turun dan turun hingga menyentuh kulit paha bagian bawah atas dengkulnya lalu bergerak naik, usahaku untuk menaikan rok pendek itu berhasil. Rok pendek Nyonya Helena terangkat naik dan terus naik, seiring dengan pergerakan jari-jari tanganku yang mengusap lembut belahan pahanya. Rok pendek tersebut terus naik tidak sampai melewati pangkal pahanya.

Sekilat aku melihat keputihan kedua belah paha Helena, dan aku juga tadi melihat banyak tumpukan jerami di sekitar mobil tua yang ditutupi oleh kanvas yang lumayan lebar.

Melihat itu aku menggiring Nyonya Helena ke sana, lalu sambil melumat bibirnya, aku merebahkannya di tumpukan jerami yang ditutup oleh kanvas. Aku mulai meremas buah dada Nyonya majikanku Helena, silih berganti, tanganku bergerak turun meremas remas kedua paha mulusnya. Nyonya majikanku, memang cantik, tampak indah bentuk kedua belah pahanya. Usapan jariku di pangkal pahanya, samar-samar mengitip secarik kain putih di antaranya. Cucukupun semakin tegang, secara perlahan tubuhku bergerak menaiki tubuh nyonya majikkanku Helena, setelah berhasil menaiki tubuhnya, aku merangkulnya mesra. Desahan lembut terdengar dari bibir Nyonya Helena.

“Pakkk Solllllleeeeehhhh .Oooohhh.. Szzzzzzzzzzzzzz”

Penisku bertambah keras, aku berusaha membuka kancing dan reseliting celana panjangku. Setelah terbuka aku kembali menindih tubuhnya.

“Pakkkkk…Ooohhhhhh .. Tuhaaaannn, auuuuwwww!” desahnya panjang

Napsu birahi kami berdua telah membara. Namun saat yang diinginkan sebentar lagi akan terlaksana, tiba-tiba…

“Bapak…Pak…Pak Soleh!”

Aku tersentak diikuti oleh Nyonya Helena.

“Gawat Nyonya kita dicari” kataku kepada Nyonya Helena, “mari rapihkan…nanti kita ketahuan”

“Ok Pak, cepat nanti mereka datang kemari” Nyonya Helena tampak panik juga dibuatnya, tidak terlebih aku



Ternyata suara itu adalah suara Maisharo memanggilku. Buru buru aku mengancingkan kembali celana dan menaikan reselitingku. Kubantu Nyonya Helena merapihkan kancing bajunya. Lalu kuraih tangannya, kemudian Nyonya Helena merapihkan rok hitamnya serta menurunkannya. Aku membersihkan jerami yang sedikit menempal dipakaian Nyonya Helena, baik di rambut baju serta roknya. Aku sendiri merapihkan tubuh dari kotoran jerami dan debu yang menempel ditubuhku dibantu juga oleh Nyonya Helena. Setelah rapih aku memandang wajah cantik majikanku, dari sorot matanya terbersit sesuatu yang tidak bisa diungkapkan, apa dia merasa bersalah atau merasa kecewa, sulit ditebak. Namun yang pasti diriku yang merasa kecewa

“Sial” omelku dalam hati agak dongkol terhadap Maisharo, “kalau tidak karena kamu mungkin siang ini aku sudah dapat bercinta sama nyonya majikkanku…was ya Maisharo”

Kemudian aku berkata “Nyonya maafkan saya, saya khilaf, saya tidak tahu diri Nyonya, saya telah melakukan kesalahan yang tidak mestinya saya lakukan”

Nyonya Helena berkata lembut sambil menggeleng

“Bapak Soleh tidak bersalah, Bapak baik, hal itu adalah rasa cinta dan sayang yang Bapak Soleh berikanan kepada saya dan hal itu adalah wajar, karena bagaimanapun dan dimanapun hal seperti pasti akan terjadi. Baik dari Bapak Soleh sendiri maupun dari diri saya sendiri”

Nyonya Helena mendekatiku lalu dengan kecupan lembut dia mengecup bibirku.

“Bapak tidak perlu merasa bersalah” jawabnya halus.

Karena yang melakukan adalah keinginan majikanku sendiri, secara reflek aku membalas kecupannya dengan lumatan. Beberapa detik kemudian lumatan bibir kami terlepas. Secara singkat aku mengecup leher putihnya dengan lembut. Lalu dengan senyum menghiasi bibirnya Nyonya Helena mengajaku keluar.

“Mari Pak Soleh…itu dipanggil saudaranya”

“Mari Nyonya” jawabku.

Ketika kami keluar dari gudang tua itu, Maisharo sudah berjalan ke arah gudang. Melihat kami keluar, ia berhenti dan terus berbalik menuju rumah. Tak lama Nyonya Helena berpamitan pulang untuk melihat tokonya. Dia berpesan kepada Mashito dan Maisharo untuk menjaga rumah mereka. Aku mengantarnya keluar dan sampai ke mobil, sedangkan ibu dan anak itu, kembali masuk rumah dengan kesibukannya.



Sesampai di mobilnya Nyonya Helena berkata

“Besok pagi, saya jemput Bapak”

“Tidak usah Nyonya biar saya berangkat sendiri saja.” jawabku

“Dengan apa?” tanyanya sambil tersenyum

Aku berpikir, benar juga, pakai apa aku ke tokonya. Di sini jalannya saja, aku belum hafal betul. Kendaraan disini, juga jarang-jarang, entah ada atau tidak kendaraan umum.

Sedangkan rumah, dari rumah satu kerumah yang lain lumayan jauh 200 sampai dengan 500 meter.

“Bagaimana” tanya Nyonya Helena

“Baiklah Nyonya besok pagi saya menunggu Nyonya!”

Lalu ia masuk ke mobil, setelah menstater, dia melambaikan tangannya dari dalam mobil, mobil jenis van melaju meninggalkan perkarangan rumah miliknya itu, yang saat ini aku tempati bersama Mashito dan Maisharo. Aku masuk ke dalam rumah turut membantu membersihkan debu dan sarang laba-laba yang banyak di dalam rumah, maklum rumah ini sudah cukup lama tidak dihuni. Tidak terasa, hari sudah menjelang sore, matahari sudah hampir tenggelam dan sebentar lagi akan berganti malam. Usaha kami membersihkan rumah akhirnya selesai juga. Kulihat Mashito dan Maisharo tampak kelelahan, keringat membasahi baju kurungnya. Sedangkan debu dan sarang laba-laba lengket di baju dan wajahnya. Mereka duduk duduk di sofa lalu aku duduk di dekat mereka.

“Akhirnya kita mempunyai rumah juga ya”

Keduanya walaupun lelah, dapat tersenyum bahagia. Aku memeluk keduanya sambil mencium pipi mereka masing-masing. Keduanya membalas memeluk dan mencium pipiku.

“Sekarang sudah sore, kita mandi yuk!” ajakku.

“Baik Pak!” jawab mereka berdua.

“Tempat mandi ada di luar, jadi terpaksa kita mandi di sana. Air baknya masih kering, Bapak akan memompa airnya kalian bantu memasukan ke dalam bak ya”

“Baik pak!”



Setelah mengambil perlengkapan mandi, sabun, sikat gigi, dan handuk kami bertiga pergi ke kamar mandi diluar. Aku mengompa air, ternyata airnya cukup lancar dan jernih lagi.

Keduanya saling membantu mengisi bak, setelah cukup penuh baru mandi. Karena sudah lama tidak terpakai, pintu kamar mandi rusak sehingga tidak dapat ditutup atau dibuka, jadi terpaksa dilepas saja takut tertimpa pintu kamar mandi. Setelah keduanya masuk ke dalam, mereka tampak ragu

“Ayo mandilah!” kataku “Tidak perlu malu dan takut, Bapak akan jaga kalian berdua.”

Keduanya lalu membuka pakaian masing-masing dan melirikku. Mereka saling pandang, keduanya tampak paham apa yang terganjal dihati dan pikiran mereka. Haruskah membuka baju di hadapanku? Lalu Mashito memandang anaknya seraya memberikan isyarat mengangguk. Kemudian mereka melepaskan baju kurungnya. Kini kedua hanya mengenakan BH dana celana dalam, Mashito berwarna putih sedangkan Maisharo agak putih tapi menjurus ke pink. Hari mulai semakin gelap, aku mencari saklar lampu. Aku mendekati kamar mandi, mataku melihat ke atas dan ke dinding

“Ada apa Pak?” tanya Mashito

“Ada sesuatu”

Mereka merasa curiga, lalu keduanya mendekati aku.

“Bapak melihat sesuatu yang aneh?”

Aku memandang keduanya, terlihat raut wajah kecemasan. Kuraih kedua pinggang ramping mereka, dan keduanya merapat ke tubuhku.

“Bapak cuma mancari saklar lampu…hari semakin gelap, jadi Bapak ingin menghidupkan lampu supaya mandi bisa kelihatan. Nah ini!” di balik pintu yang rusak ini saklarnya. setelah aku tekan ‘Plazzz’ suasana ruangan kamar mandi yang gelap kini menjadi terang.

“Nah sekarang mandilah! kamar mandinya sudah terang.”

Mashito mulai mandi dan membersihkan tubuhnya, membasahi rambut hitamnya, menyikat gigi serta menyabuni tubuhnya. Sedangkan Maisharo mencuci bajunya dan ibunya.



Mashito sudah hampir selesai, tubuh setengah telanjangnya semakin putih mengkilat kena siraman air dan sinar lampu kamar mandi. Buah dada itu tampak menggoda, hutan rumput ilalang hitam itu yang tertutup kain segitiga putih di antara kedua belah pahanya yang putih mulus, sungguh membangkitan birahi. Mashito telah selesai mandi, kini dia mengelap tubuhnya dengan handuk lalu melilitkan handuk ke bagian atas tubuhnya, kemudian dia melepaskan BH serta celana dalamnya.

“Umi…sini pakai dalamnya, biar Maisharo yang cuci!”

Mashito menyerahkan BH dan celana dalamnya kepada anaknya kemudian dia keluar kamar mandi. Aku yang bediri diluar kamar mandi dihampiri olehnya lalu ia berkata

“Bapak sana mandi!”

Aku meraih pinggangnya

“Heiiiii!!” teriaknya kecil “bau…cepet mandi sana Pak!”

Sambil berlari menghindar dariku Mashito masuk ke dalam rumah. Aku berjalan mendekati pintu kamar mandi dan berdiri disitu.

“Mai!” sapaku

”Ya…ada apa Pak?” Maisharo menoleh ke arahku

“Bapak boleh mandi?”

“Ya boleh Pak, mandilah sini” sahutnya.

“Kamu tidak marah?” tanyaku.

Sambil tersenyum dan menggelengkan kepala Maisharo berkata “tidaklah Pak.”

“Karena bapak jadi takut kalau kamu marah lagi seperti tempo hari” balasku.

“Ah…waktu itu, karena Mai kaget saja, karena malu terhadap Bapak, apalagi waktu itu umi ada di dekat Maisharo”

“Sekarang?” timpalku

“Kalau sekarang tidak lagi” jawabnya.

“Kenapa?”

“Takut”

“Takut karena apa?”tanyaku lagi

“Takut kalau Bapak meninggalkan Maisharo dan umi”

“Bapak tidak setega itu”, jawabku “kamu sudah selesai nyucinya?”

“Sudah ni’ , tinggal mandi saja” sahut Maisharo.

“Tuh wajah, tangan bagian tubuh kamu hitam semua”

“Iya Pak, banyak sekali debu dan kotoran rumah ini”

“Maklum lah sayang, rumah ini sudah lama tidak dihuni jadi wajar tidak terawat dan berdebu” jawabku.

“Pegel dan capek sekali rasanya badan Mai”

“Tapi walaupun capek dan pegal-pegal, kamu senang juga kan, punya rumah?”

“Ya pastilah Pak, dibandingkan kita tidur di bangunan tua itu.”

“Makanya kita mesti beryukur, ada orang baik yang perhatian sama kita. Jadi kebaikanya mesti harus kita jaga”

“Iya’ ya Pak” sahutnya



“Ayo mandi sini, tuh kotor semua tubuh kamu!”

Maisharo mendekat dan menyiramkan air ke tubuhnya.

“Uuuuhh . segar sekali rasanya” .

Akupun menyiramkan air ke tubuhku, memang terasa segar sekali habis bekerja seharian.

“Sini Bapak gosoki tubuh kamu dengan sabun”

Maisharo tidak banyak bicara, dia malah mendekatkan punggungnya ke dekatku. Akupun dengan senang sekali menyabuni serta mengosok noda-noda hitam di sekujur tubuhnya.

Rasanya tidak rela tubuh yang hanya berbalut BH dan celana dalam ini ditempeli oleh kotoran sedikitpun. Mulai dari leher dan tengkuk, kedua bahunya kemudian punggung, turun ke pinggang serta bongkahan bokong bulat nan kencangnya. Maisharo tidak terlalu banyak memprotes, ketika pantatnya kiri dan kanan aku sabuni sambil sesekali aku remas, hanya tubuhnya saja seperti bergoyang merasa geli. Tubuhnya aku tarik ke belakang sehingga punggung menempel di dadaku, sedangkan pantatnya yang bulat dan kencang menempel ketat tepat di celana pendekku. Kontan saja cucuku yang sedari tadi sudah menegang menjadi bertambah keras. Aku tak tahan menahan himpitan pantatnya terhadap batang penisku, secara perlahan celana pendekku aku pelorotkan hingga jatuh ke lantai kamar mandi. Kini yang hanya tinggal, hanyalah celana kolor warna putih miliku menutupi penisku yang tegang. Aku masih menyabuni punggung sambil memijit bahunya, dan Maisharo berkata pelan.

“Aduhhhh…enak Pak”

“Apa yang enak?” tanyaku

“Pijitannya” sahut Maisharo.

“Yang dimana sayang yang enak?” tanyaku kembali.

“Di bahu dan punggung” jawabnya “Bapak pinter sekali”

“Pinter apanya?”

“Mijitnya” sahutnya pelan.

Gerakan tangan dan jariku perlahan turun, Maisharo melenguh pelan.

“Oohhhhh .. addduhhhh . enak sekali pak…ilang rasa capeknya” sahutnya.

“Ah, baru sebagian saja, belum seluruhnya” jawabku.

“Iya, tapi tetap enak sekali pijitnya pak” katanya pelan.

“Bentar” tanganku yang sudah berada di pantatnya aku tekan dengan lembut dan pelan, seirama putaran kedua jemariku di bongkahan daging kenyal di tergantung di bawah pinggangnya.

Walaupun masih dihalangi oleh celana dalam putih sedikit merah mudah, tidak menyurutkan aktivitas tanganku sambil meremas pantatnya.

“Uuuuuuhh . pegal sekali di situ pak”

“Enak sayang?” bisikku.

Maisharo mendesah lirih sambil mengangguk. Pijitan lembut dipantat bulatnya membuatnya memejamkan matanya.



“Aduh…anak Bapak sayang, sampai tiduran begitu saking enaknya” kataku.

“Heeh” sahutnya lirih sambil tersenyum manis.

Ciuman lembut di antara telinga dan leher sampingnya semakin kepalanya direbahkan ke bahuku

“Paakkkk” desisnya lirih

“Kenapa sayang?” tanyaku

“geliiii aaahhh!”

“Bapak gemes sayang” sahutku

“Uu hhhh Bapakk” sahutnya manja.

Tanganku berpindah ke atas mengusap-usap lehernya putihnya hingga mengelus-elus bahunya. Kecupan lembut di bahu dan lehernya tidak pernah aku lewatkan, membuatnya semakin terbuai manja. Jemari tanganku terus bergerak turun dan turun hingga mendekati pangkal gunung kembarnya. Hati dan bathinku bergemuruh, semakin mendekati daerah gunung kembar itu, tangan dan jariku seolah keram dan gemetaran. Rasanya baru kali ini saja aku menyentuh kulit mulus seorang perempuan. Padahal ibunya Maisharo baru beberapa hari yang lalu aku garap. Apa karena yang aku gerayangi sekarang adalah seorang gadis perawan hingga semua tubuhku semakin gemetar terutama lututku. Dengan kekuatan hati , perlahan dan lembut aku perlakukan Maisharo dengan penuh kasih sayang, supaya tercipta kemesraan yang alami. Jemariku semakin bergerak perlahan hingga akhirnya mendarat juga dipuncak anak gunung berapi yang belum aktif. Pada saat kedua telapak tanganku mendarat di puncaknya, saat itu juga tangan Maisharo memegang kedua tanganku. Lalu di berkata pelan

“Pakkk!!!”

“Ia…ada apa sayang?” jawabku.

“Jangan!!” jeritnya pelan.

Aku diam saja tetapi telapak tanganku tetap mengusap sambil memijit pelan dengan penuh kelembutan.

“Ooohh Pa.aaa.kkk…sudah: .. jangannnn!”

“Kenapa?” tanyaku.

“Geliiiiiiii” balasnya

“Tidak apa-apa sayang…pelan-pelan saja” kataku.

“Aahhh, Bapak nakal!”

Gerakan tanganku mulai meremas pelan

“Sssszzzz . Paaaakkkkkkk suuuudaaahhh, nanti Umi melihat” pinta Maisharo memohon.

“Tidak sayang” jawabku

“iiihhhhh Bapak makin nakal aja ah” sahutnya .



Tangan Maisharo masih memegang tanganku yang masih dengan lembut meremas pelan kedua gunung kembarnya, tetapi tidak berusaha menepis dan memindahkan kedua tanganku. Tanganku semakin liar, respon yang tidak memberikan perlawanan membuatkan semakin gatal dan bersemangat. Remasan agak kutingkatkan, namun tetap dengan secara berirama dan pelan agar tidak menimbulkan paksaan di dalam diri Maisharo yang akhirnya dapat menimbulkan kenikmatan bagi dirinya. Jemariku terus dengan lembutnya meremas mesra kedua gunung kembarnya dan secara perlahan jari-jariku menyusup masuk ke dalam BHnya.

“Oohhh Pakkkkk!” suara Maisharo lirih

Dan ketika kedua telapakku telah menempel di seluruh permukaan buah dadanya barulah aku merasakan betapa kencangnya dan lembutnya kulit buah dada Maisharo.

“Oohhh tuhan! ini baru karuniamu. Kau ciptakan anak ini begitu sempurna sekali.” Kataku dalam hati

Busa sabun yang menempel ditubuh kami berdua, menambah licinnya kulit tubuh Maisharo. Pada saat kedua telapak tanganku menempel dan mengusap serta meremas buah dadanya, terasa sekali puting susunya menegang. Belum dapat aku pastikan bentuk dan ukuran buah dada Maisharo serta keindahan kulit buah dadanya, karena masih menggunakan BH. Hanya saja tidak sebesar milik ibunya, cuma masih tergolong lumayan bila dibandingkan anak-anak di negara asalku.

“Oohhhh Pakkkkkk…sudaaahhh…aaahhhh…geeliiiiii…Pakkkkkk!” rintihan halus keluar dari mulut Maisharo.

Sambil mengusap dan meremas pelan buah dada Maisharo, tangan kananku meluncur turun dari salah satu buah dadanya, secara perlahan dan lembut, jemari tanganku bergerak menelusuri kulit perut dan pusarnya. Di bagian bawa pusarnya aku merasakan sesuatu yang kasar seperti rambut, ketika kulirik kebawa ternyata bulu-bulu kemaluan Maisharo tubuh subuh sampai melewati karet celana dalamnya. Memang tidak salah orang keturunan bangsa Arab mempunyai bulu-bulu yang sangat rimbun. Walapun masih tergolong muda pertumbuhan bentuk tubuh hormon anak perempuan sangat cepat.

Hal ini yang dialami oleh Maisharo, bulu-bulu kemaluan sangat lebat sama seperti ibunya Mashito.



“Iiii…Bapakkkk, ssssshhhh!” desahan mulut Maisharo semakin terdengar.

Jari tanganku semakin turun dan turun hingga menyentuh karet celana dalam milik Maisharo. Jari-jariku terus bergerak pelan dan turun, terasa empuk di permukaan celana dalamnya. Bentuk benda diantara kedua belah paha Maisharo hampir mirip dengan ibunya, empuk dan lembut. Dan begitu usapan dan remas lembut jari tanganku di bagian bawah selangkangannya, secara reflek jari tangannya mencengram kuat tangan kananku.

Maisharo berkata pelan”Pak…jangan” . ya Pak”

“Kenapa?” tanyaku

“Tidak boleh Pak”

“Ya kenapa sayang?” sahutku

“Mai takut…itu melanggar Pak”

“Kita bukan suami istri, tidak boleh melakukan hal-hal seperti ini. Sejauh ini, tidak seorangpun pernah melakukan hal semacam ini, baik orang tuaku bahkan orang lain.”

“Ah, Mai…masa gitu sama Bapak” sahutku

“Ya betul pak” balasnya.

“Bapak cuma pingin meraba saja sayang, masa tidak boleh? Katanya Bapak sudah kamu anggap orang tua sendiri”

“Betul Pak” sahutnya, tangannya masih memegang kuat tanganku

“Mai sayang…bolehkan bapak merabanya? Bapak sudah lama tidak mengelus dan meraba benda itu, kamu tidak kasihan sama Bapak? Sejak istri Bapak meninggal, bapak sama sekali tidak pernah menyentuh perempuan sayang, apalagi meraba dan menyetuh tubuh kamu seperti hal sekarang ini”

“Mai…hmmmmmm” suaranya lirih.

“Bolehkan sayang?” pintaku, “Bapak mohon padamu sayang, ya bolehkan?”

“Pakkk… Mai takut Umi melihat…Mai juga takut kalau ada orang yang melihat, kita baru saja pindah ke sini, dan apa kata orang-orang di sini?” sahut Maisharo setengah berbisik.

“Kamu tidak usah kuatir, orang sini ramah ramah dan tidak mau mencampurin urusan orang lain, jadi kamu tenang saja” jawabku, “jadi gimana sayang? Bolehkan?”

“Heemmmmm” sahutnya pasrah



Suara heemnya sepertinya meng-isyaratkan boleh pikirku. Tanganku mulai bergerak lagi, walaupun tangan Maisharo masih menggenggam tanganku, tetapi gerakan tanganku di atas celana dalamnya hingga bagian bawa kemaluannya berjalan lancar, sepertinya Maisharo mengijinkan jari-jariku menari-nari disekitar situ. Karena sudah mendapatkan ijin, jari-jari tanganku bergerak kesana kemari dan ketika jariku naik keatas menyelinap di karet celana dalam Maisharopun tidak ada penolakan. Bulu kemaluan di sekitar bawah pusarnya tidak dapat ditampung oleh seluruh celana dalamnya. Dan ketika jari tanganku telah bergerak masuk kedalam celana dalam Maisharo, diapun tidak melakukan penolakan bahkan tangannya yang tadi mencengram tanganku, sekarang telah berpindah memegang paha kananku. Sama halnya seperti ibunya, bulu bulu kemaluan Maisharo sangat rimbun dan tebal manakala telapak tanganku bersentuhan dengan bulu bulu itu.

Jari-jariku semakin nakal, seolah ada mata saja jari tengahku mencari sesuatu yang selalu dicari oleh kamu laki-laki. Itu adalah sebuah lembah licin, di antara lembah terjal dan licin itu ada sebuah gua yang tersembunyi di antaranya. Gua itulah yang akan dicari oleh kaum adam untuk dijelajahi gerangan apa yang tersembunyi di dalamnya. Saat jariku menyentuh bukit kecil di antara rimbunan rumput hitam nan tebal itu, saat itu juga tubuh Maisharo bergetar, suara rintihan halus terdengar dari mulut mungilnya.

“Sssssszzzz…Uuuuuuhhhh .. Paaaaakkkkkkkk!”

Benda sebesar biji kacang kulit menonjol di antara bukit terjal itu semakin menegang, begitu juga tubuh Maisharo bagaikan tersengat aliran listrik ribuan watt, tubuhnya meliuk bagai cacing yang kena sinar matahari. Pekikan kecil keluar dari mulutnya

“Ahhh!!!! .. Bapakkkk !!! Auuuuwwwww…sudaaaahhhhhh Paaakkkkkk!”

Jariku terus menggelitik biji kacang itu sambil menelusuri belahan bukit karang yang semakin licin oleh rembesan air yang terdapat dari dalam gua suci itu. Semakin menahan gejolak dari dalam tubuhnya semakin tak kuasa Maisharo membendung derahan darah mudanya. Dan akhirnya secara tiba-tiba dan tanpa diduga, tubuhnya berbalik menghadapku dan sorot matanya tajam seolah menembus bola mataku. Aku melihat kilatan sinar matanya, seakan meminta kepastian dan kejujuran dariku. Lalu aku berkata pelan,

“sayang…jangan ragukan ketulusan kasih sayang Bapak, cinta dan sayang Bapak kepada kamu dan ibumu sangat tulus.”

“Betulkah apa yang Bapak baru katakan?” tanyanya pelan.

“Betul sayang” jawabku



Tanpa sungkan lagi, Maisharo mencium pipiku dengan senyum mengembang dengan lesung pipitnya yang indah. Akupun langsung melumat bibir mungil itu, respon lembutpun aku terima dari bibirnya. Ia membalas lumatan bibirku dengan mesra.

Bongkahan pantat sang gadis perawan yang bulat padat, menjadi sasaran kedua tanganku. Remasan lembut terhadap kedua pantatnya menambah gairah kami berdua, tak terasa 30 menit sudah cumbu rayu yang kami lakukan. Suasana dingin di dalam kamar mandi tidak terasa oleh kami berdua, dinginnya air seolah berubah menjadi panas, sepanas membara dari dalam tubuh kami berdua. Suasana gelap terus merangkak malam, entah jam berapa sekarang ini, yang jelas nyamukpun ikut nimbrung dalam aktifitas acara kami berdua.

Sedangkan Mashito yang berada didalam rumah entah apa yang dia kerjakan, sehingga apa yang terjadi dikamar mandi saat ini seakan tidak peduli dengan rumah baru yang kami tempati. Lumatan bibir kami berdua semakin romantis, sedangkan tanganku juga tak tinggal diam. Buah dada dara yang masih perawan ini yang belum pernah disentuh oleh lelaki manapun menjadi sasaran kedua telapak tanganku. Gunung kembar ini memang sangat ranum dan kencang, tanpak puting susunya menonjol tegang dibalik BH tipisnya. Tanganku kembali bergerak turun dan langsung masuk kedalam celana dalam itu. Ia tidak lagi memprotes perlakuan jari-jariku di daerah kemaluannya, sekarang dia hanya pasrah terhadapku. Dengan gerakan halus celana dalamnya aku pelorotkan secara perlahan, secara perlahan celana dalam ini mulai melorot dari pantatnya, terus pangkal pahanya, terus kedua belah pahanya, lalu lutut dan akhirnya jatuh diantara kedua kakinya. Kini tanganku bergerak lagi ke punggungnya mencari-cari pengait BH nya, setelah dapat dengan gerakan pelan tezzz…pengait itu terlepas. Tanpa malu lagi, Maisharo dengan sendirinya turut membantuku melepaskan BHnya sendiri dengan menggerakan kedua tangannya kiri dan kanan dijatuhkannya ke lantai. Batang penisku yang sedari tadi belum juga keluar dari sarangnya, dengan menggerakan satu tangan saja kolorku berwarna putih melorot jatuh di kedua telapak kakiku.



“Iiiihhhh, Bapak apa itu!” jerit Maisharo pelan.

“Ini pisang raja, hehehe!” jawabku bercanda sambil ketawa

“Pisang raja?” wajah Maisharo berkerut tapi raut mukanya menjadi memerah, “masa pisang raja bisa berada di situ?” tanyanya tersenyum

“Suka suka dia mau di mana, mungkin mau ngintip Ratu Kerang, hihihi” jawabku bercanda.

“Ratu Kerang?” kembali dahi Maisharo berkerut, “memang ada Ratu Kerang?”

“Ya adalah” jawabku menggoda

“Mana? Mai mau lihat”balasnya memancing

“Tuh, di bawah sana!” jawabku

“Mana? tidak ada” sahut Maisharo sambil matanya mencari ke kiri, kanan dan belakang.

“Tidak ada Pak” kembali penasaran Maisharo dibuatnya.

“Ini” jawabku sambil satu tanganku menyentuh belahan vaginanya.

“Auuuuuwwww…Paaakkkkkkkk, iiiihhhhh Bapak jahat, nakal” salah satu tangan lembutnya mencubit perutku.

“Aduhhhhh…sakit sayang!” keluhku.

“Syukur, habis Bapak nakal” sahutnya manja.

“Mai” sambil kutarik pinggangnya ke arahku sehingga batang penisku nyelip di antara rimbunya rumput hitamnya.

“Kenapa Pak?” sahutnya pelan.

“Kita terusin di kamar saja ya?” tanyaku

“Mai takut Umi melihat kita” jawabnya pelan.

“Kita lihat situasi dan keadaan dulu” ajakku, “sampai saat ini ibu kamu tidak memanggil kita. Mungkin dia tertidur karena capek sekali, sehingga lupa terhadap kita” kataku lagi.

“Gimana sayang?” tak lupa tanganku meremas pantatnya.



Tubuh Maisharo sedikit agak maju, terasa kepala penisku menyentuh bibir vaginanya.

“Auuuwww…Pak .. geliiiii aahhh!” teriak Maisharo manja.

“Geli apanya?” godaku.

“Itunya…mengenai anunya Mai”

“Itunya yang mana?” balasku pura-pura tidak tahu “dan anunya Mai yang mana geli?” sahutku menggoda gadis perawan ini.

“Itu…pisang rajanya mengenai tempat kencing Mai”

“Ah itu belum apa-apa sayang. Mungkin si pisang pingin mengintip bagian dalam ratu kerang” jawabku bercanda hehehe..

Belum lagi kedua buah dadanya yang mencuat ke depan dengan puting susunya mengeras menggoda tepat di depan mukaku. Dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, lidahku menjulur keluar menyentuh puting susu yang sudah mengeras itu. Belum sempat aku mengulum puting susu itu, kepalaku telah ditahan olehnya.

“Jangan…Bapak, ahhhhh!”

“Yuk kita ke dalam!” ajakku

Tanpa jawaban Maisharo melepaskan pelukanku. Aku membiarkannya, dia kembali mencuci celana dalamnya kemudian celana kolorkupun dia cuci. Setelah selesai, dia mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Aku yang masih menyabuni tubuhku dan membersihkan kotoran yang melekat di tubuhku tidak lepas dari pemandangan indah di depan mataku. Sampai akhirnya Maisharo berkata

“Bapak, Mai duluan ya”

“Ya sayang” jawabku, “tunggu Bapak di kamar ya”

Maisharo tersenyum manis sekali, lalu diapun mengangguk dan masuk ke dalam rumah.




Selingkuh vs Selingkuh

Juli 14, 2007 oleh shusaku

Kisah ini terjadi dua tahun yang lalu yaitu ketika masih umur 22 tahun dan masih kuliah di tahun ke-tiga. Dalam libur Natal selama seminggu, sepupu jauhku (anak dari sepupu mamaku) dari Semarang datang berkunjung ke sini untuk menghadiri undangan pernikahan sekalian mengisi liburan. Namanya Yessica, dia lebih muda dua tahun dariku dan sedang kuliah tahun kedua di sebuah PTS di kotanya. Setelah lama tidak bertemu, hampir tujuh tahunan aku sendiri agak pangling ketika menjemputnya di bandara, soalnya penampilannya sudah jauh berbeda. Dia yang dulunya pemalu dan konservatif kini telah menjadi seorang gadis belia yang modis dan mempesona setiap pria, tubuhnya putih langsing dengan perut rata, rambutnya juga hitam panjang seperti gadis Sunsilk. Dia tiba di sini sekitar pukul tujuh malam, dari bandara aku langsung mengajaknya makan malam di sebuah kafe. Ternyata dia enak juga diajak ngobrol karena kami sama-sama cewek gaul, padahal waktu kecil dulu kami tidak terlalu cocok karena waktu itu dia agak tertutup.

Keesokan harinya aku mengajaknya jalan-jalan menikmati kota Jakarta serta sempat berkenalan dengan Ratna dan cowoknya yang kebetulan bertemu waktu lagi shopping di TA. Royal juga saudaraku yang satu ini, belanjaannya banyak dan semuanya bermerk, aku saja sampai geleng-geleng kepala melihatnya. Malamnya sepulang dari undangan yang diadakan di sebuah restoran mewah di ibukota, aku langsung menjatuhkan diri ke kasur setelah melepaskan gaun pestaku dan menyisakan celana dalam pink saja. Aku rebahan bugil di ranjang merenggangkan otot-ototku sambil menunggu Yessica yang sedang memakai kamar mandi, dia tadi minum alkohol lumayan banyak, kemungkinan dia muntah-muntah di dalam sana kali pikirku.

“Yes, sekalian ambilin kaos gua di gantungan baju di dalam dong,” pintaku ketika dia keluar limabelas menit kemudian, matanya nampak sayu karena pengaruh alkohol dan kelelahan.

Dia memberikan kaos itu padaku lalu memintaku membantu melepaskan kait belakang gaun malamnya. Setelah memakai kaos, aku membuka kait dan menurunkan resleting gaunnya. Yessica pun memeloroti gaunnya sehingga nampaklah dadanya yang montok, ukurannya tidak beda jauh dengan milikku, cuma putingnya lebih kecil sedikit dari punyaku. Hanya dengan bercelana dalam G-string dia berjongkok di depan kopornya mencari pakaian tidur.

“Kenapa Ci? Kok ngeliatin gua terus, jangan-jangan lu..?” katanya nyengir karena merasa kulihat terus tubuhnya sambil membanding-bandingkan dengan tubuhku.
“Yee.. Nggak lah yaw!! Dasar negative thinking aja lo ah!” ujarku sambil tertawa.

Malam itu, sambil berbaring kami ngobrol-ngobrol, pembicaraan kami cukup seru dari masalah fashion, kuliah, cinta dan sex sehingga bukannya tertidur, kami malah larut dalam obrolan dan canda-tawa. Terlebih lagi ketika memasuki topik seks dan aku menceritakan secara gamblang kehidupan seksku yang liar, dia terkagum-kagum akan keliaranku dan kelihatannya dia juga terangsang.

Namun ketika gilirannya bercerita, suasana jadi serius, di sini dia menceritakan dirinya sedang ribut besar dengan pacarnya yang selingkuh dengan cewek lain, aku dengan penuh perhatian mendengarnya curhat padaku. Nampak matanya berkaca-kaca dan setetes air mata menetes dari matanya yang sipit, dia memeluk bantal lalu menangis tersedu-sedu dibaliknya. Sebagai wanita yang sama-sama pernah dikhianati pria, aku juga mengerti perasaannya, maka kurangkul dia dan kuelus-elus punggungnya untuk menenangkannya. Aku berusaha keras menghiburnya agar tidak terlalu larut dalam kesedihan dan memberikan air putih padanya.

Beberapa saat kemudian tangisnya mulai mereda, dengan masih sesegukan dia memanggil namaku.

“Hh-mm.. Apa?”
“Ci, tadi lu bilang lu pernah bikin film bokep pribadi kan ya (adeganku yang disyuting Verna, baca ‘Pembalasan Verna’)?”
“Mm.. Iya, so what?” jawabku sambil mengangguk.
“Boleh gua liat nggak, hitung-hitung penghilang stress.. Boleh ya?”
“Ehh.. Eh.. Gimana ya? Sekarang?” aku bingung karena risih juga kalau film pribadiku dilihat orang lain.

Akhirnya karena didesak terus dan mengingat sama-sama cewek ini, akupun menyerah. Kunyalakan komputer di seberang ranjangku dan mengambil VCD-nya yang kusimpan di lemari. Yessica adalah orang pertama di luar geng-ku yang pernah menonton vcd ini. Gambar di layar komputer memperlihatkan diriku sedang dikerjai para tukang bangunan, serta adegan seks massal dimana Verna juga belakangan ambil bagian didalamnya membuat jantung kami berdebar-debar. Yessica nyengir-nyengir ketika melihatku yang tadinya berontak akhirnya takluk dan menikmati diperkosa oleh empat kuli bangunan itu.

“Hi… hi… hi… Malu-malu mau nih yee!” godanya yang kutanggapi dengan mencubit pahanya.

Aku merasakan vaginaku becek setelah menonton film yang kubintangi sendiri itu, kurasa hal yang sama juga dialami oleh Yessica karena waktu nonton tadi dia sering menggesek-gesekkan pahanya.

“Ci, gua juga mau dong bikin bokep pribadi kaya lu” pintanya yang membuatku kaget.
“Ngaco lu, jangan yang nggak-nggak ah, nanti gua dibilang ngerusak anak orang lagi, nambah-nambah dosa gua aja!” aku menolaknya.
“Aahh.. Ayolah Ci, lagian gua juga sudah nggak perawan ini, sudah basah jadi tanggung sekalian aja mandi”
“Jangan Yes, gua nggak enak ke lu”
“Ayolah, gua cuma mau ngebales aja kok, Napoleon juga membalas berselingkuh waktu tahu istrinya selingkuh, itu baru adil, ya kan” katanya sok sejarah.
“Ya.. illah.. Napoleon aja sampai dibawa-bawa, kalaupun gua mau, bikinnya sama siapa, cowoknya mana?”
“Di villa aja Ci, penjaga villa lu masih kerja di sana kan? Sekali-kali gua mau coba gimana rasanya kontol kampung nih, please”

Karena didesak terus dan dia sendiri yang minta, maka akupun terpaksa menyetujuinya, lagian aku sendiri sudah lama tidak berkunjung ke sana, pasti Pak Joko dan Taryo senang apalagi aku ke sana membawa ‘barang baru’.

Kami tidur sekitar jam duabelas dan bangun jam delapan pagi. Setelah sarapan, kami mengemasi barang bawaan, lalu pamit pada mamaku memberitahukan bahwa kami akan ke villa. Aku memakai baju untuk suasana rileks berupa halter neck merah yang memperlihatkan punggungku dipadu dengan celana pendek jeans yang ketat. Yessica memakai gaun terusan mini yang menggantung sejengkal di atas lutut, rambutnya yang panjang diikat ke belakang dengan jepit rambut Tare Panda. Kami berangkat dari Jakarta sekitar jam sepuluh dan tiba di tujuan jam satu lebih, gara-gara liburan yang menyebabkan jalan agak macet.

“Sudah siap lu Yes? Kalau mau berubah pikiran belum telat sekarang, tapi kalau mereka sudah ngerjain lu, gua nggak bisa apa-apa lagi” tanyaku ketika sudah mau dekat.
“I’m ready for it, lagian gua juga mau tahu rasanya diperkosa itu kaya apa” katanya yakin.

Kamipun sampai ke villaku, Pak Joko membuka pintu garasi beberapa saat setelah kubunyikan klakson.

“Waduh Neng, sudah lama kok nggak ke sini.. Bapak kangen nih!” sapanya menyambut kami.
“Iya Pak.. habis Citra sibuk banget sih di Jakarta, kalau libur baru bisa main,” kataku, “O.. Iya Pak, kenalin itu sepupu Citra, namanya Yessica”

Pak Joko terkagum-kagum memandang Yessica yang baru saja turun dari mobil, Yessica juga mengangguk dan tersenyum padanya. Kusuruh Yessica meletakkan dulu tasnya di kamar sementara kami mengeluarkan barang, setelah dia masuk, Pak Joko berbicara dengan suara pelan padaku.

“Eh.. Neng, Neng Yessica itu boleh dientot apa nggak, habis nge-gemesin banget sih, ayunya itu loh”
“Idih, Bapak jorok ah.. Dateng-dateng langsung mikirnya gitu”
“Duh, maaf-maaf Neng kalau nggak boleh, Bapak khilaf Neng”
“Nggak kok Pak, Bapak nggak salah, justru dia yang ngajak ke sini minta digituin, malah minta disyuting lagi Pak, Bapak mau kan disyuting, tenang aja Pak buat koleksi pribadi kok”

Pria setengah baya itu menunjukkan ekspresi senang mendengar jawabanku, dia langsung bergegas mau menemui Yessica untuk langsung mulai. Tapi buru-buru kutahan dengan menarik lengannya.

“Eh.. Sabar-sabar Pak nanti dulu dong, kita harus cari suasana dulu biar lebih hot, lagian kita lapar nih mau makan siang dulu, Bapak sekalian ikut makan aja yah” kataku sambil menyerahkan sekotak ayam goreng KFC dan menyuruhnya menyiapkan nasi.
“O iya Pak, si Taryo ada nggak? Mau manggil dia juga nih” tanyaku pada Pak Joko yang sedang beres-beres.
“Wah kurang tahu tuh Neng, telepon aja dulu”

Aku pun lalu menelepon vila sebelah, baru kujawab teleponnya setelah beberapa kali di sana bilang ‘halo.. Halo.. Siapa ini?’ untuk mengenali suaranya. Setelah yakin itu suara Taryo aku lalu mengundangnya ke sini dan mengutarakan maksudku. Tentu dia senang sekali ditawari seperti itu, tapi dia cuma bisa menemani hari ini saja karena dia bilang besok siang majikannya mau datang berlibur. Ketika kututup telepon, dibelakangku Yessica baru saja turun dari tangga lantai atas.

“Ngapain aja lu, lama amat beresin barang, yuk makan dulu, lapar nih!” kataku.
“Duh sori tadi sakit perut, kepaksa setor dulu ke WC deh”

Aku memberi usul bagaimana kalau kita makan di taman belakang dekat kolam renang saja, mumpung cuaca juga bagus, juga kusuruh Pak Joko menggelar tikar seperti piknik. Ketika lagi beres-beres bel berbunyi, itu pasti Taryo pikirku. Aku menyuruh Pak Joko meneruskan beres-beres sementara aku ke depan membukakan pintu.

Taryo, si penjaga villa tetangga, muncul di depan pintu dan langsung memelukku begitu pintu kututup. Kami berpelukan dengan bibir saling berpagutan, tangannya mengelusi punggungku turun hingga berhenti di pantat, di sana dia remas bokongku yang montok. Serasa sepasang kekasih yang sudah lama tidak bertemu dan saling melepas rindu saja deh, what.. Taryo jadi kekasihku? Nggak lah yaw.. Just as sex partner!

“Mmhh.. Jangan sekarang ah, mau makan dulu, yuk sekalian gua kenalin sama sepupu gua!” aku melepaskan pelukannya sebelum dia bertindak lebih jauh lagi mau memelorotkan celanaku.
“Ehehehe.. habis kangen banget sama neng sih, apalagi neng tambah cantik kalau rambutnya kaya sekarang” katanya sambil mengomentari rambutku yang sudah lebih panjang dari yang dulu (kini sudah menyentuh bahu) dan kembali kuhitamkan.

Aku memberikan piring dan sendok garpu padanya dan mengajaknya ke taman. Disana Pak Joko dan Yessica juga baru menyendok nasi dan fried chicken ke piringnya. Kami mulai makan dalam suasana santai, obrolan nakal mereka meramaikan suasana, malah sekali aku hampir tersedak karena tertawa. Taryo menenangkan dengan menepuk-nepuk punggungku dan dadaku, ujung-ujungnya tetap meremas payudaraku.

“Apa sih pegang-pegang malah tambah kesedak tahu!” omelku sambil menepis tangannya.

Pelan-pelan Yessica mulai terbiasa dengan suasana seperti ini, dengan keudikan kedua orang ini, bahkan dia pun mulai berani jawab waktu ditanya aneh-aneh oleh mereka.

“Tuh, pahanya satu lagi, habisin aja Pak!” tawarku.
“Paha? Mana paha?” celoteh si Taryo pura-pura bego sementara tangannya meraih pahaku.

Langsung kutampik lagi tangannya dan disambut gelak-tawa. Setelah semua selesai makan limabelas menit kemudian kusuruh Pak Joko dan Taryo membersihkan perangkat makan dan mencucinya dahulu sekalian menunggu makanan di perut turun.

“Dah nggak risih lagi kan, habis ini kita action nih, siap nggak?” tanyaku pada Yessica.
“Siapa takut, lagian gua seneng bisa ngebales si brengsek itu, biar dia tahu cewek juga bisa selingkuh, apalagi gua selingkuhnya sama orang yang nggak pernah dia duga” tegasnya.
“Tuh mereka sudah beres Yes, showtime” kataku melihat kedua penjaga villa itu keluar, “Pak Joko, tolong handycamnya masih di meja dalam”

Pak Joko pun masuk lagi dan keluar membawa handycamnya. Kami duduk melingkar di tikar, aku memberi instruksi bak seorang sutradara. Kuperingatkan pada kedua pria itu agar tidak menyentuhku dulu selama aku mensyuting, agar hasilnya maksimal, tidak goyang seperti hasil syuting Verna.

Setelah semua siap, keduanya merapatkan duduk mereka pada Yessica, terlihat dia agak nervous dibuatnya.

“Santai aja Yes, ntar juga enjoy kok” saranku.

Kamera kunyalakan, tanpa disuruh lagi keduanya sudah mulai duluan. Pak Joko meletakkan tangannya di paha Yessica yang duduk bersimpuh, tangan itu merabai pahanya secara perlahan dan menyingkap roknya. Taryo di sebelah kanan meremas payudaranya, sepertinya agak keras karena Yessica meringis dan mendesah lebih panjang. Sementara lidahnya menjilati leher jenjang Yessica, ke atas terus menggelikitik kupingnya dan menyapu wajahnya yang mulus.

Tangan Pak Joko sudah masuk ke dalam rok Yessica yang tersingkap, diremasinya kemaluannya yang masih tertutup celana dalam putih tipis yang memperlihatkan bulu kemaluannya. Pria kurus itu juga membuka resleting celananya hingga penisnya yang sudah tegak menyembul keluar, lalu tangan Yessica digenggamkan padanya dan disuruh mengocoknya. Bibir mungilnya dipagut oleh Taryo, mereka berciuman dengan hot, lidah mereka keluar saling jilat dan belit. Sambil berciuman Taryo menurunkan resleting punggung Yessica lalu memeloroti bajunya lewat bahu, juga disuruhnya Pak Joko memeloroti yang sebelah kiri, setelahnya bra-nya mereka lucuti pula. Kini payudara montok saudaraku yang cantik ini terekspos sudah.

Pak Joko langsung mencaplok susu kirinya dengan liar dan ganas, pipinya sampai kempot menyedot benda itu, aku mendekatkan handycam untuk lebih fokus ke momen itu.

“Gimana Pak? Manis nggak susunya?” tanyaku sambil mensyuting.
“Mantap neng, ini baru pas susunya!” dia melepas sebentar emutannya untuk berkomentar lalu kembali menyusu dan mengorek-ngorek kemaluannya, tangan lainnya mengelusi punggung Yessica.

Taryo masih terus menciuminya, lidahnya terus menyapu rongga mulutnya, begitu pula Yessica juga dengan liar beradu lidah dengannya. Jempol Taryo menggesek-gesek putingnya diselingi pencetan dan pelintiran. Yessica sendiri makin intens mengocoki penis Pak Joko sehingga penjaga villaku ini terpaksa menghentikannya karena tidak mau buru-buru keluar. Kini dia suruh sepupuku merunduk (sehingga posisinya setengah berbaring ke samping) dan mengoral penisnya. Dengan bernafsu, Yessica melayani penis Pak Joko dengan mulut dan lidahnya, mula-mula dia jilati buah pelir dan batangannya dengan pola naik-turun, sampai di kepalanya sengaja dia gelitik dengan lidahnya dan dikulum sejenak. Pemiliknya sampai mengerang-ngerang keenakan sambil meremasi payudaranya yang menggantung.

Taryo menarik gaun itu ke bawah hingga lepas, menyusul celana dalamnya. Setelah menelanjangi Yessica, dia melepaskan bajunya sendiri. Diobok-oboknya vagina Yessica dengan jari-jarinya, liang itu pun semakin becek akibat perbuatannya, cairannya nampak meleleh keluar dan membasahi jarinya.

“Enngghh.. Uuuhh.. Uhh!” desah Yessica disela-sela aktivitas menyepongnya.

Kemudian Pak Joko rebahan di tikar dan dia suruh Yessica naik ke wajahnya, rupanya dia mau menjilati vaginanya. Gantian sekarang Taryo yang dikaraoke, penisnya yang hitam berurat dan lebih besar dari Pak Joko dikocok-kocok oleh Yessica yang sedang mengemut pelirnya. Dia menyentil-nyetilkan lidahnya pada lubang kencingnya sehingga Taryo mengerang nikmat.

“Ayo dong Neng, masukin aja, jangan cuma bikin geli gitu” kata Taryo sambil menekan penis itu masuk ke mulutnya, lalu wajahnya pun dia tekan dalam-dalam saking tidak sabarnya sehingga mata Yessica membelakak karena sesak. Dia meronta ingin melepaskan benda itu dari mulutnya, tapi tangan Taryo yang kokoh menahan kepalanya.

“Sudah dong Tar, jangan sadis gitu ah, bisa mati tercekik dia, kontol lu kan gede” bujukku agar Taryo memberinya sedikit kelegaan.
“Non Yessicanya seneng kok Neng, tuh buktinya!” tangkis Taryo memperlihatkan Yessica yang kini malah memaju-mundurkan kepalanya mengoral penisnya, tapi kepalanya tetap dipegangi sehingga tidak bisa lepas.

Kamera kudekatkan ke wajah Yessica yang tengah asyik mengulum penis Taryo, mulutnya penuh terisi oleh batang besar itu sehingga hanya terdengar desahan tertahan. Kemudian kuarahkan ke bawah mengambil adegan Pak Joko sedang melumat vaginanya, dia menjulurkan lidahnya menyapu bibir vaginanya. Tangan kanannya mengelus-elus pantat dan pahanya yang mulus, tangan kirinya dijulurkan ke atas memijati payudaranya.

Ekspresi keenakan Yessica terlihat dari gerak pinggulnya yang meliuk-liuk. Lidah Pak Joko menjilat lebih dalam lagi, dipakainya dua jari untuk membuka bibir vaginanya dan disapunya daerah itu dengan lidahnya. Kemaluannya jadi tambah basah baik oleh ludah maupun cairan vaginanya sendiri. Walaupun terangsang berat aku masih tetap mensyuting mereka sambil sesekali meremas payudaraku sendiri, kemaluanku juga sudah mulai lembab.

“Emmh.. Emmhh.. Angghh!” Yessica mendesah tertahan dengan mata merem-melek, tangannya meremasi rambut Pak Joko di bawahnya.

Cairan bening meleleh membasahi vaginanya dan mulut Pak Joko. Pak Joko makin mendekatkan wajahnya ke selangkangannya dan menyedot vaginanya selama kurang lebih lima menit, selama itu tubuh Yessica menggelinjang hebat dan sepongannya terhadap penis Taryo makin bersemangat. Puas menikmati vagina, Pak Joko menarik keluar kepalanya dari kolong Yessica. Dia mengambil posisi duduk dan menaikkan Yessica ke pangkuannya. Tangannya yang satu membuka lebar bibir vaginanya sedangkan yang lain membimbing penisnya memasuki liang itu.

Taryo cukup mengerti keadaannya dengan membiarkan Yessica melepas penisnya yang sedang dioral untuk mengatur posisi dulu. Yessica menurunkan tubuhnya menduduki penis Pak Joko hingga penis itu melesak ke dalamnya diiringi erangan panjang. Pak Joko juga melenguh nikmat akibat jepitan vagina Yessica yang kencang itu. Aku mendekatkan kamera ke selangkangan mereka agar bisa meng-close-up adegan itu. Yessica mulai naik-turun di pangkuannya, payudaranya diremasi dari belakang oleh Pak Joko.

Kembali Taryo memasukkan penisnya ke mulut Yessica yang langsung disambut dengan jilatan dan kuluman. Kurang dari lima belas menit, Taryo sudah mengerang tak karuan sambil menekan kepala Yessica.

“Hhmmpphh.. Oohh.. Keluar Neng!” demikian erangnya panjang.

Pipi Yessica sampai kempot mengisapi sperma Taryo, namun hebatnya belum nampak setetespun cairan itu meleleh keluar dari mulutnya, padahal di saat yang sama Pak Joko juga sedang menggenjotnya dari bawah. Hingga erangan Taryo berangsur-angsur mereda, dia pun mulai melepas penis itu dan menjilati sisa-sisa sperma di batangnya. Penis Taryo kelihatan sedikit menyusut setelah menumpahkan isinya.

“Wuihh.. Gile bener sepongan Neng Yessica nggak kalah dari Neng Citra” komentarnya.

Kamera kudekatkan ke wajah Yessica yang sedang menjilati sisa-sisa sperma di penis Taryo dengan rakus. Sambil men-charge penisnya, Taryo bermain-main dengan payudara Yessica, kedua bongkahan kenyal itu dia caplok dengan telapak tangannya dan dihisapi bergantian. Kulit payudara yang putih itu sudah memerah akibat cupangan Taryo. Suara erangan sahut-menyahut memanaskan suasana.

Yessica terus menaik-turunkan tubuhnya dengan bersemangat, semakin lama makin cepat dan mulutnya menceracau tak karuan.

“Oohh.. Aauuhh.. Aahh!” lolongnya dengan kepala mendongak ke langit bersamaan dengan tubuhnya yang mengejang, didekapnya kepala Taryo erat-erat sehingga wajahnya terbenam di belahan payudaranya. Momen indah ini terabadikan melalui handycamku dan terus terang aku sendiri sudah terangsang berat dan ingin segera bergabung, tapi sepertinya belum saatnya, nampaknya mereka berdua sedang getol-getolnya menggarap Yessica sebagai barang baru daripada aku yang sudah sering mereka kerjai.

Yessica ambruk di atas tubuh Pak Joko dengan penis masih tertancap. Pak Joko mendekapnya dan mencumbunya mesra, lidah mereka berpaut dan saling menghisap. Kini Taryo yang senjatanya sudah di reload meminta gilirannya. Pak Joko pun menurunkan Yessica dari tubuhnya dan ke dalam mengambil minum. Kedua pergelangan kaki Yessica dipegangi Taryo lalu dia bentangkan pahanya lebar-lebar. Setelah menaikkan kedua betisnya ke bahu, Taryo menyentuhkan kepala penisnya ke bibir vaginanya.

Walaupun vagina itu sudah basah, tapi karena penis Taryo termasuk besar, lebih besar dari Pak Joko, Yessica meringis dan mengerang kesakitan saat liang senggamanya yang masih rapat diterobos benda hitam itu, tubuhnya tegang sambil meremasi tikar di bawahnya, mungkin dia belum terbiasa dengan penis seperti itu. Taryo sendiri juga mengerang nikmat akibat himpitan dinding vaginanya

“Uuuhh.. Uhh.. Sempit banget sih, asoy!” erangnya ketika melakukan penetrasi.

Aku sebagai juru kamera sudah terlalu menghayati sampai tak sadar kalau tangan kiriku menyelinap lewat bawah bajuku dan memijiti payudaraku sendiri, kuputar-putar putingku yang sudah mengeras dari tadi. Taryo mulai menggerakkan penisnya perlahan yang direspon Yessica dengan rintihannya. Pak Joko kembali dari dalam, dia bersimpuh di samping mereka lalu meletakkan tangan Yessica pada penisnya. Dia menikmati penisnya dipijat Yessica sambil meremas payudaranya.

Taryo menaikkan tempo permainannya, disodoknya Yessica sesekali digoyangnya ke kiri dan kanan untuk variasi, tak ketinggalan tangannya meremasi pantatnya yang montok. Yessica semakin menggeliat keenakan, desahannya pun semakin mengekspresikan rasa nikmat bukan sakit. Pak Joko merundukkan badannya agar bisa menyusu dari payudaranya, diemut-emut dan ditariknya puting itu dengan mulutnya.

Sekitar limabelas menit kemudian mereka berganti posisi karena Pak Joko juga sudah mau mencoblos lagi. Kali ini tanpa melepas penisnya Taryo mengangkat tubuh Yessica, dia sendiri membaringkan diri di tikar sehingga Yessica kini diatasnya. Kemudian Pak Joko menyuruhnya agar mengangkat pinggulnya, Yessica lalu mencondongkan badannya ke depan sehingga pantatnya menungging dan payudaranya tepat di atas wajah Taryo.

“Bapak tusuk di pantat yah Neng, tahan yah kalo agak sakit” kata Pak Joko meminta ijin.
“Jangan terlalu kasar yah Pak, saya takut nggak tahan” kata Yessica dengan suara lemas.
“Engghh.. Pak!” erangnya saat Pak Joko memasukkan telunjuknya ke anusnya, lalu dia masukkan juga jari tengahnya sambil diludahi dan digerak-gerakkan untuk melicinkan jalan bagi penisnya.

Setelah merasa cukup, Pak Joko mulai memasukkan barangnya ke sana, kelihatannya cukup susah sehingga dia harus pakai cara tarik ulur, keluarin satu senti masukkan tiga senti sampai menancap cukup dalam dan setelah setengahnya lebih dengan sedikit tenaga dia hujamkan hingga mentok.

“Akkhh.. Sakit..!!” erangannya berubah jadi jeritan ketika pantatnya dihujam seperti itu.

Kedua penjaga villa ini bagaikan kuda liar menggarap kedua liang senggama sepupuku, kedua tubuh hitam yang menghimpit tubuh putih mulus itu seperti sebuah daging ham diantara dua roti hangus, mereka sudah bermandikan keringat dan nampak sebentar lagi akan mencapai puncak. Aku sejak tadi sibuk berpindah sana-sini untuk mencari sudut yang bagus.

Yessica mulai mengejang dan mengerang panjang menandai klimaksnya. Tapi kedua penjaga villa itu tanpa peduli terus menggenjotnya hingga beberapa menit kemudian. Mereka mencabut penisnya dan menelentangkan Yessica di tikar. Mereka cukup mengerti permintaan Yessica agar tidak membuang di dalam karena sedang masa subur, Pak Joko menumpahkan ke wajah dan mulutnya, sedangkan Taryo ke perut dan dadanya. Meskipun masih lemas, Yessica tetap menggosokkan sperma itu ke badannya. Ketiganya rebahan dan mengatur kembali nafasnya.

“Gimana Yes, puas nggak?” tanyaku.
“Aduh Ci.. Lemes banget, kayak nggak bisa bangun lagi rasanya deh!” jawabnya lemas dengan sisa tenaganya.
“Gimana Bapak-Bapak, masih kuat nggak? Gua belum dapat nih!” kataku pada kedua orang itu.
“Iya ntar Neng, harus isi tenaga dulu nih!” jawab Pak Joko.
“Ya sudah istirahat aja dulu, gua mau minum nih haus!” kataku meninggalkan mereka dan menuju ke dalam.

Aku menuangkan air dingin dari kulkas dan meminumnya. Setelah menutup pintu kulkas dan membalik badan tiba-tiba Taryo sudah di belakangku, kaget aku sampai gelas di tanganku hampir jatuh.

“Duh.. Ngagetin aja lu Tar, dateng nggak kedengeran gitu kaya setan aja!” omelku, “Ngapain? Mo minum?”

Tanpa berkata-kata dia mengambil gelas yang kusodorkan dan meminumnya. Aku melihat tubuhnya yang telanjang, penisnya dalam posisi setengah tegang, pelirnya menggantung di pangkal pahanya seperti kantung air. Setelah berbasa-basi sejenak aku mendekati dan memeluknya, berpelukan mulut kami mulai saling memagut, lidah bertemu lidah, saling jilat dan saling belit, kugenggam penisnya dan kupijati. Elusannya mulai turun dari punggungku ke bongkahan pantatku yang lalu dia remasi.

Kemudian kuajak dia ke ruang tengah lalu kupersilakan dia duduk di sofa. Aku berdiri di hadapannya dan melepas pakaianku satu persatu hingga tak menyisakan apapun di badanku dengan gerakan erotis. Aku berhenti tepat di depannya yang sedang duduk, nampak dia terbengong-bengong menyaksikan keindahan tubuhku, tangannya merabai paha dan pantatku.

“Neng cukur jembut yah, jadi rapih deh hehehe..” komentarnya terhadap bulu kemaluanku yang beberapa hari lalu kurapihkan pinggir-pinggirnya hingga bentuknya memanjang.

Menanggapinya aku hanya tersenyum seraya mendekatkan kemaluanku sejengkal dan sejajar dari wajahnya, seperti yang sudah kuduga, dia langsung melahapnya dengan rakus.

“Eemmhh.. Yess!” desahku begitu lidahnya menyentuh vaginaku.

Kurenggangkan kedua pahaku agar lidahnya bisa menjelajah lebih luas. Sapuan lidahnya begitu mantap menyusuri celah-celah kenikmatan pada kemaluanku. Aku mendesah lebih panjang saat lidahnya bertemu klitorisku yang sensitif. Mulutnya kadang mengisap dan kadang meniupkan angin sehingga menimbulkan sensasi luar biasa. Sementara tangannya terus meremas pantatku dan sesekali mencucuk-cucuk duburku. Aku mengerang sambil meremas rambutnya sebagai respon permainan lidahnya yang liar. Puas menjilati vaginaku, dia menyuruhku duduk menyamping di pangkuannya. Dengan liarnya dia langsung mencaplok payudaraku, putingnya dikulum dan dijilat, tangannya menyusup diantara pahaku mengarah ke vagina. Selangkanganku terasa semakin banjir saja karena jarinya mengorek-ngorek lubang vaginaku.

Selain payudaraku, ketiakku yang bersih pun tak luput dari jilatannya sehingga menimbulkan sensasi geli, terkadang dihirupnya ketiakku yang beraroma parfum bercampur keringatku. Tanganku merambat ke bawah mencari penisnya, benda itu kini telah kembali mengeras seperti batu. Kuelusi sambil menikmati rangsangan-rangsangan yang diberikan padaku. Jari-jarinya berlumuran cairan bening dari vaginaku begitu dia keluarkan. Disodorkannya jarinya ke mulutku yang langsung kujilati dan kukulum, terasa sekali aroma dan rasa cairan yang sudah akrab denganku.

Tubuhku ditelentangkan di meja ruang tamu dari batu granit hitam itu setelah sebelumnya dia singkirkan benda-benda diatasnya. Nafasku makin memburu ketika penis Taryo menyetuh bibir vaginaku.

“Cepet Tar, masukin yang lu dong, nggak tahan lagi nih!” pintaku sambil membuka pahaku lebih lebar seolah menantangnya.

Karena mejanya pendek, Taryo harus menekuk lututnya setengah berjinjit untuk menusukkan penisnya. Aku menjerit kecil merasa perih akibat cara memasukkannya yang sedikit kasar. Selanjutnya kami larut dalam birahi, aku mengerang sejadi-jadinya sambil menggelengkan kepala atau menggigit jariku. Kini dia berdiri tegak memegangi kedua pergelangan kakiku, sehingga pantatku terangkat dari meja. Payudaraku terguncang-guncang mengikuti irama goyangannya yang kasar.

Dalam waktu duapuluh menit saja aku sudah dibuatnya orgasme panjang sementara dia sendiri belum menunjukkan tanda-tanda akan keluar.

Sekarang dia merubah posisi dengan menurunkan setengah tubuhku dari meja, dibuatnya aku nungging dengan kedua lututku bertumpu di lantai, tetapi badan atasku masih di atas meja sehingga kedua payudaraku tertekan di sana. Dia kembali menusukku, tapi kali ini dari belakang, posisi seperti ini membuat sodokannya terasa makin deras saja.

Aku ikut menggoyangkan pantatku sehingga terdengar suara badan kami beradu yaitu bunyi plok.. plok.. tak beraturan yang bercampur baur dengan erangan kami. Tak lama kemudian aku kembali orgasme, tubuhku lemas sekali setelah sebelumnya mengejang hebat, keringatku sudah menetes-netes di meja.

Namun sepertinya Taryo masih belum selesai, nampak dari penisnya yang masih tegang. Aku cuma diangkat dan dibaringkan di sofa, lumayan aku bisa beristirahat sebentar karena dia sendiri katanya kecapekan tapi masih belum keluar. Kami menghimpun kembali tenaga yang tercerai-berai.

“Yessica sama Pak Joko mana Tar? Kok nggak masuk-masuk?” tanyaku pelan.
“Nggak tahu juga Neng, mungkin sudah mulai ngentot lagi di luar, kita lihat aja yuk!”
“Oo… kalo gitu ntar aja deh, masih lemas”

Namun sebagai jawabannya Taryo malah menggendong tubuhku dan membawaku ke kebun. Di sana Yessica maupun Pak Joko sudah tidak ada lagi yang ada hanya baju mereka yang berceceran di atas tikar. Sayup-sayup terdengar suara desahan tak jauh dari sini, tepatnya dari kolam renang.

Dengan menggendongku, Taryo berbelok ke kanan menuju ke kolam. Di sana kami melihat di kolam daerah dangkal Pak Joko sedang asyik menggenjot sepupuku dari belakang dengan doggy style. Yessica mendesah-desah dan sesekali menjerit kecil menerima sodokan Pak Joko, rambut panjangnya kini basah oleh air dan terurai karena ikat rambutnya sudah dilepas.

“Neng, kita nyebur juga yuk, biar seger” ajak Taryo.

Aku menganggukkan kepala menyetujuinya, diapun melangkah turun ke air, di sana tubuhku dia turunkan hingga terendam air. Hmm.. Rasanya dingin dan menyegarkan, sepertinya keletihanku agak terobati oleh air.

“Masih kuat juga Pak Joko, sejak kapan mulai lagi nih?” sapa Taryo.
“Kuat dong, buat neng-neng cantik ini kapan lagi,” sahut Pak Joko di tengah aktivitasnya.

Air kolam merendamku hingga dada ke atas, aku sandaran pada dinding kolam mengendurkan otot-ototku. Taryo kembali menghampiri dan menghimpit tubuhku. Diciumnya aku dibibir sejenak lalu ciumannya merambat ke telinga dan leher sehingga aku menggeliat geli. Penisnya kugenggam lalu kukocok di dalam air. Dia angkat satu kakiku dan mendekatkan penisnya ke vaginaku. Dengan dibantu tanganku dan dorongan badannya, masuklah penis itu ke vaginaku.

Air semakin beriak ketika dia memulai genjotannya yang berangsur-angsur tambah kencang. Kakiku yang satunya dia angkat sehingga tubuhku melayang di air dengan bersandar pada tepi kolam. Aku menengadahkan wajah menatap langit yang sudah mulai senja dan mengeluarkan desahan nikmat dari mulutku. Mulutnya melumat payudaraku dan mengisapnya dengan gemas membuatku semakin tak karuan.

Aku menoleh ke sebelah untuk melihat Yessica yang berada sekitar lima meter dari kami, sekarang mereka sudah berganti posisi, Yessica duduk di atas pangkuan Pak Joko menggoyang-goyangkan tubuhnya di atas penis Pak Joko yang disaat bersamaan sedang mengenyot payudaranya. Tangan kiri Pak Joko bergerilya mengelusi punggung dan pantatnya. Taryo memang sungguh perkasa, padahal kan sebelumnya dia sudah menggarap Yessica sampai orgasme berkali-kali. Aku sendiri sudah mulai kecapekan dan setengah sadar karena sodokan-sodokan brutalnya. Gesekan-gesekan penisnya dengan dinding vaginaku seperti menimbulkan getaran-getaran listrik yang membuatku gila. Mataku mebeliak-beliak keenakan hingga akhirnya aku klimaks lagi bersamaan dengan Taryo. Spermanya yang hangat mengalir mengisi rahimku.

“Neng.. Neng keluar nih saya!” erangnya panjang sambil meringis.

Rasanya sungguh lemas, badan seperti mati rasa, mataku juga makin berat. Mungkin karena kecapaian di perjalanan atau Taryo yang terlalu bersemangat, akupun tak sadarkan diri, padahal jarang sekali aku pingsan setelah bersenggama. Aku masih sempat merasakan diriku digendong Taryo lalu dibaringkan di pinggir kolam, juga menyaksikan Yessica sedang mengoral Pak Joko yang berdiri berkacak pinggang, nampaknya mereka juga sudah mau selesai, tapi entahlah karena aku keburu tidak sadar.

Aku terbangun ketika langit sudah gelap di kamarku, masih telanjang dan terbaring di ranjang. Yessica lah yang membangunkanku dengan mengguncangkan tubuhku. Dia juga masih telanjang, cuma ada kami berdua di kamar ini. Aku mengucek-ngucek mataku sambil menggeliat.

“Jam berapa Yes?” tanyaku dengan pelan.
“Setengah tujuh, mandi yuk, gua juga baru bangun!” ajaknya.
“Entar ah, masih lemes sepuluh menit lagi deh!” jawabku dengan malas dan menarik selimut menutup tubuh bugilku.
“Ci, handycamnya mana? Lihat dong hasilnya, bagus nggak?”
“Mm.. Di ruang tengah kali, terakhir gua taro sana, coba lihat aja”
“O iya, Yes.. Sekalian buatin air hangat yah, tinggal buka krannya aja kok, itu otomatis!” pintaku sebelum dia keluar dari kamar.

Dia kembali tak lama kemudian dengan membawa handycam dan segelas air putih. Kugeser tubuhku duduk bersandar ke ujung ranjang. Dia minta aku menyalakan alat itu karena tidak mengerti. Kami menyaksikan hasil rekamanku tadi melalui layar kecil pada alat itu.

“Hot juga lu Yes mainnya, bakat jadi bintang bokep nih!” godaku melihat keliarannya, “By the way, gimana perasaan lu sesudah ngeliat ini?”
“Lega Ci, gua akhirnya bisa juga ngebales cowok brengsek itu, biar tahu rasa dia ceweknya main sama orang-orang kaya gini, putus ya putus, gua dah nggak peduli lagi kok” katanya berapi-api.
“Sudah dong jangan nafsu gitu Yes, serem ah liatnya!” kataku sambil mengelus-elus punggungnya menenangkan.
“Eh.. Gimana airnya, bisa tumpah nih!” kataku mendadak baru ingat limabelas menit kemudian gara-gara asyik ngobrol sambil menonton rekaman itu.

Kami buru-buru ke kamar mandi dengan berlari kecil dan benar saja airnya sudah meluap tapi sepertinya belum lama karena lantainya belum terlalu banjir. Terpaksa harus kubuang sedikit airnya, lalu kutaburi buble bath dan mengocoknya hingga berbusa. Kusuruh Yessica agar membawa saja handycamnya ke sini agar bisa nonton sambil berendam. Hhmm.. Segarnya berendam di air hangat berbusa itu, sepertinya segala beban seharian hilang sudah oleh kesegarannya.

Di bathtub kami saling menggosok punggung kami sambil menonton handycam yang diletakkan di tepi bak yang agak lebar, aku juga membantu Yessica mengkramas rambutnya yang panjang itu. Setelah dua puluh menitan kamipun menyelesaikan mandi kami, kuguyur badanku dengan air membersihkan busa-busa yang menempel lalu mengelap badan dengan handuk. Yessica ke kamar dahulu karena aku mau buang air kecil dulu. Aku keluar dari kamar mandi sambil mengikat tali pinggang kimonoku, di ruang tengah aku berpapasan dengan Pak Joko yang juga baru masuk dari pintu yang menuju kolam.

“Eh Bapak, Taryo mana Pak, kok nggak keliatan?” sapaku.
“Oo.. Tadi katanya mau pulang dulu ke rumahnya, ndak tahu deh ngapain,” jawabnya, “Tapi nanti katanya mau ke sini lagi sekalian bawain makanan”

Aku lalu meninggalkannya dan masuk ke kamarku, di sana Yessica yang masih memakai gulungan handuk di kepalanya sedang mengoleskan body lotion pada pahanya. Tak lama kemudian terdengar bel berbunyi, Taryo datang membawa empat bungkus nasi uduk, dia bilang tadi dia menengok istri dan orang tuanya dulu di desa tak jauh dari sini. Kami makan di meja makan, tidak terlalu enak sih, tapi lumayan lah buat sekedar ganjal perut.

Di tengah makan, terdengarlah suara dering HP dari kamarku.

“HP lu tuh Yes, sana gih terima dulu!” kataku padanya.

Yessica bergegas ke kamar meninggalkan makannya yang belum habis sementara kami bertiga meneruskan makan. Taryo selesai paling awal, saat itu Yessica masih belum kembali juga, lama juga neleponnya pikirku.

“Saya panggilin Neng Yessi dulu yah!” kata Taryo setelah meminum airnya seraya melangkah ke kamarku.

Pak Joko sudah selesai makan, sedangkan aku tidak habis karena nasinya kebanyakan, tak enak pula jadi sisanya kubuang. Kami berdua membereskan sendok-garpu dan gelas ke bak cucian, serta membuang kertas pembungkus ke tempatnya.

“Yes, ini makannya habisin dulu dong, dingin nanti!” teriakku padanya, “Wah jangan-jangan si Taryo dah mulai lagi tuh, habis belum keluar-keluar sih”

Kami berdua pun segera ke kamarku dan benar juga apa kataku tadi. Taryo sudah telanjang, duduk selonjoran di ranjang dan mendekap Yessica yang duduk membelakanginya bersandar pada tubuhnya. Kimono putih bermotif bunga-bunga kuningnya tersingkap kemana-mana, payudara kirinya yang terbuka dipencet-pencet dan dimainkan putingnya oleh Taryo. Pahanya terbuka lebar dan dipangkalnya tangan Taryo bermain-main diantara kerimbunan bulunya, mengelusi dan mengocok dengan jarinya.

Tak ketinggalan bahu kirinya yang terbuka dicupangi olehnya. Yessica hanya mendesah dengan ekspresi wajah menunjukkan kepasrahan dan rasa nikmat.

Pak Joko yang terangsang sudah mulai grepe-grepe pantatku dan mulai menyingkap bagian bawah kimonoku. Namun kutepis tangannya.

“Ntar dong Pak, baru juga makan, masih penuh nih perutnya, nggak enak”
“Ya sudah nggak apa-apa pemanasan aja dulu neng, boleh ya” jawabnya sambil membuka bajunya sendiri.

Dia menyuruhku jongkok di depan penis hitamnya yang setengah ereksi. Akupun menggenggam penis itu dan mulai memainkan lidahku, kuawali dengan menjilati hingga basah kepala penisnya, lalu menciumi bagian batangnya hingga pelirnya. Kantong bola itu kuemut disertai mengocok batangnya dengan tanganku.

Perlahan tapi pasti benda itu ereksi penuh karena teknik oralku. Desahan Yessica tidak terdengar lagi, kulirikan mataku melihatnya, ternyata, keduanya sedang asyik berfrech-kiss. Posisi mereka tidak berubah, Yessica hanya menengokkan kepalanya ke samping saja agar bisa saling memagut bibir dengan Taryo.

Pak Joko menikmati sekali permainan lidahku, dia terus merem-melek dan mendesah tak henti-hentinya saat penisnya kukulum dan kuhisap-hisap. Lama juga aku mengkaraokenya, sampai mulutku pegal, akhirnya dia suruh aku berhenti agar tidak cepat-cepat keluar. Saat itu Taryo dan Yessica sudah ber-posisi 69 dengan pria di atas. Yessica masih mengenakan kimononya yang sudah terbuka sana-sini memainkan penis Taryo yang menggantung dengan mulutnya. Sedangkan Taryo sibuk melumat vagina Yessica, klitorisnya dijilati sehingga tubuh Yessica menegang kenikmatan. Kulihat paha mulusnya menegang dan menjepit kepala Taryo.

Setelah berdiri Pak Joko memagut bibirku yang kubalas dengan tak kalah hot, aku memainkan lidahku sambil tanganku memijat penisnya. Tangannya meraih tali pinggangku dan menariknya lepas hingga kimonoku terbuka. Sambil terus berciuman tangannya menggeser kain yang menyangga pada kedua bahuku maka melorotlah kimono itu, ditubuhku pun sudah tidak menempel apapun lagi.

Aku melepas ciuman untuk mengajaknya ke ranjang agar lebih nyaman. Di sebelah Yessica dan Taryo yang masih ber-69 kutelungkupkan tubuh telanjangku dan menaruh kepalaku di atas kedua lengan terlipat seperti posisi mau dipijat, dari sini dapat kulihat jelas ekspresi wajah Yessica yang meringis menikmati vaginanya dilumat Taryo, sementara dia memainkan penis yang menggantung di atas wajahnya. Pak Joko menaikiku lalu mencium juga mengelusi punggungku, aku mendesah merasakan rangsangan erotis itu. Ciumannya makin turun sampai ke pantatku, disapukannya lidahnya pada bongkahan yang putih sekal itu, diciumi, bahkan digigit sehingga aku menjerit kecil.

Mulutnya turun ke bawah lagi, menciumi setiap jengkal kulit pahaku. Betis kananku dia tekuk, lalu dia emuti jari-jari kakiku. Beberapa saat kemudian dia menekuk paha kananku ke samping sehingga pahaku lebih terbuka. Aku mulai merasakan jari-jarinya menyentuh vaginaku, dua jari masuk ke liangnya, satu jari menggosok klitorisku. Rambutku dia sibakkan dan aku merasakan hembusan nafasnya terasa dekat wajahku. Leher dan tengukku digelikitik pakai lidahnya, juga telingaku, aku tertawa-tawa kecil sambil mendesah dibuatnya. Aku suka rangsangan dengan sensasi geli seperti ini.

Sementara di sebelah kami semakin seru karena Taryo sudah menindih Yessica dan memacu tubuhnya dengan cepat. Yessica menggelinjang dan mengerang setiap kali Taryo menyentakkan pinggulnya naik-turun, tangannya kadang meremasi sprei dan kadang memeluk erat si Taryo. Pak Joko mengangkat pantatku ke atas, kutahan dengan lututku dan kupakai telapak tangan untuk menyangga tubuh bagian atasku. Sesaat kemudian aku merasakan benda tumpul menyeruak ke vaginaku.

Seperti biasa aku meringis dengan mata terpejam menghayati moment-moment penetrasi itu. Aku tak kuasa menahan desahanku menerima hujaman-hujaman penisnya ke dalam tubuhku. Sensasi yang tak terlukiskan terutama waktu dia memutar-mutar penisnya di vaginaku, rasanya seperti sedang dibor saja, aku tak rela kalau sensasi ini cepat-cepat berlalu, makannya aku selalu mendesah:

“Terus.. Terus.. Jangan pernah stop!”

Yessica dan Taryo berguling ke samping sehingga kini Yessica yang berada di atas dan lebih memegang kendali. Dengan liarnya dia menggoyangkan tubuhnya di atas Taryo, diraihnya tangan Taryo untuk meremas payudaranya. Wow.. Kali ini dia bahkan lebih binal dan agresif dari tadi siang, di tengah erangannya dia memaki-maki pacarnya yang menyakiti hatinya.

“Randy bangsat.. Ahh.. Lu kira aku uuhh.. nggak bisa.. Nyeleweng apa! Engghh.. Terus Bang.. Entot gua buat ngebales.. Aahh.. Cowok sialan itu!!”

Kocokan Pak Joko padaku bertambah cepat dan kasar, otomatis eranganku pun tambah tak karuan, sesekali bahkan aku menjerit kalau sodokannya keras. Karena sudah tak bisa bertahan lagi, aku mengalami orgasme dahsyat, sementara Pak Joko dia tak mempedulikan kelelahanku, justru semakin gencar menyodokku. Tanpa melepas penisnya dia baringkan tubuhku menyamping dan menaikkan kaki kiriku ke pundaknya, dengan begini penisnya menancap lebih dalam ke vaginaku. Selangakanku yang sudah basah kuyup menimbulkan bunyi kecipak setiap menerima tusukan.

Dalam posisi ini aku bisa menyaksikan Taryo dan Yessica tanpa menoleh. Payudaranya yang berayun-ayun akibat goyangan badannya mendapat kuluman Taryo, beberapa kali kulumannya lepas karena Yessica menggoyangkan tubuhnya dengan kencang, namun dengan sabar Taryo menangkapnya dengan mulut dan mengulumnya lagi.

“Yahh.. Entot aku Bang.. Sedot susuku sampai puas.. Ahh.. Perlakukan aku sesukamu.. Biar bajingan itu tahu rasa!!” erangnya terengah-engah melampiaskan dendamnya

Sambil terus menggenjot, Pak Joko menyorongkan kepalanya ke payudaraku, putingnya ditangkap dengan mulut kemudian digigit dan ditarik-tarik, aku merintih dan meringis karena nyeri, namun juga merasa nikmat. Sementara situasi di sebelah nampaknya makin seru, kalau tadi siang Yessica didominasi oleh mereka berdua, kini sebaliknya Yessicalah yang lebih mendominasi permainan dan justru Taryo dibuat ngos-ngosan oleh keliarannya. Setelah menggelinjang dan mendesah ketika mencapai klimaks, dia mencabut penis itu dari vaginanya, lalu menggeser dirinya ke bawah dan menjilati serta mengulum penis itu seperti orang kelaparan. Taryo sampai merem-melek dan mendesah-desah dibuatnya.

Dalam jangka waktu lima menitan cairan putih kentalnya sudah menyemprot bagaikan kilang minyak, bercipratan membasahi wajah Yessica, Yessica terus mengocok dengan tangannya, mulutnya dibuka membiarkan cipratan itu masuk ke mulutnya, rambutnya yang panjang itu juga terkena cipratan sperma. Setelah semprotannya reda, dia menjilati sisanya yang masih menetes, kepala penis Taryo yang seperti jamur hitam itu disedot-sedot. Sesudahnya dia mengelap cipratan di wajahnya dengan jarinya, dihisapnya jari-jarinya yang belepotan sperma itu, sisanya dibalurkan merata di wajahnya. Kemudian dia rebahan di atas tubuh Taryo, kepalanya bersandar di dadanya, keduanya berpelukan seperti sepasang kekasih.

Aku merasakan sebentar lagi giliran aku klimaks, dinding vaginaku makin berdenyut.

“Ayoo.. Pak, terus.. Citra sudah mau..!” desahku dengan nafas tersenggal-senggal.

Tak lama kemudian aku merasakan tubuhku makin terbakar, aku menggeliat sambil memeluk guling erat-erat. Desahan panjang menandakan orgasmeku bersamaan dengan mengucurnya cairan cintaku membasahi selangkanganku. Dia melepas penisnya dan menurunkan kakiku, spermanya dikeluarkan di dadaku, setelah itu dia ratakan cairan kental itu ke seluruh payudaraku hingga basah mengkilap.

Belum habis rasa lelahku, dia sudah tempelkan kepala penisnya di bibirku, menyuruh membersihkannya. Dengan sisa-sisa tenaga aku genggam benda itu dan menyapukan lidahku dengan lemas, kujilat bersih dan sisa-sisa spermanya kutelan saja. Akhirnya kami pun terbaring bersebelahan, keringatku bercucuran dengan deras, dadaku naik-turun dengan cepat karena ngos-ngosan.

“Ck.. Ck.. Ck.. What a naughty girl you are, Ci!” terdengar Yessica berkata dari sebelahku.

Aku menoleh ke arahnya yang masih berbaring di tubuh Taryo, dan membalasnya tersenyum. Kami masih sempat ngobrol-ngobrol beberapa menit sebelum satu-persatu tertidur kecapekan.

Pagi jam sembilan aku terbangun dan menemukan diriku telanjang tertutup selimut, tidak ada siapapun di kamar semua sudah pergi. Jendela sudah terbuka sehingga sinar matahari menerangi kamar ini, dari luar terdengar suara kecipak air. Aku turun dari ranjang dan melihat ke luar jendela, di kolam Yessica sedang berenang sendirian, tanpa sehelai benangpun.

“Yes.. Ooii!” sapaku sedikit teriak sambil melambai, “Mana tuh dua orang itu!?”

Dia menoleh ke asal suara dan balas melambai, “Nggak tahu tuh, kalau Pak Joko tadi lagi nyapu di depan, sini Ci, segar loh renang pagi gini!”

Aku keluar dari kamar dan menyusulnya ke kolam. Baru turun dari tangga, aku hampir bertabrakan dengan Pak Joko yang muncul di sebelah dengan memegang sapu, dia baru masuk ke sini setelah selesai membersihkan halaman depan.

“Aduh, Bapak, ngagetin aja.. Hampir deh!” kataku sambil mengelus dada, “O ya, Taryo hari ini nggak bisa ke sini ya katanya?”
“Haduh.. Bapak juga kaget Neng nongolnya mendadak gini.. Taryo ya, tadi pagi dia pulang ke kampungnya lagi, tapi memang dia bilang hari ini nggak bisa ke sini soalnya entar siang majikannya datang!”

Kebetulan dia ingin minta ijin padaku untuk menengok cucunya yang baru sembuh di desa, tapi sesudah makan siang dia berjanji akan kembali. Setelah dia pergi tinggallah kami dua gadis di villa ini.

Hampir sejam lamanya kami berenang dan mengobrol di kolam. Setelah mandi bersih aku memasak dua bungkus mie Korea untuk sarapan. Habis makan aku mengajaknya jalan-jalan mengelilingi kompleks sekalian menikmati suasana pegunungan yang tenang dan sejuk. Sepanjang jalan, hampir semua orang yang kami temui (terutama pria) memperhatikan kami, bahkan beberapa sempat menggoda dengan kata-kata. Tidak heran sih, karena aku memakai pakaian kemarin yang seksi itu, sedangkan Yessica memakai rok mini warna hitam dengan atasan kaos u can see kuning yang ketat sehingga mencetak bentuk badan dan payudaranya yang menantang. Untung hari ini tidak banyak angin, kalau tidak rok yang bahannya lembut itu sudah tertiup angin kemana-mana.

Kami sih berlagak cuek aja dengan tatapan-tatapan nakal mereka. Siapa sangka justru penjaga villa yang biasa kurang dianggap malah lebih beruntung dibanding om-om dan pemuda kaya yang kami temui. Ketika pulang kami melihat di villa sebelah sudah terparkir dua buah mobil dan beberapa anak-anak asyik bermain di balik pagar. Majikan Taryo dan familinya sudah datang, berarti dia tidak bisa menemani kami lagi karena sibuk melayani mereka.

Di rumah, Yessica meminta kalau nanti ML lagi agar kembali disyuting, dia juga menyayangkan kenapa aku tidak mensyutingnya semalam, padahal menurut dia semalam itu sangat hot adegannya. Iya juga sih pikirku, tapi kan waktu itu nafsu sudah diubun-ubun sampai lupa mau mensyuting juga.

Jam tigaan, setelah Pak Joko kembali, Yessica memintaku mensyutingnya lagi. Kali ini settingnya di ruang tengah tempat Taryo menggarapku kemarin. Yessica dan Pak Joko duduk bersebelahan di sofa, begitu kuberi aba-aba, mereka berpelukan, Pak Joko melumat bibir Yessica dan lidah mereka mulai beradu. Sambil berciuman tangan Pak Joko meraba-raba paha mulusnya semakin ke atas menyingkap roknya yang pendek, Yessica pun tidak kalah aktif, dia meremasi selangkangan Pak Joko dari luar celananya. Kemudian Pak Joko menjatuhkan tubuhnya ke depan menindih Yessica. Mereka mulai saling melucuti pakaian pasangannya sampai bugil.

Yessica dua kali orgasme di atas sofa, selanjutnya kami pindah ke kamar mandi, mereka bercinta di bawah siraman shower, Yessica menyandarkan tangannya di tembok menerima sodokan Pak Joko dari belakangnya. Sambil menggenjot, Pak Joko menyuruhku mengambil sabun cair dekat bathtub, dia menuangkannya ke tangannya lalu membalurinya ke tubuh Yessica. Tangannya yang kasar itu menggosok seluruh tubuhnya, paha, pantat, perut, naik ke payudaranya, lama-lama tubuh sabun cair itu semakin berbusa di tubuh Yessica.

Usai menyabuni Yessica, dia membalik tubuhnya menghadapnya. Kaki kanannya diangkat sepinggang, penisnya diarahkan memasuki lubang senggamanya. Dengan gencarnya dia mengocok sepupuku dalam posisi berdiri. Tak lama kemudian Yessica menengadah dan mengerang panjang mengalahkan suara shower.

“Oohh.. Keluar Pak!!” sambil mempererat pelukannya.

Yessica berlutut dan menerima semprotan sperma Pak Joko di wajahnya. Adegan di kamar mandi ini menyudahi persenggamaan siang ini. Malam harinya kami main threesome di kamarku. Pak Joko berbaring sambil menikmati vagina Yessica yang naik ke wajahnya, sementara aku sibuk melayani penisnya dengan mulut dan lidahku. Semakin kukulum semakin keras dan berdenyut benda itu, kulakukan itu sepuluh menit lamanya. Sayang sekali kalau cepat-cepat orgasme sedangkan aku belum mencapai kepuasanku. Akupun naik ke selangakangannya dan memasukkan benda itu ke vaginaku.

“Uuugghh..!” desahku saat benda itu menusuk ke dalam.

Di sela-sela kegiatan menikmati vagina sepupuku, dia juga mendesah merasakan jepitan vaginaku terhadap penisnya. Liarnya goyanganku membuatnya makin liar memperlakukan Yessica, jilatan-jilatannya nampak lebih seru sampai suara menyeruput cairannya pun terdengar. Tangannya dijulurkan ke atas meraih kedua payudaranya, meremasnya sambil terus menyedot vaginanya.

“Ahh.. Ohh.. Pak!” desah Yessica sambil menggeliat-geliat.

Setelah Yessica mencapai orgasme, Pak Joko mengajak ganti posisi. Kali ini aku nungging di atas Yessica dengan gaya 69, kembali Pak Joko menusukku dari belakang, sesekali kurasakan lidah Yessica pada vaginaku, di bawah sana dia sedang menjilati vagina dan penis Pak Joko yang sedang keluar masuk. Sebagai responnya, aku juga menjilati vaginanya yang basah oleh cairan orgasme dan ludah. Aku menjilati bibir vaginanya hingga klitorisnya yang merah itu. Hhmm.. Dia memakai pembersih kewanitaan dengan merek yang sama seperti punyaku, aku sudah hafal dengan aromanya.

Tangan Pak Joko mulai merayap di payudaraku, memilin putingnya dan memijatinya. Aku tidak bisa menahan lebih lama lagi sesuatu yang mau meledak dalam diriku, aku mengerang panjang saat mencapai puncak. Genjotannya masih berlangsung beberapa menit ke depan sehingga memberiku kenikmatan lebih lama. Selesai membawaku ke puncak, kini dia mengincar Yessica. Dia rebahan lalu menyuruh Yessica menaiki penisnya yang masih mengacung tegak, benda itu basah mengkilap berlumuran lendirku. Dia mengisi vaginanya dengan penis itu diiringi desahan, setelah berhasil menancapkannya tanpa buang waktu lagi dia menggoyangkan tubuhnya. Pak Joko sendiri turun menyentak-nyentakkan pinggulnya ke atas merespon goyangan badannya.

Birahiku mulai naik lagi, maka aku menaiki wajah Pak Joko dalam posisi berhadapan dengan Yessica. Tanpa diminta lagi, lidahnya sudah beraksi menyusuri organ kewanitaanku, jilatannya diselingi kocokan jari tangan yang bergerak liar di dalam vaginaku, desahanku pun semakin menjadi-jadi. Kedua telapak tanganku saling genggam dengan Yessica. Rasa nikmatku kulampiaskan dengan memagut bibir sepupuku, lidah bertemu lidah lalu saling jilat. Lidah Pak Joko bukan saja menjilati vaginaku, duburku pun tidak luput darinya.

“Yeeaah, gitu Pak.. Terus.. Yahh.. Jilati aku sepuasmu!” demikian desahku menghayati setiap jilatannya.

Orgasmeku hanya lebih beberapa detik dari Yessica, tubuh kami menggelinjang di atas tubuh Pak Joko diiringi erangan yang sahut-menyahut. Cairan yang meleleh dari vaginaku dilahapnya dengan rakus sekali sampai terdengar suara menyeruputnya. Yessica mencabut penis itu dari vaginanya kemudian rebahan di antara paha Pak Joko mengoral penisnya. Aku juga merundukkan badanku ke depan mendekati penis yang masih tegak itu. Berdua kami melayani Adik kecilnya dengan kocokan, jilatan, dan hisapan selama lima menit hingga isinya muncrat ke wajah kami. Kami masih terus mengocok-ngocoknya hingga tetes terakhir, pemiliknya sampai berkelejotan dan melenguh nikmat akibat perbuatan kami. Maninya sudah tidak sebanyak kemarin sehingga kami sedikit berebutan untuk mendapatkannya.

Kami terkulai lemas, tubuh kami sudah berkeringat, nafas pun sudah putus-putus.

“Hebat juga ya Bapak ini, bisa tahan segitu lama sama dua cewek” pujiku.
“Ahh.. Neng ini, sebenernya sih berkat jamu tadi sore hehehe!” katanya dengan tersipu malu.
“Oo.. Pantes tadi nafasnya bau gitu, tapi hebat juga ya jamunya Pak” sahut Yessica sambil merapat dan menyandarkan kepalanya pada dadanya.

Sungguh seperti kaisar saja Pak Joko malam itu, tidur diapit dua gadis muda dan cantik, suatu hal yang membuat banyak cowok iri tentunya. Dia juga berterima kasih pada kami karena telah membuatnya merasa muda kembali di usianya. Besoknya jam sebelas kami sudah berangkat kembali ke Jakarta. Tidak lupa kami memberi ciuman perpisahan padanya, Yessica pipi kiri dan aku pipi kanan, lalu dibalasnya dengan menepuk pantat kami bersamaan.

Hari itu juga, sore harinya kami membawa rekaman handycam itu ke Verna untuk ditransfer dalam bentuk vcd (komputer Verna memang paling lengkap walau sebenarnya milik adiknya yang sedang kuliah di luar negeri). Cd masternya dibawa Yessica sebagai koleksi pribadinya, copy-nya untuk kami, tentunya hanya untuk kalangan kita-kita saja. Dia mengabariku seminggu setelah kepulangannya bahwa dia telah memutuskan hubungan dengan pacarnya setelah sebelumnya dia mengajak cowoknya menonton bersama rekaman di villa itu sebagai pembalasannya. Kata-kata terakhir pada cowoknya sebelum berpisah adalah…

“Kalau lu bisa main gila, gua juga bisa bikin yang lebih gila!”

Sekarang ini dia sudah mempunyai pacar baru yang lebih muda empat tahun darinya, sifatnya juga lembek, biar lebih gampang dikendalikan katanya. Duh.. Dasar Yessica, jadi woman rule nih ceritanya. O, ya met skripsi juga Yes, good luck and success.

Sampah-sampah Cinta
Juli 14, 2007 oleh shusaku

Suatu hari aku bangun pagi sekali, hari itu aku kuliah siang jam sebelas sementara jam di kamarku masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Maunya sih tidur lagi, tapi kantukku sudah hilang dan tidak bisa tidur lagi, mungkin gara-gara kemarin aku tidur terlalu awal, kira-kira setengah delapan malam. Ini adalah hari kedua aku sendirian di rumah, orang tuaku selalu sibuk, papa sedang mengurus bisnis di Malaysia ditemani mamaku yang kebetulan mau berobat di sana, sedangkan pembantuku satu-satunya juga sedang pulang kampung sejak lima hari yang lalu karena saudaranya meninggal. Janjinya sih sore ini dia akan kembali, yah kuharap begitulah karena aku cape sekali selama tiga hari ini harus mengurus makan dan beres-beres sendiri. Akupun turun ke bawah tanpa mengenakan apapun (ya, telanjang, sudah menjadi kebiasaanku bila di rumah tidak ada siapa-siapa aku selalu tak berbusana di rumah, rasanya nyaman dan sehat, bisa membuat darah mengalir lebih lancar), di dapur aku mengambil sebungkus mie keriting dan memasaknya. Setelah matang aku membawa sarapanku ke atas untuk menikmatinya di balkon kamarku. Sebelumnya aku terlebih dulu mengambil daster kuning-ku yang berdada rendah untuk menutupi tubuh polosku, walaupun ekshibisionis tapi aku harus tahu batasannya dong, kan ga enak kalau nanti keliatan tetangga sekitar kalau aku sembarang pamer tubuh.

Kunikmati sarapanku di serambi balkon sambil menikmati udara pagi yang segar, suasananya tenang dihiasi oleh kicau burung dan kupu-kupu beterbangan di taman bawah sana. Sehabis sarapan, aku menyalakan sebatang rokok sambil berdiri bersandar di balkon, beberapa orang yang sedang joging melintasi depan rumahku, salah satunya adalah Tante Lia, tetangga dan teman mamaku, beliau menyapaku dari jalan, akupun tersenyum dan membalas salamnya. Sebuah truk sampah berhenti di setiap rumah untuk melaksanakan tugas hariannya mengambil sampah. Tak lama kemudian, truk itu berjalan ke arah sini dan berhenti tak jauh dari rumahku. Seorang petugas sampah turun mengambil kantong-kantong sampah dari rumah di sekitar situ. Tukang sampah itu berbadan tinggi dan agak gemuk, usianya sekitar 30-an, mukanya bundar dengan hidung yang besar. Sambil mengisap rokok, kuperhatikan dia selama beberapa saat sedang mengangkat kantong sampah lalu melemparkannya ke bak truk. Pelan-pelan aku mulai mikir yang jorok-jorok, pagi-pagi gini niat isengku sudah timbul.

“Pagi Non !” sapanya ketika melewati rumahku.
“Pagi Bang !” balasku “Eh…Bang tunggu bentar, di dapur masih ada lagi sampahnya nih, sebentar ya !”
Aku mematikan rokokku dan turun sambil membawa piring dan gelas bekas sarapan tadi, setelah menaruhnya di pencucian aku langsung ke depan membuka pintu. Kebetulan tong sampah di dapur memang sudah penuh sesak, soalnya sejak mama pergi belum ada yang membereskannya.
“Bang-Bang, tolongin saya bisa ga, kan pembantu saya lagi ga ada, jadi sudah dua hari tuh sampah numpuk di dapur, bantu saya beresin dong yah, ntar saya kasih duit rokok deh !” pintaku dengan nada manja
“Hhmmm, ok deh Non…mana sampahnya, biar Abang bantu beresin !” katanya
Aku membukakan pagar dan mempersilakannya masuk, dia memperhatikanku terus sambil berjalan ke dalam, sesekali matanya mencuri-curi pandang ke belahan dadaku yang menantang di balik belahan dasterku yang rendah, entah dia tau atau tidak bahwa dibaliknya aku tidak memakai apapun lagi.
“Sepi yah Non, sendirian di rumah nih ? lagi pada kemana ?” tanyanya
“Iya Bang, semua lagi keluar nih, sudah dari kemarin lusa sendirian” jawabku “Tuh Bang udah penuh gitu, tolong yah !” aku menunjuk pada tong sampah biru besar di dapur.

Si abang tukang sampah mengangkat tong besar itu, sedangkan aku menumpuk beberapa dus bekas makanan dan menampungnya di tanganku.
“Bang-bang, bentar dong, ini masih ada yang mau dimasukin, upss !!” dengan sengaja aku melonggarkan tanganku sehingga dus-dus itu terjatuh semua “Duh, sori nih Bang, udah saya yang beresin aja !”
Aku pun berjongkok dan menunduk memunguti dus-dus itu, dengan begini susuku terlihat jelas sekali dibalik potongan dasterku yang rendah dan lebar itu. Dia terbelakak melihat buah dadaku yang menggelantung indah, putingnya pun sekilas tersingkap dari balik dasterku. Aku tahu daritadi matanya terus tertumbuk ke daerah dadaku, tapi aku pura-pura cuek dengan terus membereskan dus itu, bahkan sengaja kutundukkan lagi tubuhku, sehingga makin terlihatlah keindahan di baliknya. Perlahan kulihat kakinya melangkah mendekatiku, lalu ikut jongkok, tapi bukannya membantu membereskan sampah malah menyusupkan tangan ke belahan dadaku mencaplok daging kenyal di baliknya.
“Kurang ajar !” bentakku sambil menepis tangannya
Tentu ini tidak membuatnya mundur, dengan sigap ditangkapnya kedua tanganku, tubuhku diangkatnya hingga berdiri lalu dihimpit ke tembok di sebelahku. Sesungguhnya berontak dan jeritanku hanyalah pura-pura belaka untuk memanas-manasi nafsunya.

Tangannya yang kokoh dengan mudah mengunci dua pergelanganku lalu diangkat ke atas. Tangannya yang lain meremas dadaku dengan kasar.
“Jangan Bang…hentikan…eeengghh !” erangku meringis karena kerasnya remasan itu, tubuhku masih meronta pelan.
“Diam Non, Non sendiri kan yang mancing-mancing saya begini” katanya berani
Wajahnya mendekatiku mencari-cari bibirku, aku menggeleng-geleng pura-pura menolak dicium olehnya, namun tetap saja akhirnya tidak bisa menghindar dari lumatan bibirnya. Aku bisa merasakan nafasnya yang menderu dan bau badannya yang tidak enak (maklum banyak bergaul dengan sampah), tapi birahi yang meninggi membuat semuanya terlupakan. Sebentar saja aku sudah memainkan lidahku membalas cipokannya. Tangannya mulai mengelus pahaku yang putih mulus sambil menyingkapi dasterku. Setelah meremas pantatku sejenak, tangannya lalu mengelus vaginaku yang berbulu lebat. Mataku membelakak ketika tangan itu meremas daerah segitigaku dengan jarinya sedikit masuk ke sana, desahan tertahan keluar dari mulutku yang sedang berciuman.
“Ga usah malu-malu Non, udah basah gini kok, ga pake apa-apa lagi, Non juga mau kan” seringainya mesum

Dia melepaskan pergelanganku setelah aku berhenti meronta dan yakin telah menguasaiku. Dipelorotinya dasterku dari bahu kiri sehingga payudaraku kiriku kini terbuka sudah, bulat kencang dengan puting kemerahannya yang menantang. Dengan penuh nafsu dilumatnya benda itu sambil tangannya menggerayangi pantatku. Aku cuma bisa mendesah-desah dalam posisi berdiri sandaran ke tembok, putingku makin mengeras karena permainan mulutnya yang nakal. Tiba-tiba seseorang nongol di pintu dapur dan tercengang melihat adegan di depannya. Orang itu tak lain adalah temannya yang menyetir truk sampah, rupanya dia menunggu lama di truk sehingga turun untuk memanggil temannya agar segera kembali, eh…ternyata temannya itu sedang berasyik-ria denganku di dapur.
“Wei…sialan lo, ngentot ga ngajak-ngajak, gua dibiarin sendiri di mobil !” kata si sopir
“Ayo masih pagi kok, kita istirahat aja sebentar, kapan lagi ngerasain amoy cantik gini !” ajak tukang sampah yang menggerayangiku
Si sopir bergegas mendekati kami sambil melepaskan seragam dinas kebersihannya, tubuhnya lumayan berisi dengan kulit hitam terbakar matahari. Kini aku dihimpit dari depan-belakang oleh mereka, tubuhku bersandar pada si sopir yang mendekapku sambil meremasi payudara kiriku serta meraba-raba paha dan pantatku, sedangkan si temannya yang dipanggil Din menurunkan bahu kananku, maka kedua payudaraku tersingkap.

Si Din mengenyot payudara kananku dengan kencang sampai pipinya kembung kempot, tangannya mengelusi kemaluanku. Si sopir mulai menciumi belakang telingaku serta menggelikitik kupingku dengan lidahnya. Hal ini menyebabkan tubuhku menggeliat dan makin mendesah. Sambil menciumiku si sopir mengangkat dasterku yang telah berantakan, secara refleks aku mengangkat kedua tangan membiarkan satu-satunya pakaian yang melekat di tubuhku lepas melalui kepalaku.
“Wah, bener-bener rejeki nomplok nih bisa dapet cewek putih mulus gini !” sahut si sopir mengagumi tubuhku
Selanjutnya aku disuruh berlutut, lalu mereka membuka celananya di depanku. Aku sempat terpana melihat penis mereka yang sudah berdiri tegak, keduanya keras, berurat, dan hitam. Milik si sopir sedikit lebih panjang daripada punya si Din.
“Ayo Non, pilih aja mana yang mau diservis duluan” kata si sopir cengengesan
Kugenggam kedua penis itu dan sengaja memainkannya dengan kocokan dan pijatan pada zakarnya agar nafsu kedua orang ini makin membara. Aku tersenyum nakal melihat reaksi keduanya.
“Uuuhh…ohh…asoy banget kocokannya Non !” desah si Din
Aku mulai membuka lebar mulutku dan memasukkan penis Din ke dalamnya. Dengan penuh perasaan aku mengulum penis itu sambil tanganku mengocoki penis si sopir. Sesaat kemudian aku mengeluarkan penis si Din dan beralih ke si sopir, sepertinya servis mulutku membuatnya ketagihan, ia menahan kepalaku dengan tangannya seolah tak rela melepasnya.

Aku gelagapan saat si sopir menyenggamai mulutku dengan beringas hingga akhirnya dia menyembur ke dalam mulutku, sebagian meleleh ke dagu, namun sebagian besar tertelan. Aku tidak sempat mempraktekkan teknik menyedotku yang lihai itu karena dia terus menyodok mulutku bahkan ketika keluar sampai tersedak aku dibuatnya, begitu kulepas emutanku aku langsung batuk-batuk dan meludahi sisa sperma itu dari mulutku. Sesaat aku bersimpuh di lantai meminum air yang disodorkan Bang Din dan mengatur kembali nafasku. Kemudian dia merebahkan tubuhku di lantai marmer yang dingin itu dan mencium dan menjamahnya dari wajah hingga berhenti di kemaluanku yang sudah basah, dia menjilat dan mengisapnya dengan lahap. Mulutku mendesis nikmat dan kedua paha mulusku mengapit kepalanya. Kulihat si sopir menuangkan air dingin dari kulkas dan meminumnya, dia juga melihat-lihat isi kulkasku, kemudian diambilnya sekotak susu kecil Indomik dan kembali menghampiri kami.
“Oii-ooi…kita sarapan sambil ngentot yuk !” sahutnya seraya menggigit ujung kotak susu itu dan menyobeknya.
Ditumpahkannya susu itu ke sekujur tubuhku sampai habis. Kurasakan dinginnya air susu dan lantai marmer pada tubuhku yang sudah memanas. Bagaikan menyantapku, keduanya menjilati dan mencium tubuhku yang sudah rasa susu itu.
“Mmuuahh…enak banget, jadi manis kaya orangnya !” komentar Din sambil menjilati vaginaku yang bersusu

“Sluurrpp…slurrp !” demikian suara mereka menikmati susu pada tubuhku, suara itu dimeriahkan oleh desahan dari mulutku.
“Ini namanya susu campur, ada susu sapinya, ada susu ceweknya, hehehe….” kata si sopir setelah menghabiskan susu yang bercucuran di tubuh bagian atasku.
“Heh, tambah lagi dong susunya, udah mau habis nih !” pinta Din pada temannya
“Beres Din, masih ada kok !” kembali si sopir membuka kulkas
Dia kembali lagi tapi kali ini bukan dengan susu kotak melainkan whipping cream strawberry. Sepertinya dia tidak tahu makanan apa itu sehingga diapun bertanya padaku
“Eh…non, kalo yang ini apaan sih ? susu bukan, es krim juga bukan”
“Dasar udik !” kataku dalam hati, “itu namanya whipping cream Bang, biasanya buat makan sama buah” jelasku padanya
Hei, mendadak aku terpikir sebuah cara baru untuk menikmati oral seks. Maka kuminta Din untuk berdiri dan menyodorkan penisnya padaku. Lalu kebaluri penisnya yang hitam dengan whipping cream itu.
“Wah….wah kontol saya mau diapain Non, asal jangan dimakan yah” katanya menanggapi tindakanku
Kujawab hanya dengan membuka mulut dan memasukkan penis itu ke mulutku. Hhmmm…nikmat, penis rasa strawberry kesukaanku, kukulum-kulum seperti permen.

Kuisap maju-mundur penis itu, pipiku sesekali menggembung tertekan kepala penisnya. Sementara aku menyepong, si sopir tak bosan-bosannya menggerayangiku dari belakang, payudaraku diremasi dan diputar-putar putingnya, vaginaku diusap-usap, dari permukaan jari-jari itu merambat masuk lebih dalam dan mengorek-ngoreknya. Yang membuatku tambah gila adalah ketika dia memain-mainkan biji klitorisku persis seperti yang dia lakukan terhadap putingku. Leher dan bahuku juga tidak luput dari cupangan-cupangan yang dilancarkannya hingga meninggalkan bekas cupangan dan ludah. Aku pun makin menggelinjang sambil terus mengeluarkan desahan-desahan tertahan. Tiba-tiba si sopir mendekap pinggangku dan mengangkatnya ke atas, maka posisiku kini berdiri dengan badan atas menunduk 90 derajat. Tanpa melepas penis Bang Din, aku melingkarkan tangan pada tubuhnya sebagai penyangga. Dua jari si sopir telah membuka bibir vaginaku dan penisnya ditekan masuk ke dalamnya. Badanku mengejang beberapa detik ketika benda itu menerobos vaginaku. Selanjutnya si sopir memaju-mundurkan pinggulnya dengan ganas sambil melenguh keenakan merasakan jepitan otot-otot kemaluanku.
“Hhmmmhh…memeknya enak banget Non, seret dan basah !” serunya sambil meninggikan frekuensi genjotannya
“Servis mulutnya juga yahud, puas banget gua main sama cewek kaya gini, hahaha…!” timpal si Din sambil tertawa-tawa dan menggerayangi payudaraku yang menggantung.

Karena tidak ingin cepat-cepat orgasme si Din menyuruhku melepaskan penisnya, kemudian tubuhku ditegakkan kembali, kini si sopir yang menyanggaku dengan dekapannya. Disenggamainya aku dalam posisi berdiri. Si Din memungut kemasan whiping cream dari lantai, lalu melumurinya pada kedua payudaraku.
“Gua juga mau coba rasa cream strawberry ini, mmmhhh !” katanya lalu melumat payudaraku yang berlumuran whiping cream itu.
“Ssspp…ssrrpp…!” seluruh payudaraku dilumatnya, putingku dijilat dan dihisapnya, dinikmatinya kedua daging kenyal rasa strawberry itu seperti makan es krim.
Sensasi geli juga kurasakan pada lubang dan daun telingaku yang dijilati si sopir yang juga sedang menyetubuhiku dari belakang. Aku cuma bisa mendesah lirih dalam pelukan keduanya, membiarkan tubuhku diperlakukan sesuka mereka. Sekarang aku merasakan adanya desakan dari vaginaku yang ingin segera meledak sehingga aku merapatkan kedua paha meresapi kenikmatannya. Akhirnya aku klimaks diiringi erangan panjang, kakiku lemas sekali kalau saja tidak didekap si sopir pasti ambruk. Sebentar kemudian, dia menyusul menyiram rahimku dengan sperma hangat. Tak kubayangkan betapa banjirnya kemaluanku, cairan kewanitaanku plus spermanya meleleh keluar menyertai penis si sopir yang masih keluar-masuk dengan kecepatan menurun, daerah pangkal pahaku dan sekitarnya jadi basah oleh cairan itu.

Tubuhku melorot ke bawah mengikuti si sopir yang terduduk bersila di lantai. Kusandarkan kepalaku pada dadanya yang sedikit berbulu itu.
“Nah, sekarang giliran gua !” sahut Din sambil meraih kakiku dan membentangkannya.
Dengan mulus penisnya meluncur masuk ke dalam vaginaku yang sudah basah kuyup. Suara kecipak cairan terdengar setiap kali dia hujamkan penisnya. Sodokannya makin lama makin bertenaga membuat tubuhku terguncang-guncang, akupun sudah kehilangan kendali diri, mataku membeliak-beliak, mulutku menceracau tak karuan mengerang dan mengeluarkan ucapan-ucapan erotis. Si sopir yang menopangku terus giat memijati payudaraku, putingku digesek-gesekkan dengan jarinya yang kasar, kadang dipilin dan kadang diemutnya. Penisnya yang mulai bangkit lagi terasa menyentuh punggungku. Dia menundukkan kepala mendekati mulutku hingga bertemu mulutnya. Kami bercumbu panas sekali, lidah kami saling beradu bak sepasang ular kawin. Lima belas menit kemudian Bang Din membekap badanku ke arahnya dan dia sendiri membaringkan dirinya di lantai, maka posisiku kini telungkup diatasnya. Dengan begitu pantatku menungging ke arah si sopir yang kini membasahi anusku dengan ludahnya dan menekan-nekankan jarinya di sana.

“Aaakkhh…!!” aku merintih dan menghentikan goyanganku sejenak ketika si sopir memasukkan penisnya ke anusku., bahu Bang Din kucengkram erat-erat menahan rasa sakitnya.
Rasanya sangatlah menyesakkan ditusuk dua batang perkasa itu, terutama yang bagian anus. Kami bertiga mulai berpacu dalam birahi, rasa perih perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh. Sulit dilukiskan perasaanku waktu itu, pokoknya rasanya seperti melayang-layang dengan dilingkupi rasa nikmat yang luar biasa. Hal ini berlangsung selama duapuluh menit lamanya sampai suatu saat dimana tubuhku bergetar melepas suatu bentuk energi berupa orgasme dahsyat yang menyebabkan tubuhku berkelejotan, tangan dan kakiku terasa kejang-kejang, serta mulutku mengeluarkan erangan panjang. Mukaku memerah, keringat pun bercucuran membasahi badan kami, akhirnya akupun tergolek lemas di atas tubuh Bang Din setelah gelombang orgasme surut. Sementara itu kedua tukang sampah itu masih terus menggenjot vagina dan anusku.

Akhirnya Bang Din menegakkan tubuhku dan menarik lepas penisnya, kemudian dikocoknya batangnya yang masih tegak itu dekat mukaku, akhirnya cret…cret muncratlah cairan kental itu membasahi wajahku, karena semprotannya kencang dan deras, bukan cuma mukaku saja yang basah, rambut, leher dan payudaraku pun terkena cipratannya. Tak lama kemudian, si sopir pun mencabut penisnya dari anusku, dibiarkannya aku ambruk telentang di lantai. Dia berdiri di sampingku mengocok penisnya hingga menumpahkan isinya di badanku. Puas dan lelah kurasakan sekaligus pada saat bersamaan. Mereka tertawa-tawa melihatku yang terbaring di lantai sambil menggosok-gosokkan sperma ke tubuhku. Aku membalas senyuman nakal mereka sambil mengemut jariku yang belepotan sperma. Sementara aku memulihkan tenaga, mereka mulai berpakaian lagi dan membereskan dus-dus yang berserakan tadi lalu membawa sampah-sampah itu ke truk. Beberapa menit kemudian Bang Din kembali dengan tong sampah yang sudah kosong, akupun bangkit dan memakai kembali dasterku untuk mengantarnya keluar rumahku. Setelah pamitan dan berterimakasih atas kesempatan emas dariku, truk itu mulai meluncur menjauhi rumahku. Sepeninggal mereka aku langsung mandi membersihkan badanku dari aroma persetubuhan barusan, kemudian kustel weker dan tidur sebentar mengisi tenaga untuk kuliah jam sebelas nanti.

Kost Si Dimas
Juli 14, 2007 oleh shusaku

Dua mingguan setelah peristiwa ‘Akibat Main Mobil Goyang’ aku sedang makan di kantin mahasiswa bersama Ratna. Kami ngerumpi sambil menunggu jam kuliah berikutnya, saat itu jam 12.00 jadi kantin sedang- penuh-penuhnya. Waktu sedang larut dalam canda tawa, tiba-tiba pundakku ditepuk dari belakang dan orang itu langsung duduk di sebelah kiriku.
“Helo girls, gabung yah, penuh nih !” sapa orang itu yang ternyata si Dimas, salah satu playboy kampusku yang dua minggu lalu terlibat ML denganku (baca Akibat Main Mobil Goyang)
“Penuh apa alasan buat bisa deketin kita, heh ?” goda Ratna padanya.
“Iya nih, dasar, itu tuh disana aja kan ada yang kosong, hus…hus..!!” kataku dengan nada bercanda
“Maunya sih…cuma kalo gua disana takutnya ada yang merhatiin gua, jadi mendingan gua deketin sekalian” kelakarnya dengan gaya khas seorang playboy.
“Gila ga tau malu amat, jijay lo !” sambil kucubit lengannya

Kami bertiga menikmati makan dan obrolan kami semakin seru dengan datangnya pemuda ini. Harus kuakui Dimas memang pandai berkomunikasi dengan wanita dan menarik perhatian mereka. Dalam empat sekawan geng-ku saja dia sudah pernah menikmati petualangan sex dengan tiga diantaranya (termasuk aku), tinggal si Indah yang belum dia rasakan.
“Kuliah jam berapa lagi nih kalian ?” tanyanya
“Gua sih masih lama, jam tiga nanti, pulang tanggung” jawabku
“Kalo gua sih sebentar lagi jam satu masuk, BT deh kuliahnya Bu Dinah yang killer itu” jawab Ratna sambil mengelap mulutnya dengan tisu.
“Halo Ci….hai Nana (Ratna) !” sapa Indah yang tiba-tiba nongol dari keramaian orang lalu duduk di sebelah Ratna.
Hari itu Indah tampil dengan penampilan barunya yaitu rambutnya yang panjang itu dicat coklat sehingga nampak seperti cewek indo. Dia terlihat begitu menawan dengan baju pink yang bahunya terbuka dipadu celana panjang putih.

Kuperkenalkan Dimas pada Indah, berbeda dengan kami bertiga yang dari fakultas yang sama, Sastra Inggris, Indah berasal dari Fakultas Ekonomi sehingga dia belum mengenal Dimas. Begitu kenal dengan Indah, Dimas langsung beraksi dengan kata-kata dan pujian gombalnya. Dengan sifat Indah yang gaul itu mereka cepat akrab dan omongannya nyambung.
“Dasar aligator darat” begitu gumamku dalam hati sambil menyedot minumanku.
Tak lama kemudian HP Ratna berdering lalu dia pamitan karena ada janji mau mengerjakan tugas kelompok dengan temannya di perpustakaan. Jadi sekarang tinggallah kami bertiga.
“Ngapain yah enaknya sambil nunggu, bosen kan disini terus ?” kata Indah setelah menghabiskan kentang goreng dan minumnya. Ternyata dia sedang menunggu kuliah jam tiga juga.
“Ke kost gua gimana ? gua sih dah beres ga ada apa-apa lagi” usul Dimas
Kami pun mengiyakan daripada menunggu dua jam lebih di kampus, di kostnya kan banyak film jadi bisa nonton dulu. Kami pun berjalan ke gerbang samping yang menuju ke kostnya setelah membayar makan.

Hanya dalam lima menit kami sudah tiba di tujuan. Kostnya cukup besar dan bagus karena termasuk kost yang mahal di daerah sini, terdiri dari dua tingkat dengan kamar mandi di kamar masing-masing. Penghuninya campur pria-wanita, tapi menurut Dimas lebih dari setengahnya wanita, makannya dia betah di sini.
“Welcome to my room, sori yah rada berantakan” dia membukakan pintu dan mempersilahkan kami masuk ke kamarnya di tingkat dua.
Ini bukan pertama kalinya aku ke sini, aku bahkan pernah ML disini saat one night stand dengannya. Pada temboknya terpampang beberapa poster pemain sepak bola, juga ada sebuah poster anime Kenshin. Foto pacarnya yang kuliah di luar negri dipajang diatas meja belajarnya yang sedikit acak-acakan. Kami ngobrol-ngobrol sambil menikmati snack hingga akhirnya obrolan kami mulai menjurus ke masalah seks. Dimas tanpa basa-basi menawarkan nonton film bokep koleksinya, dipilihnya salah satu vcd bokep Jepang favoritnya. Aku tidak ingat judulnya, yang pasti adegannya membuatku merinding. Kami bertiga hening menatapi layar komputer seakan terhanyut dalam adegan yang pemerkosaan masal seorang wanita oleh beberapa pria, sperma pria-pria itu berhamburan membasahi si wanita.

Darahku serasa memanas dan selangkanganku mulai basah. Indah di sebelahku juga mulai gelisah, dia terlihat menggesek-gesekkan kedua pahanya. Dan, si Dimas….oh dia meremas-remas tangan Indah, dia juga mulai berani mengelus lengannya. Melihat reaksi Indah yang malu-malu mau dan sudah terangsang berat, Dimas makin berani mendekatkan mulutnya ke pundak Indah yang terbuka. Indah menggelinjang kecil merasakan hembusan nafas Dimas pada leher dan pundaknya. Karena sudah merasa horny, ditambah lagi Dimas dan Indah mulai beraksi, akupun tidak malu-malu lagi mengekspresikan nafsuku pada Indah yang duduk paling dekat denganku. Tanganku merayap lewat bagian bawah bajunya dan terus menyelinap ke balik bra-nya. Aku dapat merasakan putingnya makin mengeras ketika kumain-mainkan dengan jariku. Mulutku saling berpagutan dengannya, lidah kami saling beradu dan bertukar ludah. Sementara di sebelah sana, Dimas mulai menjilati leher dan pundaknya, disibakkannya rambut panjang itu lalu dihirupnya wangi tubuhnya sebelum cupangannya berlanjut ke leher dan belakang telinganya.

Indah mendesah tertahan menikmati perlakuan ini, tangannya mulai bergerak meraih penis Dimas yang masih tertutup celana jeansnya, diraba-rabanya benda yang sudah mengeras itu dari luar. Ciuman Dimas menurun lagi ke bahu Indah sambil menurunkan pakaian dengan bahu terbuka itu secara perlahan-lahan, suatu cara profesional dan erotis dalam menelanjangi seorang wanita. Aku juga ikut menurunkan pakaian Indah dari sebelah kiri sehingga pakaian itu sekarang menggantung di perutnya. Dengan cekatan Dimas menurunkan cup BH kanannya dan langsung melumatnya dengan rakus. Indah melenguh merasakan payudaranya dihisap kuat oleh Dimas. Aku sekarang melepaskan pakaianku sendiri hingga bugil lalu mendekati Dimas yang sudah merebahkan tubuh Indah di ranjangnya. Kupeluk pinggangnya dari belakang dan melepaskan sabuknya disusul resleting celananya. Dimas berhenti sejenak untuk membiarkanku melucuti dirinya, disaat yang sama Indah juga melepasi pakaiannya. Kini kami bertiga sudah telanjang bulat. Kami menyuruh Dimas rebahan di ranjang agar bisa menservis penisnya. Penis yang sudah mengeras kukocok dan kujilati, lalu kumasukkan ke mulutku.

Bersama dengan Indah, kami bergantian melayani ‘adik’ Dimas dengan jilatan dan emutan. Indah melakukan aktivitasnya dengan terngkurap diatas tubuh Dimas dengan kata lain mereka dalam posisi 69, jadi Dimas bisa menikmati vagina Indah sementara kami berdua menikmati penisnya. Dimas sangat menikmati vagina Indah, hal ini nampak dari cara dia menjilat dan menyedot liang itu, terkadang suara hisapannya terdengar jelas sehingga membuat Indah mengerang pendek. Beberapa menit kemudian Indah mengerang lebih panjang dan suara seruput Dimas terdengar lebih jelas, ternyata Indah sudah mencapai orgasme pertama. Dimas mengganti posisi, Indah disuruh telungkup di ranjang dan pantatnya diangkat menungging, Dimas sendiri mengambil posisi di belakangnya dan mengarahkan senjatanya ke vagina Indah. Indah merintih sambil meremas sprei menikmati penis Dimas melesak masuk membelah bibir bawahnya. Ketika penis itu masuk sebagian, Dimas menghentakkan pinggulnya dengan bertenaga sehingga penisnya amblas seluruhnya dalam vagina Indah. Tubuhnya tersentak pelan dengan mata membelakak diikuti dengan erangan nikmatnya.

Dimas memompa Indah dengan gerakan-gerakan yang mantap dan erotis sehingga Indah tidak sanggup berkata apa-apa selain mengap-mengap keenakan. Kedua tangannya menjelajahi payudara Indah yang berukuran sedang tapi padat, kedua putingnya dipencet-pencet atau dipelintir. Aku sendiri yang tidak tahan hanya menonton mengambil posisi berselonjor di depan Indah, kedua pahaku kubuka lebar dan kudekatkan ke wajah Indah.
“Dah…jilatin punya gua yah…ga tahan nih !”
Indah mulai menjilati paha dan vaginaku, lidahnya menari-nari menggelikitik klitorisku yang sudah menegang sementara tangannya meraih payudaraku dan mencubit-cubit putingku. Lidah Indah memberi rangsangan tak terkira pada kemaluanku sehingga aku tidak tahan untuk tak mendesah. Desahan kami bertiga pun terdengar memenuhi kamar ini. Kami berganti posisi menjadi woman on top, Indah bergoyang di atas penis Dimas dan aku naik ke wajah Dimas berhadapan dengan Indah, kini vaginaku dilayani oleh Dimas dengan lidahnya.

Sambil terus bergoyang aku berciuman dengan Indah, aku kembali menikmati lidah sesama jenisku, kami bercipokan sambil mengeluarkan desahan-desahan tertahan. Ciuman Indah terus turun ke leherku hingga berhenti di payudara kananku, sebuah gigitan kecil disertai hisapan pada daerah itu membuatku menggeliat, disusul tangan Dimas menjulur dari bawah mencaplok yang kiri. Ooohh…sepertinya bagian sensitifku diserang semua, lidah Dimas yang dikeraskan itu melesak masuk lebih dalam dan bergoyang menggelikitik dinding kemaluanku, tangannya yang satu meremas dan sesekali menepuk pantatku yang sekal. Aku semakin erat mendekap Indah sambil satu tanganku meremas payudaranya. Tak lama kemudian aku merasa sesuatu yang mendesak keluar dari bawah sana, ahh…aku tak sanggup lagi menahan cairan cinta yang mulai membasahi vaginaku. Hal yang sama juga dialami Indah tak lama kemudian, dia melepas emutannya pada putingku, nafasnya makin memburu dan dia menaik-turunkan tubuhnya dengan lebih cepat.

Tubuh kami berdua mengejang hebat dan erangan klimaks keluar dari mulut kami. Dimas menusuk-nusukkan jarinya ke vaginaku membuat cairan itu makin membanjir dan tubuhku makin tak terkendali, aku mendesah panjang tanpa mempedulikan rasa sakit dari kuku Indah yang mencakar lenganku. Cairanku diseruput Dimas dengan rakusnya, vagina Indah juga mengeluarkan banyak cairan sehingga menimbulkan bunyi kecipak air. Goyangan kami mulai mereda, kami berpelukan menikmati sisa-sisa orgasme barusan, kami menghimpun nafas kami yang kacau balau, keringat seperti embun membasahi dahi dan tubuh kami. Akhirnya kujatuhkan diriku ke samping dan Indah jatuh di dekapan Dimas. Dimas menoleh ke samping bertatapan muka denganku lalu mengembangkan senyum, nampak mulutnya masih basah oleh cairan cintaku. Hebat juga dia, bisa membuat dua wanita klimaks dalam waktu hampir bersamaan, begitu pujiku dalam hati.

“Gimana girls, ready for next round ? gua belum keluar nih” katanya sambil mengelus rambut panjang Indah.
“Hhhh…lu duaan aja dulu deh, gua kumpul tenaga dulu. Heh sialan lu Ndah, pakai cakar-cakaran segala sakit tau, nih !” omelku memperlihatkan bekas cakaran di lengan kiriku yang sedikit berdarah sambil mencubit lengannya.
“Hihihi…sory dong Ci, tadi kan kita lagi lupa daratan lagi, yang penting kan enjoy juga” jawabnya santai sambil tersenyum kecil.
Sebentar kemudian Dimas sudah membalikkan tubuh Indah menjadi telentang dibawahnya, lalu kembali penisnya dimasukkan ke vagina Indah diiringi desahannya. Ranjang ini sudah mulai bergetar lagi oleh goyangan tubuh mereka. Sambil menggenjot Dimas meraih payudaraku dan memencetnya lembut sebagai sinyal mengajakku segera bergabung.
“Ntar yah, gua mo minum dulu nih, haus” kataku sambil bangkit berdiri dan mengambil sebuah gelas, aku membuka kran dispenser yang terletak di dekat jendela untuk mengisi air.

Ketika sedang meneguk air tiba-tiba aku mendengar suara kresek-kresek di pintu. Kutajamkan pendengaranku dan melihat ada seperti bayangan di celah bawah pintu, pasti seseorang mengintip kami pikirku. Aku tadinya bermaksud memberitahu mereka, tapi sebaiknya kuselidiki sendiri karena mereka sedang sibuk berpacu dengan nafsu sampai tidak begitu menghiraukanku. Kusingkap sedikit tirai jendela untuk melihat siapa di luar sana, ada seseorang pria sedang menempelkan telinganya pada pintu, dia juga berusaha mencari-cari lubang untuk mengintip, tapi wajahnya tidak jelas. Dalam pikiranku terbesit sebaiknya kuajak saja dia untuk meramaikan, mumpung aku daritadi belum dimasuki penis karena Dimas sedang asyik menggumuli Indah. Maka sebelumnya aku melihat dulu sekeliling apa ada orang lain lagi selain dia, letak kamar ini cukup strategis agak ujung dan jauh dari keramaian, setelah yakin tidak ada siapapun lagi selain pengintip ini kuberanikan diri membuka pintu mengejutkannya. Pelan-pelan gagang pintu kuputar dan…hiya…orang itu terdorong masuk karena sedang menyandarkan tubuhnya pada pintu, dengan cekatan pintu kembali kututup. Orang itu benar-benar terkejut, bingung, dan terangsang melihat sekelilingnya bugil dan ada yang bersenggama pula.

Dimas dan Indah yang sedang berasyik-masyuk kontan ikut terkejut, Indah menyambar guling untuk menutupi tubuhnya dan menjerit kecil. Belakangan aku tahu dia adalah kacung di kost ini, namanya Dadan, usianya masih 17 tahun, anaknya tinggi kurus dan berkulit sawo matang. Tadinya dia cuma mau mengambil barang di gudang yang kebetulan harus lewat kamar ini, ketika itu lah dia mendengar suara-suara aneh dan terpancing untuk mendengar dan mengintipnya. Dia langsung tertunduk-tunduk minta maaf berkali-kali karena dimarahi Dimas yang merasa gusar diintip olehnya. Namun ketika Dimas merenggut kerah baju pemuda itu dan hendak memukulnya buru-buru aku mencegah dan menenangkan si Dimas yang bertemperamen tinggi.
“Ehhh…udah-udah, dia kan ga sengaja tadi, kita juga yang salah terlalu keras suaranya…udah lu sana aja terusin pestanya sama Indah, biar dia gua yang urus, lagian di sini kurang cowoknya” bujukku mengedipkan sebelah mata pada Dimas.
Kuelus-elus dada Dimas dan berusaha menenangkannya, setelah kubujuk-bujuk akhirnya dia mundur juga.
“Tenang Mas, lu orang terusin aja, biar gua urus yang ini”

Akupun tersenyum padanya mencoba mengajak bicara sambil memegangi kedua lengannya, kurasakan tubuhnya masih agak gemetar dan tertunduk, entah karena tegang, kaget, atau malu.
“Nama lu Dadan ya ?” tanyaku dengan lembut dan dijawab dengan anggukan kepalanya.
“Lu tadi udah ngeliat apa aja Dan ?” tanyaku lebih lanjut
“Belum liat apa-apa kok Non, sumpah…saya cuma denger suara-suara terus saya cari tau” jawabnya terbata-bata
“Terus kamu tau apa yang kita kerjain barusan itu ?” dijawab lagi dengan anggukan kepala
“Kamu pernah ngerasain ngentot sebelumnya ?”
“Nggak pernah Non, paling cuma liat di VCD sambil coli”
“Ya udah Dan, berhubung kamu udah disini gimana kalau mbak ajarin kamu soal gituan” aku tersenyum lagi dan mengangkat wajahnya yang tertunduk, walaupun gugup tapi matanya terus ke arah tubuhku yang polos, sebentar-sebentar juga melihat ke arah Indah.

“Sini Mbak bukain bajunya, biar enakan, ayo…jangan malu-malu disini semua bugil kok !” kulucuti pakaiannya tanpa menunggu responnya, dia masih malu-malu menutupi penisnya dengan tangan.
Kutepis tangannya dan kugenggam penis yang masih setengah tegang itu, aku berlutut di depannya dan mulai menjilati benda itu, kemasukkan bagian kepalanya ke mulutku dan kuemut pelan. Aku melirik ke atas melihat reaksi wajahnya dengan mata merem-melek dan menelan ludah memperhatikan aku mengoralnya. Makin kukocok benda itu terasa makin keras dan besar, memang ga jumbo size sih, namanya juga ABG, tapi kerasnya lumayan.
“Hmmmhhh…Mbak…geli mbak !” erangnya gemetaran.
“Udah jangan cerewet, dikasih enak gratisan malah bawel, nanti juga ketagihan kok” jawabku.

Tiba-tiba terdengarlah suara musik heavy metal mengalun di kamar ini, sambil terus menyepong kulirikkan bola mataku ke arah suara. Ternyata si Dimas menyalakan MP3 di komputernya dan menyetel volume suaranya untuk meredam suara kami. Kemudian mereka yang tadinya melongo memperhatikanku mengerjai anak muda sudah mulai lagi dengan kesibukan mereka. Kini Dimas menaikkan kedua tungkai Indah ke bahunya dan kembali melesakkan penisnya ke vaginanya. Setelah beberapa kumainkan dalam mulutku, penis itu mulai berkedut-kedut, pemiliknya juga mendesah makin tak karuan. Akupun semakin dalam menelan benda itu hingga menyentuh daging lunak di tenggorokanku.
“Mbak…ohhh…enakk banget mbak…aahhh !” desahnya panjang bersamaan dengan spermanya yang ngecret di dalam mulutku
Pipiku sampai kempot mengisap dan menelan cairan itu dengan nikmat, tak setetes pun tertinggal. Kemudian akupun bangkit berdiri sambil tetap menggenggam penisnya yang masih ngaceng tapi agak berkurang tegangnya.

“Gimana Dan, pernah diginiin ga sama cewek sebelumnya, rasanya gimana ?” tanyaku dengan senyum nakal.
“Baru pertama kali mbak…he-eh emang enak banget” katanya masih dengan nafas terengah-engah.
“Ini baru pemanasan Dan, masih banyak yang lebih enak kok, yuk sini deh !” kataku seraya menaikkan pantat ke meja belajar dan mekangkangkan kedua belah paha mulusku.
Kubimbing penisnya ke arah vaginaku yang terkuak lebar, setelah tepat sasaran kusuruh dia menggerakkan pinggulnya ke depan. Blesss….terbenamlah penis itu ke dalamku diiringi desahan nikmat kami. Tanpa kuajari lagi dia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya maju-mundur, sodokannya walaupun terasa makin mantap tapi rasanya masih ada yang kurang yaitu dia tidak memberi rangsangan pada bagian sensitifku lainnya, maklumlah namanya juga perjaka, masih amatiran. Aku harus terus berinisiatif mengajarinya, maka kutarik kepalanya mendekati payudaraku yang membusung, kusuruh dia mengeyotnya sepuas hati. Barulah dia mulai berani menjilati dan mengulum payudaraku, bahkan tangan satunya kini aktif menggerayangi payudaraku yang lain.

Entah karena terlalu nafsu atau kelepasan dia gigit putingku yang kanan dengan cukup keras, sampai aku menjerit.
“Aakkhh…Dan sakit, jangan keras-keras dong !”
Di seberang sana Indah sudah dibuat orgasme entah yang keberapa kalinya. Tak sampai lima menit berikutnya Dimas pun mendesah panjang mencapai klimaksnya, dia mencabut penisnya dari vagina Indah dan menumpahkan isinya diatas perut rata Indah. Merekapun roboh bersebelahan, Indah mengusap-ngusapkan sperma itu ke tubuhnya dan menjilati sisi-sisanya di jari. Dadan masih terus menyodokku dari depan, gairahku makin memuncak saja, vaginaku terasa makin panas akibat gesekan dengan penisnya, suara erangan kami terlarut bersama dengan dentuman musik rock dari komputer. Bosan dengan posisi ini, dia memintaku ganti gaya. Sekarang kami melakukannya dengan gaya berdiri, aku berpegangan pada tepi meja sambil disodok dari belakang, dengan posisi demikian tangannya lebih bebas menggerayangi payudaraku yang bergantung, putingku dipencet dan dipilin-pilin terkadang agak kasar sampai benda itu mencuat tegang.

“Dan…tambah cepet dong…mbak udah mau nih…!!” aku mengerang lirih saat kurasakan klimaks sudah diambang.
“Ooohhh…ahhh…saya juga….kok rasanya tambah…enak mbak” sahutnya dengan menambah goyangannya
“Keluarin di…dalam….jangan cabut kontol lu…ahh” kataku dengan suara bergetar
Kamipun mencapai orgasme bersama, tubuhku menggelinjang hebat, aku berteriak seolah mengiringi lagu di komputer, kepalaku terangkat dan mataku merem-melek. Si Dadan juga mendesah nikmat merasakan orgasme pertamanya bersama seorang wanita. Spermanya menyembur banyak sekali di dalam rahimku, cairan hangat dan kental itu juga membasahi daerah selangkanganku serta sebagian meleleh turun ke pahaku. Tubuhku lemas bersimbah peluh dan jatuh terduduk di kursi terdekat. Kubentangkan pahaku lebar-lebar agar bagian itu mendapat angin segar, soalnya rasanya panas banget setelah begitu lama bergesekan. Liang kenikmatanku nampak menganga dan sisa-sisa cairan persengamaan masih menetes sehingga membasahi kursi di bawahnya.

“Saya mau lagi dong Mbak, abis memek Mbak legit banget sih, lagi yah Mbak !” pintanya sambil menggenggam penisnya yang masih tegang itu di dekat wajahku.
“Iyah, tapi nanti yah, Mbak istirahat sebentar” jawabku sambil mengelap keringat di wajahku dengan tisu.
Kulihat Dimas bangkit dan mendekatiku, senjatanya sudah dalam posisi siap tempur lagi setelah cukup istirahat. Dia belai rambutku dan meraih tanganku untuk digenggamkan pada penisnya.
“Yuk, Cit…sambil kumpulin tenaga, kasih senjata gua amunisi dulu dong !” pintanya
Akupun memijati benda itu diselingi jilatan. Melihat si Dadan yang bengong aku pun menarik tangannya menyuruh berdiri di sisi kananku. Maka dihadapanku sekarang mengacunglah dua batang senjata yang saling berhadapan dan masing-masing kugenggam dengan kedua tanganku. Kugerakkan tangaku mengocok keduanya, mulutku juga turut melayani silih berganti.

Merasa cukup dengan pemanasan, Dimas menyuruhku berhenti, dan menyuruhku bangun dulu, lalu dia duduki kursi itu baru menyuruhku duduk lagi di pangkuannya (sepertinya mau gaya berpangkuan deh). Dengan agak kasar dia menyuruh Dadan menyingkir
“Heh, sana lo….kali ini giliran gua tau, jangan ganggu lagi !”
“Eee…udah jangan galak ah, gitu-gitu juga dia kan yang bantu-bantu lu orang di sini” sahutku mengelus lengan Dimas.
“Dan lu minta mbak yang itu aja buat ngajarin lu” lanjutku “Dah mau yang ajarin dia bentar kan, masih pemula nih”

Sekarang Dadan tidak segrogi saat pertama main denganku barusan, dia menindih tubuh Indah yang masih terbaring. Indah mengajarinya teknik berciuman, nampaknya Dadan cepat dalam mempelajari teknik-teknik bercinta yang kami ajarkan, sebentar saja dia sudah nampak beradu lidah dengan panasnya bersama Indah, tangannya juga kini lebih aktif menjelajahi lekuk-lekuk tubuh Indah memberi rangsangan. Indah yang gairahnya sudah bangkit lagi merespon dengan tak kalah hebat. Dia berguling ke samping sehingga dia kini di atas Dadan, lidahnya tetap bermain-main dengan lidah lawannya sementara tangan lembutnya meraih penis pemuda tanggung itu serta mengocoknya, Dadan mendesah-desah tak karuan menghadapi keliaran Indah. Indah membimbing penis itu memasuki vaginanya, dengan posisi berlutut dia turunkan tubuhnya hingga penis itu melesak masuk ke dalamnya. Kemudian mulailah dia menaik-turunkan tubuhnya dengan gencar membuat pemuda tanggung itu kelabakan. Kedua tangan Dadan mencengkram kedua payudara Indah dan meremasinya dengan bernafsu.

Di tempat lain aku sedang asyik menggoyangkan tubuhku di pangkuan Dimas. Vaginaku dihujam penisnya yang sekeras batu itu. Otot-otot kemaluanku serasa berkontraksi makin cepat memijati miliknya. Tangannya yang mendekapku dari belakang terus saja menggerayangi payudaraku dengan variasi remasan lembut dan kasar. Kutengokkan wajahku agar bisa berciuman dengannya, lidah kami saling membelit dan beradu dengan panasnya. Beberapa menit kemudian mulutnya merambat ke telingaku, dengusan nafasnya dan jilatannya membuatku merinding dan makin terbakar birahi. Mulutnya terus mengembara ke tenguk, leher, dan pundakku meninggalkan bekas liur maupun bercak merah. Tanpa terasa goyangan tubuh kami semakin dahsyat sampai kursinya ikut bergoyang, kalau saja bahannya jelek mungkin sudah patah tuh kursi. Posisi ini berlangsung 20 menit lamanya karena kami begitu terhanyut menikmatinya. Selama itu terdengar dua SMS yang masuk ke ponselku namun tak kuhiraukan agar tak merusak suasana.

Akhirnya akupun tak bisa menahan orgasmeku, tubuhku kembali menggelinjang dahsyat, pandanganku serasa berkunang-kunang. Mengetahui aku akan segera keluar, dia makin bergairah, tubuhku ditekan-tekan sehingga penisnya menusuk lebih dalam, tangannya pun semakin kasar meremasi payudaraku.
“Aaaahhkkkk….!” jeritku bersamaan dengan lagu mp3 yang hampir berakhir
Kugenggam erat lengan Dimas dan menggigit bibir merasakan gelombang dahsyat itu melanda tubuhku. Aku merasakan cairan cinta yang mengalir hangat pada selangkanganku. Akupun akhirnya bersandar lemas dalam dekapannya, penisnya tetap menancap di vaginaku, nafas kami tersenggal-senggal dan keringatpun bercucuran dengan derasnya. Kemudian dia angkat tubuhku hingga penisnya tercabut, tangan satunya menyelinap ke lipatan pahaku. Diangkatnya tubuhku dengan kedua lengan, aku menjerit kecil saat dia tiba-tiba menaikkanku ke lengannya karena kaget dan takut jatuh. Dibawanya aku ke ranjang lalu diturunkan di sana, nafasku belum teratur sehingga nampak sekali dadaku turun naik seperti gunung mau meletus. Tepat disebelah kami Dadan sedang menindih tubuh telanjang Indah dengan gerak naik-turun yang cepat. Indah hanya bisa menggelinjang dan mendesah, rambut panjangnya sudah kusut tak karuan, matanya menatap kosong pada kami.

“Lagi yah Ci, dikit lagi tanggung gua belum keluar nih” pinta Dimas sambil merenggangkan kedua pahaku.
Aku hanya pasrah saja mengikuti apa maunya. Dengan lancar penisnya yang sudah basah dan licin itu meluncur ke dalam vaginaku, aku mendesis dan meremas sprei saat dia hentakkan pinggulnya hingga seluruh penisnya masuk. Lagu dari komputer entah sudah berganti berapa kali, kali ini yang mengalun adalah lagunya Aerosmith yang dipakai soundtrack film ‘Armageddon’nya Bruce Willis. Lagu ini mengiringi permainan kami dalam babak ini. Perkasa juga si Dimas ini, dia masih sanggup menggenjotku dengan frekuensi tinggi sampai tubuhku terguncang hebat, padahal sebelumnya dia sudah membuatku dan Indah orgasme, kekuatannya jauh lebih meningkat dibanding ketika pertama kali one night stand denganku setahun lalu. Aku menggenggam tangan Indah dan bertatapan wajah dengannya
“Udah berapa kali Ndah ?” tanyaku bergetar
“Nggak tau…udah aahh…keenakan…ga hitung…lagi” jawabnya dengan mata merem melek.

Aku makin tak terkontrol, kepalaku kugelengkan ke kiri-kanan, sesekali aku menggigit jari saking nikmatnya kocokan Dimas. Dia mempermainkan birahiku dengan sengaja tidak menyentuh payudaraku membiarkannya bergoyang-goyang seirama badanku, sehingga aku sendiri yang berinisiatif meraih tangannya dan meletakkannya di payudaraku, barulah dia mulai memencet-mencet putingku membuatku semakin terbakar. Akhirnya akupun sudah tidak kuat lagi, perasaan itu kuekspresikan dengan sebuah erangan panjang dan menarik sprei di bawahku hingga berantakan.
“Udah dulu dong, Mas…gua gimana bisa kuliah ntar !” pintaku dengan terengah-engah
Tubuhku basah seperti mandi saja, habis AC kamarnya lagi rusak sih, sementara ini cuma ada kipas angin berukuran sedang, sedangkan iklim di Jakarta tau sendiri kan seperti apa gerahnya. Paham dengan kondisiku, dia biarkan aku beristirahat, dikecupnya bibirku dengan lembut disertai sedikit kata-kata manis dan pujian, setelah itu dia beralih ke Indah untuk menuntaskan hajatnya yang tinggal sedikit lagi. Kuseka dahiku yang bercucuran keringat lalu kulirikkan arlojiku, 20 menit lagi jam tiga, harus segera siap-siap kembali ke kampus.

Indah yang sedang dalam posisi dogie digarap dari dua arah oleh mereka. Dadan yang menyodoknya dari belakang akhirnya klimaks, dia mengeluarkan penisnya dan menyiramkan isinya di punggung dan pantat Indah. Si Dimas yang sedang menyetubuhi mulut Indah juga tak lama kemudian menyusul, dia mengerang sambil menahan kepala Indah pada penisnya. Indah sendiri hanya bisa mengerang tertahan dan matanya merem melek menerima semprotan sperma Dimas, nampak cairan putih itu meleleh sedikit di pinggir bibir mungilnya. Dimas ambruk di sisiku dengan memeluk Indah yang menyandarkan kepalanya ke dada bidangnya, si Dadan terduduk lemas di bawah ranjang (karena ranjang sudah penuh sesak). Setelah tubuhku cukup stabil, pelan-pelan aku bangkit menuju kamar mandi dengan langkah gontai. Disana aku mencuci muka, dan membersihkan ceceran sperma di tubuhku dengan air. Indah masuk ketika aku sedang duduk di toilet buang air kecil.
“Huh…ngagetin aja lu Dah, rambut acak-acakan kaya kuntilanak gitu lagi !” ujarku
“Kuntilanak bajunya putih oi, ga bugil gini” jawabnya asal, lalu menyalakan kran wastafel.

Setelah selesai berbenah diri, kami mengenakan kembali pakaian kami untuk kembali kuliah. Saat itu jam sudah menunjukkan hampir pukul tiga, maka itu kami agak terburu-buru sampai aku melupakan ponselku sehingga pulang kuliah aku harus balik lagi ke sini untuk mengambilnya. Kami berlari-lari kecil ke kampus, mana ruang kuliahku di lantai tiga lagi, aku sampai ke kelas terlambat lima menit, untung belum melebihi toleransi keterlambatan. Di kelas pun aku tidak bisa fokus karena selain masih lelah, dosennya, Pak Iwan ngomongnya juga slow motion, bikin ngantuk saja sehingga beberapa kali aku menguap. Temanku di sebelah bahkan bertanya
“Baru bangun tidur lu Ci ? kok kusut gitu” karena make up ku memang agak luntur waktu cuci muka tadi
“Iyah nih masih ngantuk tadi di kost temen belum cukup tidurnya” jawabku tersenyum dipaksa
Lelah sekali hari itu sehingga begitu sampai di rumah aku langsung tiduran dan bangun jam tujuh malam, baru mandi untuk bersiap-siap menunggu jemputan Verna dan lainnya untuk nge-dugem malam itu.






Para Peronda Malam
Juli 14, 2007 oleh shusaku

Hai, aku kembali menceritakan pengalaman seksku. Sebelumnya saya pernah menceritakan pengalamanku dalam kisah ‘Tukang Air, Listrik, dan Bangunan’ dan ‘Gairah Pengemis Buta’. Aku adalah seorang mahasiswi yang memiliki nafsu seks yang cukup tinggi. Sejak keperawananku hilang di SMA aku selalu ingin melakukannya lagi dan lagi. Kalau dipikir-pikir, entah sudah berapa orang yang menikmati tubuhku ini, sudah berapa penis yang pernah masuk ke vaginaku ini, aku juga menikmati sekali nge-seks dengan orang yang belum pernah aku kenal dan namanya pun belum aku tahu seperti para tukang yang pernah aku ceritakan pada kisah terdahulu.

Nah ceritanya begini, aku baru saja pulang dari rumah temanku seusai mengerjakan tugas kelompok salah satu mata kuliah. Tugas yang benar-benar melelahkan itu akhirnya selesai juga hari itu. Ketika aku meninggalkan rumah temanku langit sudah gelap, arlojiku menunjukkan pukul 8 lebih. Yang kutakutkan adalah bensinku tinggal sedikit sekali, padahal rumahku cukup jauh dari daerah ini lagipula aku agak asing dengan daerah ini karena aku jarang berkunjung ke temanku yang satu ini. Di perjalanan aku melihat sebuah pom bensin, tapi harapanku langsung sirna karena begitu mau membelokkan mobilku ternyata pom bensin itu sudah tutup, aku jadi kesal sampai menggebrak setirku, terpaksa kuteruskan perjalanan sambil berharap menemukan pom bensin yang masih buka atau segera sampai ke rumah.

Ketika sedang berada di sebuah kompleks perumahan yang cukup sepi dan gelap, tiba-tiba mobilku mulai kehilangan tenaga, aku agak panik hingga kutepikan mobilku dan kucoba menstarternya, namun walupun kucoba berulang-ulang tetap saja tidak berhasil, menyesal sekali aku gara-gara tadi siang terlambat kuliah jadi aku tidak sempat mengisi bensin terjebak tidak tahu harus bagaimana, kedua orang tuaku sedang di luar kota, di rumah cuma ada pembantu yang tidak bisa diharapkan bantuannya. Tidak jauh dari mobilku nampak sebuah pos ronda yang lampunya menyala remang-remang. Aku segera turun dan menuju ke sana untuk meminta bantuan, setibanya di sana aku melihat 5 orang di sana sedang ngobrol-ngobrol, juga ada 2 motor diparkir di sana, mereka adalah yang mendapat giliran ronda malam itu dan juga 2 tukang ojek.

“Ada apa Non, malam-malam begini? Nyasar ya?”, tanya salah seorang yang berpakaian hansip.
“Eeh.. itu Pak, Bapak tau nggak pom bensin yang paling dekat dari sini tapi masih buka, soalnya mobil saya kehabisan bensin”, kujawab sambil menunjuk ke arah mobilku.
“Wah, kalo pom bensin jam segini sudah tutup semua Non, ada yang buka terus tapi agak jauh dari sini”, timpal seorang Bapak berkumis tebal yang ternyata tukang ojek di daerah itu.
“Aduuhh.. gimana ya! Atau gini aja deh Pak, Bapak kan punya motor, mau nggak Bapak beliin bensin buat saya, ntar saya bayar kok”, tawarku.
Untung mereka berbaik hati menyetujuinya, si Bapak yang berkumis tebal itu mengambil jaketnya dan segera berangkat dengan motornya. Tinggallah aku bersama 4 orang lainnya.

“Mari Non duduk dulu di sini sambil nunggu”.
Seorang pemuda berumur kira-kira 18 tahunan menggeser duduknya untuk memberiku tempat di kursi panjang itu. Seorang Bapak setengah baya yang memakai sarung menawariku segelas air hangat, mereka tampak ramah sekali sampai-sampai aku harus terus tersenyum dan berterima kasih karena merasa merepotkan. Kami akhirnya ngobrol-ngobrol dengan akrab, aku juga merasakan kalau mereka sedang memandangi tubuhku, hari itu aku memakai celana jeans ketat dan setelan luar berlengan panjang dari bahan jeans, di dalamnya aku memakai tanktop merah yang potongan dadanya rendah sehingga belahan dadaku agak terlihat. Jadi tidak heran si pemuda di sampingku selalu berusaha mencuri pandang ingin melihat daerah itu.

Kompleks itu sudah sepi sekali saat itu, sehingga mulai timbul niat isengku dan membayangkan bagaimana seandainya kuberikan tubuhku untuk dinikmati mereka sekalian juga sebagai balas budi. Sehubungan dengan cuaca di Jakarta yang cukup panas akhir-akhir ini, aku iseng-iseng berkata, “Wah.. panas banget yah belakangan ini Pak, sampai malam gini aja masih panas”. Aku mengatakan hal tersebut sambil mengibas-ngibaskan leher bajuku kemudian dengan santainya kulepaskan setelan luarku, sehingga nampaklah lenganku yang putih mulus. Mereka menatapku dengan tidak berkedip, agaknya umpanku sudah mengena, aku yakin mereka pasti terangsang dan tidak sabar ingin menikmati tubuhku. Si pemuda di sampingku sepertinya sudah tak tahan lagi, dia mulai memberanikan diri membelai lenganku, aku diam saja diperlakukan begitu. Salah satu dari mereka, seorang tukang ojek berusia 30 tahunan mengambil tempat di sebelahku, tangannya diletakkan diatas pahaku, melihat tidak ada penolakan dariku, perlahan-lahan tangan itu merambat ke atas hingga sampai ke payudaraku. Aku mengeluarkan desahan lembut menggoda ketika si tukang ojek itu meremas payudaraku, tanganku meraba kemaluan pemuda di sampingku yang sudah terasa mengeras.

Melihat hal ini kedua Bapak yang dari tadi hanya tertegun serentak maju ikut menggerayangi tubuhku. Mereka berebutan menyusupkan tangannya ke leher tanktop-ku yang rendah untuk mengerjai dadaku, sebentar saja aku sudah merasakan kedua buah dadaku sudah digerayangi tangan-tangan hitam kasar. Aku mengerang-ngerang keenakan menikmati keempat orang itu menikmatiku.
“Eh.. kita bawa ke dalam pos aja biar aman!”, usul si hansip.
Mereka pun setuju dan aku dibawa masuk ke pos yang berukuran 3×3 m itu, penerangannya hanya sebuah bohlam 40 watt. Mereka dengan tidak sabaran langsung melepas tank top dan bra-ku yang sudah tersingkap. Aku sendiri membuka kancing celana jeansku dan menariknya ke bawah. Keempat orang ini terpesona melihat tubuhku yang tinggal terbalut celana dalam pink yang minim, payudaraku yang montok dengan puting kemerahan itu membusung tegak. Ini merupakan hal yang menyenangkan dengan membuat pria tergiur dengan kemolekan tubuhku, untuk lebih merangsang mereka, kubuka ikat rambutku sehingga rambutku terurai sampai menyentuh bahu.

Si hansip menyuruh seseorang untuk berjaga dulu di luar khawatir kalau ada yang memergoki, akhirnya yang paling muda diantara mereka yaitu si pemuda itu yang mereka panggil Mat itulah yang diberi giliran jaga, Mat dengan bersungut-sungut meninggalkan ruangan itu. Si hansip mendekapku dari belakang dan tangannya merogoh-rogoh celana dalamku, terasa benar jari-jarinya merayap masuk dan menyentuh dinding kewanitaanku, sementara di tukang ojek membungkuk untuk bisa mengenyot payudaraku, putingku yang sudah menegang itu disedot dan digigit kecil. Kemudian aku dibaringkan pada tikar yang mereka gelar disitu. Mereka bertiga sudah membuka celananya sehingga terlihatlah tiga batang yang sudah mengeras, aku sampai terpana melihat batang mereka yang besar-besar itu, terutama punya si hansip, penisnya paling besar diantara ketiganya, hitam dan dipenuhi urat-urat menonjol.

Celana dalamku mereka lucuti jadi sekarang aku sudah telanjang bulat. Aku langsung meraih penisnya, kukocok lalu kumasukkan ke mulutku untuk dijilat dan dikulum, selain itu tangan lembutku meremas-remas buah zakarnya, sungguh besar penisnya ini sampai tidak muat seluruhnya di mulutku yang mungil, paling cuma masuk tiga perempatnya. Si tukang ojek mengangkat sedikit pinggulku dan menyelipkan kepalanya di antara kedua belah paha mulusku, dengan kedua jarinya dia sibakkan kemaluanku sehingga terlihatlah vagina pink-ku di antara bulu-bulu hitam. Lidahnya mulai menyentuh bagian dalam vaginaku, dia juga melakukan jilatan-jilatan dan menyedotnya, tubuhku menggelinjang merasakan birahi yang memuncak, kedua pahaku mengapit kencang kepalanya karena merasa geli dan nikmat di bawah sana. Bapak bersarung menikmati payudaraku sambil penisnya kukocok dengan tanganku dan payudaraku yang satunya diremasi si hansip yang sedang ku-karaoke.

Aku sering melihat sebentar-sebentar Mat nongol di jendela mengintipku diperkosa teman-temannya, nampaknya dia sudah gelisah karena tidak sabaran lagi untuk bisa menikmati tubuhku. Tak lama kemudian aku mencapai orgasme pertamaku melalui permainan mulut si tukang ojek pada kemaluanku, tubuhku mengejang sesaat, dari mulutku terdengar erangan tertahan karena mulutku penuh oleh penis si hansip. Cairanku yang mengalir dengan deras itu dilahap olehnya dengan rakus sampai terdengar bunyi, “Slurrpp.., sluupp..”. Puas menjilati vaginaku, si tukang ojek meneruskannya dengan memasukkan penisnya ke vaginaku, eranganku mengiringi masuknya penis itu, cairan cintaku menyebabkan penis itu lebih leluasa menancap ke dalam. Aku merasakan nikmatnya setiap gesekannya dengan melipat kakiku menjepit pantatnya agar tusukannya semakin dalam. Bapak bersarung menggeram-geram keenakan saat penisnya kujilati dan kuemut, sedangkan si hansip sekarang sedang meremas-remas payudaraku sambil menjilati leher jenjangku. Aku dibuatnya kegelian nikmat oleh jilatan-jilatannya, selain leher dia jilati juga telingaku lalu turun lagi ke payudaraku yang langsung dia caplok dengan mulutnya

Beberapa saat lamanya si tukang ojek menggenjotku, tiba-tiba genjotannya makin cepat dan pinggulku dipegang makin erat, akhirnya tumpahlah maninya di dalam kemaluanku diiringi dengan erangannya, lalu dia lepaskan penisnya dari vaginaku. Posisinya segera digantikan oleh si hansip yang mengatur tubuhku dengan posisi bertumpu pada kedua tangan dan lututku. Kembali vaginaku dimasuki penis, penis yang besar sampai aku meringis dan mengerang menahan sakit ketika penis itu.
“Wuah.. memek Non ini sempit banget, untung banget gua hari ini bisa ngentot sama anak kuliahan.. emmhh.. ohh..”, komentar si hansip.

Sodokan-sodokannya benar-benar mantap sehingga aku merintih keras setiap penis itu menghujam ke dalam, kegaduhanku diredam oleh Bapak bersarung yang duduk mekangkang di depanku dan menjejali mulutku dengan penisnya, penis itu ditekan-tekankan ke dalam mulutku hingga wajahku hampir terbenam pada bulu-bulu kemaluannya. Aku sangat menikmati menyepong penisnya, kedua buah zakarnya kupijati dengan tanganku, sementara di belakang si hansip mengakangkan pahaku lebih lebar lagi sambil terus menyodokku, si tukang ojek beristirahat sambil memain-mainkan payudaraku yang menggantung. Si Bapak bersarung akhirnya ejakulasi lebih dulu di mulutku, dia melenguh panjang dan meremas-remas rambutku saat aku mengeluarkan teknik mengisapku, kuminum semua air maninya, tapi saking banyaknya ada sedikit yang menetes di bibirku.
“Wah, si Non ini.. cantik-cantik demen nenggak peju!”, komentar si tukang ojek melihatku dengan rakus membersihkan penis si Bapak bersarung dengan jilatanku.

Tiba-tiba pintu terbuka, aku sedikit terkejut, di depan pintu muncul si Mat dan si tukang ojek berkumis tebal yang sudah kembali dari membeli bensin.
“Wah.. ngapain nih, ngentot kok gak ngajak-ngajak”, katanya.
“Iya nih, cepetan dong, masa gua dari tadi cuma disuruh jaga, udah kebelet nih!”, sambung si Mat.
“Ya udah, lu dua-an ngentot dulu sana, gua yang jaga sekarang”, kata si tukang ojek yang satu sambil merapikan lagi celananya.
Segera setelah si tukang ojek keluar dan menutup pintu, mereka berdua langsung melucuti pakaiannya, si Mat juga membuka kaosnya sampai telanjang bulat, tubuhnya agak kurus tapi penisnya lumayan juga, pas si tukang ojek berkumis melepas celananya barulah aku menatapnya takjub karena penisnya ternyata lebih besar daripada punya si hansip, diameternya lebih tebal pula.
“Gile, bisa mati kepuasan gua, keluar satu datang dua, mana kontolnya gede lagi!”, kataku dalam hati.

Si hansip yang masih belum keluar masih menggenjotku dari belakang, kali ini dia memegangi kedua lenganku sehingga posisiku setengah berlutut. Si Mat langsung melumat bibirku sambil meremas-remas dadaku, dan payudaraku yang lain dilumat si tukang ojek itu. Nampak Mat begitu buasnya mencium dan memain-mainkan lidahnya dalam mulutku, pelampiasan dari hajat yang dari tadi ditahan-tahan, aku pun membalas perlakuannya dengan mengadukan lidahku dengannya. Kumis si tukang ojek yang lebat itu terasa sekali menyapu-nyapu payudaraku memberikan sensasi geli dan nikmat yang luar biasa. Si Bapak bersarung sekarang mengistirahatkan penisnya sambil mencupangi leher jenjangku membuat darahku makin bergolak saja memberi perasaan nikmat ke seluruh tubuhku. Ketika aku merasa sudah mau keluar lagi, sodokan si hansip pun terasa makin keras dan pegangannya pada lenganku juga makin erat. “Aaahh..!”, aku mendesah panjang saat tidak kuasa menahan orgasmeku yang hampir bersamaan dengan si hansip, vaginaku terasa hangat oleh semburan maninya, selangkanganku yang sudah becek semakin banjir saja sampai cairan itu meleleh di salah satu pahaku. Tubuhku sudah basah berkeringat, ditambah lagi cuaca yang cukup gerah.

Setelah mencapai klimaks panjang mereka melepaskanku, lalu si Bapak bersarung berbaring di tikar dan menyuruhku menaiki penisnya. Baru saja aku menduduki dan menancapkan penis itu, si tukang ojek menindihku dari belakang dan kurasakan ada sesuatu yang menyeruak ke dalam anusku. Edan memang si tukang ojek ini, sudah batangnya paling besar minta main sodomi lagi. Untung daerah selanganku sudah penuh lendir sehingga melicinkan jalan bagi benda hitam besar itu untuk menerobosnya, tapi tetap saja sakitnya terasa sekali sampai aku menjerit-jerit kesakitan, kalau saja ada orang lewat dan mendengarku pasti disangkanya sedang terjadi pemerkosaan. Dua penis besar mengaduk-aduk kedua liang senggamaku, si Bapak bersarung asyik menikmati payudaraku yang menggantung tepat di depan wajahnya. Si Mat berlutut di depan wajahku, tanpa disuruh lagi kuraih penisnya dan kukocok dalam mulutku, tidak terlalu besar memang, tapi cukup keras. Kulihat wajahnya merah padam sambil mendesah-desah, sepertinya dia grogi

“Enak gak Mat? Kamu udah pernah ngentot belum?”, tanyaku di tengah desahan.
“Aduh.. enak banget Non, baru pernah saya ngerasain ngentot”, katanya dengan bergetar.
Aku terus mengemut penis si Mat sambil tanganku yang satu lagi mengocok penis supernya si hansip. Si Mat memaju-mundurkan pantatnya di mulutku sampai akhirnya menyemprotkan maninya dengan deras yang langsung kuhisap dan kutelan dengan rakus. Tidak sampai dua menit si tukang ojek menyusul orgasme, dia melepas penisnya dari duburku lalu menyemprotkan spermanya ke punggungku. Si Bapak bersarung juga sepertinya sudah mau orgasme, tampak dari erangannya dan cengkeramannya yang makin erat pada payudaraku. Maka kugoyang pinggulku lebih cepat sampai kurasakan cairan hangat memenuhi vaginaku. Karena aku masih belum klimaks, aku tetap menaik-turunkan tubuhku sampai 3 menit kemudian aku pun mencapainya.

Setelah itu si Bapak bersarung itu keluar dan si tukang ojek yang tadi berjaga itu kembali masuk.
“Aduh, belum puas juga nih orang.. bisa pingsan gua lama-lama nih!”, pikirku
Tubuhku kembali ditelentangkan di atas tikar. Kali ini giliran si Mat, dasar perjaka.. dia masih terlihat agak canggung saat ke mau mulai sehingga harus kubimbing penisnya untuk menusuk vaginaku dan kurangsang dengan kata-kata
“Ayo Mat, kapan lagi lu bisa ngerasain ngentot sama cewek kampus, puasin Mbak dong kalo lu laki-laki!”.
Setelah masuk setengah kusuruh dia gerakkan pinggulnya maju-mundur. Tidak sampai lima menit dia nampak sudah terbiasa dan menikmatinya. Si hansip sekarang naik ke dadaku dan menjepitkan penisnya di antara kedua payudaraku, lalu dia kocok penisnya disitu. Aku melihat jelas sekali kepala penis itu maju mundur di bawah wajahku. Si tukang ojek berkumis menarik wajahku ke samping dan menyodorkan penisnya. Kugenggam dan kujilati kepalanya sehingga pemiliknya mendesah nikmat, mulutku tidak muat menampung penisnya yang paling besar di antara mereka berlima. Aku sudah tidak bisa ngapa-ngapain lagi, tubuhku dikuasai sepenuhnya oleh mereka, aku hanya bisa menggerakkan tangan kiriku, itupun untuk mengocok penis si tukang ojek yang satu lagi. Tubuhku basah kuyup oleh keringat dan juga sperma yang disemburkan oleh mereka yang menggauliku.

Setelah mereka semua kebagian jatah, aku membersihkan tubuhku dengan handuk basah yang diberikan si hansip lalu memakai kembali pakaianku. Mereka berpamitan padaku dengan meneput pantatku atau meremas dadaku. Si tukang ojek berkumis mengantarku ke mobil sambil membawa sejerigen bensin yang tadi dibelinya. Setelah membantuku menuangkan bensin ternyata dia masih belum puas, dengan paksa dilepaskannya celanaku dan menyodokkan penisnya ke vaginaku. Kami melakukannya dalam posisi berdiri sambil berpegangan pada mobilku selama 10 menit. Untung saja tidak ada orang atau mobil yang lewat disini. Setibanya di rumah aku langsung mengguyur tubuhku yang bau sperma itu di bawah shower lalu tidur dengan perasaan puas.

Sungguh pengalaman yang memuaskan, dan aku suka dengan seks liar seperti ini. Pada kesempatan lain akan kuceritakan pengalamanku ngeseks dengan pelatih mengemudiku, 2 orang pengamen, dosenku, satpam kampusku, tukang becak yang mangkal di kompleksku, Pak RT, karyawan di kampusku, dan lain sebagainya.



Aku adalah anak kuliahan yang memiliki gairah seksualitas yang tinggi. Semenjak keperawananku direbut oleh kekasihku ketika SMA, aku selalu ingin melakukannya lagi dan lagi. Bahkan aku membayar orang untuk memuaskan nafsu seksualku ini. Terkadang aku suka membayangkan bagaimana rasanya bermain seks dengan para buruh kasar, pasti akan sangat menyenangkan, karena mereka memiliki tenaga yang besar dibandingkan anak-anak orang kaya yang tidak pernah mengerjakan apa-apa.

Ada seorang tukang air yang selalu mengangkut air minum untuk keluargaku. Orangnya sangat gagah, dan aku selalu menerka-nerka berapa “ukurannya” setiap kali dia mengantarkan minuman ke rumahku. Sehingga aku memikirkan sedikit rencana jahat untuk “ngerjain” dia. Wahyu selalu datang jam 10:00 setiap hari selasa, hari itu aku sudah siap-siap dengan rencanaku. Aku sudah menunggunya hanya dengan menggunakan handuk yang menutup tubuhku dari ketiak sampai pantat bawah, benar-benar minim. Dan aku juga tidak menggunakan apa-apa lagi di dalamnya. Dia pasti akan tergoda melihat pahaku yang putih mulus ini dengan dadaku yang berukuran 34B. Pas jam 10:00, ada orang datang dengan mengetuk pintu, aku berteriak tunggu berpura-pura bahwa aku sedang mandi. Dengan tergesa-gesa dan handuk yang agak acak-acakan aku membukakan pintu untuk Wahyu. Ternyata yang datang bukan Wahyu, tetapi tukang listrik, aku sedikit kaget, wah.. ada perubahan rencana nih, pikirku, tapi tak apalah, yang ini juga sangatlah gagah. Orang itu sedikit kaget karena aku hanya menggunakan handuk yang sangat minim. Tetapi aku tahu kalau “ade”-nya yang di dalam agak bangun melihat keadaanku.

Aku bersikap sangat biasa sambil minta maaf padanya karena lama membuka pintunya. Orang itu terlihat agak gugup, dan aku yakin dia pasti sangat ingin melihat di balik handukku ini. Berarti rencana tahap pertamaku berhasil. Aku melakukan rencana tahap keduaku, aku berpura-pura menjatuhkan bon yang dia berikan padaku dan aku mengambilnya dengan posisi membelakangi dia. Aku sangat yakin sekali kalau dia akan melihat pantatku. Dan seperti dugaanku, dia langsung menarik handukku. Aku berpura-pura kaget sambil menutup payudaraku dan kemaluanku. Dia hanya melihatku saja tanpa berkata apa-apa, tapi aku sangat yakin sekali dia sangat ingin menikmati tubuhku ini. Dengan perlahan-lahan kedua tanganku ini diturunkan, sehingga dia bisa menikmati tubuhku ini.

Setelah terdiam agak lama, dia tidak bereaksi sama sekali, aku pikir. Wah.. harus mulai duluan nih. Tapi ini benar-benar menjadi tantangan buatku. Aku mendekatinya, tangan kananku mengelus-elus “senjatanya” itu dari luar celana dan tangan kiriku memegang lehernya dan mendorong kepalanya ke arah payudaraku. Ketika mulutnya mencapai puncak dari payudaraku, rasanya sangat-sangatlah nikmat. Aku mengerang keenakan, dan tiba-tiba aku ingat kalau pembantuku ada di atas. Dengan bisikan yang sangat menggoda, “Mmmhh.. kita pindah.. mmhh.. ke kamarku yuk! Ada si bibi di atas.. eeuuhh.. enak banget,” tiba-tiba dia mengangkatku dengan posisi kakiku di pinggangnya dan kepalanya masih menikmati payudaraku. Tiba-tiba pintu terbuka dan Wahyu menongol dari pintu, aku begitu kaget. Hampir saja tukang listik itu menjatuhkan aku. Wahyu masuk perlahan-lahan, sambil tersenyum, dia berkata, “Wah.. lagi asyik nih, ikutan boleh nggak?” Aku tersenyum dan kemudian tukang listrik itu berjalan perlahan-lahan takut menabrak tembok dan meja diikuti oleh Wahyu. “Kamarnya dimana, Neng?” tanyanya padaku dengan mulutnya yang masih di payudaraku, rasanya benar-benar menggetarkan hatiku. “Itu.. aahh.. di situ.. di sebelah kiri.. ahh..!” aku benar-benar sangat menikmatinya dan sambil membayangkan dua orang yang akan memuaskanku.

Setelah meletakkanku di atas tempat tidur, Wahyu langsung menutup dan mengunci pintunya. Kupasang kaset keras-keras supaya si bibi tidak mendengar yang sedang terjadi di dalam kamarku. Kemudian Wahyu dan tukang listrik itu langsung membuka bajunya dan celananya masing-masing, lalu terlihatlah batang kesukaanku yang sudah berdiri keras, batang kemaluan mereka sangatlah besar dan panjang, aku baru melihat kemaluan sebesar itu sampai terbengong-bengong melihatnya. Secara tiba-tiba Wahyu langsung menyerbu kemaluanku yang sedari tadi sudah basah. Dia langsung melumatnya dalam-dalam di dalam mulutnya, aku berdesis keenakan, “Aaahh.. enaakk!” Lalu tukang listrik itu melumat payudaraku dan tangannya yang satu lagi meremas-remas payudaraku yang lain. Aku berteriak-teriak kecil menahan keenakan yang mereka perlakukan padaku. “Wahyu.. aku tak tahan lagi, masukin sekarang juga Yu!” tapi Wahyu tetap ngotot menikmati kemaluanku.

Kemuadian tiba-tiba ada bunyi gedoran di jendela kamarku, ternyata di situ ada tukang bangunan yang sedang membangun rumahku. Kemuadian dia teriak, “Wey.. ikutan donk!” Wahyu langsung memberi tanda agar si tukang bangunan masuk ke dalam. Si tukang listrik membukakan kunci pintu dan masuklah si tukang bangunan. Sambil tertawa, “Wah.. sudah lama saya ingin menikmati tubuhnya si Neng ini, akhirnya kesampean juga.” Kemudian dia membuka baju dan kulihat batangnya lebih besar dari Wahyu dan tukang listrik. Aku langsung berfikir, Wah.. bisa lemas nih aku melayani ketiga batang yang besar-besar ini. Wahyu mengambil posisi di payudaraku yang kiri dan tukang listrik di sebelah kanan dan tukang bangunan di kemaluanku. Kemudian ketiga jagoan ini memulai aksinya.

Tukang bangunan itu sangatlah ahli dalam memainkan lidahnya, dia terus menyedot-nyedot kemaluanku kemudian menggigitnya dan memasukkan lidahnya ke lubang kemaluanku. Wahyu melumat-lumatkan puncak payudaraku dan kadang-kadang menggigitnya. Dan si tukang listrik juga melakukan hal yang sama, tetapi dia lebih ganas, dia memasukkan seluruh payudaraku ke dalam mulutnya. Aku tidak tahan menghadapi mereka semua, sangat enak sekali. “Aaahh.. nggak tahan nih.. mau keluar.. ahh..” akhirnya aku mencapai orgasme yang sempat tertunda tadi. Wahyu dan kedua tukang itu berebut menjilati cairan yang keluar dari lubang kemaluanku, benar-benar membuatku melayang di udara. Dengan setengah merem-melek aku tak sadar kalau posisinya telah berubah sekarang. Wahyu tiduran dan mukaku tepat di atas batangnya yang besar itu, si tukang bangunan di belakangku sudah siap memasukkan batang kemaluannya ke dalam lubang kemaluanku dan si tukang listrik siap menikmati payudaraku yang terjuntai ke bawah. Permainan pun dimulai, si tukang bangunan mulai menggenjot di belakangku, aku merasakan setiap gesekannya sangatlah nikmat karena batangnya yang besar itu. Sementara mulutku menikmati batangnya si Wahyu yang sedari sudah tak sabar ingin kucoba. Dan tukang listrik itu sangat menikmati payudaraku. “Aaahh.. ahh..” Wahyu dan tukang bangunan mengerang keenakan. “Mmmhh.. nyam-nyam..” si tukang listrik menikmati setiap jengkal payudaraku. Dan aku, aku sampai tidak bisa berkata apa-apa saking enaknya.

Tiba-tiba genjotannya tukang bangunan makin cepat, aku rasa dia sudah mau keluar tapi aku masih belum mau keluar, dan kemudian.. “Croot.. croott..” diikuti erangan keenakan dari si tukang bangunan. “Aaahh..!” kemudian dia mencabut batangnya dari lubangku, aku melepas emutanku pada batangnya Wahyu dan dengan sedikit berteriak kepada tukang listrik, “Ayo cepat gantiin dia!” Si tukang listrik langsung menggantikan posisinya tukang bangunan, dan si tukang bangunan tergeletak di samping, dan batangnya sekarang sudah terlihat layu. Kemudian tak lama Wahyu pun orgasme, tapi aku terus menyedot-nyedot batangnya. Ternyata sodokannya tukang listrik lebih mantap dari tukang bangunan, tak lama kemudian aku orgasme yang kedua. Melihat itu bukannya berhenti, dia terus menggenjotnya sampai akhirnya dia pun orgasme.

Wahyu yang sudah mencapai orgasme tidak mau kalah dengan kedua tukang itu, dia langsung menyodokkan batangnya ke dalam lubang kemaluanku dan memaksaku untuk melayani nafsunya itu. Dia masih terus menggenjot padahal aku sudah sangat capai dan hampir mencapai orgasme lagi. Kedua tukang itu sekarang menonton kami sambil berteriak-teriak, “Ayo Yu.. terus.. terus!” aku benar-benar capai. Dan secara tiba-tiba mereka bertiga menyerangku dan mulai menjilati, mengulum, menggigit seluruh tubuhku, aku tak tahan lagi dan akhirnya orgasme lagi dan begitu juga Wahyu. Dan mereka bertiga langsung menjilati kemaluanku yang sudah banyak cairan baik itu sperma dan cairan dari kemaluanku.

Kemudian secara serentak mereka main kasar kepada tubuhku, si tukang bangunan duduk di perutku dan meremas-remas payudaraku, si tukang listrik menggigit-gigit kemaluanku dan memasukkan tangannya ke dalam lubang kemaluanku. Dan Wahyu lagi-lagi mita agar batangnya dikocok olehku. Mereka memaksaku, tapi aku sangat menyukai gerakan brutal ini sampai akhirnya aku orgasme. Benar-benar pengalaman yang memuaskan. Mereka bertiga sudah akan memulai lagi tetapi dengan sangat terpaksa aku memberhentikannya, “Jangan sekarang lagi donk! aku dah capek ngelayanin kalian bertiga. Besok kita main lagi yah.” Akhirnya mereka setuju dan masing-masing mengenakan pakaiannya lagi dan pamit pulang sambil mencium kemaluanku. Aduh, aku benar-benar puas dan aku menunggu besok datang, tapi sekarang aku mau tidur dulu buat persiapan besok.


Pulang Kuliah
Juni 11, 2008 oleh shusaku

Jakarta-jakarta, tiap hari koq hujan,..
Mendung dan yang lebih menakut-kan kalau begini terus, lama-lama bisa banjir, kampus-ku sendiri memang berada di daerah langganan banjir, kayak-nya kalau setahun gak banjir warga disini pasti aja ngerasa ada yang kurang,..

Sama kayak aku sekarang, berdiri di depan pintu keluar kampus, langit udah gelap banget, sebenarnya masih ada satu jam pelajaran lagi, tapi kepala-ku tuch pening banget, mungkin akibat semalem keujanan, sebenar-nya sich gak terlalu terasa, tapi mana enak sich kuliah dalam keadaan kayak gini,.. iya gak ?? he he he

Ah akhirnya, setelah berbagai perhitungan matang, atas azaz kemalasan yang adil dan beradab, aku mulai melangkah keluar dari pintu kampus,.. Oh iya, nanti lupa lagi and pada protes,.. ini gue yang kemaren-kemaren juga,.. masih inget kan ?? gak ?? yawda lah gapapa, he he..

Duh, tar dijitak lagi, dibilang gak menghargai pembaca,.. boong deng hihihi, gue masih sama yang dulu, mahasiswi perguruan tinggi swasta,.. anak perantauan,.. sesekali kerja sambilan jadi SPG, yang terkadang nakal untuk mengeksplore pengalaman seks yang baru,.. he he he, bukan bilang diri sendiri cantik, tapi memang buat dapet perhatian dari lawan jenis di kampus sebenernya bukan perkara sulit buat gue, makanya jadi bosen he he,..

Udahlah narziz gallery-nya sampe sini aja,.. ^^ , memang Tuhan sayang sama bokap yang susah-susah cari duit and anak-nya madol begitu aja, baru beberapa langkah dari pintu keluar hujan langsung turun, pertama gerimis, namun cepat berubah lebat,.. binggung dalam keadaan itu, kembali atau terobos aja pulang ke kost.. akhirnya mengingat bokap yang cakep-capek cari duit buat kuliah aku, akhirnya aku putusin untuk menerobos hujan, kebetulan ada tukang becak, jadi ya gak akan kehujanan samapai tempat kost-ku yang lumayan jauh dari kampus,..Aku kasihan sama bokap kalau harus mengeluarkan uang untuk aku ke dokter lagi,..

” Bang ke jalan ****** ( sensored ) ” aku langsung naik, melompat kedalam becak, toh aku sudah tahu pasaran-nya 5000 untuk satu kali perjalanan dari kampus ke kost-ku,..
Aku melihat ke-kanan, ke-kiri baru sadar kalau becak yang aku naikin gak ada tukang becak-nya, terus jadi ngomong sama siapa donk tadi ??

Dibawah bedeng kecil, gak tahu sich namanya apa, asal sebut aja itu istilahnya,.. pokok-nya pohon diatasnya ada atap dari asbes,.., ada beberapa tukang becak berteduh,.. aku pun memanggil salah satu tukang becak itu dari dalam becak,.
” Bang eh orang dari tadi, sini bang,.. ” panggil-ku,..
Salah satu yang berbadan paling besar dan hitam menghampiri-ku,..
” Yeh, si neng yang naik gitu aja,.. kemana neng ?? “
” Jalan ****** ( sensored ) bang,.. goceng ya,.. ” Aku langsung menawar,..
” Lebihin atuh neng, ujan pan,.. dingin,.. ” Tawar si abang becak, genit juga nich si abang,..
” Iya tar dilebihin seratus perak, ha ha .. ” Canda-ku,..
” Iya gimana neng dech,.. ” si abang becak mulai mengayuh becak-nya, hujan makin deras, ditambah lagi Petir yang menyambar-nyambar, 10 menitan kemudian aku sampai di tempat kost-ku,.

” Nich bang,.. ” aku memberikan uang 7000 rupiah ke abang becak itu,.. sebelum aku berlari masuk, ya seperti itulah kebiasaan-ku hari-hari pulang dari kampus, kadang naik becak, kalau lagi malas, hujan ataupun panas,.

Thanx ya yang dah baca, cerita gue pulang dari kampus ini,.. biasa aja kan ? Mank siapa yang bilang luar biasa,.. ha ha ha,. Ga deng becanda, tar dijitak lagi nich,.. ha ha ha,.
Nah yang seru dimulai, berhubung aku seorang anak gadis, cantik, manis dan baik hati baru beberapa langkah masuk ke dalam kost-ku, aku melihat si abang tukang becak merinding kedinginan, hujan juga tambah lebat,.. rasanya gak tegak, mau kasih payung buat si abang biar gak kedinginan,.. ha ha gak becanda,..

Aku pun menyuruh si abang masuk,.
” Bang, masuk aja, ujang gede loh,.. “
” Boleh non ?? ” Tanya-nya tak enak hati,..
” Boleh bang, masuk aja,.. ” Aku tahu, jam segini kost-ku pasti kosong, sibuk kuliah ataupun kerja,..
” Makasih non,.. “
Aku tersenyum membalas, memang anak baik hati,..

Aku masuk ke dalam, mencari si Udin, pembantu pria di kost-kostan ini, khusus buat mempebaiki kalau-kalau ada yang rusak tau bocor, orang-nya kurus,..
” Din, ada handuk sama baju gak ?? ” Tanya-ku di depan pintu kamar-nya,..
” Buat apa non ?? ” Udin menyahut sambil membuka pintu,..
” Itu kasian din, tadi saya naik becak, abangnya keujanan semua,.. pinjemin gih,.. suruh mandi,.. “
” Yawda non, nanti saya kasihin, non juga basah tuch,.. ” Udin mengingatkan-ku rambut-ku juga memang basah kehujanan,.
” Yawda, mang Udin, makasih ya mang Udin, ” aku pun naik ke kamar-ku di lantai 2..

Rambut-ku basah oleh hujan. Demikian juga baju-ku, Sambil melepas pakaian bagian atas-ku, aku berkaca, memperhatikan lekuk tubuh, ya seoerti inilah tiap hari-nya,.takut bobot tubuh bertambah,.. he he..

Ah sutralah, tubuh-ku juga sudah mengigil kedinginan, aku melangkah masuk ke dalam kamar mandi setelah menyetel Ac-ku 27 derajat, aku memelorotkan celana-ku sebelum melepas kait bra-ku, dan mulai membasuh tubuh-ku dengan air hangat yang mengucur keluar dari shower di kamar mandi-ku,.

Nyaman sekali rasa-nya saat tubuh-ku kedinginan karena air hujan dan udara yang cukup sejuk, terbasuh oleh air hangat yang begitu nyaman saat bersentuhan dengan kulit, uughh rasanya enak sekali aku membersihkan tiap centi bagian tubuh-ku, terutama bagian kaki-ku yang pastinya sedikit kotor karena mengijak air hujan yang menggenang tadi, sebelum mengambil shampoo, untuk membalur kepala-ku yang sedikit kena air hujan tadi, lebih baik mencegah daripada nanti sakit,.. sambil membalus rambut-ku yang berbusa hingga bersih akupun mengambil botol conditioner,..

Sambil menunggu beberapa menit aku berkaca di kaca kamar mandi yang mulai sedikit berembun, aku memperhatikan bagian belakang tubuh-ku dari pantulan cermin itu, ah lagi-lagi muncul garis scratch di bagian bokong-ku, pasti gara-gara berat badan yang gak stabil belakangan ini,.. belum lagi sebuah jerawat tumbuh di dekat hidung, benci dech,.. kesel liat-nya, pengen dipencet tapi pasti bakal tinggalin bekas..

Kembali aku membasuh rambut-ku, dengan air dingin tentu-nya,.. aku gak mau rambut-ku cepet-cepet rontok karena air panas yang merusak kulit kepala,.. segar,.. segar sekali rasanya habis mandi, aku mematikan air pancuran kamar mandi-ku,.. sambil mengeringkan seluruh bagian tubuh-ku, terutama bagian lekukan-lekukan tubuh, takut ada busa atau air yang tertinggal menempel disana,..

Tiba-tiba, aku seperti mendengar suara, seperti orang yang sedang tertawa cekikikan, apa aku salah dengar ya, tapi aku yakin mendengar suara orang tertawa tadi.. jangan-jangan Setan lagi ?? bulu kuduk-ku langsung merinding tak karuan, aku membebat-kan handuk-ku menutupi tubuh-ku, membiarkan rambut-ku yang basah terurai,.. aku keluar dari kamar mandi dan mendapati,..

Mang Ujang dan Abang Becak yang tadi sedang asyik menonton di televisi kamar-ku,..

” Heh, apa-apaan sich ??? ” Bentak-ku,..Gila berani banget mereka main masuk begitu saja kekamar-ku,..
” Eh, si non udah selesai,. ” Mang Ujang dengan santai menjawab,..
Si abang becak tampak sedikit tegang, baju yang dipakainya kekecilan karena badan Mang Ujang memang lebih pendek dari tubuh si Abang Becak itu,..

” Keluar, keluar,..keluar,.. ” Aku membuka pintu kamar-ku menyuruh mereka berdua keluar,.. namun mereka masih saja duduk membatu, mata mereka seolah menerawang menatap tubuh-ku yang hanya berbalut sebuah handuk putih polos dengan satu-satu-nya motif Teddy Bear di sisi-nya,..

Mata mereka seolah dapat melihat alur sebuah air yang mengalir turun di tubuh-ku mulai dari wajah, leher, bahu hingga menyelip masuk melewati belahan buah dada-ku,.. pasti mereka berfikir berapa beruntung-nya menjadi air itu, ahhhh tatapan mata seperti ini yang sering kali membuat-ku merasa seksi…

” Jangan galak-galak kenapa non,.. ” Dengan logat Madura-nya yang kental,Mang Ujang menjawab-ku,..” Ini temen abang ini, katanya pengen juga non.. ” menunjuk Abang Becak disebelahnya,..

” Ehhh, gila ya,.. apa maksud lu Jang,.. ” Lupa dech untuk bicara dengan santun lagi, toh kesal juga dipermalukan seperti itu,..
” Yaaah, si non pake lupa lagi,.. masa lupa sama ‘gocekan’ abang ?? ” Si Ujang terkekeh, mana mungkin aku bisa melupakan, gocekannya yang lembut, lunak dan tak bertenaga itu, penis-nya layu seperti orang impoten sama sekali gak sesuai dengan tubuh-nya yang kekar berotot itu,.. ah pokok-nya sama sekali gak menarik,..

” Ngomong lu,.. ” Sodok mang Ujang ke Abang Becak disebelahnya,..
” Iya non, tadi Mang Ujang cerita sama saya waktu saya mandi di bawah,.. ” , ” Kata-nya non sexy dan … ” Tak melanjut-kan,.. whatever, aku gak mau mulai duluan untuk menebak kalimat selanjut-nya, lebih baik menunggu, tar yang ada jadi pada illfill lagi, ha ha ha,..

” Saya bentar lagi mau pulang kampung Neng, sudah 4 tahun saya pengen nyobain neng,.. “, ” Maksudnya nyobain Mahasiswi kayak neng gitu,.. ” Ngomong-nya terbata-bata, tapi mendengar alasanya yang “segera pulang kampung” tentu, sedikit membuat-ku tenang, kalau-kalau sampai terjadi ‘sesuatu’, jelas aku gak mau dikerjai beramai-ramai oleh Tukang Becak dekat kampus itu, terlebih bisa-bisa cerita itu menyebar kemana-mana,.. habis sudah masa depan, dan image anak baik-baik yang selama ini kubangun pun jadi sia-sia belaka,..

Aku meneliti perawakan si Abang becak itu, wajahnya jelek, dengan jerawat batu, rambut tak terurus, tapi tubuh-nya itu kekar berisi, aku paling suka melihat lelaki bertubuh kekar seperti itu, pastinya bisa mendekap-ku erat,..tapi mudah-mudahan tubuh Abang Becak ini bukan tipuan seperti badan si Ujang,..

Aku memicing-kan mata kearah mang Ujang yang sudah kelewatan, seenaknya membuka ‘aib’ ku kesembarangan orang dan bertingkah kurang ajar dengan masuk ke Kamar-ku yang lupa kukunci itu seenaknya, tatapan-ku membuat Mang Ujang tak enak hati dan tak berani beradu mata menatap-ku,..

” Ke..lu..ar… ” Lanjut-ku,..
” Non ” Protes Ujang dan Abang Becak itu hampir bersamaan,..
Tapi entah apa yang membuat Ujang yang biasa-nya ngotot itu berubah menjadi begitu penurut, Ia berjalan perlahan menuju pintu keluar kamar-ku, diikuti si Abang Becak yang dari tadi kulihat sibuk menelan ludah tiap melihat aku bergerak-gerak,..

” Keluar,.. ” Ulang-ku lagi
Namun tiba-tiba dengan ‘biadab-nya’ Ujang membekap tubuh-ku,. Tangan-nya menutup mulut-ku hingga tak bisa bersuara,..
” Tutup pintu-nya,.. ” Suruh Ujang pada Abang Becak, yang terbengong-bengong melihat Ujang menyergap-ku,..

Pintu kamar-ku dikunci dan ditutup,.. Ujang menyuruh Abang Becak itu menggantikan-nya membekap tubuh-ku,.. Aku berusaha melepaskan diri dari kunci-an si Abang Becak ini, namun Si Abang Becak malah mengunci tangan-ku lebih erat lagi, tubuh-nya bergesekan dengan kulit-ku membuat tubuh-ku merinding, terlebih saat merasakan dada-nya yang bidang berotot itu di punggung-ku, rasanya…

Ujang bergegas menuju meja computer-ku, mengutak-atik sesuatu di computer-ku itu,.. entah apa yang dilakukan-nya, namun wajah-nya berubah putus asa,.. ” Ahhh, rusak lagi dech computer ” pikir-ku, melihat reaksi Mang Ujang..

Mang Ujang berpindah ke Televisi dan menyalakan suara-nya keras-keras, mungkin ia mencari tombol win-amp di computer-ku tadi, bisa jadi ia mau mencontoh anggota DPR yang menyalakan Music diruangan-nya waktu memperkosa Sekretaris Pribadinya itu, Ah tau berita juga orang ini, yang pasti apa yang dilakukan Mang Ujang itu membuat-ku terfikir sesuatu yang ‘nakal’..

” Nah, sekarang mau teriak juga gak akan kedengaran kan non, apalagi sepi jam begini, lumayan 2 jam… ” Si Ujang terkekeh, jelek sekali,..

” Lepasin,.. ” Protes-ku,..aku memberontak, namun si Abang Becak enggan melepas-ku,.. malah terkadang tangannya menyentuh dada-ku, entah disengaja atau kebetulan belaka,.
Si Abang Becak akhirnya mau melepaskan-ku setelah menerima tanda dari Mang Ujang, aku dilepaskannya namun baru sesaat lepas dari kuncian si Abang Becak, Mang Ujang malah sudah menindih-ku sekarang, ia terkekeh-kekeh tepat di depan wajah-ku,..

Perlahan ia membuka handuk-ku, aku tak bisa melawan, karena betis-nya menahan tangan-ku untuk berontak,.. sakit..

” Tuch liat, bagus kan Bur,.. ” Mang Ujang terkekeh, memperlihat-kan sepasang payudara-ku ke Abang Becak itu,.yang lagi-lagi menelan ludah, tangan Mang Ujang malah sudah menempel di payudara-ku itu, mengusap-usapnya meski masih sedikit oleh air bekas aku mandi tadi,.. Lagi-lagi Abang Becak itu menelan ludah-nya, haus kali pikir-ku,..

” Coba pegang nich,.. ” Ujang menawarkan buah dada-ku itu pada si Abang Becak,.
Aku berusaha memberontak melawan, seolah pura-pura diperkosa, entah dari man aide gila ini muncul.. he he

Tangan si Abang Becak yang kasar itu menyentuh kulit tubuh-ku pertama di perut-ku, sebelum telapak tangan-nya yang begitu kasar itu mulai bergerak naik dan sampai di payudara-ku, perlahan mulai meremas-nya,..

” Awwww,.. ” Aku menjerit kecil, tertahan oleh remasan tangan si Abang Becak itu,
” Kenyal-kan,.. ” Ujang lagi-lagi berkomentar,. Mending dia diam saja, bau mulut-nya itu,..

Tangan si Abang Becak itu meremas-remas payudara-ku, memilin-milin putingnya,.. ughh apa lagi saat mulutnya tiba-tiba mendarat telak di payudara-ku itu dan memainkan payudara-ku dengan lidahnya yang tebal dan berteksture kasar itu,.. begitu terasa bagaimana mulutnya itu mulai menyedot di kedua puting-ku, enak sekali rasanya, terlebih bermain seperti sedang diperkosa ini membuat-ku sedikit lebih bernafsu dari biasanya,..

Mang Ujang turun dari tubuh-ku, membiarkan si Burhan nama Tukang Becak itu, menggarap bagian atas-ku, aku berusaha memberontak, aku bergerak ke sana kemari, sementara si Abang Becak itu terus meremas-remas payudara-ku,.. Mang Ujang kembali naik dan tak dapat kupercaya saat ia tiba-tiba menampar wajah-ku, menahan perih aku sedikit mengeluarkan air mata,.. Liat ya nanti Mang Ujang,. Pasti aku balas,..

Kemudian ia kembali turun kebawah,..merengangkan kedua paha-ku dan jemarinya langsung menempel di bibir vagina-ku seperti mulai mencari sesuatu dibawah sana aku mendesah-desah tertahan merasakan sentuhannya di seluruh permukaan bibir vagina-ku itu, terlebih saat ia berhasil menemukan ‘bagian’ itu, tubuh-ku seolah terjalari sebuah sengatan yang membuat tubuh-ku menggelinjang nikmat..

Jemarinya perlahan mulai menerobos masuk, hanya sebatas satu ruas jari, rasanya tanggung dan memberikan perasaan ingin dirangsang lebih lagi,.. apalagi saat lidah Mang Ujang mendarat di bibir vagina-ku itu, perlahan merambat naik lidahnya, bergerak-gerak menuju bagian yang tadi ditekan-tekan oleh jemarinya,.. mengganti jempolnya yang tadi merangsang bagian itu dan langsung menyedot-nya, ughh rasanya begitu menggelegar, aku paling suka saat seseorang menjilati vagina-ku seperti itu, rasanya benar-benar waaah,..

Jemari-nya yang mulai didesak-desakan keluar masuk, dan semakin lama semakin bertambah cepat apalagi si Abang Becak pun mulai tak lagi canggung, untuk meremas dan menyedot-nyedot di payudara-ku itu,.. tubuh-ku bergetar-getar hebat dirangsang oleh mereka berdua, terus menggeliyat-geliyat tak karuan, perhatian-ku sedikit terpecah saat kurasakan penis si Abang Becak yang begitu keras menempel di perut-ku meski masih terbalut celana-nya yang tipis,..

Ughh kerasnya penis itu membuat-ku kian terangsang, terlebih dari apa yang kurasakan peniis itu sepertinya cukup besar dan keras aku mulai berkhayal bentuk penis itu, sementara aku masih menggeliyat-geliyat dalam pelukan si Abang Becak,..

Jemari Udin keluar masuk dalam lubang kewanitaan-ku itu, kian lama kian bertambah cepat, membuat-ku mengeliyat-geliyat keenakan, Abang Becak itu kembali berusaha mencium-ku, namun lagi-lagi kutolak, aku tak mau mencium sembarangan orang, apa lagi hanya itu yang bisa kulakuan untuk sekedar mempertahankan suasana tetap ‘bermain’ seperti sekarang,..

Abang Becak itu tak lagi berusaha mencium-ku setelah berulang kali kutolak,.. sebelum akhirnya ia kembali menyedot di Payudara-ku, aku menggelinjang-gelinjang kecil merasakan sedotan-nya, geli-geli, namun terkadang ia menggigit-gigit kecil di puting-nya, perih tapi juga enak begitu nyaman,.

Sementara dibawah sana, ditambah lagi Mang Udin yang makin kesetanan mengerjai-ku, jemari-nya keluar masuk begitu cepat, terbantu lagi oleh cairan kewanitaan-ku yang mulai meleleh, jemari itu kian lancar keluar masuk, aku mendesah-desah penuh kenikmatan oleh rangsangan kedua-nya..

Payudara-ku yang digigit-gigit perlahan, sementara dibawah sana sesekali Mang Udin menyedot-nyedot clitoris-ku, ditambah Jari-nya yang keluar masuk, terkadang begitu sengaja melakukan penetrasi-penetrasi pendek yang membuat-ku terlonjak-lonjak tanggung, tubuh-ku terus mengelinjang-gelinjang tak beraturan, ditambah lagi di kutit bagian selangkangan-kuyang begitu sensitive itu merasakan bibir Mang Udin yang tebal dengan sedikit bulu-bulu kumis-nya yang bergesekan dengan kulit di selangkangan-ku itu, rasanya menambah sesuatu bumbu yang berbeda..

Tubuh-ku tersentak-sentak dikerjai oleh mereka berdua, aku masih sesekali berusaha melawan, untuk pura-pura saja, namun ABnag Becak itu membekap tubuh-ku erat-erat, membuat-ku tak bisa lagi bergerak-gerak menghindar. Yang kini dapat kugerakan hanya pinggul-ku itu pun sesekali ditahan oleh Mang Udin

Entah gerakan tubuh-ku itu begitu Erotis membuat si Abang Becak itu tiba-tiba berkata,.
” Din, dah gak tahan nich,.. “
” Nich gue kasih kondom,.. ” Mang Udin mengeluarkan kondom dari kantung celana-nya,..
Perlahan si Abang Becak memelorotkan celana-nya, aku sedikit kaget melihat penisnya yang kekar itu, sedikit lebih besar dari bayangan-ku tadi,.. ughhh aku mulai tak sabar membayangkan saat penis itu mulai masuk dan menyetubuhi-ku pasti rasanya,…

Burhan si Tukang Becak itu setengah berdiri dihadapan-ku, membuka bungkusan kondom yang di berikan Mang Udin, dan memasukan benda berbentuk seperti cincin itu ke kepala penis-nya sebelum menarik kondom itu hingga membalut seluruh batang penis-nya itu,

Mang Udin memberikan kesempatan burhan untuk menggarap-ku terlebih dahulu, ia membimbing penis-nya itu ke bibir vagina-ku, sambil menekan-kan batang penis-nya yang besar itu ke vagina-ku, tangan-nya menangkap pinggul-ku, kawatir aku bergerak-gerak mungkin, jelas ditangkap seperti itu membuat-ku tak bisa bergerak banyak, sementara aku mulai merasakan penis itu mulai ditekan masuk,

” Ahmmm,.. ” aku merintih halus, perlahan penis Abang Becak yang keras itu mulai masuk, meski terbalut kondom namun karena begitu keras-nya aku dapat merasakan penis itu seperti telanjang, perlahan masuk sebelum tertahan, kembali si Burhan tukang Becak itu, menarik penisnya sebelum kembali ditekan-nya masuk lebih dalam lagi,..sebelah kaki-ku, yang sebelah kanan diangkat naik, sedikit membuat penis itu kian terasa didalam sana, karena kaki-ku tak lagi serenggang tadi,..

” Sempit kan Bur,.. ” Komentar Mang Ujang lagi,..
Burhan mengganguk menjawab-nya,..

Burhan si Abang Becak menekan masuk penis-nya lagi, berulang-ulang,.. aku terus mendesah, hingga akhirnya penis itu berhasil masuk seutuhnya dalam vagina-ku, perih tercampur rasa hangat di dalam sana,.. aku menarik nafas panjang, sedikit beristirahat sebelum kurasakan Burhan mulai menggoyang-kan pinggul-nya menggenjot-ku,..sementara tangan-nya mencengkram paha-ku seperti bertumpu di sebuah pilar, tubuh-ku ikut terbawa-bawa tiap kali ia menarik ataupun menyodokan penis-nya dalam vagina-ku,..

Kian lama kian cepat pula ia menyetubuhi-ku, perih-perih namun juga enak karena disetubuhi seperti ini,. Tiba-tiba Burhan bergerak setengah membaringkan tubuh-nya, penis-nya masih dalam tubuh-ku, saat bergerak itu rasanya vagina-ku itu seperti diaduk,. dalam posisi setengah berbaring Burhan menggerakan pinggulnya dia terus menyetubuhi-ku, penisnya keluar masuk dari vagina-ku, perlahan aku pun mulai merenguk kenikmatan dari apa yang dikerjakan oleh Burhan, sungguh itu posisi baru yang kurasakan,..rasa-nya enak juga, he he

Dia menyetubuhi-ku dengan irama yang begitu bervariasi, terkadang keras terkadang perlahan, namun yang membuat ku benar-benar tak tahan adalah saat dia kembali menggoyang pinggulnya memutar, rasanya seperti diaduk-aduk, dari posisi itu, tangan-nya dapat membelai rambut panjang-ku, sesekali ia menyusupkan jemari-nya ke telinga-ku membuat-ku menggelinjang geli,..

” Ughhh, hmmm.. ” Kami mendesah bergantian, berulang kali Burhan berusaha mencium-ku, namun aku masih menolak ciuman-nya itu, bau mulut-nya benar-benar tak sedap, terlebih kalau aku mencium-nya sama saja aku menyerahkan diri-ku begitu saja, justru dalam keadaan seperti diperkosa seperti ini, sesekali aku dapat merasakan cengkraman-nya yang begitu kuat mencengkram-ku, atau tangan-nya yang berusaha menutup mulut-ku agar tak mendesah terlalu keras, dasar tolol, buat apa pasang TV keras-keras,..

Entah berapa menit telah berlalu, tubuh kami mulai penuh dengan keringat, saat Mang Ujang naik ke ranjang-ku dan mengangkat kepala-ku, ia ingin membuat-ku melihat selangkangan-nya yang tak lagi bercelana, penis-nya menggelayut lemas, setengah ereksi.. bahkan Burhan yang masih sibuk menggerakan penisnya keluar masuk dalam vagina-ku itu sempat berhenti sesat melihat bentu penis Mang Udin,..

Mata-nya tercekat, wajahnya seperti ingin tertawa, meski reaksi itu tak disadari oleh Mang Udin,.. Aku menahan tawa juga melihat reaksi Burhan tadi, namun saat aku menahan tawa itu Burhan malah menggerakan Penis-nya lagi, kian lama kian bertambah cepat menyetubuhi-ku, membelah vagina-ku itu menerobos masuk, sedikit mengkilat bukan hanya oleh cairan cinta-ku namun juga kondom oleh dia guna-kan,

” Gimana non, mantep kan.. ??? ” Tanya Mang Ujang, aku mengganguk kecil,.. memang berbeda sekali dengan Mang Ujang yang loyo, Burhan benar-benar dahsyat menyetubuhi-ku, baru mendapat pujian seperti itu, Burhan langsung menyetubuhi-ku dengan cepat, makin lama kian bertenaga, tubuh-ku terlontar-lontar meski sedang di bersender ke paha Mang Ujang,..

Payudara-ku yang terlempar-lempar ditangkap oleh Mang Ujang, ia meremas-remas payudara-ku sambil berusaha mencium-ku, aku pun menolak mencium Mang Ujang, giginya hancur tak rata, membuat-ku jijik untuk menerima ciuman-nya

Tubuh-ku bergetar-getar nikmat, Burhan merasakan bagaimana penis-nya kian terjepit, mungkin menyadari aku yang akan segera mencapai puncak kenikmatan-ku, Burhan menghujamkan penis-nya kuat-kuat berulang-ulang, membuat tubuh-ku terlonjak-lonjak dan kian melayang,..

Satu dua sodokan-nya, hingga sodokan keempat yang membuat-ku tak sanggup bertahan lebih lama lagi, aku mencengkram tangan Burhan yang menempel dipaha-ku,..

” Ahhh,.. ” Aku menjerit nikmat berselang dengan suara televisi saat akhirnya aku mencapai puncak kenikmatan-ku,.. nafas-ku memburu lelah, keringat-ku bercucuran, untung Burhan memberikan-ku kesempatan untuk beristirahat sejenak,..

Sebelum kemudian Burhan membimbing-ku menaiki penis-nya,.. ia mengarahkan-ku dalam posisi favorite-ku WOT,..namun tetap saja aku merasa cukup lelah setelah dua kali mencapai puncak kenikmatan, perlahan penis Burhan kembali masuk dalam tubuh-ku, aku menggelinjang merasakan bagaimana penis itu masuk dan menusuk lebih dalam lagi..

Penis Burhan yang masih berada dalam tubuh-ku begitu terasa, tubuh-ku setengah menunduk kedepan, masih sedikit kelelahan saat aku mulai menggerakan pinggul-ku naik turun, perlahan aku mendesah diikuti Burhan yang juga ikut menggerakan pinggulnya hingga membuat penisnya tertanam lebih dalam lagi,..

Sedikit kelelahan dalam posisi WOT membuat-ku tak dapat bergerak terlalu cepat, tampaknya itu membuat Burhan tak puas, ia menarik tubuh-ku hingga membuat tubuh-ku tegak tak menunduk seperti tadi lagi, kedua tangan-ku bertumpu di paha-nya yang kekar, sementara tangan Burhan berada di Bokong-ku, perlahan membantu-ku bergerak naik turun, diikuti pinggul Burhan yang juga bergerak melakukan penetrasi,..

” Ughhh, .. ” Aku mendesah-desah nikmat,. Aku mulai active menggerakan tubuh-ku, aku menyetubuhi Burhan naik turun,.. entah berapa lama dalam posisi itu, tubuh-ku kian tambah berpeluh, desakan kenimatan yang tadi sudah mereda kembali muncul dan menguasai tubuh-ku lagi, nafsu-ku kembali menggelora membuat-ku ingin kembali mereguk kenikmatan lebih dari yang sebelumnya,..

Burhan menarik tangan-ku kebelakang, hingga membuat tubuh-ku condong ke arahnya,.. dengan posisi demikian Burhan menjadi lebih mudah dan lancar membenamkan penisnya dalam vagina-ku,..

” Oughh, owww… ” aku mendesah tak karuan, dalam posisi demikian membuat Burhan dapat lebih aktive, menyetubuhi-ku perlahan goyangan Burhan kian cepat, dan kian dalam bertenaga, sodokan-sodokan seolah mencabik tubuh-ku, namun di sisi lain juga memberikan kenikmatan yang tak terkatakan,..

Belum lagi aku terbiasa dengan keadaan, penis Burhan yang keluar masuk dengan demikian cepat-nya, kurasakan jemari Burhan mulai bermain-main di selangkangan-ku, mencoba merangsang-ku lebih lagi dengan jemari-nya,.. Ingin rasa-nya menghentikan goyangan jemari-nya yang bergerak-gerak liar dibawah sana, namun juga bila aku menarik satu tangan-ku, mungkin tangan yang lain-nya tak akan kuat menopang-ku dalam posisi demikian,..

Aku urung menggunakan tangan-ku, mengehntikan jari-jari Burhan,. jemarinya yang bergerak-gerak membelai vagina-ku itu membuat-ku kian mendesah tak karuan, penis-nya terus menyodok masuk, aku menggeliat-geliat geli merasakan jemari-nya yang menstimulasi-ku, tubuh-ku mulai berputar-putar, seperti orang yang menumbuk, pinggul-ku bergerak-gerak tak karuan, penis Burhan didalam sana seperti mengaduk tubuh-ku, namun pasti Burhan juga merasakan kenikmatan yang sama dengan yang kurasakan..

Jemari Burhan kian giat memainkan vagina-ku entah tampak-nya ia begitu menikmati tubuh-ku yang terlontar-lontar tak karuan, bergoyang mengaduk penisnya di dalam, sana yang juga tentu membuat aku sendiri melayang tak karuan merasakan penisnya itu dalam tubuh-ku, aku terus memejamkan mata-ku, memejamkan mata sekedar apresiasi kenikmatan yang menguasai diri-ku, penis Burhan masih demikan keras meski sesekali berdenyut di dalam sana..

Aku mendesah-desah tak karuan, pikiran-ku mulai kembali menjadi kosong, yang kuinginkan hanya segera mencapai klimaks secepatnya,.. sementara penis Burhan kiani berdenyut-denyut didalam sana, aku yang menyadari-nya pun tak menyia-nyiakan kesempatan, aku langsung mengoyangkan pinggul-ku,..

Penis-nya timbul tenggelam dalam vagina-ku, aku terus menggoyang-kan tubuh-ku tak mau kalah, keinginana untuk ‘sampai’ bersama-sama membuat aku berusaha menahan desakan klimaks yang benar-benar sudah diujung, hingga akhirnya usaha-ku mulai menunjukan hasil, Burhan mendesah panjang, sementara penisnya menggeletar-geletar menandakan ia mencapai segera puncaknya,..

Tubuh-ku pun ikut menggelinjang diatas sana, Burhan yang sudah mencapai klimaks-nya membuat-ku aku tak lagi berusaha menahan klimaks-ku, tubuh-ku bergetar diatas tubuh Burhan, sebelum akhirnya kujatuhkan tubuh-ku keatas tubuh Burhan,.. penis Burhan yang sudah layu mulai menyusut keluar, diatas penis-nya ada sedikit gumpalan sperma yang tertahan di dalam kondom yang ia kenakan,..

Belum lagi berkurang rasa letih-ku, Mang Udin sudah menaiki tubuh-ku,, penisnya menggantung setengah layu, setengah keras, ukurannya lebih kecil dari milik Burhan, sebenarnya aku malas meladeni-nya, aku terus menolak saat ia berusaha memasukan penisnya ke mulut-ku, terus terang aku sedikit jijik untuk mengoral penis itu, terlebih melihat bentuk penis ituyang smaa sekali tak sesuai dengan selera-ku,..namun tampaknya Mang Udin tak kekurangan akal,..

Tiba-tiba Mang Udin memencet hidung-ku hingga membuat-ku terpaksa bernafas dengan mulut-ku, saat itu penisnya langsung didesakan dalam mulut-ku, terpaksa aku menelan penis itu, layu dalam mulut-ku, perlahan aku menggerakan lidah-ku membalut penis itu yang mulai sedikit bertambah keras,.. lidah-ku kugerakan menyelisir batang penis-nya, sebelum sesekali memijit kantung zakarnya itu, kumainkan dengan lidah-ku hingga membuat Mang Udin mengeletar-geletar keenakan diatas sana,..

Penis-nya kuusap dengan jempol-ku tepat dibelahannya, sementar lidah-ku kumainkan di penis-nya yang berkedut-kedut itu, aku mengocok penis itu perlahan hingga membuat Mang Udin makin kegirangan,..

Mang Udin sudah tak sabar dan lalu berusaha mengapai bagian selangkangan-ku, ia mengangkat satu kaki-ku persis seperti yang dilakukan Burhan tadi,. Penisnya yang agak lembek itu didesakan masuk, sementara perlahan penis-nya berusaha masuk, aku kesal sendiri karena penis itu tampak begitu sulit untuk menerobos masuk,..

Berulang ia mencoba-nya, sebelum akhirnya penis itu berhasil masuk, pinggulnya mulai bergoyang menyetubuhi-ku, ya aku ingat saat pertama kali aku mengerjai Mang Udin,. waktu itu juga seperti ini, aku hanya bisa mendesah-desah kecil, sementara Mang Udin asyik sendiri menyetubuhi-ku,..

Sekitar 10 menit kemudian tanpa aku sempat merasakan apa-pun, Mang Udin mencabut penis-nya dari dalam Vagina-ku, sebelum mengocok-nya sebentar hingga spermanya meleleh di perut-ku, si Udin yang tak tahu malu itu menyuruh-ku membersihkan penis-nya yang penuh dengan lelehan sperma,.. tentu saja aku mendorongnya,.. aku mengambil selimut-ku menutupi tubuh-ku yang polos,..

” Udah keluar-keluar sana,.. ” Aku membentak menyuruh mereka keluar,..

Setelah memastikan Burhan tak akan buka mulut, memang beberapa hari kemudian ia tak lagi tampak batang hidung-nya di pangkalan Becak itu,..Sementara untuk Mang Udin, aku akhirnya aku berhasil memikirkan sebuah hukuman ‘gila’ yang membuat ia tak akan mengulang lagi kebodohan-nya itu, he he he


Gara-gara Komputer Rusak
Mei 12, 2008 oleh shusaku

” Wuaaaa ” pusing kepala-ku, bayangin aja kalau tiap minggu pasti aja nich lap-top bermasalah,..Kalau lagi santai-santai aja sich gak masalah, tapi kalau lagi ngejar tugas yang udah tinggal beberapa hari buat dikumpul ini baru masalah,..

Dah tau pengetahuan tentang komputer aku tuch minimalis banget, jadilah dengan segala cara aku usahain buat benerin tuch komputer. Yang ada malah blank layarnya,.. kebayang gak binggungnya, 3 hari lagi dikumpul, tugas setengah aja belum beres, masa musti ke rental yang hot banget buat bikin tugas, aduh kayaknya gak banget,..

Mikir dech gimana caranya, mau pinjem ke temen sekelas juga gak mungkin kayaknya, mana mungkin ada yang mau pinjemin waktu tugas lagi mau kumpul kayak sekarang, pinjem temen kost ??

Masalahnya baru aja 1 bulan pindah ke kost ini, temen aja belum ada, temen ?? Oh iya masih ada Aldy ya..Aldy itu temen satu daerah dulu, aku aja baru tahu kalau dia ternyata satu univ, Cuma beda jurusan Aku jurusan komunikasi, kalau Aldi jurusan IT, nah apalagi dia kan hobi banget ma yang namanya gadget, siapa tahu aja dia bisa benerin lap-top + pinjemin komputernya,..

Pokoknya singkat kata dengan berbagai macam rayuan si Aldy ini akhirnya mau minjemin lap-top dia + benerin komputer aku, kalau di Tanya tampang Aldi itu kayak gimana, pasti ada kan temen-temen lu yang gila sama yang namanya komputer, nah, Aldy ini satu spesies sama mereka, kurus kerempeng, rambut gak karuan, tinggi junkies, + kacamata yang tebel banget,..

Tapi gak masalah lah dengan tampangnya itu, yang penting komputer aku bisa dibenerin sama dia,..
” Wah, ini sich kena virus, kamu buka apa aja sich ?? ” Tanya si Aldy, sementara aku sibuk mengetik tugas kuliah-ku,..
” Gak tahu, paling browsing sama YM aja di,.. “
” Wah, ini kayak yang kebanyakan download software aja,.. ” kata si Aldy, gaya-nya kayak professor sambil geleng-geleng kepala + benerin posisi kaca matanya yang turun terus di hidung pesek-nya,..

Aku sich diam aja, ditanya gitu, masa mau bilang dipake download apa,..he he he

” Bisa bener ga Dy ?? “
” Bisa aja sich, tapi lama, ya ketik aja pake yang saya, nanti kan bisa dipindah ke yang kamu.. ” jawab Aldy,..
” Wah, hebat banget, makasih ya dy.. ” Biasalah basa-basi ngerayu gini, tapi beneran dech cowok kalo udah diginiin pasti apa juga dilakuin kan, ngaku dech he he he..

” Yawda, tenang aja ya, pasti bener dech, yang gini gak susah koq,.. ” telinganya sampe merah gitu, pipinya juga ikut memerah, lucu banget liatnya..
Akhirnya ada kali dari jam 1 siang, sampe jam 5 Aldy ngutak-atik komputer, segitu juga belum beres juga,.. Kasian juga liat-nya apalagi sekarang kan hari minggu biasanya si Aldy maen game di warnet, hari ini malah jadi ngutak-atik komputer aku, aku juga capek musti ngerjain tugas gini, perih dech mata rasanya,..

Kubuka folder-folder di lap-top-nya itu, tiap folder kuselusuri hingga akhirnya aku menemukan sesuatu yang menarik,..ribuan foto dan Film porno ada di dalam satu folder di komputernya itu, aku tersenyum simpul memikirkan sesuatu,..ternyata orang ini nakal juga ya,..Pikir-ku..

” Ha ha ha, dasar ya Aldy,.. ” Aku tertawa, sambil menyetel salah satu film yang ada di foldernya itu,
Aldy langsung menengok binggung, wajahnya langsung berubah merah, menahan malu saat dia melihat layar komputer-nya,..

” Ah, jangan dibuka, kan aku malu,.. ” Aldy panik, dasar culun,…
” Aldy nakal ya,.. ” Goda-ku,..
Dia diam saja malu,.

” Koq, diem sich,.. ” Tanya-ku,..
” Gapapa,.. “
” Lu sering ya gini ?? “
” Ah, gak gak pernah,…beneran dech,.. ” Aldy tampak panik sekali,
” Ah masa,.. “
” Iya beneran.. ” Dia mengangkat tangannya dan mengeluarkan 2 jari membentuk V seperti orang bersumpah,..

” Ha ha ha, iya dech percaya,.. ” Goda-ku,..
Aldy tertegun malu,..

” Mang ga pernah pengen ?? ” Tanya-ku,..
” Pengen ?? ” Tanya-nya
” Ya pengen itu ” Jelas-ku,..
” Ouw, ya sendiri aja,.. ” dia masih menekuk wajahnya,..
Aku tertawa kecil,..

” Mau gak ?? ” Tanya-ku,..
” Hah ??? !! ” Aldy kaget setengah mati..
” Iya mau gak ?? ” Tanya-ku lagi,..
Aldy tertegun malu, namun tak lama dia mengangguk, aku tertawa melihat tingkahnya itu,..

Aku pun melucuti kaus-ku dan celana-ku, dengan bra ku yang berwarna hitam, dan celana dalam-ku yang berwarna sama aku melangkah kedekat Aldy yang masih duduk di kursi meja komputer-ku,..

” Nah gimana dy ?? ” Tanya-ku,..
Wajahnya merah membara,.. dia menelan ludahnya menatap tubuh-ku ini,..

” Ba.. bagus… ” Jawab-nya,.
” Ha ha ha, bukan itu,.. Tapi gimana lagi sekarang kalau di film yang biasa lu tonton,.. “
Aldy menekuk wajahnya lagi,..

Dia diam sesaat berfikir sesuatu, namun perlahan dia mengangkat tangannya, menempel di dada-ku, kurasakan tangannya gemetaran, sebelum tiba-tiba dia meremas dada-ku itu,..

” Awwwhh,.. mphh,.. ” Aku mendesah antara enak dan menahan rasa sakit, karena remasannya yang kasar itu,..

Tangannya yang satu bergerak cepat ke punggungku, menarik lepas kait bra-ku,..

Dada-ku kini tak lagi terselimuti, namun Aldy kembali menghentikan tangannya, dan menarik tangannya dari tubuhku, aku tak kehabisan akal dan kembali menggodanya, aku penasaran sampai mana dia bisa bertahan,…

Aku pun duduk di pangkuannya, Dada-ku yang memang tak terlalu besar itu kini tepat berada di depan matanya, Aldy pun mengangkat tangannya lagi, tangannya kembali meremas-remas dada-ku itu, sambil sesekali memainkan putingnya,..

Perlahan, namun makin lama makin baik, dan mulai memberikan lebih banyak kenikmatan untuk tubuh-ku, aku pun mencium Aldy untuk meredam desahan-ku,.. tak kusangka Aldy malah sudah berani menempelkan tangannya di selangkangan-ku, dan mengelusngelus bibir vagina-ku,..

Aku pun mulai terbuai dengan permainanya yang meski masih sedikit kasar namun mulai mengantarkan kenikmatan buat-ku, aku memeluk Aldy, sementara kurasakan dia menempelkan mulutnya dan menghisap dada-ku, kutarik kacamatanya yang mengganjal di dada-ku, membuat Aldy makin leluasa menghisap dada-ku itu,..

Desiran-desiran nikmat membuat tubuh-ku makin menggelinjang, belum lagi tangannya yang bermain di bibir kemaluan-ku itu membuat-ku tak tahan lagi, dan beranjak berdiri dan melepas celana dalam-ku yang mulai basah oleh cairan cinta-ku,..

Aldy menekuk wajahnya lagi, “dasar culun orang ini” pikir-ku,

Aku pun mengambil tangan Aldy dan memintanya berdiri, sebelum kusuruh dia membuka kausnya, Aldy pun menuruti permintaan-ku, tubuhnya yang kurus kering itu menjiplak-kan tulang rusuknya dibalik kulitnya yang putih,..

Aku pun membimbing Aldy ke arah tempat tidur-ku,..sebelum akhirnya dia bertelentang di atas kasur-ku,..

Perlahan celana-nya kuturun-kan, Aldy tertegun namun diam saja melihat aku memelorotkan celananya itu,..aku tak menduga orang seperti Aldy ternyata mempunyai penis seukuran ini, gak terlalu besar namun sepertinya begitu kuat,.. aku pun mengengamnya dengan tangan-ku, perlahan kukocok-kocok, Aldy mendesah-desah keenakan,..

” Lebih enak mana sama sendiri dy ?? ” Tanya-ku menggodanya,..
” Lebih enakkk inihhh,.. oughhh ” Aldy menjawab di tengah desahannya,..
” Kalau gini gimana Dy ?? ” Tanya-ku

Kuraih penisnya, kujepit dengan tangan-ku kuat-kuat, sementara kujulurkan lidah-ku menjilat kepala penisnya,..tubuh Aldy langsung mengejang keenakan,..
” Gila enaaak bangeet, ughh.. ” Desahnya saat aku kembali menjilat penisnya itu,..

Sebenarnya aku agak terganggu dengan bulu kemaluannya yang begitu lebat, apalagi aku memang gak suka dengan kemaluan yang berbulu begitu lebat dan tak terawatt seperti ini, namun seru rasanya mengerjai Aldy seperti ini,..

” Kalau gini gimana Dy ?? ” Aku makin kerajingan mengerjainnya, kali ini kukulum penis itu, perlahan kumasukan dalam mulut-ku, hingga seluruh kepala penisnya di dalam kuluman-ku dan langsung kuhisap kuat-kuat,..

” Ouwwwhh,,.. ” Desahnya, aku tersenyum menatap Aldy,..
” Enak ?? ” Tanya-ku,..
Aldy mengangguk , sambil mengelinjang,..

Kuteruskan hisapan-ku pada penisnya sambil mengocok batang penisnya itu,..

Aldy mengelinjang-gelinjang, sementara kadang kujilatai batang penisnya yang berbulu itu, membuat-nya makin mengelinjang, lucu sekali tubuhnya yang kurus dengan kulit yang hanya melapisi tulang itu mengeletar-geletar,. Aku makin gila mengocok penisnya itu hingga tak berapa lama kemudian penis itu berkedut-kedut dalam gengaman-ku,..

Tak berapa lama, penis itu sudah menumpahkan spermanya, untung aku sigap dan menghindari semprotan spermanya, aku mengambil tissue membersihkan penis itu,..

Aldy sendiri tampak malu keluar secepat itu,..
” Maap ya,.. ” katanya, aku tersenyum saja lagi aku tak berharap banyak darinya,..
Aku mengodanya dengan menjilat kepala penisnya yang mulai terkulai lemas itu, membuat Aldy bergeletar ngilu, karena penisnya baru saja keluar,..

” Mank apa sich yang lu biasa tonton,.. ” goda ku, sambil meremas payudara-ku menggodanya,..

Aldy tertunduk malu,.. aku pun sengaja berdiri dihadapannya membuat Aldy makin salah tingkah, aku menggodanya dengan tatapan mata nakal-ku membuat Aldy menunduk kan kepalanya makin turun,..

Aku tersenyum kecil dalam hati, menanti apa yang akan dilakukan oleh Aldy,..Aku tak yakin dia tak tergoda, apalagi penisnya mulai kembali mengeras, hingga tiba-tiba Aldy menyergap ku, dan menjatuhkan tubuh-ku kembali keatas ranjang,..

Aldy langsung menimpa tubuh-ku, terus menciumi wajah-ku, sesekali mencoba mencium bibir-ku, namun tampaknya dia masih ragu, aku pun berinisiatif menciumnya terlebih dahulu, sampai akhirnya dia berbalik memagut bibir-ku, dan memainkan lidahnya sebisanya menyambut lidahku,..

Sementara dia pun mulai menarik betis-ku, mengangakang-kannya dan berusaha mendesak-kan penisnya yang sudah mulai mengeras lagi itu, dalam vagina-ku, perlahan terasa bagaimana penis itu mulai masuk,..

Sesekali Aldy menarik penisnya keluar namun lagi-lagi dia mendesakkan-nya kembali dalam tubuh-ku, aku menutup mata-ku merasakan bagaimana benda asing itu masuk dalam tubuh-ku, kadang sodokannya tidak meluncur masuk ke dalam vagina-ku, namun tertahan di dinding-nya, aku pun hanya bisa menahan sakit , resiko memperjakai seseorang,..

Beberapa kali dia terus berusaha memasukan penisnya seutuhnya dalam tubuh-ku itu, hingga akhirnya penis itu berhasil kutelan seluruhnya, Aldy diam sesaat menatap wajah-ku,..Tampaknya dia menikmati bagaimana penisnya di dalam vagina-ku sebelum dia mulai menggoyangkan pinggul-ku seperti yang biasa di tonton-nya

Penisnya memang berasa banget di dalam tubuh-ku,..rasanya perlahan mengaduk-aduk dengan perlahan, tak tahan rasanya untuk gak mendesah, apalagi si Aldy ini memang udah kebanyakan nonton video porno sambil menggoyang pinggulnya, dia pun asyik menghisapi dada-ku, hemm rasanya mendesir nikmat,..

Makin lama, makin cepat juga Aldy menyetubuhi-ku, tangannya meremas-remas payudara-ku, kerasa banget waktu pelan-pelan dia mulai maenin putting-ku, tampaknya si Aldy begitu terobsesi memainkan dada-ku ini,..

” Di pelan-pelaaan dii… ” Aku tak tahan juga, bayangkan sodokan penisnya masih terasa kasar dengan hentakannya masih banyak yang malah menabrak-nabrak dinding selangkangan-ku bukannya menyelusp masuk, kadang pun remasannya terasa begitu kasar hingga membuat-ku terpaksa memprotes apa yang dilakukannya itu,..

” Iya, tapi enak bangget ya… ” balasnya, iya enak tapi pelan-pelan donk,..

Masih dengan posisi missionaries namun perlahan Aldy mulai berani mempraktekan apa yang dia tonton selama ini, sesekali menciumi tengkuk-ku sambil menciumi bibir-ku, tak cukup begitu dia mulai lebih gila dengan sesekali menyelusupkan jempolnya di anus-ku, jelas aku menghentikan apa yang dilakukannya itu,

” Sakit dy, jangan begitu,… ” Dia mengerti dan menarik jempolnya, namun makin lama sodokannya makin cepat dan makin dalam juga masuk dalam vagina-ku itu,.. mulai meluncur deras masuk ke tubuh-ku,..

” Coba donk, yang doggy,.. ” Bisik-nya,..
” Mank lu bisaaa, hmmm.. ” Aku agak ragu juga,..
” Ya Coba ajaa dulluu ” Pintanya,..

Kuturuti kemauannya itu, aku pun menungging sementara Aldy mengarahkan penisnya itu kekemaluan-ku, perlahan penis itu menekan masuk, aku pun memejamkan mata menikmati bagaimana penis itu mulai masuk, sementara tangan Aldy menempel di pinggul-ku, mencengkramnay kuat-kuat sambil mulai mendesakan penisnya masuk dalam vagina-ku,..

Agak tertahan karena lututnya yang tak sejajar dengan pinggulky, sehingga Aldy kesulitan untuk menyetubuhi-ku,..
” Lututnya di,.. ” Aku memberitahukannya, apalagi rasanya tanggung banget disetubuhi dengan penis setengah masuk seperti itu, rasanya ada yang kurang dan lebih memberikan rasa geli di vagina-ku,..

Aldy pun setengah mengangkang, karena kakinya terlalu panjang sehingga memaksanya mengangkang untuk bisa meneroboskan penisnya dalam-dalam di vagina-ku,..tapi jelas itu membuat penisnya bisa masuk lebih dalam, membuat-ku makin terbawa dalam permainan Aldy,..

” Ayo dy terus dy ” makin lama Aldy makin membaik dan aku sudah tak seperti guru yang sedang mengajari Aldy bagaimana caranya bercinta, tangan-nya pun mulai merogohi dada-ku lagi, tempat tidurku makin berantakan saja sementara aku meremas-remas bantal ku menikmati apa yang dilakukan oleh pemula seperti Aldy,..

Entah berapa lama aku disetubuhi olehnya, yang pasti rasanya penis itu masih begitu kekar dalam vagina-ku sementara aku sudah diambang puncak-ku, namun aku tak ingin dikalahkan oleh seorang pemula seperti Aldy, aku pun berusaha menekan gelombang organsme itu,..

Aldy pun menciumi tengkuk-ku dari belakang, sambil menarik rambut-ku, benar-benar seperti adegan di video porno, dia gak tahu apa gimana sakitnya dijengut seperti itu, namun juga memberikan rasa sexy saat diperlakukan seperti itu,..

” Cobain sambil jalan ya ?? ” Tanya Aldy,..
” Hah ?? “
” Iya sambil jalan, aku pernah liat di film,.. ” Pinta-nya,..

Aku ragu, apa bisa ya tapi memang selama ini pun aku belum pernah melakukan seperti itu, sehingga aku pun menyanggupinya karena penasaran,..

” Pelan-pelan tapi ya,.. ” Kata-ku

Aku pun mulai menurunkan kaki-ku turun, perlahan diikuti Aldy yang juga mulai turun ke lantai, sementara penisnya masih menancap dalam vagina-ku, aku setengah membungkuk, sementara Aldy yang mulai berdiri tegap mulai menyodok-nyodokan penisnya lagi,..

” Bentar dy,.. hmmm awww… ” Aku meminta waktu sebentar, aku harus sedikit berjinjit karena Aldy jauh lebih tinggi dari-ku, tangan-nya menempel di pinggang-ku membantu-ku dengan sedikit mengangkat tubuhk-ku dalam posisi itu,..

Namun si Aldy tetap saja menyetubuhi-ku dengan begitu bernafsu, mungkin kapan lagi pikirnya, makin lama makin gencar saja membuta-ku sulit untuk sekedar menarik nafas, sementara aku masih belum terbiasa dengan posisi setengah berjinjit seperti ini,..

Akhirnya beberapa menit kemudian aku mulai terbiasa dengan posisi seperti ini,..
” Mau coba jalaannn dy hmmm ” Tanya-ku,..
” Boleh,.. ” Bisiknya perlahan

Aku mulai melangkah-kan kaki-ku, kanan seperti biasa, terasa penisnya yang bergerak keluar dari penis-ku, namun hanya setengah, namun langsung kembali mendesak maju mengikuti Aldy yang ikut maju, begitu juga saat melangkah-kan kaki kanan-ku, sesaat seperti akan lepas, namun langsung mendesak maju lagi mengikuti langkah Aldy,..

Rasanya mendesir-desir nikmat meski tak ada penetrasi seperti biasanya,..Aku melangkah kearah kamar-manid, mau kamana lagi kamar kost-ku sempit, beberapa langakah aku menempel di wastafel tempat aku mengosok gigi setiap harinya, tangan-ku mencengkram pinggiran wastafel sementara Aldy makin menggila mengerjai tubuh-ku, penisnya berselanjar dalam vagina-ku sementara tangannya meremas-remas bokong-ku sesekali juga menggelayut di dada-ku,..

” Ough ough,… ” Firasat buruk-ku menjadi kenyataan penis itu terasa mengeras didalam vagina-ku, baru sesaat aku berusaha melepaskan diri dari pelukan Aldy, penis itu terlanjur menumpahkan spermanya dalam vagina-ku,..

Semburan sperma itu kontan membuat birahi-ku yang sudah tinggi sejak tadi tak sanggup lagi untuk menahan organsme-ku, tubuh-ku pun menggelijang sesaat, kenikmatan yang tadinya tak aku harap-kan bisa kuperoleh dari orang seperti Aldy,..

Tubuh-ku mengejang sesaat, Aldy yang panik melihat tubuh-ku bergetar langsung memeluk tubuh-ku dari belakang,..
” Gapapa ?? ” Tanya-nya cemas,..
Aku menggelengkan kepala, sambil menahan tawa,..

Penis Aldy mulai menciut dan terlepas dari dalam vagina-ku,..sementara sperma-nya pun mulai menetes turun,, aku mengambil air membersihkan sisa-sisa spermanya,..

” Maap ya, tadi aku gak tahan… ” Kata Aldy dengan penisnya yang terkulai lemas,..
Aku menggelengkan kepala, agak jengkel juga namun aku tak kuatir karena tanggal-tanggal segini bukan masa subur-ku,..

Aku mengambil handuk sambil mengeringkan tubuh-ku yang berkeringat, lalu memunguti Bra dan Celana Dalam-ku yang ada dilantai dan kembali mengenakannya sebelum kututup dengan celana pendek dan kaus-ku tadi,..

Kurapikan tempat tidur-ku dan menjatuhkan tubuh-ku diatas-nya,.. Sengaja begitu, aku ingin membuat Aldy sedikit merasa bersalah, sekaligus membuatnya merasa aku bukan cewek gampangan,..

Benar saja, Aldy pun menjadi salah tingkah, dan berjanji untuk tak mengulanginya lagi dan mau mengerjakan tugas kuliah-ku sebagai permohonan maafnya, aku diam saja, seolah ragu untuk menerima kebaikannya, hingga Aldy kembali membujuk-ku dan akhirnya aku pun mengiya-kan permohonan-nya itu,..
Ya untungnya aku bodoh-nya Aldy, he he, tapi kapan ya lap-top-ku rusak lagi ??


Aku Menikmati Diperkosa Sopirku dan Temannya
Oktober 29, 2007 oleh shusaku

Namaku Widuri berumur 25 tahun, aku dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang cukup mapan. Karena itu aku terbiasa berhias dan menikmati kehidupan yang lumayan mewah. Kulitku putih dan orang bilang tubuhku cukup ideal. Aku telah berumah tangga, Sandi suamiku mempunyai perusahaan yang bergerak di bidang eksport import. Saat ini dia sedang tidak berada di rumah. Dia pergi keluar kota selama kurang lebih sebulan untuk mengurus keperluan bisnisnya. Aku terbiasa ditinggal sendiri di dalam rumah mewahku. Tapi sebulan yang lalu dia pulang membawa seseorang yang akan dijadikan supir di rumahku. Dia adalah Martono, seorang pria berumur kurang lebih 40 tahunan. Rambutnya botak kulitnya hitam dan wajahnya terlihat buruk keras. Suamiku yang mempekerjakannya sebagai supir kami sebagai balas jasa telah menyelamatkan suamiku dari ancaman perampokan di jalan raya. Meskipun aku kadang-kadang ketakutan melihat matanya yang jelalatan melihatku, tapi aku menghormati keputusan suamiku. Dia memang pintar mengemudi mobil dan mengetahui seluk-beluk kotaJakarta. Seringkali Aku belanja ke Mall hanya diantar oleh Martono karena suamiku betul-betul sangat sibuk.

Suatu hari ketika aku sedang memasak di dapur, tiba-tiba aku dikejutkan dengan kehadiran Martono yang menatapku dengan jelalatan.
“Oh Pak Martono…. kaget saya melihat bapak tiba-tiba sudah ada disini.” Aku memanggilnya dengan sebutan bapak karena dia lebih tua dariku.
“Maaf nyonya kalau saya ternyata mengagetkan …..”. Dia menjawab tapi tatapan matanya tidak berhenti menatap dadaku. Aku sedikit risih dengan tatapannya, lalu aku pura-pura menyibukkan diri memasak kembali. Martono masih diam saja di dapur menatap bagian belakang tubuhku.
“Ada keperluan apa bapak ke dapur.” Akhirnya aku bertanya setelah sekian lama mendiamkannya.
” Nyonya sangat cantik sekali…..dan seksi” Martono menjawab. Aku terkejut dengan jawabannya itu. Jantungku berpacu semakin cepat, aku mulai was-was.
“Jangan-jangan….ah, tidak mungkin…. Semoga dia cuma berkata sebenarnya, hanya caranya mengungkapkan seperti orang yang terbiasa hidup di jalanan. Tanpa basa-basi.” Aku berusaha menenangkan deburan jantungku.
” Terimakasih…..” aku menjawab dengan sedikit gemetar.
“Sebenarnya Nyonya sangat menggairahkan, setiap kali saya di dekat Nyonya pasti “adik” saya terbangun. Saya masih yakin dapat memuaskan Nyonya.” Martono berkata tanpa basa-basi.
Deg…. Dugaanku ternyata benar, aku takut sekaligus marah dengan Martono. Aku menghadapnya dengan mengacungkan pisau dapur yang sedang kupakai.
” Hei Martono, jangan kurang ajar terhadapku. Ingat aku adalah majikanmu. Aku bisa memecatmu sekarang juga karena kelakuanmu yang tidak sopan terhadapku. Selama ini aku menerimamu karena menghormati suamiku.” Aku membentak tanpa menghiraukan usianya yang lebih tua dariku.
Tanpa-diduga-duga dia memelintir tanganku yang memegang pisau sehingga pisau itu terlempar. Aku mengaduh kesakitan. Tapi tangan kirinya telah memelukku dengan erat. Aku tidak bisa bergerak sama sekali, karena himpitan tenaganya yang kuat.
“Kamu kira aku bisa ditakuti dengan mainan seperti itu…. hah.” Dia sekarang menelikung tanganku dan mendekapkan badanku ke badannya. Aku gemetar ketakutan dan tidak terpikir untuk berteriak saking gugupnya.
“Aku memang mengincarmu dari dulu, karena itu mengatur siasat agar dia dirampok oleh kawa-kawanku. Aku pura-pura datang menolongnya. Sekarang kalau kau berani melawan, maka kau akan tahu akibatnya. Kau dan suamimu bisa kubunuh kapan saja bila kau coba-coba melapor pada pihak yang berwajib. Aku punya banyak kawan preman di jalanan yang bisa dengan mudah kuperintahkan.” Martono mengancamku. Aku semakin ketakutan, hilanglah sudah harapanku.
“Aku akan melepaskan pelukanku kalau kau mengerti kondisimu saat ini.” Martono meneruskan. Aku hanya diam menggigil ketakutan dan mengangguk. Dia menyeringai dan melepaskan pelukannya. Aku langsung terduduk di lantai dan menangis. Martono tertawa penuh kemenangan. Sedangkan hatiku sangat kalut. Martono bisa melakukan apa saja terhadapku. Kalau aku melaporkan dia pada Polisi maka jiwaku dan suamiku akan terancam.

” Kamu tidak perlu menangis… karena aku akan memberikan kepuasan batin yang tak terhingga kepadamu. Aku tahu kebutuhan batinku sangat kurang karena suamimu jarang berada di rumah. Kamu sangat kesepian kan?. Pikirkan saja bahwa suamimu tidak ada disini sedangkan kau merasa sangat kesepian, siapa yang salah sekarang….” Martono berkata dengan tenangnya.

Sambil duduk Martono membuka resluiting celananya. Kemaluannya tampak telah membesar dan kini tepat mengarah di depan wajahku. Akupun kembali membuang muka sambil memejamkan mata. Martono mulai memaksa untuk mengoral batang kejantanannya. Tangannya keras segera meraih kepalaku dan wajahnya ke depan kemaluannya. Setelah itu kemudian Martono memaksakan batang kejantanannya masuk ke dalam mulutku hingga sampai pangkal penis dan sepasang buah zakar bergelantungan di depan bibirku.
Dengan agak terpaksa aku membuka mulutku dan mulai menciumi penis Martono, sebenarnya ukuran penis Martono hampir sama dengan milik suamiku tetapi punya Martono sedikit lebih panjang dan agak membesar di bagian kepalanya. Akhirnya perlahan aku mulai menjilati dan mengulum penis itu.

“Ohh.. Nikmat sekali sayaang, kau memang pintar”
Martono mengerang sambil meremas rambutku lalu ia mendorong dan menarik penisnya di mulutku. Aku terus mengutuk diriku yang rela memberikan sesuatu yang lebih pada orang lain daripada untuk suamiku karena selama ini aku selalu menolak kalau Mas Sandi minta untuk memasukan penisnya ke mulutku.

Aku gelagapan karena mulutku kini disumpal oleh kemaluan Martono yang besar itu. Martono mulai mengocokkan batang penisnya dimulutku yang megap-megap karena kekurangan Oksigen. Dipompanya kemaluannya keluar masuk dengan cepat hingga buah zakarnya terasa memukul-mukul daguku. Tak terasa air mataku mengalir deras, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa….

Bunyi berkecipak karena gesekan bibirku dan batang penis yang sedang dikulum tidak dapat dihindarkan lagi. Hal ini membuat Martono makin bernafsu dan makin mempercepat gerakan pinggulnya yang tepat berada di depan wajahku. Batang penisnya juga semakin cepat keluar
masuk di mulutku, dan sesekali membuatku tersedak dan ingin muntah.

Lama sekali rasanya batang penis Martono kukulum dan membuatku makin lemas dan pucat. Akhirnya tubuh Martono pun mengejan keras dan Martono menumpahkan spermanya di rongga mulutku. Hal ini membuatku tersentak dan kaget, ingin memuntahkannya keluar namun pegangan tangan Martono di kepalaku sangat keras sekali, sehingga dengan terpaksa aku menelan sebagian besar sperma itu.

“Aaah..,” Martono pun mendesah.
“Akhirnya aku bisa menikmati mulutmu yang indah sayang……..” Terasa sakit rasanya hatiku. Aku seperti wanita yang tidak berharga dan bisa dipermainkan oleh siapa saja. Aku hanya bisa menangis tanpa bisa melawan.

“Ayo ikut aku…..” Martono kemudian menarik tanganku dengan kasar. Dengan setengah menyeretku dia membawaku ke kamar tidurku. Didorongnya tubuhku ke atas ranjangku yang empuk.
“Hmm. Kamar yang bagus dan wangi…. Cocok untuk kita saling melepas hasrat yang sangat nikmat.” Martono mengagumi kamar tidurku yang luas dan bersih. Aku tetap berbaring telungkup dengan menangis. Sia-sia saja aku walaupun berteriak, tidak ada tetangga yang akan mendengarku. Hidup di Jakarta kadang-kadang tidak memperdulikan penderitaan tetanga. Yang paling parah, Martono bisa mencelakakanku, yang paling kutakuti sebenarnya kalau dia sampai mencelakakan suamiku.

“Hei… jangan diam saja. Bangun sini.” Martono membentakku. Aku lalu bangun mendekatinya. Dia menyeringai dan berkata. “Lepaskan seluruh pakaianmu dan menarilah.”
“Gila… apakah aku disuruh berstriptease dihadapannya. Terhadap suamikupun aku belum pernah melakukannya.” Aku semakin gemetar….
“Tolong, jangan lakukan ini kepada kami….. kalau pak Martono perlu uang nanti kami beri sesuai permintaan bapak.” Aku memberanikan diri menolak kemauannya dengan suara yang bergetar.

“Jangan menolak, atau aku telpon temanku sekarang juga untuk mengurus suamimu. Tapi kalau kau memberikan layanan terbaikmu, maka kau jamin dirimu dan suamimu tidak akan binasa. Rahasia diantara kita tidak akan diketahuinya dan kaupun dapat menikmati keperkasaanku. Ha.. ha.. ha..” Martono malah balik membentak.

Perlahan-lahan aku mulai melepaskan pakaian yang kupakai. Kubuka kancing bajuku satu persatu dengan tangan gemetar. Nafas Martono nampak sedikit tertahan tegang ketika aku membuka bra warna pink yang kupakai. Aku menggoyang-goyangkan pantatku perlahan-lahan sambil membuka celana dalam yang merupakan bagian terakhir perlengkapan pakaianku. Aku menutupi payudaraku dan bagian kewanitaanku dengan kedua belah tanganku sebisa mungkin. Hatiku makin tidak karuan.

Mata Martono semakin beringas “Beruntung sekali aku mendapatkanmu……. Tubuhmu yang putih mulus dan kencang sungguh luar biasa indahnya. Mari sini sayang.” Martono menarik tanganku dan membaringkanku telentang. Dia dengan tergesa-gesa melepaskan pakaiannya. Badannya yang hitam menandakan dia terbiasa bekerja di bawah terik matahari. Terlihat beberapa tatto di badannya. Selama ini aku tidak pernah melihat dia mempunyai tatto. Kepalaku terasa berkunang-kunang, rasanya aku hampir tidak sanggup menahan peristiwa ini.

Martono perlahan-lahan mendekati aku yang tergolek lemas ditempat tidurku. Diambang kesadaran kurasakan sesuatu yang basah merayap menelusuri kakiku dan terus beranjak naik menuju pahaku, tanganku berusaha mencari tahu apa sebenarnya yang menelusuri kaki dan pahaku.
“Oh.. Martono.. apa yang Bapak lakukan..” aku tersentak kaget ketika kudapati ternyata lidah Martono menempel di belahan pahaku.
“Tenanglah.. nikmati saja..”, aku berontak, aku tak bisa membiarkan kekurang ajaran orang ini, aku harus bisa melepaskan diri dari bajingan ini, tapi tak berdaya aku melakukan semua itu, tubuhku lemas, akan tetapi terasa dorongan hasrat menjalari seluruh tubuhku yang memang jarang mendapatkannya dari suamiku.
“Bajingan kau.. lepaskan!, aku ini majikanmu.” Kali ini timbul perasaan nekatku yang tadi dihimpit ketakutan.
“Kurang ajar.. Bajingan.. lepaskan..!” kembali aku berteriak sambil berusaha menendang, tapi lagi-lagi aku begitu lemah dan tiba-tiba saja lidah Martono yang basah menyeruak menyapu organ tubuhku yang paling sensitif.
“Akhh..” Oh.. Tuhan nikmat sekali rasanya lidah orang ini, tubuhku mengejang, lama lidah Martono bermain dengan Vaginaku dan sesekali ia menyentuh dan menggigit clitorisku yang mulai mengembang dan mengeras. Cairan vaginaku mulai keluar meleleh berbaur dengan air liur Martono yang masih saja menusukan lidahnya ke vaginaku.

Tiba-tiba tubuhku kembali menegang, dan kurasakan sesuatu menjalar diseluruh tubuhku dan seakan berkumpul dirahimku lalu..
“Ohh.. hh.. Akh..” erangan panjang dari mulutku mengiringi semprotan cairan hangat yang keluar dari dalam liang vaginaku dan membasahi mulut Martono. Ohh.. aku orgasme dengan orang selain suamiku dan hendak memperkosaku dengan biadab, tapi rasanya nikmat sekali orgasmeku dari Martono ini dan aku selalu menginginkan lebih dari itu. Kini tubuhku benar-benar lemas sambil kedua pahaku tetap menghimpit kepala Martono dengan nafas yang terengah-engah.

Perlahan Martono melepaskan kepalanya dari selangkanganku dan merayap keatas tubuhku yang masih belum bisa membuka mataku.
“Apa kubilang.. nikmat kan?” Martono berbisik ditelingaku.
“Ja.. hh.. jangan Pak sudah..” sebentar Martono menghentikan aksinya mungkin untuk memberiku kesempatan mengumpulkan tenaga kembali.
“Nyonya tahu kalau saya udah jatuh cinta saat pertama melihat nyonya, jadi nikmati saja tanda cinta dari saya.
“Tidak Pak.. jangan..” setengah menangis aku memelas agar ia mau melepaskanku dari nafsu bejatnya.
“Pak Sandi sangat beruntung memiliki nyonya.., cantik dan bertubuh idaman lelaki..”
Dengan lembut ia mencium keningku, hidungku, pipiku dan sambil menghembuskan nafasnya ia mencium telingaku membuat gairah dalam tubuhku kembali berkobar dan seluruh bulu-bulu halus di tubuhku berdiri.
“Bibir nyonya indah..” itu yang terdengar sebelum ia melumat kedua belah bibir sensualku, aku berusaha menghindar tapi nikmat sekali rasanya.

Perlahan aku mulai membalas dengan membuka bibirku membiarkan lidah Martono menyeruak masuk kedalam mulutku. Ia melepaskan ciumannya lalu bergerak menelusuri leherku dan menggigit puting susuku.

“Susu nyonya sungguh menggairahkan.. indah sekali sayang..”
Ia mengulum dan membenamkan wajahnya di belahan dadaku. aku menggelinjang dan hasratku lebih berkobar akhirnya kudekap tubuh yang menindih diatasku, oh.. Tuhan ia sudah telanjang bulat, kurasakan belahan pantatnya di kedua tanganku. Lama ia menelusuri dan meremas payudaraku.

“Jangan.. Pak.. aku mohon jangan.. aku nggak mau menghianati suamiku….!” untuk kesekian kalinya aku memelas sambil berusaha merapatkan kedua kakiku dan mendorong tubuh Martono agar menjauh dariku.

Tanpa mempedulikan rintihanku Martono bergerak berusaha membuka kakiku dan menempatkan tubuhnya diantara kedua kakiku. Dengan reflek kedua tanganku bergerak menutupi selangkanganku, tapi kembali tangan Martono menarik kedua tangan ku dan membawanya keatas kepalaku. Langsung saja ia menyapu kedua ketiakku yang mulus tanpa bulu dengan lidahnya, kembali akupun merasakan sensasi kenikmatan sebagai akibat sapuan lidahnya yang basah itu.

“Ohh..” tubuhku bergetar sesuatu yang keras berusaha menyeruak masuk lubang kenikmatanku, dan perlahan benda itu mulai tenggelam dalam selangkanganku. Aku mendongak, mataku terpejam merasakan sensasi kenikmatan yang tiada taranya dan diakhiri dengan satu sodokan kuat akhirnya amblaslah seluruh penis Martono kedalam liang vaginaku.

Tubuhku terasa penuh seakan benda itu menancap tepat di rahimku, hilanglah sudah pertahanan terakhir kesucian rumah tanggaku. Tanganku mencengkram erat tubuh Martono dan menancapkan kuku-kukuku di pundaknya, perlahan tetes air mata mengalir disudut mataku yang terpejam. Lalu Martono mulai menggerakan pantatnya dan mulai mengobok-obok isi liang vaginaku.
“Ohh.. Nyonya.. nikmat sekali.. Kau.. kau.. begitu rapat..” Martono terus mengocok vaginaku maju dan mundur dan akupun semakin menikmatinya, hilang rasanya rasa pedih dihatiku terobati dengan kenikmatan yang tiada taranya. Mulutku mulai meracau mengeluarkan desahan dan ocehan.
“Akhh.. Pak.. Aduuh.. ohh..” lama Martono memacu birahinya dan akupun mengimbanginya dengan menggelora, sampai akhirnya kembali aku mengejang dan sambil memeluk erat tubuh Martono aku kembali menyemprotkan cairan yang meledak dalam rahimku, aku orgasme untuk yang kedua dari Martono. Untuk beberapa saat Martono menghentikan gerakannya dan memeluk erat tubuhku sambil melumat bibirku. Aku benar-benar menikmati orgasme yang kedua ini, mataku terpejam sambil kulingkarkan kedua kakiku ke pinggang Martono.

Tak berapa lama kemudian Martono mencabut penisnya yang masih mengacung kokoh dari dalam rahimku.
“Oh..” ada sesuatu yang hilang rasanya dari tubuhku.
Perlahan ia bergerak menyamping dan membalikan tubuhku, kali ini aku pasrah dan lemah tak berdaya hanya menurut saja. Kembali ia menaiki tubuhku, kali ini dari belakang dan mulai menusuk-nusukan penisnya ke pantatku. Akupun menyambut sodokan benda tumpul itu dengan sedikit membuka kakiku dan mengangkat pantat kenyalku, cairan yang keluar dari rahimku mempermudah masuknya senjata Martono melalui jalan belakang dan kembali menancap di vaginaku. ia bergerak sambil kedua tangannya meremas payudaraku dari belakang dan menggenjotkan pantatnya menghantam liang vaginaku

Gesekan demi gesekan kurasakan semakin nikmat menyentuh kulit halus liang vaginaku, tanganku mencengkram erat seprei tempat tidurku yang acak-acakan.

“Ohh.. Nyonya.. Nikmat sekali.. Ohh..”
Martono benar-benar hebat, ia bisa bertahan lama menggauliku dengan berbagai posisi, sedangkan akupun semakin gila saja meladeni nafsu setan Martono. Untuk ketiga kalinya aku mencapai klimaks sedangkan Martono mesih saja berpacu diatas tubuhku. Sekarang pasisi tubuhku duduk dipangkuan laki-laki ini sambil mendekap dengan kepala mendongak kebelakang, leluasa ia mencumbu leherku yang mulai sudah basah dengan keringat yang keluar dari seluruh pori-pori tubuhku. Seakan tak pernah puas terus saja ia mengulum dan menjilati kedua payudaraku, kurasakan penis Martono menghujam telak keliang senggamaku yang mendudukinya. Kocokan demi kocokan yang semakin gaencar kurasakan menggesek kulir vaginaku sebelah dalam, erangan dan cengkraman menghiasi gerakannya. Kali ini aku benar-benar melepaskan seluruh hasratku yang selama ini terpendam, aku tak mempedulikan lagi siapa laki-laki yang menyetubuhiku, yang jelas aku ingin terpuaskan.

Lama posisi duduk itu berlangsung sampai akhirnya tubuh Martono semakin gencar menyodok vaginaku, gerakannya semakin cepat. Martono menghempaskan tubuhku kembali terlentang ditempat tidur, tubuhnya mengejang dan memeluk rapat tubuhku sampai aku hampir tak bisa bernafas. Lalu kurasakan semburan hangat dengan kencang membentur dinding rahimku.
“Akhh..” Martono mengerang panjang sambil menekan pantatnya kebawah dengan keras, kucengkram dan kembali kulingkarkan kakiku kepinggangnya dan akupun melepaskan sisa orgasme yang masih tersisa ditubuhku. Untuk orgasme yang terakhir ini kami berlangsung hampir bersamaan, akhirnya dengan terkulai lemah tubuh Martono roboh menindih tubuhku yang lemas pula. Lama kami terdiam merasakan sisa kenikmatan itu dan akhirnya Martono mulai beringsut menjauh dari tubuhku.

“Terima kasih Nyonya sayang..” setengah sadar dan tidak kudengar Martono membisikan kata-kata itu sambil mengecup keningku. Lalu ia berdiri mematung di samping tempat tidur. Aku tidak tahu kapan ia pergi karena setelah itu aku tertidur karena lelah dan kantuk yang menyerangku tanpa mempedulikan keadaan kamar tidurku yang acak-acakan.

Sore hari aku baru terbangun dari tidurku, tubuhku serasa hancur dan lelah bukan kepalang. Kulihat keadaan diriku terasa sisa sperma yang mulai lengket membanjir di selangkanganku. kulihat banyak sekali cairan sperma Martono keluar meleleh dari dalam vaginaku bercampur dengan cairan rahimku dan membasahi seprei tempet tidur. Setengah merangkak aku menuju kamar mandi membersihkan tubuhku dari bekas keringat dan dosa, guyuran air hangat membuat tubuhku sedikit lebih segar walaupun rasa capek itu masih terasa ditubuhku. Kulihat vaginaku memerah dan bekas cupangan nampak di payudaraku, lama aku berada di kamar mandi menunggu cairan sperma Martono keluar semua meninggalkan liang rahimku. selesai mandi cepat-cepat kubereskan tempat tidurku dan mengganti seprei serta sarung bantal guling dengan yang masih baru..

Aku masih termenung memikirkan kejadian siang tadi, aku mengutuk diriku sendiri dan sangat menyesal dengan hal itu. Bajingan benar Martono itu, ia telah menodai kesucian rumah tanggaku yang selama ini kujaga dengan baik. Yang lebih kusesalkan lagi akupun menikmati permainannya yang sangat nikmat. Belum pernah aku merasakan senggama sepanjang itu dengan Mas Sandi, aku bisa mencapai klimax sampai empat kali, kuakui hebat sekali permainan Martono.
———————————————

Pada malam hari bel pintu berbunyi. Kupikir suamiku sudah pulang, aku buru-buru membukakan pintu. Betapa terkejutnya aku melihat Martono datang dengan membawa seorang teman yang berbadan tegap.

“Selamat malam nyonya….. aku membawakan teman yang akan membuat nyonya merasakan sensasi yang luar biasa.” Martono menyeringai kepadaku sedangkan temannya senyum-senyum menyebalkan.
“Bagaimana nyonya, bukankah sudah saya katakan untuk menikmati saja sensasi kenikmatan yang kami tawarkan daripada melaporkan kami kepada pihak yang berwajib. Saya melihat nyonya begitu bernafsu dan sangat menikmatinya juga, bukan?.” Aku menjadi jengah mengingat kejadian tadi siang. Memang diakui akupun terhanyut dibuai permainan Martono. Aku hanya diam memejamkan mataku dan menarik nafas dalam-dalam sekedar menenangkan perasaanku yang tidak karuan. Tiba-tiba aku mendorongnya maka ia terjatuh, dan kesempatan ini aku melarikan diri menuju pintu kamar mandi. Aku pikir untuk melarikan diri menuju kamar mandi dan mengunci diriku dari Martono dan temannya.

Tapi tiba-tiba tangan Martono sudah menangkapku dan memelukku dengan erat.
“Hentikan…….. aku tidak mau melakukannya.” Aku berteriak-teriak tetapi temannya Martono malah mengamati aku dengan napsu.
“Kamu benar-benar membuatku bernafsu, bagaimana mungkin aku membiarkan wanita yang sangat menggairahkan pergi?”.
“Sebaiknya nyonya jangan banyak bertingkah, berteriakpun percuma… lebih baik layani aku dan Bejo. Ha… ha… ha…” Martono menyeringai.
“Lepaskan aku… lepaskan aku…” aku berusaha meronta, tapi Martono mengangkat tubuhku dan membawaku ke kamar tidurku yang telah digunakan tadi siang. Dengan mudahnya dia melemparku ke atas ranjang.
Aku sangat terkejut dengan perkembangan keadaa ini. Mereka akan memperkosa aku seperti ini. Tetapi apa yang aku bisa lakukan? Sekarang kami semua berada di kamar tidurku. Bejo mendekat dan merobek pakaianku dan menarik paksa BH dan CD yang ku kenakan sehingga payudaraku terlihat jelas. Aku menyesal hanya mengenakan pakaian daster sehingga memudahkan mereka melampiaskan nafsunya. Aku malu sekali terlihat bagian- bagian rahasia di hadapan orang-orang selain suamiku.

“wow… payudara yang indah, nyonya sungguh mempunyai anugerah yang tak terhingga.” Kata Bejo.
“Aku suka sekali payudara yang besar dan putih mulus tanpa cacat.” Bejo melanjutkan.
“Kita beruntung mendapatkan buruan seperti ini…” Martono menyahut. Kemudian tangan Martono menggerayangi susuku dan meremas-remasnya kedua payudaraku. Martono menisap-isap putting susuku dengan penuh nafsu, dan Bejo mulai menggerayangi perut dan pahaku. Tiba-tiba terasa tangannya yang kasar memasuki celah sempit di vaginaku. Kini aku mengerti mereka akan berusaha merangsangku.

“Ampun….. jangan lakukan ini kepadaku ” aku memohon belas kasih mereka, tetapi mereka tidak menunjukkan sedikitpun rasa simpati, malah wajah mereka menunjukan kebuasan nafsu birahi. Mereka dengan cekatan telah melepaskan pakaian mereka masing-masing. Penis Martono sudah kulihat dan kunikmati tadi siang, tetapi sekarang aku terkejut melihat Penis Bejo yang luar biasa, panjangnya sekitar 18 cm dan kelihatan berurat-urat. Aku makin gemetar ketakutan sekaligus rasa aneh yang menjalar seakan-akan ingin merasakan sensasi penis besar milik Bejo. Wajahku terasa panas. “Ah, Mas Sandi… maafkan aku.”

Tangan ku telah ditangkap oleh Martono dan payudaraku kembali diisapnya. Bejo memegang pinggangku dan menaruh burungnya di lubang pantat ku.
“Jangan… jangan disitu… tolong..” Aku menjerit-jerit kesakitan merasakan dorongan penis Bejo dari belakang.
“Nyonya jangan cemas……. akan sedikit menyakitkan ……..tetapi setelah itu kamu akan menikmatinya.” Bejo berkata kepadaku dengan senyum sinis.
“Bukankah tadi siang memekmu telah dipakai oleh Martono, maka aku ingin mencicipi pantatmu yang kuyakin tidak pernah terpakai, masih perawan… ha.. ha… ha..”
Tak lama aku berteriak kesakitan tetapi secepat aku membuka mulut ku untuk menangis Supir ku memasukkan burungnya di dalam mulutku dan aku tidak bisa menangis.
Sementara itu Bejo menaruh penisnya pada lubang pantat ku dan menarik pinggangku ke arahnya. Dia tetapi tidak bisa memasukkan burungnya ke dalam lubang pantatku yang sakit.
“Martono… apakah kamu punya mentega di dapur sebab lubang nya sangat sempit” Bejo bertanya
“Wah beruntung sekali kau mendapatkan cewek perawan…..ambillah sendiri di dapur.” Martono malah tertawa.
Bejo lalu pergi menuju dapur.
“Martono, tolong lepaskan aku…. Aku tidak sanggup lagi.” Aku memelas pada Martono.
“Nyonya…tenang saja dan nikmati. Bukankah nyonya sudah tahu bahwa nyonya sudah lama kami idam-idamkan untuk dinikmati oleh kami. Aku adalah supirmu dan Bejo adalah seorang supir truk. Dalam hidup kami jarang-jarang memiliki kesempatan mendapatkan wanita menggairahkan seperti kamu! Maka bagaimana mungkin kami akan tinggalkan?” Martono malah menjawab dengan senyum kemenangan.

Kemudian kusadari tidak ada cara lain dan tak seorangpun dapat menyelamatkanku. Maka aku berfikir untuk menikmatinya saja seperti yang diucapkan Martono kepadaku. Aku sudah merasa kepalang basah, kenapa tidak dinikmati saja sekalian, toh akupun merasakan kenikmatan yang tiada tara dengan Martono tadi siang. Aku merubah posisiku seperti seorang pelacur, aku tidak peduli lagi.
Martono mulai bertindak dengan pekerjaan nya Martono yang tertunda. Dia meremas-remas payudaraku, kemudian Bejo yang baru datang mengoleskan mentega pada lubang pantatku dan mengolesi burungnya juga. Kemudian ia memposisikan burungnya pada lubang pantatku dan dengan beberapa tekanan dia berusaha menerobos lubang pantatku. Aku merasakan sangat sakit tetapi aku sudah tidak melawan lagi. Bejo mendorong paksa burungnya dan posisi Martono di depanku membuatku terdorong mundur. Aku merasakan sesuatu yang besar dan kuat berada di pantatku.

“Auh… sakit… ampun…” aku melepaskan penis Martono dari mulutku. Bejo sengaja mendiamkan burungnya beberapa saat membiarkanku agar terbiasa. Setelah beberapa menit Bejo mulai mendorong lagi penisnya.
“Auh…. Jangan…” aku berteriak kembali, rasanya sangat sakit. Seluruh penis Bejo telah masuk dan merobek pantatku, terasa ada sedikit darah mengalir dari lubang pantatku. Aduh! Kontolnya itu sangat besar sehingga terasa sangat ketat di lubang pantatku!
“Auhh.. aduh… aduh… tolong.. aku akan mati… Kau merobek pantatku.. rasanya punggungku mau patah… Kau Bajingan!” Aku menjerit dengan suara nyaring tetapi mereka berdua hanya diam dan mulai beraksi lagi.

“Sekarang kontolku sudah masuk, Martono… kamu boleh meninggalkan aku sekarang.” Bejo berkata pada Martono. Martono hanya menganguk.
“Baiklah, aku akan menonton pertunjukanmu…. Nyonya, sekarang anda adalah bagiannya.” Martono sekali lagi mencium payudaraku dan meninggalkanku. Dia duduk di kursi meja hias dan menonton perbuatan Bejo terhadapku. Sekarang aku sepenuhnya dipermainkan oleh Bejo.
“Kau kekasihku sekarang, aku akan membuatmu merasakan sensasi yang sangat menyenangkan… aku akan membuatmu ketagihan… kau akan jadi pelacurku.” Bejo sesumbar.
“Sudahlah… kumohon keluarkan penismu… aku tak tahan lagi…. Sakit…. Rasanya aku hampir mati” terasa air mataku menitik.
“Aku tidak akan membiarkanmu mati…. Nikmati saja… sebentar lagi akan terasa lebih nikmat.” Bejo berbisik sambil menjilat telingaku. Dia lalu meraih payudaraku dan meremasnya.

Kemudian ia mencabut burungnya separuh, lalu mendorong dengan kekuatan besar.
” Jangan…. Tolong hentikan.. aku mau mati…. Hentikan sebentar…. sakit!” Aku mulai menangis tetapi ia tidak mendengarkanku dan tetap menggenjot pantatku dengan penuh nafsu. Aku roboh!
Bejo tetap memperkosaku tanpa mendengarkan aku dan dia memegang pinggul ku dengan tangan nya dan menggenjotku dengan cepat.

Selama memperkosaku, burungnya menyentuh bagian sensitifku dan membuatku merasakan getaran-getaran lembut dan menyenangkan. Aku mulai berpikir lagi, dalam kondisi tanpa pengharapan dan tak seorangpun dapat menolongku, mengapa aku tidak sekalian saja menikmati penis super ini. Pelan-pelan aku mulai menikmati gesekan penis Bejo pada pantatku, aku mulai menggoyangkan pinggulku. Kelihatannya Bejo menyadari perubahan dalam diriku.
“Ayoo sayang… nikmati…. Auh… enak sekali… betapa sesaknya pantatmu..”
Aku menggoyangkan lagi pinggulku, rasa sakit yang terima tadi kini berangsur-angsur tidak terasa lagi. Bejo kini meningkatkan kecepatannya dan aku juga. Payudaraku menggantung mondar mandir akibat genjotan Bejo. Kurasakan penis Bejo sangat keras dan kuat di dalam pantatku.

“lihat… sekarang nyonya mulai menyukainya kan.” Martono berkomentar kepadaku.
Bejo terus menggenjot pantatku, aku mulai menyukai permainannya.
“Bejo… kau memang laur biasa.. kau bisa menaklukkan wanita manapun. Aku salut padamu.” Martono malah terkagum-kagum pada Bejo.
“Sebentar lagi, nyonya akan jadi pelacur kami.” Martono tertawa.
“Kurang ajar….” Hatiku berteriak tetapi badanku masih bergerak-gerak mengikuti irama genjotan penis Bejo.
“Auhh… ohh…” aku merintih-rintih tak sadar
Tangan bejo meremas-remas payudaraku dengan lembut. Rabaan tangannya membuatku makin terangsang. Perlahan-lahan tangannya bergeser ke bagian kewanitaanku. Jari-jarinya dengan kasar menyentuh vaginaku.
“Ohh…. Hmmm…….” Tanpa sadar aku menggigil dan merintih. Aku merasakan kenikmatan yang lain dalam diriku. Jari-jarinya bermain-main di clitorisku. Darahku seperti berkumpul di titik sensitif itu.
“Auhh… enak…. Hmmm… Ohh…. Nikmat…” tak tahan aku dibuatnya. Tubuhku rasanya semakin melayang-layang. Setelah beberapa saat, tubuhku menegang dan berkelojotan sesaat. Air maniku tumpah… aku orgasme.
“Teruskan sayang… jangan ditahan… aku akan memberikan kebahagiaan untukmu.” Antara sadar dan tidak akau mendengar Bejo berbisik ditelingaku.
Dalam permainan ini aku berkali-kali aku orgasme, tapi sepertinya Bejo mempunyai stamina yang luar biasa. Aku merasa kelelahan tetapi bahagia, setelah 25 menit kemudian tiba-tiba terasa penis Bejo mengeras. Jari-jarinya makin menekan clitorisku.
“Ohh…. Aku keluar…” akhirnya Bejo berteriak.
“Ohh…nikmatnya… keluarkan didalam saja, teruskan… jangan keluarkan kontolmu.” Aku tak sadar setengah berteriak. Bejo tertawa dengan penuh kemenangan. Cairan hangat memasuki lubang pantatku.
“Auhhh…….” Akupun orgasme bersamanya. Rasanya nikmat sekali. Bejo masih menduduki pantatku beberapa saat lalu mencabut burungnya.
“Ploop….” Terdengar bunyinya. Martono dan Bejo tertawa terbahak-bahak seperti orang gila.

Aku menghembuskan nafasku dan merasa sangat nikmat. Sekarang jam 3 malam. Tadi siang aku merasakan kenikmatan bersama Martono. Dan malam ini aku merasakan kenikmatan bersama Bejo. Aku menjadi sangat ketagihan. Selma ini aku hanya mendapat kepuasan dari suamiku. Tapi sekarang, aku sepertinya keranjingan berhubungan sex. Aku ingin mendapatkan lebih. Aku ingin yang lebih mengasyikkan….

“Martono, aku akan istirahat……. Aku sungguh sangat puas” Bejo berkata.
“Nyonya, anda sungguh sangat mengagumkan….” Aku tersenyum mendengar pujian dari Bejo.
“Istirahatlah…” Martono menjawab.

“tunggu dulu….” Setengah berteriak aku kepada mereka berdua. Mereka menatap wajahku dengan heran.
“Kau telah memperkosa lubang pantatku, aku telah memberikannya. Tapi sekarang aku ketagihan… aku ingin merasakan ****** 18 cm itu dalam memekku. Aku ingin merasakan ****** besar punyamu..” Aku telah gila… aku tak peduli lagi siapapun yang akan memperkosaku, malah aku ketagihan…

Martono berteriak padaku “Nah, lihat…. aku berjanji akan memberimu kesenangan yang terbaik di dunia.”
“Dia benar….tinggalkanlah kami berdua, aku akan menikmati tubuhnya. Dia akan menjadi pelacur bagiku malam ini. Dan besok aku akan tinggalkan nyonyamu sebagai wanita yang sangat haus sex.” Dengan tenang Bejo berkata pada Martono. Martono sambil tertawa pergi ke ruang tamu kemudian Bejo menutup pintu.
———————

“Nyonya sungguh seorang nyonya yang cantik dan mempunyai bentuk badan yang ramping dan menggairahkan.” Aku tersenyum. Aku menjadi sangat malu. Aku jadi salah tingkah. Aku malu tapi akupun menikmatinya. Aku begitu berharap pada apa yang akan terjadi berikutnya.

“Betapa senangnya saya mempunyai kesempatan untuk mendapatkan nyonya. Nyonya sungguh seorang nyonya yang cantik.” Bejo berkata dan berusaha membawaku dalam pelukannya. Aku gemetar terdiam. Kemudian dia menyibakkan rambutku, kemudian ia menaruh bibirnya pada bibir ku dan mulai mencium dengan sangat bernafsu dan kasar. Sementara itu tangannya diletakkan pada pantatku dan menekan-nekan dengan bernafsu. Bibir mungilku terasa sangat basah olehnya. Kemudian ia menarik blus biru yang kupakai. Dan tangannya terus menjalari badan ku dan aku benar-benar merasakan ketidaksukaan tetapi sekarang aku adalah juga merasakan basah dan tidak sabar untuk mendapatkan kenikmatan darinya. Apa yang telah terjadi denganku….

Biasanya suamiku hanya sanggup bertahan selama setengah jam untuk melayaniku. Tapi kini aku berhadapan dengan seorang pria jantan yang mungkin sudah sangat sering menaklukkan wanita-wanita. Sedangkan tadi siang Martono sanggup membuatku orgasme berkali-kali. Setelah agak lama Bejo berusaha merangsangku. Dan aku mulai menggelinjang-gelinjang tak sabar.

Ia berbaring di sampingku dan memintaku untuk merangsangnya. Ini adalah kesempatanku untuk melayani nafsunya walaupun aku merasakan malu awalnya tetapi sekarang aku telah berhasil secara penuh merangsangnya. Dan aku mulai menggerakkan tanganku di sekujur tubuhnya. Bejo menutup matanya dan aku mulai menciuminya. Dadanya berbulu, pahanya adalah sangat kokoh, lebih dari itu ia adalah seorang pria jantan. Aku mencium puting susu nya sekarang ia memulai merintih
“ohhhh….aaahhaaahhhhh .. ternyata nyonya pandai menyenangkan hati pria.”.
Sekarang aku betul-betul ingin lihat burung besar nya. Terlihatlah sesuatu yang luar biasa, seekor burung berukuran 18 cm secara penuh menegang dan dua bola sedang menggantung dengan indah. Aku duduk di dadanya dan mulai menjilat burungnya. Aku merasa sangat ingin untuk makan “pisang ambon” ini sebab pertama kali aku melihat burung sangat besar. Aku memainkan burungnya seperti anak perempuan kecil bermain-main dengan boneka. Tiba-tiba terasa vaginaku diciumi, aku betul-betul merasakan getaran-getaran listrik yang mengalir ke sekujur tubuhku karena sentuhan lidahnya yang menyentuh klitorisku.
“Auh…Hmmf…” aku tidak sadar melenguh.
Tetapi aku berusaha berkonsentrasi pada burung besarnya. Aku mulai menjilati batang pisangnya dan menggerakkan mulutku naik turun, aku ingin makan semakin banyak dan pada akhirnya tiba-tiba penisnya menegang dan menyemprotkan cairan sperma ke mulutku.

Kemudian dengan liarnya Bejo menggerayangi tubuh telanjangku. Hisapan demi hisapan, jilatan lidahnya menyapu bersih lekuk tubuhku.
“Aow…. hmm,” aku merintih saat lidah Bejo mulai menjilati bibir vaginaku kembali.
“Woowww.. Mulus sekali nyonya ini.., gimana sayang? …Enak?,” Bejo seperti mengejekku, aku terpejam tak mampu memandang Bejo. Lidah Bejo semakin liar dan membuat kenikmatan tersendiri padaku.

“Ehmmhh,” aku merintih tak bisa menahan kenikmatan itu, pinggulku mulai bergerak teratur seirama jilatan lidah Bejo divaginaku, aku pasrah dan menikmati permainan itu. Malah saat ini aku mulai bernafsu agar penis Bejo mengoyak vaginaku yang sudah gatal.

Tapi rupanya Bejo sengaja menyiksaku, jilatan lidahnya sudah masuk menerjang vaginaku. Aku sudah bergerak tak karuan menerima kenikmatan darinya, tapi tak juga Bejo menyetubuhiku.

“Ohhh.. Nngghh..,” aku tak tahan lagi, seluruh rasa nikmat berkumpul diklitorisku membuat pertahananku akhirnya jebol. Aku orgasme dengan belasan kedutan kecil divaginaku. Aku malu sekali pada Bejo yang tersenyum.

Bejo kemudian mencium dan mengulum bibirku beberapa lama, tanpa sadar aku membalas lumatan bibirnya dengan nafsu pula. Kurasakan dia berusaha menepatkan posisi ujung penisnya dibelahan bibir vaginaku.

“Hmmm.., aahh.. Nghh..,” aku merintih nikmat saat penis besar Bejo mendesak masuk keliang nikmatku.
“Ouhh.., sudah kusangka vaginamu masih rapat sayanghh.., nikmati permainan kita ya manis,” Bejo berbisik lagi membuatku semakin melayang dipuji-puji.

Penis Bejo keluar masuk secara teratur di vaginaku dan aku mengimbanginya dengan gerakan pinggul memutar.

“Hmm.., puaskan aku sayang..,” tak sadar aku membalas bisikan Bejo itu sambil memeluk tubuhnya untuk lebih rapat menindihku.
“Cantik kamu sayang.., cantik sekali wajahmu saat nikmat ini,”
“Ohh… teruskan sayang.. Aku milikmu saat ini..,”

Kuakui permainan Bejo memang luar biasa, romantis, lembut, tapi sungguh memacu birahiku secepat genjotannya di tubuhku. Gerakan tubuh Bejo semakin cepat dan teratur diatas tubuhku. Erangan dan rintihanku sudah tak tertahan aku memang birahi saat itu. Tapi saat aku hampir klimaks, mendadak Bejo menghentikan aktifitasnya dan mencabut penisnya dari vaginaku.

“Ayo sayang kita berdiri,” Bejo menarik tubuhku berdiri, lalu mendorong punggungku menjadi posisi menungging, dan Bejo dibelakangku kembali menghujamkan penisnya ke vaginaku. Aku merasakan kenikmatan yang yang tertahankan dengan posisi doggy style ini.

“Ahh.. Ouhh.. teruss..,” hanya itu yang terucap di bibirku saat sodokan penis Bejo masuk dalam posisi nungging itu.Bejo semakin keras mengocokku dari belakang, aku semakin tak terkendali kurasakan kenikmatan sudah puncak dan menjalar diseluruh tubuhku mengumpul dibagian pantat, paha, vagina dan klitorisku.

“Ahh sayang.. Ohh.. Hmmph..,” aku tak kuasa lagi membendung kenikmatan itu, dinding vaginaku berkedut berkali-kali disodok penis Bejo. Belum habis orgasme yang kurasakan, Bejo menarik tubuhku dan menggendongku. Aku memeluknya erat-erat.

“Ayo cantik.. Ini lebih nikmat sayang.., sekarang keluarkanlah seluruh cairan kenikmatanmu,” dalam posisi itu penis Bejo masih mengocokku tangannya mengangkat tubuhku naik turun dengan posisi berdiri.
“Ahhh.. Uohh….,” Vaginaku berkedut-kedut dengan cepat, orgasmeku begitu luar biasa ditangan Bejo.
“Ouhhkk.. Aku mau keluar…. Ahhh,” Bejo orgasme dengan posisi berdiri menopang tubuhku yang lunglai. Kurasakan seburan spermanya menembus dinding rahimku. Lalu Bejo menjatuhkan tubuh kami diatas ranjang kembali, kami berpelukan seperti pasangan kekasih.
Kemudian ia menciumku penuh kasih dan pergi ke ruang tengah.

———————————

Aku terbangun jam 9 pagi, rasanya tubuhku agak lelah. Aku lalu menuju kamar mandi membersihkan sisa-sisa permainan tadi malam. Badanku benar-benar terasa segar setelah mandi. Setelah mandi aku menuju kulkas. Di lemari es dalam kamarku kulihat beberapa buah apel. Aku makan sekedar mengganjal perutku. Aku masih memakai handuk yang melilit tubuhku. Sambil bercermin, kuperhatikan tubuhku. Hmm.. masih seksi dan padat.

Tiba-tiba supirku Martono datang. Ia telah telanjang. supirku adalah seorang laki-laki yang sangat buruk. Usianya sekitar 40 tahu, rambutnya botak dan berwajah buruk, tapi mempunyai perkakas yang besar pula walaupun tidak sebesar punya Bejo. Penisnya setengah ereksi.
“Selamat pagi nyonya…” Martono menyapaku. Aku diam saja. Dia lalu melepas handukku dan menggendongku ke ranjang. Aku kini berbaring diranjang dengan telanjang bulat. Maryono mengamati badanku dengan sangat bernafsu.
“nyonya, anda sungguh sangat seksi.” Aku tenang-tenang saja, namun aku bingung begitu menyadari bahwa supirku sendiri telah memperkosaku dan menikmati tubuhku..

Kemudian seperti seekor serigala lapar dia melompat kepadaku dan mulai menciumku di mana-mana. Martono sungguh bernafsu. Dia menciumi leherku dan membuatku melenguh. Setelah sekitar sepuluh beberapa menit dia menciumi bibir, wajah dan menghisap payudaraku, ia menjilat perutku dan turun menyentuh vaginaku yang berbulu dengan lidah. Aku menggigil dan menghentak seolah-olah aku mendapat suatu goncangan raksasa. Ia melebarkan kakiku dan yang dimulai menjilati clitorisku dengan liar.

“Hoohh…. Ehh.” aku mulai mengerang dengan tak terkendali.
Martono meregangkan kaki ku lebih lebar. Sekarang memekku terpampang dengan jelas di wajahnya.
“Ow.. nyonya, memekmu sungguh indah.” Aku menutup mataku dengan malu. Kemudian ia menggosok-gosok kepala burungnya dan kemudian menempatkannya pada memekku.

Ketika burungnya menyentuh memekku badan ku menggigil. Aku merintih. Kemudian ia menangkupkan payudaraku yang besar dengan tangan kanannya. Supirku mempermainkan payudaraku dengan liar. Burungnya sudah siap untuk masuk memekku.
Dia mencium bibirku dengan lembut, aku menaruh lidahku didalam mulutnya. Kami saling berpagutan.
“Liang peranakanku koyak oleh Bejo dan masih terasa sakit, masukanlah kontolmu pelan-pelan..” aku meminta.
Martono hanya tersenyum seperti setan kepadaku dan tiba-tiba dia mendorong dengan kuat sehingga penisnya sepenuhnya berada dalam vaginaku. Aduh!

Bejo benar-benar telah membuat liang vaginaku mengendurkan dan memperbesar memekku, sehingga penis Martono masuk ke dalam liang peranakanku dengan mudah. benar Beberapa lama kemudian tubuhku melengkung dan menjerit. Vaginaku mengeluarkan cairan kenikmatan.. aku orgasme lagi! Martono memperhatikan wajahku dengan terheran-heran!!!!!!
“Wow… luar biasa…”. Martono berhenti sejenak dan menatapku dengan tatapan kesetanan sampai orgasmeku mereda.
Akan tetapi begitu Martono mulai memompa vaginaku lagi, aku tidak bisa mengendalikan dan lagi-lagi dengan seketika punggungku melengkung dan menyemburkan orgasme. Mereka benar-benar telah merubahku sehingga aku tidak bisa mengendalikan diriku lagi. Mereka merubahku menjadi seorang betina yang haus sex.
“Nyonya, apakah anda berusaha untuk membuat rekor dunia didalam hal orgasme?. Lihatlah sekarang, bagaimana aku membuat anda seperti pelacur yang gila ******!!.”
“Kamu akan jadi pelacurku!!!!” sambil mengatakan itu, ia mulai memompa pelan-pelan tetapi di dalam tubuhku rasanya sangat nikmat sekali. Kemudian teriakanku berubah jadi rintihan nyaring yang penuh nafsu.
Aku merintih dengan suara menggairahkan ” Uohh……… teruskan…. Hmmm… nikmatnya… punyamu memang luar biasa.”
“sayang memek mu menjadi sangat panas dan licin!!!!”

Tetapi pada saat aku betul-betul terangsang, Martono menggodaku. Dia menghentikan goyangan pinggulnya dan mencabut penisnya. Dia mulai mencium payudaraku. Aku merintih kesetanan.
“jangan dilepas… cepat masukkan… masukkan..” aku berteriak-teriak.
Martono menatpku dan dengan tertawa dia bilang ” Nyonya, sekarang anda betul-betul seperti seorang pelacur yang gila ******. Tidak sadarkah anda sedang meminta supir nyonya untuk menyetubuhi anda sendiri.”

” Semenjak kamu menceritakan kepadaku bahwa kau sengaja mencari cara untuk memperkosaku dan akan memberikan aku sensasi sex yang luar biasa dan tidak pernah aku rasakan dari suamiku, didalam hati kecilku aku merasa penasaran, aku begitu terangsang. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi dan aku kehilangan kendali terhadap dirikuku!!!! Aku tidak pernah berhubungan sex dengan seseorang selain dari suamiku. Aku tidak menyadari bahwa sebenarnya aku sangat menginginkan bermain sex dengan orang lain… aku sangat menginginkannya!” akhirnya aku bicara.
“Martono, aku merasa seperti menikmati lagi berhubungan sex pertama kalinya dalam hidupku. Kamu sungguh-sungguh memberikan aku suatu pengalaman yang menggetarkan! Sekarang tolonglah aku, pompa memekku…. Aku tak tahan lagi!!!!!!” Supirku tersenyum dan dia mulai menggenjotku pelan-pelan.

“Nyonya, anda adalah wanita yang sangat menggairahkan. Aku selalu memimpikan untuk berhubungan kelamin denganmu. Aku dulu onani di kamar kecil dengan memikirkanmu. Nyonya, aku sungguh mendapat kesenangan luar biasa dari memekmu!”

Tetapi kemudian aku menjerit “Aku tidak tahan lagi, tolonglah perkosa aku ……..dengan keras, lebih kasar…… lebih cepat lagi… Augh.. cepatlah….tolong…..” dengan ini secara otomatis aku menggerak-gerakkan pinggulku naik turun bergesekkan dengan penisnya. Melihat itu Martono tertawa dengan nyaring dan menciumi bibirku, dia mulai mempermainkanku seperti banteng kesetanan. Oh… Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tiba-tiba aku merasakan desakan-desakan yang sangat kuat pada liang vaginaku. Tubuhku melenting dan aku merintih dengan keras!! Aku orgasme lagi!

Kakiku diregangkan terpisah olehnya dan dengan erat Martono memegang kaki ku.. Tetapi aku tidak mengetahui mengapa pinggulku otomatis bergerak turun seirama kocokan penisnya dan aku menjerit secara terus-menerus dengan penuh kenikmatan. Tiba-tiba aku merasakan orgasme yang luar biasa. Punggungku melengkung dan cairan kenikmatanku membanjiri penisnya yang perkasa. Aku merintih dengan nyaring” Auh….Hmmmm….. aku keluar….ahhh.. lagi.”.
“Tolonglah… lebih cepat lagi… Ohhh.. nikmatnya… lebih keras…” Martono mengocok vaginaku dengan penuh nafsu. Tiba-tiba dia menghentikan gerakannya. Tubuhnya menegang.
“Ahh, Nyonya.. saya mau keluar…. Ohh….”
” Keluarkan di dalam… goyangkan kontolmu… lebih cepat… lebih cepat lagi.” Aku tak tahan
“Bagaimana kalau nyonya hamil..” Martono kembali mengocokkan penisnya dengan cepat.
“Aku tidak peduli, Kau dan Bejo telah menumpahkan maninya padaku… aku ingin kepuasan… Ohh…. Egghh…” aku semakin meracau tidak karuan.
Martono semakin mneggoyangkan penisnya maju mundur dan memuntahkan cairan panas ke dalam rahimku. Oh! Nikmatnya perasaan hangat dalam vaginaku. Tubuhku bergetar seperti orang yang terserang malaria… aku mendapatkan orgasme terbesar dalam hidupku!
Aku terus mengejang dan mengeluarkan cairan kenikmatan….Aku menjerit dengan pebuh kenikmatan. Kukuku menancap pada punggung Martono.
” Ooooooooooooooo Oooooooohhhhhhh Aaaaaaahhhhhh. Aku keluarr……….”. Lalu kami roboh kelelahan.

“Kamu adalah laki-laki impianku!!..” Aku memuji supirku tanpa malu-malu.
“Apa yang nyonya suka dari saya.”
“Aku menyukai pria jantan sepertimu.”Aku menjawab dengan suatu senyuman malu.
“Kau memperkosaku diranjang suami ku, aku seorang nyonya rumah yang kaya bermain sex dengan seorang supir pribadi. Kaupun menjual diriku pada temanmu seorang supir truk yang seperti seorang perempuan murahan. Kau merubahku sepenuhnya dari seorang isteri setia menjadi seorang wanita haus sex!!!!!!!” Martono tersenyum, dia menciumku dengan penuh nafsu, lalu meraba-raba payudaraku dan mengorek-ngorek liang senggamaku..

Kemudian aku memeluknya dan kami berbaring dengan berpelukan. Kemudian Bejo datang di kamarku. Aku tersenyum padanya dan ia juga tersenyum pada aku.
Bejo berkata “Beberapa jam yang lalu, nyonya adalah seorang istri setia yang, tapi lihatlah sekarang kamu sudah menjadi pelacur murahan karena dua orang pria asing telah memperkosamu. Kamu akan hamil oleh supir pribadimu dan seorang supir truk.”
” Sunguh Martono, nyonyamu adalah seorang wanita yang terseksi.” Bejo melanjutkan.

” Sayang, anda benar-benar menikmati?” Martono bertanya padaku
“Yah, sungguh suatu pengalaman luar biasa. Kalian berdua mempunyai senjata idaman wanita terbaik. Aku betul-betuk sangat menikmati. Sekarang aku kurang suka penis suamiku. Aku benar-benar menyukai kedua penismu yang besar. Kamu sungguh luar biasa, Martono. Mulai hari ini aku ingin kalian melayaniku. Dengan saling bertatap muka Martono dan Bejo tertawa terbahak-bahak. Kemudian supirku menciumku dengan penuh nafsu..

———————————

Setelah kejadian itu aku menjadi pelampiasan sex mereka. Kapanpun Martono mendapatkan kesempatan, ia bermain sex denganku. Setiap kali suamiku tidak berada di rumah, Bejo dan Martono bermain sex denganku menggunakan berbagai macam gaya yang belum aku ketahui. Aku benar-benar menikmati kehidupan sex seperti sekarang.

Sekarang aku mempunyai empat orang anak. Yang palin tua adalah anakku dari suamiku dan sisanya dari Martono dan Bejo. Martono dan Bejo lebihmenyukai berhubungan denganku tanpa memakai kondom demi kesenangan yang maksimum. Martono senang melihat aku hamil karena perbuatannya. Sampai sekarang suamiku belum mengetahui skandal ini. Biarpun dia mengetahuinya, aku tidak peduli. Aku menyukai kehidupanku sekarang. Aku mempunyai dua orang suami pengganti yang sangat perkasa dan memuaskanku.


Aliah: Bercinta di Kampus
September 14, 2007 oleh shusaku

Hari itu aku masih ingat sekali. Menjelang malam hari kuarahkan mobilku kekampus. Aku ingin melihat jadwal Semester Pendek. Semester ini aku mendapatkan 2 mata kuliah E, sehingga aku harus mengulang. Hal itu karena petualangan-petualangaku yang membuatku jarang belajar. Malah terkadang tugas kuliahpun jarang kukumpul. Aldo (mantanku) yang selalu mengeksplorasi tubuhku setiap saat. Dimana saja dan kapan saja, dia selalu mengajakku ML. bisa dipastikan tiap kami bertemu selalu diakhiri diranjang. nafsunya sangat GD. Dia tidak bisa lihat situasi. Malah disaat aku mo belajar buat ujian, dia malah mengerjai tubuhku sepanjang malam. Mulanya aku kadang menolak, tapi dia mampu memancing libidoku, sehingga kurelakan tubuhku menjadi santapannya sehari-hari. Aku yang memang sudah mulai doyan Sex, bahkan tak jarang yang merengek-rengek minta disodok olehnya. Tapi itu dulu, seperti biasa aku ga bisa tahan terhadap satu cowo hingga kami putus baik-baik 1 bulan yang lalu. Apalagi aku sadar Aldo ternyata ga tulus mencintaiku, dia hanya mencintai tubuhku saja.



Aku memperkenalkan diri dulu namaku Aliah,aku dikaruniai wajah yang cantik. Bodiku sangat sexy, tinggi langsing, pahaku jenjang dan mulus, buah dadaku pun membusung indah, ukuranku 34B, dipercantik dengan rambut panjang kemerahan yang dikuncir ke belakang dan wajah oval yang putih mulus.Aku termasuk salah satu bunga kampus.
Aku segera memasuki gedung fakultasku, di sana lorong-lorong sudah mulai gelap. Ruangan-ruangan sudah mulai tutup. terkadang timbul perasaan ngeri di gedung itu. Akhirnya sampai juga aku di tingkat 4 dimana jadwal SP dipasang. Untunglah disana ada seorang cowo, namanya rama, satu fakultas tapi beda jurusan. Padahal aku sudah sangat takut sendirian digedung gelap ini.



â€Å“Halo rama…”sapaku.

â€Å“Hai juga Aliah”jawabnya, sambil matanya menerawang kedadaku. Maklum malam itu aku menggunakan tanktop putih yang ketat sehingga menonjolkan payudaraku. Kami hanya diam sambil menatap papan pengumuman.
“Eh, omong-omong kamu kok baru malam-malam gini, nggak takut gedungnya udah gelap gini?” tanyanya memecah keheningan.
“Iya takut juga sih,tapi tadi sekalian lewat aja kok, jadi mampir ke sini”jawabku tanpa memperdulikan matanya yang jelayatan kearah tubuhku. Sehabis menulis jadwal SPku dia mengajakku mampir keruangan Himpunan Mahasiswa. Dia termasuk pengurus rupanya sehingga memiliki kunci. Aku yang memang ga terburu-buru memenuhi permintaannya. Apalagi aku sangat haus, aku mau minum. Setelah pintu ruangan himpunan dibuka, ditawarinya aku minum sofdrink yang ada di lemari es. Kududukkan pantatku disalahsatu kursi panjang ruangan yang berukuran 4X3m itu. Kami pun mulai mengobrol, dan obrolan kami makin melebar dan semakin akrab.



Hingga kini belum ada seorang pun yang terlihat di tempat kami sehingga mulai timbul pikiran kotorku. Rama lumayan ganteng orangnya. Aku sangat suka tatapannya menikmati tubuhku. Nafsuku perlahan-lahan mulai bangkit. Apalagi aku sudah beberapa lama tidak menikmati sex.



Sambil mengobrol, matanya mencuri-curi kedada dan pahaku. Aku merasakan bahwa vaginaku mulai basah oleh tatapannya. Dapat kuperhatikan tonjolan dibalik celananya. Dia juga mulai bernafsu. Siapa sih ga horny dalam situasi seperti ini. Sepasang laki-laki dan perempuan dalam gedung yang gelap.



wajah kami saling menatap dan tanpa sadar wajahku makin mendekati wajahnya. Ketika semakin dekat tiba-tiba wajahnya maju menyambutku sehingga bibir kami sekarang saling berpagutan. Tangannya pun mulai melingkari pinggangku yang ramping. Kubuka mulutku dan lidah kami saling beradu. Tangannya tak tinggal diam, dirabanya dadaku lalu diremas-remasnya. Aku meleguh nikmat sambil terus berciuman. Ciumannya turun ke leherku, dijilatinya leher jenjangku, sehingga membuatku kegelian. Kembali kulumat bibirnya.
Sambil berciuman tangan kami saling melucuti pakaian masing-masing. Kubuka kemeja lengan panjangnnya. Dia juga mulai melepas pakaianku. Tapi dia nampaknya kesulitan melepas tanktop miniku, maka kubantu dia untuk melepaskannya. Setelah kulepas tank top ku, braku juga kulepas kemudian sehingga tubuh putih mulusku terpampang dihadapnya. Seperti laki-laki lain yang pernah menyetubuhiku, dia juga takjub melihat bongkahan daging payudaraku yang kencang dan putingnya kemerahan.
Tanpa menunggu lama diarahkannya mulutnya ke puting dada kananku. Puting yang sudah menegang itu disapunya dengan lidahnya. Hal itu membuatku menggelinjang-gelinjang dan tanpa terasa aku mendesah.
â€Å“Oh….hhh…”
Puas menjiati dadaku, segera dilepaskannya Celanaku berserta CDku sekalian,sehingga aku telanjang bulat diruangan itu. Matanya nanar memandang vaginaku yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Tanpa menunggu lama diarahkannya wajahnya ke vaginaku, aku tahu maksudnya, maka kurenggangkan kedua pahaku agar lidahnya bisa menjelajah lebih luas. Sapuan lidahnya begitu mantap menyusuri celah-celah kenikmatan pada kemaluanku. Oh sunguh nikmat sekali. Aku mendesah lebih panjang saat lidahnya bertemu klitorisku yang sensitif. Mulutnya kadang mengisap dan kadang menggigit pelan sehingga menimbulkan sensasi luar biasa. Sementara tangannya terus meremas pantatku.
â€Å“oh..oh…oh…..”esahku sambil menggigit bibirku. Sunguh indah oral sex yang dilakukanya. Aku hanya memejamkan mata menikmati lidahnya menyerang setiap millimeter vaginaku. Aku ga tahu sejak kapan aku mulai suka dioral, tapi yang pasti mulanya risih dan malu, tapi lama-kelamaan menjadi suatu kenikmatan dan keharusan.



Puas menjilati vaginaku, mulutnya kembali beralih ke payudaraku. Kembali dilumatnya benda bulat didadaku. Bahkan kini putting dadaku digigitnya pelan-pelan. Aku mendesah-desah nikmat. sementara tangannya mulai menyusup ke vaginaku. Selangkanganku terasa semakin banjir saja karena jarinya mengorek-ngorek lubang vaginaku. Selain payudaraku, ketiakku yang bersih pun tak luput dari jilatannya sehingga menimbulkan sensasi geli. Tanganku merambat ke bawah mencari penisnya, benda itu kini telah mengeras seperti batu. Kuelusi sambil menikmati rangsangan-rangsangan yang diberikan padaku. Jari-jarinya berlumuran cairan bening dari vaginaku begitu dia keluarkan.
Tidak berapa lama kemudian akhirnya aku orgasme dengan permainan tangannya divaginaku. â€Å“oh…h….aku keluar….”desahku mewarnai orgasmeku yang pertama. Dia melepaskan tubuhku.
Kemudian dia melepaskan semua pakaiannnya hingga bugil total. Penisnya yang sudah tegak terpampang dihadapku. Dia nampaknya sudah sangat bernafsu sekali melihat tubuh telanjangku terkapar di kursi panjang itu. Diangaktnya tubuhku ke matras ditengah ruang himpunan itu. Matanya sangat tajam menatap vaginaku, dan dia sudah tidak sabar lagi. Maka dengan buru-buru diarahkannya penisnya ke vaginaku. Kedua kaki ku dibukanya lebar-lebar sementara ujung penisnya didekatkan di lubang vaginaku. Dia memajukan badannya ke depan untuk mendorong penisnya memasuki vaginaku. Tubuhku bergetar saat penisnya menembuh vaginaku. sebagian penisnya telah memasuki vaginaku. Kemudian Dia memasukkan penisnya lebih dalam lagi sampai akhirnya penisnya masuk seluruhnya ke dalam vagina ku.

â€Å“Auw….oh…”Jeritku pelan. Seperti biasa aku menjerit kala benda bulat panjang memasuki vaginaku. dia mengerti akan jeritanku dan membiarkan penisnya berhenti sebentar dilorong vaginaku.
â€Å“Nikmat sekali,aliah”Desahnya juga sambil menatap wajahku yang kemerahan.
”Vaginamu sungguh nikmat… sudah lama aku ingin menyetubuhimu akhirnya kesampaian juga malam ini. Aku akan menikmatimu sepuasnya”timpalnya lagi.
Aku hanya mengangguk pelan. Bukan hal biasa jika ada cowo yang ingin menikmati tubuhku. Bahkan dosen dan penjaga kampus sekalipun pasti tergiur dengan kecantikan dan keseksian tubuhku. Aku ga sombong, tapi itulah keadaanya.


Kemudian Dia mengeluarkan dan memasukkan penisnya berulang-ulang divaginaku dia mengocok tubuh ku dengan penuh nafsu. Gesekan-gesekan didinding vaginaku menimbulkan kenikmatan yang tiada tara. Aku tak kuat untuk tidak menjerit. Kocokannya itu membuat tubuhku berguncang dengan hebatnya bahkan membuat buah dadaku bergerak vertikal dan berputar-putar.
â€Å“oh..terus…ter..us.. kocok aku…”aku mulai mendesah-desah liar. Dia tambah semangat. Mendengar desahan ku dan menyaksikan buah dadaku yang berguncang-guncang itu, Dia makin nafsu saja. Sambil menyetubuhi ku, direngkuhnya buah dadaku, diremas-remas dengan gemasnya. Hal itu membuatku semakin melayang. Sunguh nikmat sodokanya diliangku.

Kemudian Dia melepaskan dirinya dari tubuh ku. Dia lalu menyuruhku untuk menunging . aku membalikkan badan dan menungging membelakanginya. Lalu Dia kembali menyetubuhiku dengan posisi doggy style. Aku kembali mendesah-desah saat dikocok seperti itu. Sodokannya semakin mantap dengan posisiku yang menungging. Pantatku dipegangnya dan ditarik dan majukan kearah penisnya. Tubuhku basah oleh keringat.
Sambil menyetubuhiku, Dia memegang-megang dan meremas-remas payudaraku dari belakang. Payudaraku semakin besar karena aku sudah sangat terangsang ditambah lagi posisiku yang menungging membuat dadaku makin ranum. Ditariknya dadaku denga lembut. Aku makin gila dibuatnya. Aku makin mendesah-desah dibuatnya. Aku ga perduli bahwa suaraku akan terdengar keluar ruangan. Tapi berhubung malam, pasti ga ada orang pikirku, sehingga kembali aku menjerit-jerit.

Ada sekitar 20 menit kami bercinta. Dan aku merasakn sebentar lagi akan orgasme. Aku ikut menggoyangkan pantatku sehingga terdengar suara badan kami beradu. Sebentara lagi aku akan orgasme maka kuminta rama makin cepat mengocokku. Akhirnya aku benar-benar mengalami klimaks.

â€Å“Oh…yess….”jeritku panjang.Kurasakan cairan vaginaku mengalir deras membasahi penisnya yang masih aktif menusuk liang senggamaku. Rama juga makin cepat memaju-mundurkan penisnya, aku mencoba bertahan. Tak berapa lama setelah itu rama pun juga mengalami ejakulasi. Ia menumpahkan spermanya di dalam vaginaku. Aku langsung ambruk. Rama ikut ambtuk menindihku.



â€Å“Nikmat sekali,Aliah. Sex terindah yang pernah kualami”Ujarnya sambil mengecup leher belakangku..

â€Å“makasih”lirihku pelan. Mulutku ternganga menerima semprotan spermanya barusan.

Dia lalu menjatuhkan tubuhnya disebelahku. Kami mengobrol sebentar untuk memulihkan tenaga. Dia memintaku untuk bisa melukukannya lagi lain waktu. Aku bilang ga janji, karena aku ga mau dicap cewe gampanganan. Dia mendesakku lagi, katanya dia sangat tergila-gila padaku, bahkan dia memintaku untuk jadi pacarnya, tapi terang aja kutolak. Rama bukan tipeku. Ini juga aku mau ML dengannya hanya karena terbawa suasana, kalo ga… ga lah yauw.
Belum pulih benar tenagaku, Tiba-tiba terdengar gagang pintu dibuka dari luar. pintu pun terbuka, dan kami terkejut bukan main melihat orang yang berdiri di depan pintu. Dia adalah Pak Dorman, penjaga gedung ini yang juga bertanggung jawab akan keamanan inventaris gedung. Aku buru-buru berusah menutupi tubuh telanjangku dengan berlindung dibalik punggung Rama. Rama juga berusaha menutupi penisnya dengan Koran yang ada disebelahnya. Pak dorman terkejut juga melihat kami. Tapi dia langsung bisa mengendalikan diri dan melihat satu peluang dihadapannya.
“Ayo, lagi ngapain kalian malam-malam disini? Habis ngentot ya?”katanya nyengir.

“Maaf Pak, kita memang salah, tolong Pak jangan bilang sama siapa-siapa tentang hal ini,” Jawab rama terbata-bata

â€Å“Iya pak, jangan dilaporin ya. Nanti kami bisa di DO. Please pak.” ujarku lagi mengingat kejadian ITENAS beberapa waktu lalu. Sumpah aku sangat takut kejadian ini terbongkar. Takut reputasiku hancur total.
“Hmmm… baik saya pasti akan jaga rahasia ini kok, asal…”

“Asal apa Pak?” tanyaku, mulai curiga. Dia pasti minta duit pikirku.
Orang tua itu menutup pintu dan berjalan mendekati kami.

“Saya mau tutup mulut, Asal saya boleh ikut merasakan kenikmatan tubuhmu, he.. he… he…!” katanya sambil menatapku. Aku kontan terkejut bukan main. Gila..pikirku tua-tua masih doyan sex juga.



Dia lalu berjalan mendekati kami dengan senyum mengerikan.
“Jangan, Pak, jangan!” ujarku sambil berusaha menutupi dada dan vaginaku. Kemudian aku berkata ” bagaimana kalo kami ganti dengan duit aja. itung-itung uang tutup mulut, bagaimana pak?”tawarku. karena aku merasa ngeri harus melayaninya. Tapi dia menolak tawaranku, dia sudah sangat bernafsu sekali rupanya. Aku kesal melihat rama yang hanya diam saja. Ga bertanggung jawab batinku. Aku marah kepadanya

â€Å“bagaimana neng, neng bisa pilih, menuruti keinginan saya atau saya laporkan ke ketua jurusan?” Tanyanya mengancam. Perasan aneh mulai menjalari tubuhku disertai keringat dingin yang mengucuri dahiku karena tatapan matanya seolah-olah ingin memangsaku. Aku sungguh bingung bercampur marah tidak tahu harus bagaimana. Nampaknya tiada pilihan lain bagiku selain mengikutinya. Kalau acamannya ternyata benar dan berita ini tersebar bagaimana reputasiku, keluargaku, bisa-bisa hancur semuanya.

â€Å“Gimana Neng, apa sudah berubah pikiran?” tanyanya sekali lagi. dengan sangat berat aku akhirnya hanya menganggukkan pelan.aku pasrah apa yang akan dilakukannya terhadapku. setelah kupikir-pikir daripada reputasiku hancur, lebih baik aku menuruti kemauannya. Lagipula aku termasuk type cewek yang bebas, hanya saja aku belum pernah melayani orang bertampang seram, dekil dan lusuh seperti Pak Dorman ini, juga perbedaan usiaku dengannya yang lebih pantas sebagai ayahku. Pak Dorman orangnya berumur 50-an keatas, rambutnya sudah agak beruban, namun badannya masih tegap.

Dia tersenyum penuh kemenangan. Dia lalu menyuruh rama untuk menyingkir, lalu mendekatiku yang masih duduk dengan telanjang. Dia tertegun ketika melihat payudaraku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi. Matanya hamper copot menikmati pemandangan indah dadaku yang putih mulus dengan ukuran yang lumayan besar untuk gadis seusiaku. Kini dengan leluasa tangannya yang kasar itu menjelajahi payudaraku yang mulus terawat dengan melakukan remasan, belaian, dan pelintiran pada putingku.

â€Å“ah..pak..pelan-pelan” jeritku kala tangannya makin kasar saja meremas dadaku.

â€Å“maaf neng,abis tetek neng indah sekali. Belum pernah bapak lihat yang seperti ini. Mimpi apa ya aku tadi malam.he..he..” ujarnya. Wajahnya sungguh menjijikkan bagiku. Mukanya jauh dari tampang ganteng, bahkan cenderung seram, dengan bopeng disana-sini. Aku lumayan takut terhadapnya.

Tangan gempalnya kembali meremasi payudara ku, sementara tangan yang lainnya mulai mengelus-elus pahaku yang putih mulus. Aku tidak tahu harus berbuat apa, didalam hatiku terus berkecamuk antara perasaan benci dan perasaan ingin menikmatinya lebih jauh, aku hanya bisa menikmati perlakuannya dengan jantung berdebar-debar.

Kemudian dibentangkannya pahaku lebar-lebar, tangannya mulai merayap ke bagian selangkanganku. Jari-jari besar itu menyusup ke bibir vaginaku, mula-mula hanya mengusap-ngusap bagian permukaan saja lalu mulai bergerak perlahan-lahan diantara kerimbunan bulu-bulu mencari liangnya. Perasaan tidak berdaya begitu menyelubungiku, serangan-serangan itu sungguh membuatku terbuai. Kedua mataku terpejam sambil mulutku mengeluarkan desahan-desahan â€Å“Eeemmhh…uuhh.. jangan Pak, tolong hentikan.. eemmhh”.

sambil mengorek-ngorek liangku, pak Dorman mendekatkan mulutnya kewajahku. Pada awalnya aku menghindari dicium olehnya karena bau nafasnya tidak sedap, namun dia bergerak lebih cepat dan berhasil melumat bibirku. bibirnya yang tebal itu sekarang menempel di bibirku, aku bisa merasakan kumis pendek yang kasar menggesek sekitar bibirku juga deru nafasnya pada wajahku.

Lama-lama mulutku mulai terbuka membiarkan lidahnya masuk, dia menyapu langit-langit mulutku dan menggelikitik lidahku dengan lidahnya sehingga lidahku pun turut beradu dengannya. Kami larut dalam birahi sehingga bau mulutnya itu seolah-olah hilang, malahan kini aku lebih berani memainkan lidahku di dalam mulutnya.

Vaginaku sudah sangat banjir oleh tangannya, tapi dia tidak perduli dia tetap memainkan jarinya disana. Dikeluar-masukkan jari telunjukknya diliangku dengan penuh nafsu. Bahkan kini dipaksakannya 2 buah jarinya masuk keliangku. Kontan aku hendak menjerit,karena rasa sakit yang kurasakan, namun ditahan oleh mulutnya yang masih melumatku. Dia nampaknya sangat menikmati permainan ini, hal itu terbukti dari seangatnya yang tinggi untuk mempermainkan tubuhku
Setelah puas berrciuman, Pak Dorman melepaskan ciumannya dan melepas ikat pinggang usangnya, lalu membuka celana berikut kolornya. Begitu celana dalamnya terlepas benda didalamnya yang sudah mengeras langsung mengacung siap memulai aksinya. Aku terkejut bukan main melihat benda itu yang begitu besar dan berurat, warnanya hitam pula. Aku ngeri melihatnya, ukurannya hamper sebesar lengan bayi, Jauh lebih besar dibandingkan dibanding milik orang-orang yang pernah ML denganku. Bisa jebol vaginaku dbenda ini,batinku.

Dengan tetap memakai bajunya, dia berlutut di samping kepalaku dan memintaku mengelusi senjatanya itu. Pertamanya aku masih ngeri dan jijik melihat benda besar itu. Aku tahu pasti bau. Tapi dia memintaku menyentuhnya sambil menggosokkan penis itu pada wajahku.Tiada pilihan lain bagiku, Akupun pelan-pelan meraih benda itu, ya ampun tanganku yang mungil tak muat menggenggamnya, sungguh fantastis ukurannya. Perlahan-lahan kukocok-kocok benda hitam itu. Kudlihat dia meringis merasakan lemmbutnya tanganku.
Kemudian kubimbing penis dalam genggamanku ke wajahku. Tercium bau yang memualkan ketika penisnya mendekati bibirku, sialnya lagi Pak Dorman malah memerintahakan untuk menjilatinya dulu sehingga bau itu makin terasa saja. Karena tidak ada pilihan lain aku terpaksa mulai menjilati penis hitam yang menjijikkan itu. uuhh.. susah sekali memasukkannya karena ukurannya yang besar. mulutku yang mungil dan merah tak mampu menampung semua penisnya, namun tak kupaksakan. Aku mulai menjilati benda itu dari kepalanya sampai buah zakarnya, semua kujilati sampai basah oleh liurku. Sekilas tercium bau yang asing dari penisnya sehingga aku harus menahan nafas .

“Uaahh.. uueennakk …ohhh…….” ceracaunya menikmati seponganku. Kukeluarkan semua teknik menyepong-ku sampai dia mendesah nikmat. Saking asiknya aku baru sadar bahwa tangannya sudah bercokol di payudaraku. Aku makin bersemangat, Selain menyepong tanganku turut aktif mengocok ataupun memijati buah pelirnya. Aku berencana membuatnya orgasme duluan agar aku cepat-cepat keluar dari ruangan ini. Tapi ternyta dia sangat kuat.
Setelah lewat 10 menitan dia melepas penisnya dari mulutku, sepertinya dia tidak mau cepat-cepat orgasme sebelum permainan yang lebih dalam. Akupun merasa lebih lega karena mulutku sudah pegal dan dapat kembali menghirup udara segar.
â€Å“Hhhmmm…gimana neng? udah siap dientot?” kurasakan hembusan nafas Pak Usep di telingaku. Dia lalu membaringkan tubuhku diruangan yang beralaskan karpet itu. Matanya nanar menatap gundukan daging vaginaku. Kemudian kurasakan tangan kokohnya memegang kedua pergelangan kakiku lalu membentangkan pahaku lebar-lebar sampai pinggulku sedikit terangkat. Dia sudah dalam posisi siap menusuk, ditekannya kepala penisnya pada vaginaku yang sudah licin, Penisnya yang kekar itu menancap perlahan-lahan di dalam vaginaku. Aku memejamkan mata, meringis, dan merintih menahan rasa perih akibat gesekan benda itu pada milikku yang masih sempit. kemudian dipompanya penisnya sambil membentangkan pahaku lebih lebar lagi. Batang yang gemuk itu dipaksakannya masuk ke vagina sempitku sehingga aku merintih kesakitan.

“Aauuuhhh…!” aku menjerit lebih keras dengan tubuh berkelejotan karena hentakan kerasnya pada vaginaku.Namun hal itu bukannya membuatnya iba malahan terus mejejalkan penisnya lebih dalam lagi sampai akhirnya seluruh penis itu tertancap.
â€Å“Oooohh…uueenak banget non……!” ceracaunya merasakan jepitan dinding vaginaku.
Oh, aku benar-benar telah disetubuhi olehnya, aku kesal pada diriku sendiri yang tak berdaya melawan malah terangsang. Perlahan-lahan rasa sakit berubah menhjadi nikkmat yang tiada tara. Aku ikut menggoyangkan pantatku untuk memperpanjang rasa nikmat dikepalaku.
Puas menikmati jepitan dinding vaginaku, pelan-pelan dia mulai menggenjotku, maju mundur terkadang diputar. Kurasakan semakin lama pompaannya semakin cepat sehingga aku tidak kuasa menahan desahan, sesekali aku menggigiti jariku menahan nikmat, serta menggeleng-gelengkan kepalaku ke kiri-kanan sehingga rambut panjangku pun ikut tergerai kesana kemari.

Dengan tetap menggenjot, dia melepaskan kaosnya dan melemparnya. tubuhnya begitu berisi. Hitam besar dan berkeringat. otot-ototnya membentuk dengan indah, juga otot perutnya yang seperti kotak-kotak. Kemudian dia kembali menggenjotku.
Tampangku yang sudah semrawut itu nampaknya makin membangkitkan gairahnya, buktinya dia menggenjotku dengan lebih bertenaga, bahkan disertai sodokan-sodokan keras yang membuatku makin histeris. Kemudian tangan kanannya maju menangkap payudaraku yang tergoncang-goncang. Syaraf-syaraf pada daerah sensitif di tubuhku bereaksi memberi perasaan nikmat ke seluruh tubuhku. Dia dengan bernafsu menangkap payudaraku yang begerak bebas. Genjotannya semakin kuat dan bertenaga, terkadang diselingi dengan gerakan memutar yang membuat vaginaku terasa diobok-obok.

“Ahh.. aahh.. yeahh, terus tusuk pak..ah….” desahku dengan mempererat pelukanku.
rama yang dari tadi hanya dia menonton nampaknya mulai terangsang juga menyaksikan tubuh mulusku dinikmati pria seperti Pak Dorman. Dia lalu mendekat kepadaku, dia juga ingin merasakan kenikmatan yang dirasakan Pak dorman, maka tangannya mulai meremas buah dadaku, putingku yang sudah tegang itu dipencetnya sesekali diplintirnya. Kemudian dilumatnya bibirku. Aku hanya bisa pasrah diserang dari 2 arah. Apalagi rama makin meningkatkan aksinya, payudaraku dilahapnya dengan rakus. Dia sangat menyukai benda itu, sehingga senang sekali berlama-lama didadaku. Dada kiri dan kananku menjadi santapannya. Aku tahu pasti dadaku semakin merah dan meninggalkan cupangan.
â€Å“Oh..neng aliah…nikmat…se..akli…”ceracau pak Dorman sama sepertiku.

Tusukan di vaginaku serta lumatan bibir rama di payudaraku membuatku makin gila. Kulihat atap ruangan itu mulai berputar menindih kepalaku. Aku merasakan bahwa sebentar lagi akan orgasme. hingga beberapa detik kemudian tubuhku bagaikan kesetrum dan mengucurlah cairan dari vaginaku dengan deras sampai membasahi pahaku.

â€Å“Ahh..ohh…Pak !” desahku sambil menggeliat-geliat menikmati keindahan dunia ini. Aku merintih panjang sampai tubuhku melemas kembali, nafasku masih kacau setelah mencapai orgasme. Aku mengira dia juga akan segera memuntahkan maninya, ternyata perkiraanku salah, dia masih dengan ganas menyetubuhiku tanpa memberi waktu istirahat. Kemudian dia membalikkan tubuhku dengan posisi doggy stly. Rama melepaskan dadaku sebentar untuk memudahkanku membalikkan tubuh.

Tanganku bertumpu menahan berat tubuhku. Walau masih lemas namun kupaksakan untuk bertahan. Aku hanya pasrah saja atas apa yang akan diperbuatnya terhadapku. Kemudian dia menyelipkan penisnya di antara selangkanganku lewat belakang. Aku mendesis nikmat saat penis itu pelan-pelan memasuki vaginaku yang sudah becek oleh lendirku.

â€Å“Ooohhh…. enak banget si neng ini!” celotehnya. Pak Dorman menggenjotku dengan penuh semangat. Aku yang masih lemas merasakan sakit divaginaku karena baru orgasme. Keringat sudah membasahi tubuh kami. Erangannya dan jeritan kesakitan dariku mewarnai percabulan ini. Permainan dia sungguh menyiksaku, dia memulainya dengan genjotan-genjotan pelan, tapi lama-kelamaan sodokannya terasa makin keras dan kasar sampai tubuhku berguncang dengan hebatnya. Dadaku terayun-ayun kedepan dan kebelakang. Hal itu tidak disia-siakannya, dia kembali meremas dadaku yang makin besar. Bukan hanya itu saja,tangannya kini dengan leluasa berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudaraku yang menggelantung berat ke bawah. Kini Pak dorman bahkan lebih memperhebat serangannya.

Tak berapa lam kemudian aku mulai mendesah nikmat.

â€Å“oh..oh… Pak…terus……puaskan…. aku..” Kembali aku mendesah karena rasa nikmat mulai menjalar keseluruh tubuhku. Rasa sakitku hilang digantikan semangat untuk menikmati lebih dan lebih lagi.

Pada saat itu tanpa terasa, Rama telah duduk mengangkang di depanku. Ia menyodorkan batang penisnya ke dalam mulutku, aku menolaknya karena aku masih marah kepadanya karena tidak bertanggung jawab. Tapi dia mau dipuaskan maka tangannya meraih kepalaku dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam mulutku yang terbuka karena aku mendesah. Dengan kasar dimaju-mundurkannya penisnya bibir merahku.
Kini aku kembali melayani dua orang sekaligus. Pak Dorman yang sedang menyetubuhiku dari belakang nan Ramayang sedang memaksaku melakukan oral seks terhadap dirinya. Pak Dorman kadang-kadang malah menyorongkan kepalanya ke depan untuk menikmati payudaraku. Aku mengerang pelan setiap kali ia menghisap puting susuku. Dengan dua orang yang mengeroyokku aku sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Malahan aku merasa sangat terangsang dengan posisi seperti ini. Maka dengan bernafsu kuhisap penis Rama. kusedot-sedot benda itu sambil ku keluar masukkan dimulutku.

â€Å“Aliah………oh……”, dia mulai melenguh lemah menikmati oralku. Dia meremas-remas rambutku menahan kenikmatan yang kuberikan. Kukeluarkan teknik mengoralku sehingga dia makin belingsatan saja. Remasan dirambutku makin kuat saja.

‘eennnggghhh….mmmhhh…”hanya itu yang keluar dari mulutku yang tertahan penis rama.
Mereka menyetubuhiku dari dua arah, yang satu akan menyebabkan penis pada tubuh mereka yang berada di arah lainnya semakin menghunjam. Kadang-kadang aku hampir tersedak. Pak dorman terus memacu menggebu-gebu. Laki-laki itu sibuk memacu sambil meremasi payudaraku yang menggelantung berat ke bawah.

â€Å“sebentar lagi…sebentar lagi..”desah Pak Dorman, meyatakan bahwa sebentar lagi dia akan orgasme. Maka dipercepat sodokannya, remasannya didadaku jga makin keras, sehingg aku mengaduh kesakitan. Aku lalu merasakan cairan hangat menyembur di dalam vaginaku, banyak sekali spermanya menyemprotkan diliangku sehingga menetes keluar mengalir dipahaku. Untung saat itu bukan masa suburku. Kalo ga bisa bahaya. Dia pun terkulai lemas diatas punggungku dengan penis masih tertancap. Perlhan-lahan penisnya mengecil. Pak Dorman lalu terbaring lemas disebelahku.
rama masih memaju mundurka penisnya semakin ganas. Dan pada saat hampir bersamaan Rama juga mengerang keras. Batang kejantanannya yang masih berada di dalam mulutku bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yang kental dan hangat. Cairan kental yang hangat itu akhirnya tertelan olehku. Banyak sekali. Bahkan sampai meluap keluar membasahi daerah sekitar bibirku sampai meleleh ke leher. Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain dengan cepat mencoba menelan semua yang ada supaya tidak terlalu terasa di dalam mulutku.

Eliza 8: Suka Duka Ketika Liburan
September 28, 2007 oleh shusaku

DISCLAIMER
Cerita ini ditulis dimaksudkan sebagai tempat menyalurkan ide dan fantasi penulis semata. Dalam tulisan ini terkandung segala yang berhubungan dengan hal erotis, hubungan seksual dan perkosaan. Jika anda masih di bawah umur dan atau tidak suka dengan hal itu semua, JANGAN melanjutkan membaca karya penulis.

Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas, cerita ini murni fantasi penulis. Semua nama tokoh adalah fiksi, dan kejadian dalam cerita ini bukanlah kisah nyata. Apabila ada kemiripan nama tokoh ataupun peristiwa dalam cerita ini, adalah satu kebetulan belaka, tak ada unsur kesengajaan dari penulis untuk menjelekkan ataupun memfitnah salah satu tokoh.

Cerita ini adalah karya asli penulis yang bekerja sama dengan Shusaku Kato yang merupakan pemilik Milis KisahBB, juga dibantu dari beberapa kritik dan saran dari beberapa anggota Milis KisahBB. Jadi tentu saja cerita ini mengandung unsur KisahBB. Tapi baik penulis maupun pemilik Milis KisahBB dan seluruh anggotanya tidak sedikitpun mendukung perkosaan ataupun segala bentuk kejahatan seksual.

Belajarlah menghargai hak cipta orang lain. Cerita ini dibuat dan didedikasikan oleh Dian Kanon untuk Milis KisahBB dan Blog KisahBB. Siapapun dimohon kesadarannya untuk TIDAK mengcopy sebagian atau seluruh cerita ini untuk dipajang di site, milis, blog ataupun forum lain. Kalau memang ingin menyebar luaskan cerita ini, dimohon kesadarannya untuk minta ijin dulu pada Dian Kanon atau Shusaku Kato dan tetap cantumkan disclaimer ini.

Cerita Eliza 08 : Suka Duka Ketika Liburan
Di hari Jumat ini, ketika sudah waktunya pulang sekolah, aku sudah akan berdiri dari kursi ketika Jenny memintaku menunggu sebentar. “El, jangan pulang dulu dong, bentar bentar! Kamu lagi mikirin apa sih El? Gini aku jelaskan lagi ya, besok Senin, Selasa dan Rabu kita kan libur.. yaaa aku tahu memang ada bazar, tapi kita bisa berlibur dulu kan, jadi baru datang hari Selasa dan Rabunya gitu”, Jenny berkata panjang lebar. Aku terbawa oleh sikapnya yang selalu riang itu, dan mendengarkannya sambil tersenyum.

“Gini nih Eliza, aku pinginnya, kita berlibur ke Tretes, tiga hari dua malam saja. Jadi besok sore kita berangkat, terus senin sore baru balik lagi ke Surabaya. Gimana El?”, tanya Jenny. “Memangnya kita mau pergi sendiri berdua Jen?”, aku bertanya heran. “Ya nggak lah El, kamu sih dari tadi nggak dengerin kita ngomong, ngelamun aja.. Lha ini Siany, Bella dan Rini ngumpul sama kita di sini buat apa?”, gerutu Jenny, dan ketiga temanku yang lain itu memandangku dengan cemberut.

Aku baru sadar kalau ada mereka bertiga ini yang sejak tadi ngobrol dengan kami berdua. “Aduh.. sori ya.. jadi, kita berlima ya Jen?”, tanyaku lagi. Jenny mencubit kedua pipiku dengan gemas, “Nih anak memang minta dijitaaak… Sherly juga ikut Eeel!”. Aku mengeluh manja, “Aduh Jen.. iya ampun…”. Kami semua tertawa dalam suasana yang riang. “Hei.. sori telat nih, aku tadi ada perlu bentar di kelas”, Sherly mendadak muncul mendekati kami yang masih duduk duduk di dalam kelas dan menyapa kami semua.

“Sudah lengkap ya semua… Jadi gimana nih? Kita tidur di mana nanti di Tretes? Sudah ada yang membooking vila? Atau kita tidur di hotel Surya?”, tanya Sherly setelah duduk bersama kami. Rini yang pada kelas 1 SMA sekelas denganku, langsung bertanya padaku, “El, langsung aja nggak pakai basa basi, kalau vila kamu dipakai nggak? Kalau nggak dipakai, bisa nggak kita menginap di vilamu?”. Aku agak terkejut mendengar kata kata Rini. “Vilaku…?”, aku mengguman dengan ragu.

“Iya El, kalau di vilamu gimana? Selain Rini, nggak ada yang pernah ke sana lho.. please yaa?”, Sherly menambahkan. “Iya nih El.. itu ide yang bagus kan. Kalau di vila Sherly, kayaknya bakal gak cukup..”, seru Jenny dengan bersemangat, tapi terhenti karena diam diam di bawah meja aku menendang kakinya. Jenny rupanya sadar juga, mengapa aku menendang kakinya. Jenny pasti baru ingat, aku pernah menceritakan padanya kalau aku pernah dikerjain oleh penjaga vilaku, pak Basyir itu.

Rini yang jelas tak tahu apa apa, menceritakan kalau pada perpisahan kelas 1 SMA dulu, semua siswi di kelasku menginap di vilaku, sedangkan yang siswa menginap di vila Andi. Oh.. teringat kepada Andi, aku jadi merenung. Orang yang telah menjatuhkan hatiku sejak di kelas 1 dulu, tapi kini aku berlumuran dosa. Aku tahu, Andi sendiri sebenarnya menaruh hati padaku. Sekarang kami sudah nggak sekelas, tapi Andi sering mencariku, dengan alasan untuk pinjam buku catatanku.

Aku yakin itu cuma alasan, karena aku tahu Andi sendiri adalah anak yang rajin, tak mungkin dia perlu pinjam buku catatanku. Hal ini memang yang membuat aku tadi melamunkan Andi, yang baru saja meminjam buku catatan pelajaran Fisika dariku. Selain itu, Andi sering salah tingkah kalau ada di dekatku, ia tak pernah mampu menatapku lama lama. Oh seandainya saja Andi tau, aku juga suka padanya… tapi kini, aku sudah berlumuran dosa.

“Gimana El?”, pertanyaan Sherly membuyarkan lamunanku. “Oh… itu ya”, aku tergagap, dan memandang sekelilingku. Selain Jenny, mereka semua terlihat berharap untuk menginap di vilaku, dan ini membuatku tak enak untuk menolak. “Ya sudah, aku telepon penjaga vilaku dulu yah, aku suruh siapkan dua kamar untuk kita. Kita tidurnya bertiga bertiga ya?”, kataku sambil mengambil handphoneku dari dalam tas sekolahku, walaupun sebenarnya perasaanku tak karuan. Ini kan sama saja seperti aku menyerahkan diriku kepada pak Basyir?

“Asyiik..”, seru ketiga temanku, sedangkan Jenny tersenyum ragu, sementara Sherly duduk di kursi sebelahku, ia memelukku dan berkata, “Thanks ya Eliza”. Aku agak tersengat, karena aku merasakan payudara Sherly menekan payudaraku, membuat mukaku rasanya panas. “Mmm…”, aku memejamkan mataku, tapi aku langsung sadar aku tak boleh larut oleh perbuatan Sherly ini. “Iya nggak apa apa kok Sher, bentar aku telepon dulu nih”, kataku sambil mencoba melepaskan pelukan Sherly dengan agak panik, masa Sherly memelukku dengan semesra ini di depan teman teman?

Sherly melepaskanku, mungkin sungkan juga karena di sini ada teman teman kami yang lain. Kemudian aku segera menelepon penjaga vilaku, pak Basyir. “Halo, pak Baysir ya… Pak, ini Eliza, besok aku dan teman temanku mau menginap di vila, tolong siapkan kamarku dan kamar di seberangnya ya, yang lain nggak usah.”. Pak Basyir menjawab, “Beres non Liza, aduh, senangnya bapak bisa lihat non Liza lagi…”. Aku segera memotong kata kata pak Baysir yang mulai melantur ini, “Ya sudah, terima kasih pak”.

Aku cepat cepat memutus pembicaraan ini dengan gelisah, membayangkan besok saat aku menginap di vila keluargaku, berarti aku mau tak mau pasti bertemu dengan pak Basyir. Jujur saja aku bahkan masih merasa panas dingin kalau teringat aku dipermainkan oleh pak Basyir sampai aku tak kuat dan memohon mohon untuk diantar menuju orgasme, dan aku masih teringat jelas, di hari terakhir sebelum pulang aku malah membuang harga diriku dan menyerahkan tubuhku pada penjaga vilaku yang sudah tua itu.

Tapi aku tak mau memperlihatkan kegelisahanku kepada mereka. Aku berusaha tersenyum pada mereka. “Ya udah, besok kita berangkat. Tapi mobilku kan nggak cukup kalau diisi kita semua, bagaimana ini?”, tanyaku pada mereka. “Tenang aja, Eliza. Aku bisa bawa mobilku, jadi kita bawa dua mobil ke sana. Rumah Rini kan dekat Jenny, jadi kamu jemputin Jenny dan Rini aja El. Nanti aku jemput Siany dan Bella, terus kita ketemuan di hotel Surya dulu ya, vilamu kan dekat sana El”, kata Sherly panjang lebar.

“Iya boleh”, aku mengangguk setuju. Rini bertanya, “Besok kan kita pulang lebih awal, jadinya kita berangkat jam berapa?”. Siany langsung menyambung, “Sebaiknya nanti malam kita sudah bersiap siap, besok jam satu siang kita langsung berangkat, jadi kita nggak kemalaman waktu sampai di vila nanti”. Bella yang kutu buku itu bertanya juga, “Kita nggak perlu bawa bantal guling tambahan?”. Aku langsung melarangnya, “Nggak usah Bel, di sana ada cukup bantal guling juga selimut buat kita semua”.

Maka semua sudah diputuskan, besok kami akan berangkat setelah makan siang. Rini, Siany dan Bella berpamitan pulang duluan pada kami. Jenny sendiri sudah menelepon sopirnya, “Pak Hari, aku nggak usah ditunggu, aku nanti pulang sekolah ikut temanku saja, soalnya ada perlu nih… … ya sudah, makasih pak”. Lalu dengan riang Jenny berkata padaku, “El, abis ini temani aku beli camilan buat besok ya”. Aku sudah kembali terbawa oleh sikap Jenny yang riang ini, dan aku mengangguk senang.

Ketika aku berdiri, Sherly juga berdiri dan menggandeng tangan kananku, sedangkan Jenny juga sudah menggandeng tangan kiriku, dan kami semua berjalan keluar dari kelas ini. Selain Jenny, kini Sherly juga sudah menjadi teman akrabku sejak tiga minggu yang lalu ketika aku mengantarkan buku titipan Jenny, dimana Sherly waktu itu bahkan sudah akan menelanjangiku. Hal ini sempat membuatku teringat akan perkosaan yang brutal terhadap diriku setelahnya di hari itu juga, oleh 9 anak SMP dan 3 anak STM itu.

Tapi kedua temanku ini tentu tak pernah mengetahui kalau aku sejak tadi selain gelisah membayangkan nasibku besok malam di vila, aku juga gelisah melihat Girno, satpam sekolah kami yang mondar mandir di lorong depan kelasku ini, dan sesekali ia menatapku dari sana. Maka ketika kami berpapasan dengan Girno yang menatapku dengan pandangan lapar, aku hanya menundukan kepalaku dengan tegang mengikuti gandengan Jenny dan Sherly, aku sungguh takut Girno akan berbuat macam macam.

Untung saja tak terjadi apa apa sampai kami semua tiba di luar sekolah. Aku akhirnya sudah tiba di depan mobilku. “Ya sudah El, aku pulang dulu ya”, kata Sherly sambil mencium pipiku. “Iya Sher, see you”, jawabku dengan muka yang terasa panas. Apalagi ketika di dalam mobil, Jenny menggodaku, “Cieee.. mesra amat Sherly dengan kamu, El?”. Aku menunduk malu, dan menjawab, “Mana aku tahu Jen?”. Jenny tertawa sambil menggodaku, “Sherly jatuh cinta sama kamu kali, El”.

Aku segera mengalihkan topik yang gawat ini, “Ah kamu ada ada aja Jen. Udah ah, kita kemana nih?”. “Kita ke Bonnet aja Jen, beli camilan yang banyaaak sekali, jadi kita nggak bakal mati kelaparan di vila besok”, kata Jenny dengan lucu, membuatku tertawa geli. “Ya nggak sampai mati kelaparan lah Jen, paling juga kita cuma mati kebosanan”, godaku. Jenny tertawa dan menyambung, “Tapi kan jadinya nanti kita tetap mati di vila? Nggak deh. Ya udah ayo kita berangkat El”.

Aku segera menjalankan mobilku ke Bonnet, menemani Jenny memborong banyak sekali makanan dan minuman ringan, dan setelah kami membayar semua belanjaan yang sampai harus dibungkus dalam 4 plastik besar ini, aku mengantar Jenny pulang ke rumahnya. “Ya udah, see you Eliza”, pamit Jenny padaku. “See you Jenny”, aku juga pamit padanya dan menjalankan mobilku ke rumah. Aku harus segera menyiapkan perlengkapan untuk berlibur ke vila besok.

Sampai di rumah, semua belanjaan itu tidak kuturunkan, karena toh besok harus kubawa juga. Aku turun dari mobil, dan aku menggeleng gelengkan kepalaku saat melihat Wawan dan Suwito yang sudah mendekatiku dan menyergapku di garasi ini. Perbuatan mereka menunjukkan kalau tak ada siapa siapa di rumah, dan aku hanya pasrah mengikuti kemaua mereka saat aku digiring ke kamar mereka berdua. “Kalian ini, nggak bisa kali ya melihat aku menganggur?”, aku mengomel pada kedua pembantuku ini.

“Habis, siapa suruh nona kok cantik begini”, Wawan menggombal. “Kurang ajar!, Terus memangnya kalau aku cantik itu berarti salahku? Dan kalian jadi boleh berbuat begini padaku mmpph…”, omelanku yang kulontarkan dengan pura pura ini terputus ketika Suwito sudah melumat bibirku dengan gemas. Tak lama kemudian baju dan rok seragam sekolahku, berikut bra dan celana dalamku sudah berserakan di lantai, dan Dan begitu aku terbaring di kasur, Wawan dengan tak sabar sudah berada dalam posisi siap tempur.

Kedua pahaku diangkat ke atas dan dipeluk oleh Wawan, lalu dengan cepat ia membenamkan penisnya dalam liang vaginaku, membuatku melenguh pelan menahan rasa nikmat ini. “Non Eliza sendiri… yang membuat kami tambah bernafsu gini… pakai pura pura ngomel segala… nih…”, kata Wawan di antara dengusannya, ia menatapku dengan gemas penuh nafsu saat menghunjamkan batang penisnya kuat kuat.

“Annnnghhhh…”, aku mengerang keenakan dengan manja, sedikit rasa sakit yang yang bercampur dengan kenikmatan yang melanda selangkanganku ini memaksa tubuhku menggeliat. Suwito memanfaatkan terbukanya mulutku saat aku mengerang tadi, ia langsung menjejalkan penisnya ke dalam mulutku. Dengan erangan dan lenguhan tertahan, aku kembali harus menjadi budak seks mereka berdua, hal yang sudah biasa terjadi kalau aku pulang saat tak ada papa, mama ataupun kokoku di rumah.

“Mmmppphh…”, aku merintih keenakan saat Wawan makin kencang memompa liang vaginaku. Tubuhku mulai bergetar, sementara Suwito sendiri sudah melenguh lenguh, “Onnnggghhhh.. non Elizaaa….”, penisnya berkedut dan menyemburkan spermanya dalam mulutku. Aku menelan semuanya, menjilati dan menyedot penis itu sampai Suwito mengejang ngejang dan melolong lolong minta ampun, dan begitu aku menghentikan seruputanku pada penis itu, Suwito ambruk lemas ke lantai.

Dan kini Wawan menggenjotku dengan bebas, membuatku terus dihajar badai kenikmatan, dan ketika akhirnya Wawan menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku, aku sudah dibuatnya orgasme sampai dua kali. Dengan lemas, aku membuka mulutku dan mengulum penis Wawan. Setelah kubersihkan penisnya pembantuku yang keranjingan ini, aku berdiri meskipun betisku rasanya pegal, lalu kupungut baju seragamku dan kukenakan di depan mereka. Aku mengancingkan bajuku dengan gerakan perlahan.

Sesekali aku melihat mereka berdua, dan aku tahu mereka meskipun masih lemas karena baru ejakulasi, nafsu mereka sudah kembali menggelora melihat amoy cantik yang telanjang di depan mereka sedang mulai berpakaian. Setelah semua kancing bajuku terpasang, aku mengenakan rok seragamku, sengaja aku berlama lama saat menarik rok itu ke atas pinggang, membiarkan mereka melotot melihat paha mulusku yang perlahan tertutup oleh rok abu abu ini.

“Sudah, aku naik dulu.. dasar kalian ini..”, aku menggerutu dengan suara manja, dan aku sengaja menatap mereka berdua dengan pandangan menggoda, hingga mereka berdua melihatku dengan makin bernafsu. Sengaja aku tak mengenakan bra dan celana dalamku, yang kini baru kupungut dari lantai, lalu aku sengaja memutar tubuhku ke arah luar kamar hingga rambutku berkibar mengikuti gerakan kepalaku, yang aku tahu hal ini merupakan pemandangan yang terlalu indah dan sexy buat mereka berdua.

“Wan.. nona kita itu kok bisa cantik kayak gitu ya?”, kudengar suara Suwito, lalu kudengar Wawan menambahkan, “Sudah cantik, sexy, wangi lagi… memeknya itu lho, ngangenin…”. Lalu kudengar Suwito berkata lagi, “Non Eliza itu badannya kecil, tapi kuat sekali ya, bisa tahan kita ajak main berlama lama”. Duh, memang kalo orang dapat pujian, harusnya bangga. Tapi kalau pujian yang macam begini ini, kalau sampai terdengar ke telinga orang luar, mau ditaruh di mana mukaku ini?

Aku mempercepat langkahku, mukaku rasanya panas, dan aku menggigit bibir sambil tersenyum malu mendengar percakapan mereka. Sampai di kamar mandi, aku keramas dan membersihkan seluruh tubuhku, dan yang pasti juga liang vaginaku. Setelah mengeringkan rambutku dan juga tubuhku, aku memakai baju santai dan menyalakan AC kamarku karena rasanya panas. Lalu aku mengepak bajuku secukupnya dan keperluanku ke dalam tas, dan tas ini kusembunyikan di dalam lemariku.

Hal itu kulakukan karena aku takut kalau sampai kedua pembantuku yang keranjingan ini tahu aku akan pergi menginap selama 3 hari 2 malam di tretes, aku bisa diperkosa mereka sampai pagi. Aku lalu berbaring di ranjangku, rasanya malas untuk turun makan siang. Dan mungkin karena aku baru saja disuapi sperma Suwito yang berejakulasi di dalam mulutku saat kuoral tadi, juga tambahan sedikit sisa sperma di penis Wawan yang berejakulasi dalam liang vaginaku, jadi aku tak merasa begitu lapar.

Maka aku memilih tidur siang, mengistirahatkan tubuhku yang baru dipakai oleh kedua pembantuku untuk memuaskan hasrat mereka. Mungkin salahku juga tadi telah menggoda mereka dengan keterlaluan, dan aku harus membayar perbuatanku tadi karena aku lupa mengunci pintu kamarku. Rasa nikmat pada selangkanganku perlahan menyadarkanku dari tidur. Kurasakan liang vaginaku terbelah oleh sebatang penis yang amat keras, dan penis itu terus melesak masuk, membuatku menggeliat perlahan.

“Ngghh.. Wan… kamu itu memang kurang ajar kok… oooh…”, aku mulai mengomel di antara lenguhan dan desahanku, ketika aku sudah benar benar terbangun dan melihat Wawan yang sedang asyik memompa liang vaginaku. Kulihat jam di kamarku, sekarang sudah setengah lima sore. Oh.. lama juga tadi tidur siangku. “Habis enak sih non Eliza”, jawab Wawan dengan penuh nafsu. Suwito yang baru datang, seperti biasa mendekatiku dan meminta servis oralku. Aku hanya bisa pasrah melayani mereka berdua yang baru berhenti menggumuliku ketika mendengar deru mesin mobil orang tuaku di garasi.

Keduanya meninggalkanku yang masih tergolek lemas di atas ranjangku. Dengan malas aku bangkit dan kembali masuk ke kamar mandi untuk mandi keramas, juga membersihkan liang vaginaku. Setelah aku mengeringkan rambutku dan tubuhku, aku memakai baju tidur dan turun untuk menyapa papa mama dan kokoku, sekaligus makan bersama. Di sela sela saat makan, aku menyampaikan maksudku untuk berlibur bersama teman temanku ke vila besok selama tiga hari. Papaku menanda-tangani surat permohonan yang aku buat untuk meminta ijin tidak masuk pada hari Senin besok ini.

Setelah selesai makan, mamaku memanggilku sebentar. “Iya ma?”, aku bertanya ketika aku sudah berada di depan mamaku. “Eliza, ini buat kamu liburan besok”, kata mamaku sambil memberikan sejumlah uang padaku. “Duh, terima kasih maa… Eliza tidur dulu ya ma”, aku memeluk mamaku yang tersenyum melihatku begitu senang, dan aku mencium kedua pipinya dengan rasa terima kasih. Lalu aku kembali ke kamarku. Aku belum begitu capai ataupun mengantuk, tapi aku tahu aku harus menyimpan tenaga, karena besok aku pasti akan jatuh ke dalam cengkeraman penjaga vilaku itu.

—ooOoo—

Aku sedang saling mengganggu dengan Jenny di kantin sekolah ketika bel tanda berakhirnya jam istirahat yang kedua ini berbunyi. Kami masuk ke dalam kelas dengan riang, karena hari ini sekolahku memberlakukan jam pendek, 30 menit saja untuk setiap jam pelajaran. Setelah jam istirahat yang ke dua ini, tinggal dua jam pelajaran saja, yang artinya kami akan pulang satu jam lagi. Dan kelas kami makin kacau ketika guru yang mengajar kimia menyuruh kami belajar sendiri.

Aku, Jenny, Rini, Siany dan Bella mengobrol tentang rencana kami nanti sore. Selagi kami mengobrol, tiba tiba pak Edy, wali kelas kami yang sekaligus guru geografi itu masuk ke dalam kelas. Kami semua langsung diam, karena wali kelas kami ini termasuk galak. “Anak anak, jangan terlalu ribut, nanti kalian mengganggu kelas lain! Jam pelajaran saya yang berikut ini, kalian belajar sendiri”. Maka kembali semua teman temanku bersorak senang, hanya aku yang bersikap cuek, aku memang muak pada wali kelasku ini.

“Eliza, saya minta kamu segera menuju ke ruangan saya. Ada beberapa hal tentang bazar yang diadakan mulai besok Senin ini, yang bapak ingin bahas dengan kamu selaku bendahara kelas!”, kata pak Edy kepadaku. Jantungku berdegup kencang, dan aku menjawab, “Iya pak”. Aku berdiri mengikuti Pak Edy, entah kenapa aku punya firasat buruk. Sampai di ruangan pak Edy mempersilakanku untuk duduk. Aku menurut saja walaupun jantungku terus berdegup kencang.

“Pak, apa apaan ini?”, tanyaku panik ketika pak Edy mengunci pintu ruangannya, lalu duduk di kursinya. Ia menatapku dan bertanya, “Eliza! Kamu tahu salahmu?”. Aku menggeleng perlahan. “Tidak tahu pak… Apa saya pak? Saya sungguh tidak mengerti”, jawabku dengan bingung. Pak Edy berkata, “Saya tahu dari temanmu Siska yang juga wakil bendahara di kelas, bahwa kamu besok Senin hendak membolos”.

Aku amat terkejut, “Lho pak, Senin besok itu kan cuma bazar, dan bazar itu tiga hari lamanya. Harusnya tidak apa apa kan pak, jika saya tidak datang sehari saja?”. Tapi pak Edy terus menekanku, “Tidak apa apa Eliza, kalau kamu bukan staff kelas. Kamu ini ketua bendahara kelas! Kalau hari itu kelas membutuhkan dana untuk keperluan bazar, siapa yang bertanggung jawab?”.

Aku merasa alasan itu terlalu dibuat buat oleh wali kelasku ini. “Pak, justru itu kan saya sudah menitipkan buku dan kas kelas pada Siska selaku wakil bendahara. Lagipula, Selasa saya kan sudah masuk”, aku coba menjelaskan. “Tidak sesederhana itu Eliza. Kalau saya memberikan ijin, nanti itu akan jadi perseden buruk buat yang lain. Bisa saja nanti ketua koordinator yang mengatur stan kelas kita seenaknya minta ijin seperti kamu, dan menyerahkan pada wakilnya! Mau jadi apa stan kita di acara bazar nanti?”.

“Pak, itu kan lain. Keberadaan ketua koordinator itu memang penting, karena dia yang mengerti apa saja kebutuhan untuk mengatur keberadaan stan. Kalau saya kan cuma bendahara, yang jelas sekali tak ada kaitannya dengan bazar besok. Kalaupun memang ada dana yang diperlukan, saya kira juga tidak segawat itu kalau saya tidak ada. Lalu perlu apa ada wakil bendahara kalau saya harus selalu ada? Lagipula pak, saya keberatan jika bapak bilang saya membolos, itu kan surat permohonan saya yang sudah ditanda tangani orang tua saya?”, aku mulai terbawa emosi dan berkata dengan nada keras.

“Tidak bisa! Saya sudah memutuskan, kalau kamu harus hadir besok Senin. Saya punya hak untuk menolak surat permohonan kamu, dan orang tuamu akan saya telepon sekarang juga, supaya mereka bisa membantu saya memastikan kamu datang besok Senin!”, kata pak Edy, dan ia sudah mengangkat telepon di mejanya. Aku mulai panik, terbayang acara liburan yang berantakan gara gara wali kelas sialan ini. “Pak Edy, saya mohon, biarkan saya minta ijin untuk satu kali ini saja pak”, kataku dengan memelas.

Pak Edy meletakkan gagang telepon, lalu menatapku dalam dalam. “Kenapa saya harus menuruti keinginan kamu Eliza? Apa untungnya buat saya”, tanya pak Edy. Pertanyaan ini membuatku tersudut. “Apa yang bapak inginkan?”, tanyaku dengan suara pelan, aku sudah bisa menebak apa yang diinginkan wali kelasku yang bejat ini. “Eliza, saya cuma memberikan kamu satu kesempatan untuk memberikan tawaran yang sekiranya bisa menyenangkan saya..”, tanya pak Edy sambil menyeringai mesum.

Jantungku berdegup kencang, aku tahu aku harus memberikan penawaran terbaikku. “Baiklah pak…”, aku memejamkan mata sesaat untuk menguatkan hatiku, lalu aku berdiri, dan mulai melepas kancing baju seragamku satu per satu. Kulepaskan baju seragamku dan juga bra yang membungkus payudaraku. Lalu saat aku melanjutkan melepas rok seragamku, pak Edy berdiri, rupanya ia sudah tak sabar lagi dan mendekatiku. Kedua payudaraku yang sudah tak terlindung bra ini diremas dengan kasar oleh pak Edy.

Aku menggigit bibir dan memejamkan mata menahan sakit, sambil terus melepas rok seragamku. Ketika aku sudah membungkuk untuk melorotkan celana dalamku, keadaan menjadi lebih buruk. Tiba tiba aku melihat sebatang penis sudah mengacung tegak ke arah mulutku, dan aku tahu siapa pemilik penis berukuran raksasa itu, Girno, satpam sekolahku yang akhir tahun lalu merenggut keperawananku di UKS. Dengan marah aku menoleh ke pak Edy yang masih asyik meremasi kedua payudaraku dari belakang.

“Apa apaan ini pak Edy? Aah… Mmpphh…”. Kata kataku tersumbat ketika Girno sudah menolehkan kepalaku menghadap selangkangannya, lalu menahan kepalaku dan menjejalkan penisnya ke dalam mulutku. Aku hanya bisa mengerang tak jelas ketika penis raksasa itu mulai menyodok sampai ke tenggorokanku. Girno mengerang keenakan, sedangkan aku amat menderita. Dalam hati aku mengutuk pak Edy, dasar guru biadab, masa sampai hati menjebakku dan memperkosaku bersama satpam sekolah?

Pak Edy menghentikan remasannya pada kedua payudaraku, aku tahu ia pasti sedang melepas celananya, untuk memamerkan keimpotenannya itu. Aku yang sekarang dalam keadaan menungging, tak perduli ketika merasakan penis pak Edy yang tentu saja masih tetap kecil dan agak lembek itu kesulitan untuk menembus liang vaginaku. Mungkin karena tak cukup keras, jadi pak Edy kesulitan menerjangkan penisnya, tapi ia terus berusaha sambil mengeluh, “Kok nggak bisa masuk ya?”.

Mungkin jika aku tidak sedang sangat kesal oleh kebiadaban pak Edy, dan juga menderita oleh sodokan penis Girno yang memompa tenggorokanku, aku bisa tertawa geli karena ulah pak Edy yang konyol ini. Setelah beberapa menit berusaha, akhirnya penisnya yang sedikit lebih tegang daripada waktu pertama berusaha tadi berhasil membuka bibir vaginaku. Perlahan penis yang pendek itu masuk membelah liang vaginaku, dan pak Edy mengerang keenakan.

Mungkin karena pendek, kecil dan sedikit empuk, genjotan yang dilakukan pak Edy ini tak begitu mempengaruhiku. Dan untung saja, pak Edy masih tetap pak Edy, tak sampai tiga menit, ia sudah mengerang panjang, “Oooohh…”. Penisnya yang baru berkedut itu langsung menyemburkan sperma membasahi liang vaginaku. Lalu wali kelasku yang tak bermoral ini menarik lepas penisnya.

Aku tak tahu apa yang dia lakukan, karena mataku sudah mulai berkunang kunang, sulit sekali bernafas dalam keadaan tenggorokanku dipenuhi penis raksasa ini. Untungnya, melihat vaginaku sudah menganggur, Girno menarik penisnya dari mulutku. Aku jatuh berlutut dan terbatuk batuk sambil memegangi leherku, sakit sekali rasanya tenggorokanku. Tapi aku tak bisa beristirahat, Girno segera membalikkan tubuhku hingga aku terbaring telentang, dan ia berkata, “Giliranku, non Eliza!”.

Lalu dengan tanpa belas kasihan sama sekali, penis berukuran raksasa itu diterjangkan Girno ke dalam liang vaginaku. Aku mengerang panjang kesakitan. Meskipun sudah ada cairan sperma pak Edy yang seharusnya sudah cukup membantu melumasi liang vaginaku, tapi tetap saja penis sebesar milik Girno ini amat menyiksaku, rasanya tubuhku seperti dirobek jadi dua bagian, kepalaku seperti mau pecah saja.

“Paaak… tolong pelan pelan pak…”, keluhku, dan Girno melambatkan irama sodokannya, hingga aku perlahan mulai bisa beradaptasi. Setelah rasa sakit di liang vaginaku mulai berkurang dan mulai timbul rasa nikmat, tanpa sadar aku mulai melenguh. “Ngggh.. aduuh…”, aku melenguh ketika merasakan berulang kali dinding rahimku terkena ujung penis Girno yang mentok sampai ke dalam. Aku mulai menggeliat keenakan, walaupun aku mulai ngeri melihat Girno menatapku dengan amat bernafsu.

“Dari kemarin…”, kata Girno sambil menghunjamkan penisnya dengan gemas. “Ngghh…”, aku melenguh. “Melihat kamu… di kelas…”, sambung Girno sambil menarik penisnya sampai tinggal kepala penisnya yang terjepit liang vaginaku hingga aku menggeliat. “Menunggu kamu sampai lama…”, kata Girno dengan gemas dan penisnya kembali menghunjam dalam dalam. “Aduuuuh…”, aku merintih antara keenakan dan kesakitan, dan aku teringat kalau kemarin memang Girno sempat memandangiku dari luar kelas.

“Kamu tahu kan…”, Girno terus menyiksa diriku, ia menarik penisnya sampai sebatas kepala penisnya. Dan tanpa memperdulikan aku yang hanya bisa merintih, lagi lagi penis itu menghunjam begitu dalam saat Girno berkata, “Kalau aku sudah sangat kepingin memek kamu?”. Aku menggeliat hebat dan melenguh, “Ngghh… ampun paak…”. Aku mulai kehilangan kesadaran dan sudah tak bisa mendengar dengan jelas lagi, aku hanya bisa melenguh saat Girno entah meracau tentang apa sambil terus membuat tubuhku tersentak sentak mengikuti irama hunjaman demi hunjaman penisnya ke dalam liang vaginaku

Entah berapa lama Girno menyiksaku seperti ini, sampai aku merasakan otot vaginaku mengejang dengan hebat, dan tanpa ampun lagi akhirnya aku berkelojotan, kedua betisku melejang lejang. “Ngggghhh… nggghhhh…”, lenguhanku entah mungkin bisa terdengar sampai ke luar ruangan ini, tapi aku sudah tak mampu menahan kenikmatan yang melanda vaginaku, rasanya cairan cintaku di dalam sana membanjir tak karuan mengiringi orgasme ini. Nafasku hampir putus rasanya, dan aku merasa amat lelah.

Orgasme yang baru saja melandaku ini membuatku lemas, dan untungnya Girno langsung orgasme beberapa detik kemudian. Penisnya berkedut keras, dan siraman spermanya dalam rahimku seperti meringankan rasa pedih yang sempat melanda vaginaku ini. “Oooh.. enaknya… kesampaian juga akhirnya sejak kemarin kepingin menikmati memek kamu, Eliza..”, kata Girno dengan nafas tersengal sengal. Aku tak menanggapinya, dan mengumpulkan segenap kekuatanku lalu berdiri.

“Pak Edy, sekarang tolong jangan persulit saya pak. Bapak tadi sudah berjanji”, kataku dengan memohon. Dengan senyum yang menjijikkan, pak Edy berkata, “Cium bapak dulu Eliza, dan kamu boleh pergi”. Aku yang sudah kepalang tanggung, menuruti permintaan guru bejat ini, kucium bibirnya dan bau mulutnya yang tak enak segera menyerangku, juga payudaraku diremasnya dengan kuat. Tapi aku bertahan sekuat tenaga supaya tidak muntah. Dan setelah dia puas, selesailah penderitaanku di ruang kerja pak Edy ini.

Aku mengambil tissue, dan melap cairan sperma yang belepotan di selangkanganku. Sebenarnya ingin kulemparkan tissue yang baru kupakai itu ke muka pak Edy, tapi aku tak ingin mendatangkan masalah. Dengan sebal kubuang tissue itu ke tong sampah, lalu aku mengenakan bra dan celana dalamku, juga baju dan rok seragamku. “Terima kasih pak, saya keluar dulu”, aku berpamitan, terpaksa sopan. “Terima kasih kembali Eliza, terutama buat servisnya”, kata pak Edy dengan gaya mesumnya, diiringi tawa Girno.

Aku melangkah keluar dari ruangan wali kelasku, dengan langkah yang kuusahakan sewajar mungkin. Rasa sakit pada selangkanganku belum terlalu reda, dan masih cukup mengganggu saat aku harus melangkahkan kedua kakiku ini. Aku tahu penampilanku pasti berantakan setelah perkosaan tadi, dan aku tak boleh membiarkan hal ini memancing pertanyaan dari teman temanku. Untung saja semua orang masih ada di dalam kelas, jadi aku bisa segera ke toilet tanpa ada yang melihat keadaanku.

Aku merapikan diriku sebentar lalu melihat jam tanganku. Tinggal sepuluh menit lagi, bel pulang sekolah akan berbunyi. Berarti aku tadi diperkosa lebih dari setengah jam. Entah apa dosaku harus menerima semua ini. Hampir saja aku menangis, tapi aku cepat cepat menenangkan diri, lalu kembali ke kelasku. Aku melihat Jenny dan yang lain masih asyik ngobrol dengan seru, tapi kini aku tak begitu tertarik untuk ikut mengobrol lagi.

“Hai.. lama amat kamu El?”, tanya Rini ketika melihatku berjalan ke arah mereka. Dengan senyum yang kupaksakan, aku cepat mencari alasan, “Iya tuh, tadi sekalian membahas tentang perlu tidaknya menarik kas lebih dari kita kita, buat jaga jaga seandainya ada dana yang diperlukan stan kelas kita saat bazar nanti”. “Dasar mata duitan. Iuran bulanan untuk kas kelas kita itu sudah yang paling besar di antara semua kelas. Bukannya dana di sana pasti sudah banyak?”, omel Siany.

Rini dan Bella hanya geleng geleng kepala, sedangkan Jenny diam diam menggenggam tanganku di bawah meja, dan ia memandangku iba. Aku teringat kalau aku pernah menceritakan perkosaan yang menimpaku di UKS dulu pada Jenny, jadi mungkin Jenny tahu apa kira kira yang baru saja terjadi padaku. Lalu ia berusaha mengalihkan pembicaraan, “Sudalah, ngapain juga kita bicarain hal ini.. Oh iya, kalian nggak ada yang lupa bawa pakaian renang kan?”.

Rini menjerit kecil, “Aduh iya Jen. Duh, untung kamu bilang”. Baru saja kami sudah terlibat obrolan seru, yang mana membantuku melupakan kejadian buruk yang baru saja menimpaku, bel pulang sekolah sudah berbunyi. Setelah pembacaan doa dari interkom selesai, kami segera meninggalkan kelas. Bahkan saat ini pun, rasa sakit masih mendera selangkanganku saat aku berjalan. Maka aku berjalan agak pelan, dan Jenny yang menemaniku tiba tiba menggandeng tangan kiriku, seakan ingin menguatkan diriku.

Aku tersenyum penuh terima kasih pada Jenny, dan kami berjalan beriringan ke tempat parkir. Kebetulan tadi sopirnya Jenny memarkirkan mobilnya Jenny di sebelah mobilku. Saat akan melepaskan gandengan tangannya, Jenny berbisik lembut padaku, “Eliza, nanti di vila kamu jangan jauh jauh dari aku ya.. aku akan jagain kamu dari penjaga vilamu”. Aku memeluk Jenny, “Thanks ya Jen.. kamu baik sekali”. Setelah itu kami saling berpamitan, dan masuk ke mobil masing masing.

Ketika mobil Jenny sudah jauh dari sini, aku masih diam, memikirkan apa aku sebaiknya langsung pergi saja daripada pulang ke rumah, toh tasku sudah ada di belakang sini, jadi aku sudah bisa berangkat sekarang kalau mau. Hampir bisa dipastikan, aku akan seperti menyerahkan diriku untuk digangbang di rumah oleh kedua pembantuku jika aku pulang sekarang, dan aku sedang sangat tidak mood setelah tadi terpaksa memilih diperkosa oleh wali kelasku.

Sedangkan pergi ke rumah Jenny juga bukan pilihan yang bagus, bisa saja nanti buruh buruh di rumah Jenny beraksi, dan aku akhirnya memutuskan untuk jalan jalan ke Tunjungan Plaza, sekalian makan siang di sana. Di sana aku hanya berjalan tak tentu arah sampai akhirnya aku makan siang, baru aku pergi menuju ke rumah Jenny. Sampai di sana, aku melihat jam, sudah jam satu kurang sedikit, dan aku belum melihat tanda tanda Jenny. Maka aku turun, hendak memencet bel pintu rumah Jenny.

Tiba tiba kudengar klakson mobil, yang ternyata mobil papa mamanya Jenny. Maka aku tak jadi memencet bel pintu, dan menyapa kedua orang tua Jenny. “Suk, Ai..”, aku menyapa sambil mengangguk sopan, dan mereka juga menyapaku dengan ramah, “Halo Eliza…”. Aku melanjutkan berbasa basi sebentar, “Eliza mau ajakin Jenny pergi, apa Jenny udah bilang sama Suk Suk atau Ai?”.

Mamanya Jenny menjawab, “Oh sudah kok, Eliza. Kalau sama kamu, Ai sih pasti boleh, tapi nanti kalian di sana jangan tidur terlalu malam ya, jaga kesehatan, nanti pulang pulang malah sakit”. “Iya Ai, makasih ya Ai”, kataku sambil tersenyum. Beberapa saat kemudian Jenny keluar membawa tasnya, dan menyapa papa mamanya sekalian pamitan, “Pa.. Ma.. pergi dulu ya..”. Aku juga sekalian pamitan pada mereka berdua. “Hati hati ya kalian. Jenny, kamu jangan gangguin Eliza kalo sedang nyetir!”, kata papanya Jenny.

Jenny terus masuk ke mobilku sambil menjawab, “Iyaaa beres paaaa…”. Aku tersenyum geli dan setelah melambaikan tangan pada kedua orang tua Jenny, aku masuk ke dalam mobil. “Yuk berangkat”, kata Jenny. Aku segera menjalankan mobilku ke rumah Rini, yang kira kira sekitar tiga kilometer dari sini. Jenny tiba tiba mengeluh dan memegangi payudaranya yang sebelah kanan, “Aduh El.. sakit nih…”. Ia memandangku dengan memelas.

Aku sempat bingung, tapi aku segera bisa mengira apa yang baru saja terjadi pada temanku ini. “Mereka lagi ya Jen?”, tanyaku dengan iba. Aku tahu buruh buruh Jenny itu “Iya lah El.. siapa lagi.. liat nih..”, gerutu Jenny sambil membuka dua kancing bajunya, lalu menyingkap bajunya di bagian payudaranya yang kanan. Aku melihat memang banyak merah merah bekas cupangan di sana sini, dan aku menggigit bibir membayangkan tadi itu sakitnya seperti apa.

“Untung tadi kedengaran klakson mobil papaku, jadi mereka berhenti sebelum makin menyakitiku. Lihat nih El.. puting susuku digigiti mereka.. sakit nih…”, kata Jenny dengan manja, ia kini menyingkapkan branya dan memperlihatkan semua payudaranya kanannya. Aku melihat payudara Jenny yang sebelah kanan ini, dan sempat memperhatikan bentuk puting payudara yang mungil dan lucu itu.. tapi…

“Ya ampun Jen?? Kok kamu buka di sini sih??”, aku baru sadar apa yang sedang dilakukan Jenny, dan aku cepat cepat melihat ke depan. Untung saja tak ada siapa siapa, karena kami memang sudah memasuki kompleks perumahan dimana Rini tinggal. “Iya nih, aku lupa El, abisnya aku cuma mau nunjukin ke kamu aja, nanti kalo ada Rini kan nggak enak..”, kata Jenny dengan manja sambil menutupkan bra dan bajunya kembali. Entah kenapa, jantungku berdegup kencang dan mukaku terasa panas.

Aku tak yakin, hal ini apa karena aku baru saja melihat payudara Jenny, atau karena kata kata Jenny yang manja tadi itu. Tapi aku berusaha tak memikirkannya lagi, apalagi kami sudah sampai di rumahnya Rini yang sudah menunggu dengan sebuah tas besar di depan pintu. Setelah ia masuk ke dalam mobil dan saling menyapa dengan aku dan Jenny, aku segera melajukan mobilku, menuju ke hotel Surya di Tretes.

—ooOoo—

Perjalanan ke Tretes yang hampir dua jam ini sama sekali tak terasa, karena dengan ikutnya Jenny yang memang selalu pandai membawa keceriaan ini di mobilku, kami bertiga selalu terlibat obrolan lucu maupun gossip. Akhirnya kami sampai di hotel Surya, dan ketika kami berputar putar di parkiran, Sherly yang sudah menunggu kami segera membunyikan klakson mobilnya, dan turun dari mobilnya. Aku mendekatkan mobilku ke sana, lalu kami semua turun dari mobil.

“Gimana, kalian mau langsung ke vila, atau mau bersenang senang di sini dulu?”, aku bertanya pada teman temanku. “Kita langsung ke vilamu saja El. Nanti kalau mau ke sini agak sorean juga bisa”, kata Sherly. “Ya udah, kalo gitu ikutin aku ya Sher, kita ke arah Tretes Raya, dan terus ke bawah dikit, vilaku di sebelah kanan jalan”, kataku. “Sip deh bos”, Sherly mengedipkan matanya padaku sambil tersenyum, dan diam diam aku mengakui Sherly ini cantik sekali, dan aku balas tersenyum padanya.

Kami semua masuk ke dalam mobil, dan Sherly mengikutiku dari belakang ketika aku menjalankan mobilku ke arah vilaku. Ketika sampai, aku tak perlu menekan klakson, karena penjaga vilaku sudah menanti di pintu gerbang yang dia buka lebar lebar. Aku terus melaju memarkirkan mobilku di tempat yang biasa, dan Sherly juga memarkirkan mobilnya di sebelah mobilku. Begitu kami semua turun dari mobil, celoteh riang yang amat ribut dari mereka semua segera terdengar.

Aku tersenyum geli, membayangkan kalau sampai kami berenam sekelas, entah bakal ribut seperti apa kelas kami saat jam kosong. Aku segera membuka pintu utama, dan mereka semua masuk sambil membawa barang barang mereka. “Gimana nih, yang semobil tetap sekamar, atau diseling biar nggak bosan? Atau… kita undi saja!”, usul Jenny. Ada ada saja ini anak, tapi ide Jenny memang selalu menarik, dan semua setuju untuk mengundi di kamar mana mereka nanti akan tidur.

Jenny mengambil pensil dan kertas dari tasnya, dan kertas itu dibaginya menjadi enam potongan kecil, dan tiga potong di antaranya ditulisi huruf A dan tiga potong sisanya ditulisi huruf B. Lalu semua potongan kertas itu digulung oleh Jenny, dan dimasukkan ke dalam kantung baju seragamku. Aku jadi teringat, aku memang masih pakai baju seragam sekolah, karena tadi aku tidak pulang dulu.

“Nah, sekarang semua ambil sepotong, kalau dapat A, tidur di kamar yang di sebelah kiri”, kata Jenny sambil menunjuk kamar yang biasa kupakai. “Dan yang dapat B tidur di teras, hahahaha..”, celetuk Sherly dan kami semua tertawa. “Aku duluan ya”, kata Jenny. Ia memasukkan tangannya, mengaduk aduk gulungan kertas pada bajuku. Tentu saja tangannya berkali kali menyenggol payudaraku yang kiri ini, hingga aku menggigit bibir menahan diri supaya tidak mendesah, nafasku menjadi lebih berat.

“Aku dapat B nih”, kata Jenny saat membuka gulungan kertas yang dia ambil dari kantung bajuku. Berikutnya Siany dan Bella yang merogoh kantung bajuku, mereka tidak sampai mengaduk aduk gulungan kertas ini seperti Jenny, namun tetap saja aku merasa gesekan tangan mereka pada payudaraku yang kiri ini, dan ini membuat jantungku makin berdegup kencang. Aku menahan tangan Sherly dan mencoba melepaskan remasannya dari payudaraku, tapi aku tak mampu, rasanya lemas sekali.

Dan keadaanku jadi makin kacau ketika Sherly yang merogoh kantung bajuku. Dengan nakal Sherly meremas payudaraku. “Auwww.. Sheer…?”, aku mengeluh malu sekaligus terangsang, entah sudah merah seperti apa mukaku yang rasanya panas ini. Teman temanku tertawa geli, entah apa yang mereka tertawakan, perbuatan Sherly, atau aku yang dibuat tak berdaya oleh Sherly ini. “Udah dong Sheer…”, aku memohon pada Sherly untuk menghentikan perbuatannya, karena makin lama aku makin terangsang.

Entah setelah beberapa kali aku memohon, baru Sherly akhirnya menghentikan remasannya pada payudaraku, lalu ia mengambil satu dari dua gulungan yang masih tersisa di kantung bajuku. Aku terduduk lemas di lantai, dan Jenny ikut duduk di sebelahku lalu ia merangkulku. “Sher, kamu jahat ah. Masa Eliza mau kamu perkosa?”, Jenny menggerutu pada Sherly dengan nada bercanda, dan mereka semua tertawa, kecuali aku yang semakin malu.

“Jen… kamu ini..”, aku mulai mengomel, tapi aku terdiam saat Jenny malah membelai dan menggeraikan rambutku ke belakang, lalu menyandarkan kepalanya di pundak kananku. “Tapi bukan salah Sherly sepenuhnya… salah kamu juga sih El, kok kamu bisa secantik ini… sudah cantik… kalem… baik… mm.. rambut ini halus dan wangi..”, Jenny mengguman sambil menghirup rambutku, lalu ia menatapku dengan pandangan mata yang sayu, sementara aku hanya bisa diam tertunduk malu dipuji Jenny seperti ini.

“Lho Jen, kok jadi kamu yang lesbi sama Eliza sih? Hayo.. iri ya sama Sherly?”, goda Rini. Lagi lagi semuanya tertawa sementara aku hanya bisa tersenyum malu. Kemudian Jenny berdiri dan bertanya, “Jadi gimana, siapa yang hari ini tidur sekamar denganku?”. Maka kami semua membuka gulungan kertas milik kami, dan hasilnya hari ini Jenny sekamar dengan Siany dan Rini, sedangkan aku sekamar dengan Bella dan Sherly! Oh, aku kuatir, jangan jangan nanti Sherly lupa diri dan menggumuliku di depan Bella.

Tapi… yah bagaimana nanti saja lah, selagi mereka semua masuk ke kamar yang sudah ditentukan sekaligus menaruh tas mereka, aku teringat tasku masih ada di mobil, dan aku keluar menuju mobiku yang bagasinya masih terbuka. Ketika aku mengambil tasku, kurasakan pantatku diremas oleh seseorang. Gaya meremas yang kurang ajar seperti ini, aku sudah tahu siapa pemiliknya..

“Pak Basyir…”, kataku dengan suara pelan sambil menoleh ke arahnya. “Tolong jangan menyusahkan Liza, ini kan ada teman teman, kalau kelihatan mereka gimana? Nggak lucu kan?”, sambungku dengan ketus walaupun masih dengan suara yang pelan. “Tapi non, bapak sudah kangen memeknya non.. sudah lama nih”, pak Basyir masih terus asyik meremas pantatku. “Elizaa…”, aku mendengar Jenny berseru dari dalam vila. “Iya Jeen?”, aku langsung menjawab sambil mencoba menepis tangan pak Basyir.

“Kamu di manaa?”, Jenny berseru lagi. “Aku di taman Jen, di bagasi mobil”, lagi lagi aku berseru menjawab sambil menepis tangan pak Basyir yang masih saja menggerayangi pantatku. “Kamu lagi ngapain El? Toiletnya di mana sih, temani aku dong, antarkan ke sana sebentar…”, seru Jenny yang dari suaranya aku tahu kini ia sudah ada di teras. Tentu saja hal ini menyelamatkanku walaupun untuk sementara, dan pak Basyir segera melepaskan remasan tangannya dari pantatku.

“Pak, tolong bantuin aku nih”, kataku sekalian menggunakan kesempatan ini untuk meminta bantuan pak Basyir. “Tolong bawakan tasku dan empat tas plastik ini ke kamarku ya pak, aku antar Jenny ke kamar mandi dulu”, kataku sambil meninggalkan pak Basyir, yang mau tak mau harus menuruti permintaanku. “Iya, ayo aku antar Jen”, kataku sambil berjalan mendekati Jenny. Aku tersenyum lega dan menggandeng tangan teman terbaikku ini, menunjukkan toilet utama di vilaku.

“Kamu nggak diapa apain kan sama penjaga vilamu itu El?”, bisik Jenny padaku. Aku menggeleng, “Nggak Jen, tapi nggak tahu lagi kalau kamu nggak manggil aku tadi, mungkin lama lama dia bisa ngisengin aku”. Jenny tersenyum lega, dan aku berkata dalam hati, kalau nggak terlalu parah, mungkin lebih baik aku sembunyikan dari Jenny saja. Setelah menunjukkan toilet utama pada Jenny dan Jenny melihat lihat dalamnya, kami langsung kembali ke ruang tengah, memang Jenny cuma pura pura saja mau ke toilet.

Dan saat kami sudah ada di ruang tengah, kebetulan pak Basyir baru saja menaruh plastik yang berisi makanan kecil yang kemarin dibeli oleh Jenny. “Pak, sekalian tolong tutupkan bagasi mobilku ya, terima kasih”, aku sekalian minta tolong pak Basyir supaya menutupkan bagasi mobilku, jadi aku nggak perlu keluar lagi untuk melakukan hal itu, yang mana mungkin beresiko aku akan mengalami pelecehan oleh pak Basyir seperti tadi.

Lalu tanpa memperdulikan penjaga vilaku yang sudah keluar melakukan permintaanku,, aku memasukkan tasku ke dalam kamar, aku mulai bersenang senang dengan teman temanku setelah kami mengatur semua yang diperlukan, seperti memasukkan bahan untuk memasak ke dalam kulkas dan menaruh makan ringan di meja. Aku menyempatkan diri berganti baju santai, rasanya risih juga menjadi satu satunya yang memakai baju seragam sekolah di antara kami semua.

Kami semua berkumpul di ruang tengah ini, membicarakan rencana kegiatan kami hari ini. Dan sore ini kami berjalan jalan ke atas, menikmati beberapa makanan kecil di sekitar hotel Surya dan sekitarnya. Setelah matahari benar benar tenggelam, kami membeli sate dan bakso agak banyak untuk dibawa pulang ke vila. Sampai di vila, teman temanku segera berkumpul di meja makan, sedangkan aku ke belakang sebentar untuk mengambil piring dan sendok garpu yang diperlukan.

Saat aku menumpuk piring ke enam, pak Basyir sudah ada di sebelahku. “Non Liza, jangan lupa ya non, nanti malam temani bapak”, kata penjaga vilaku ini, dan lagi lagi ia meremasi pantatku. “Apa apaan sih pak? Kenapa aku harus menemani bapak?”, aku bertanya dengan ketus. “Daripada bapak yang menemani non Liza nanti malam, kan nggak enak sama teman teman non yang lain?”, kata pak Basyir dengan nada yang penuh kemenangan.

Aku tahu memang aku tak akan bisa lolos, tapi aku tak pernah menduga pak Basyir akan mengancamku seperti ini. Aku hanya bisa menahan kesal ketika ia menyambung, “Bapak tunggu non Liza sampai jam dua malam, kalau non Liza nggak datang untuk menemani saya, terpaksa saya yang akan menemani non ke kamar”. Lalu pak Basyir meninggalkanku, ia bahkan tak membantuku mengangkat piring piring dan sendok garpu ini ke dalam.

Aku sedikit menggigil, nanti malam aku harus menyerahkan diriku pada pak Basyir. Aku menenangkan diri sebentar, lalu masuk membawa semua yang sudah kusiapkan ini. Aku tak perlu membawa gelas karena semua gelas disimpan di lemari yang ada di sebelah kulkas. Setelah semuanya siap, kami semua segera makan malam, dan celoteh riang dari teman temanku membuatku ikut larut dalam suasana ceria ini. Setelah makan dan membawa semua piring kotor ke belakang, kami bergantian mandi membersihkan diri.

Setelah kami semua selesai mandi dan berganti baju tidur, kami beristirahat di ruang tengah dan menonton DVD yang dibawa oleh Sherly. Kini sudah jam delapan malam, berarti enam jam lagi sebelum aku harus melayani bandot tua di belakang itu. Sedangkan aku sendiri sudah mengantuk, mungkin aku kecapaian setelah diperkosa oleh wali kelasku dan satpam sekolahku tadi siang, hingga tanpa sadar aku tertidur ketika teman temanku sedang asyik nonton DVD.

—ooOoo—

“Eliza… bangun El”, sayup sayup aku mendengar suara Sherly. Kurasakan rambutku dibelai lembut oleh Sherly, hingga aku makin malas bangun, malah menyandarkan kepalaku di pundak Sherly. “El, pindah kamar yuk, masa kamu tidur di sini?”, Sherly mencoba membangunkanku. “Mmm…”, aku masih belum bangun benar dan menjawab sekenanya. Setelah terdiam beberapa saat, tiba tiba kurasakan tangan Sherly merayapi tubuhku, dan kemudian tangan itu sudah meremasi payudaraku dengan lembut.

“Oh.. Sheer..”, keluhku dengan suara pelan. Perlahan aku membuka mataku, dan begitu aku mengangkat kepalaku, Sherly segera memagut bibirku. Aku hanya pasrah saja mengikuti kemauan Sherly, tapi itu karena aku belum sadar benar dari tidurku. Begitu aku mulai sadar, aku terkejut dan mencoba melepaskan pagutan bibir Sherly dengan panik. Sherly yang mungkin terkejut dengan perubahan reaksiku yang tiba tiba ini, melepaskan pagutannya dan memandangku dengan penuh pertanyaan.

“Kenapa El?”, tanya Sherly. “Nanti ketahuan teman teman Sher”, jawabku pelan, walaupun nafasku mulai memburu. “Sher, nanti di kamar kan ada Bella, tolong kamu jangan begini ya Sher. Nanti kalau dia sampai tahu kita seperti ini, kan nggak enak, juga nanti kan bisa bisa dia cerita sama teman sekelasku yang lain”, aku mencoba memberikan pengertian pada Sherly. Untungnya Sherly mengangguk sambil tersenyum, dan berkata, “Iya nona cantik, tapi sekarang aku cium kamu satu kali dulu yah”.

Dan Sherly mencium bibirku dengan mesra sekali, membuatku lemas dan hanyut dalam ciumannya. Tak hanya mencium bibirku, Sherly kembali meremas kedua payudaraku, dan aku hanya bisa pasrah, tak ada lagi perlawanan dariku karena aku sudah amat terangsang. Perlahan aku mulai membalas ciuman Sherly, dan aku juga meremas payudaranya, ini adalah pertama kalinya aku meremas payudara seorang wanita. Sherly menatapku sayu, kelihatan sekali ia juga terangsang, pasrah saja ketika aku terus meremasi payudaranya yang rasanya begitu empuk tapi kenyal ini.

Yang terjadi kemudian, kami malah bergumul, saling memeluk dengan erat, dan yang pasti ciuman kami makin memanas. Tapi aku cepat menghentikan Sherly yang sudah menyusupkan tangannya di balik celana dalamku. “Sher.. jangan, nanti kita bisa ketahuan teman teman”, aku mencoba membujuk Sherly. Aku tahu aku pasti tak tahan untuk tidak melenguh jika Sherly mengaduk aduk liang vaginaku. Dan untungnya Sherly bisa mengerti, ia menarik keluar tangannya dari balik celana dalamku. “El.. tapi kapan kapan, aku boleh ya”, kata Sherly yang terus memandangku dengan sayu, hingga aku merasa jengah.

Aku mengangguk dengan tak yakin. Sherly kembali menciumi wajahku, bahkan berlanjut ke leherku. Aku harus menahan sekuat tenaga untuk tidak merintih. Entah berapa lama kami berdua larut dalam kemesraan yang seharusnya tak boleh terjadi ini. Kami terus saling memeluk, diam diam aku melihat jam dinding. kini sudah jam satu pagi, satu jam lagi sebelum aku harus ke tempat pak Basyir. Maka aku tahu aku harus segera mengajak Sherly untuk tidur sekarang juga, jadi nanti aku bisa mengendap keluar tanpa ketahuan olehnya saat aku harus ke kamar penjaga vilaku di luar sana.

“Sher, udahan yuk, kita tidur sekarang ya”, kataku pada Sherly, yang mengangguk sambil tersenyum, dan kami berdua segera melepaskan pelukan kami, lalu masuk ke dalam kamar. Bella sudah tertidur pulas di ranjangku, dan karena memang di tiap kamar ranjangnya cuma ada satu, maka kami berdua naik ke ranjang ini dengan pelan, karena tak enak kalau sampai membangunkan Bella. Bella sendiri tidur di pinggir. Sherly membaringkan tubuhnya di tengah ranjang, dan aku berbaring di sebelahnya.

Melihat Bella sudah tidur, Sherly memelukku, meremasi payudaraku dan menciumi rambutku. Aku hanya pasrah dan menggigit bibir menahan nikmat, tapi untungnya tak lama kemudian Sherly sudah tertidur. Aku lalu melihat jam, setengah jam lagi paling lambat, aku sudah harus ada di kamar pak Basyir, maka aku memutuskan untuk ke sana sekarang saja. Aku memindahkan tangan Sherly yang menindih payudaraku, dan pelan pelan aku akhirnya bisa melepaskan diriku dari pelukan Sherly.

Perlahan aku turun dari ranjang, dan dengan langkah yang kuatur perlahan sekali, aku membuka pintu kamarku dan setelah aku keluar kamar, kututup kembali pintu kamarku, dan semua itu kulakukan nyaris tanpa suara. Lalu aku keluar dari bangunan utama vilaku ini, menuju kamar penjaga vilaku yang mesum itu. Tanpa mengetuk pintu, aku langsung masuk ke dalam kamar pak Basyir. Buat apa juga bersopan sopan pada orang yang tak tahu diri seperti dia ini?

“Wah akhirnya non Liza datang juga, bapak sudah nggak sabar nih”, seru pak Basyir girang. Aku hanya diam, malas menanggapinya. Karena aku ingin semua ini cepat selesai, aku segera melepaskan semua pakaianku hingga aku telanjang bulat. Pak Basyir juga melakukan hal yang sama, dan sesaat kemudian aku sudah berbaring di tempat tidur pak Basyir, yang segera ikut naik dan menindih tubuhku. Ia menyibakkan rambutku sambil berkata, “Non Liza.. non cantik sekali”. Aku hanya diam saja tak perduli.

Lalu pak Basyir mulai mengecup bibirku, lalu berlanjut ke leherku dan kedua puting payudaraku. Aku tetap diam saja, menekan semua perasaanku supaya aku bisa menerima cumbuan dari orang yang umurnya sangat tua dibandingkan diriku ini. Dengan demikian aku sama sekali tak merasa terpaksa atau sedang diperkosa, bahkan perlahan aku bisa menikmati semua cumbuan ini. Setelah puas mencumbuiku, pak Basyir mempersiapkan diri untuk menyetubuhiku, kepala penisnya sudah menempel di bibir vaginaku. Perlahan, liang vaginaku terbelah oleh penis pak Basyir yang terus membenamkan penisnya dalam dalam.

“Ngghh..”, aku melenguh pelan, dan tubuhku sedikit menggeliat saat liang vaginaku menerima tusukan penis pak Basyir. Bandot tua ini terus memompa liang vaginaku dengan senyum kemenangan, sedangkan aku hanya bisa membuang muka, malu rasanya melihat penjaga vilaku sedang melecehkanku seperti sekarang ini. Tapi aku tak ada keinginan untuk melawan ataupun berontak, karena kini otot liang vaginaku mulai mengejang setelah diaduk aduk oleh penis pak Basyir, rasanya nikmat sekali.

“Oh… non Liza… memekmu memang enaak..”, erang pak Basyir yang makin cepat menggenjotku. Aku heran melihatnya seperti akan segera orgasme, tapi ini kesempatan buatku. Dari hanya pasrah, aku mulai menggerakkan pinggulku, menyambut tiap hunjaman penis pak Basyir pada liang vaginaku. “Nnggghh…”, aku melenguh keenakan, karena kurasakan liang vaginaku tertusuk sangat dalam oleh penis pak Basyir, sedangkan pak Basyir sendiri tak kuat lagi, tubuhnya mulai berkelojotan.

“Ohh… non Lizaaa…”, erang pak Basyir panjang, dan penisnya yang berkedut keras menyemprotkan cairan spermanya membasahi liang vaginaku, dan ia langsung ambruk menindihku. Aku belum orgasme, tapi aku memang sedang tak ingin. Kudorong tubuh pak Basyir yang masih menindihku hingga penisnya yang sudah loyo itu terlepas dari jepitan liang vaginaku. Ia terguling di sampingku, nafasnya tersengal sengal dan senyuman penuh kepuasan terukir di wajahnya yang sudah mulai penuh dengan keriput itu.

Aku beranjak duduk, sambil mengatur nafasku yang memburu. “Udah puas kan pak.. Liza kembali dulu”, kataku pada pak Basyir. “Non, masa cuma satu ronde? Bapak kan kangen sama memek non..”, protes pak Basyir, hingga aku yang sudah turun dari ranjang untuk memakai baju, terpaksa kembali duduk di ranjang. “Pak, jangan lama lama, satu ronde lagi saja ya.. Liza juga mau tidur”, aku mengingatkan pak Basyir agar jangan keterusan memperkosaku sampai pagi. “Iya non”, kata pak Basyir sambil mendekapku.

Aku membaringkan tubuhku di sebelah pak Basyir, dan membiarkan pak Basyir menyusu sepuasnya pada kedua payudaraku dengan bergantian. Aku memejamkan mataku, entah kenapa aku sudah mengantuk, padahal tadi aku sempat tertidur agak lama waktu bersama teman temanku menonton DVD di ruang tengah. Pak Basyir menindihku, menciumi wajahku, mataku, pipiku, dan melumat bibirku dengan begitu bernafsu. Aku agak heran, orang setua pak Basyir ini bagaimana masih memiliki gairah setinggi ini…

Kurasakan perlahan penis pak Basyir yang menempel di bawah perutku perlahan mulai membesar, kelihatannya pak Basyir sebentar lagi akan memulai ronde ke dua. Aku menggeliat sebentar supaya lebih nyaman sebelum tubuhku harus tersentak sentak lagi oleh tusukan penis pak Basyir pada liang vaginaku sebentar lagi. “Non Liza… memeknya non Liza bapak masukin lagi ya”, kata pak Basyir. Dengan ketus aku menjawab, “Biar Liza jawab jangan juga, tetep bapak masukin kan? Buat apa sih pak Basyir pakai nanya? Cepat masukin sana!”. Jengkel juga aku melihat penjaga vilaku yang pura pura lugu itu.

“Jangan marah non Liza, bapak kan permisi dulu supaya non Liza nggak kaget”, kata pak Basyir dengan cengengesan. Aku membuang mukaku mengarahkan pandanganku ke jendela, dan sesaat aku sempat agak panik ketika aku melihat bayangan berkelebat, dan aku tak bisa yakin apakah tadi itu bayangan seseorang yang berkelebat, atau hanya karena ada daun jatuh yang menutupi sinar lampu di halaman yang mengarah ke kamar ini. Tapi aku tak bisa berlama lama memikirkan hal itu, karena sesaat kemudian kurasakan liang vaginaku kembali terbelah oleh penis penjaga vilaku ini.

“Anngghh..”, aku melenguh pelan menahan nikmat, sekali ini pak Basyir dengan tepat mengaduk liang vaginaku di satu titik yang memberiku perasaan nikmat yang luar biasa. “Oooh..”, aku merintih keenakan, dan pak Basyir makin bersemangat memompa liang vaginaku. “Heghh.. Non Liza… enak yaa?”, lagi lagi pak Basyir melecehkanku saat aku menggeliat hebat, dan aku hanya bisa melenguh dan merintih, “Ngghhh… mmhhh.. iyah paak…”. Tubuhku terus tersentak sentak mengikuti irama genjotan pak Basyir, sampai akhirnya aku merasa selangkanganku seakan hendak meledak.

“Aaaaahhh… paaak… akuu… ouughh.. ngggghhhh…”, aku melenguh lenguh keenakan tak kuasa menahan terjangan badai orgasme yang melandaku, tubuhku menggeliat hebat, kedua betisku melejang lejang sementara kedua tanganku meremas sprei dengan kuat, yang merupakan ekspresiku untuk menahan nikmat, dan celakanya genjotan pak Basyir sama sekali tidak mereda. “Aaduuh paaak.. ampuuun…”, aku mengerang tak kuat menahan nikmat ini, tubuhku mengejang hebat sebelum perlahan aku mulai melemas tak berdaya di bawah keperkasaan penjaga vilaku ini setelah cairan cintaku membanjir.

“Non Liza.. enak ya?”, ledek pak Basyir. Aku sudah tak mampu menjawab, hanya mengangguk lemah. Tulangku rasanya copot semua, dan aku hanya bisa pasrah ketika pak Basyir terus melecehkanku. Betisku dijilatinya hingga aku kegelian, sementara penisnya yang masih keras itu tetap bersarang di dalam liang vaginaku dengan gerakan memompa yang perlahan. Entah mengapa di ronde ke dua ini pak Basyir malah makin perkasa, padahal di ronde pertama tadi ia sudah ejakulasi tanpa sempat membuat aku orgasme.

Aku merasa seolah olah sebuah batangan kayu atau besi sedang keluar masuk di liang vaginaku, yang membuatku tak bisa bergerak bebas. “Pak.. kok masih.. belum keluar sih? Liza capek nih..”, keluhku. “Bentar lagi non.. sabar ya…”, kata pak Basyir. Aku diam saja, dan pak Basyir terus melanjutkan memompa liang vaginaku. Ia terus memandangi wajahku, hingga aku menjadi jengah dan membuang muka, walaupun aku tak bisa kemana mana karena tubuhku masih berada di bawah tindihan pak Basyir.

Tak lama kemudian, kurasakan penis pak Basyir mulai berkedut di dalam sana, dan ia mengerang panjang menyebut namaku, “Non Lizaaaa… oooooh”. Semprotan sperma yang cukup banyak kembali membasahi rahimku. Aku menggeliat menahan nikmat, dan kemudian terkulai seiring ambruknya pak Basyir menindih tubuhku. Masih belum puas, pak Basyir melumat bibirku dan melesakkan lidahnya ke dalam mulutku, membuat aku kembali harus menelan air ludah pemerkosaku.

Setelah pak Basyir melepaskanku karena kehabisan nafas, ia ambruk terguling di sebelah kananku. Aku menarik lepas tanganku yang tertindih badannya yang penuh keringat. “Non Liza.. teman teman non Liza itu mau nggak main sama bapak?”, tanya pak Basyir. Aku langsung meradang dan membentak penjaga vilaku ini, “Pak, jangan macam macam ya! Belum cukup apa bapak memperkosa Liza seorang saja?”.

“Sabar non Liza, bapak kan cuma berandai andai. Misalnya, teman non Liza yang tadi siang ngeremasin susunya non”, kata pak Basyir sambil meremas payudaraku. Aku terkejut, ternyata tadi pak Basyir sempat mengintip kami, dan aku tahu yang ia bicarakan adalah Sherly. “Anaknya cakep, rambutnya indah, badannya seksi, bapak jadi pingin tahu apa dia juga sehebat non Liza kalau main sama bapak”, sambung pak Basyir.

Dadaku rasanya sesak, ingin rasanya aku menampar pak Basyir karena kata katanya yang amat merendahkanku itu. Tapi belum lagi aku berbuat apapun, pak Basyir sudah melanjutkan, “Yang tadi manggil manggil non di teras itu juga cakep, rambutnya panjang seperti punya non Liza, badannya juga kecil seperti non Liza. Mungkin memeknya juga enak seperti non Liza”, kata pak Basyir sambil menerawang, tapi tangannya tak berhenti meremasi payudaraku.

Yang barusan ia impikan adalah Jenny, dan aku semakin jengkel. “Pak Basyir, sebaiknya bapak bisa menjaga kelakuan bapak. Kalau sampai bapak berulah dan teman teman Liza tahu tentang hal ini, berarti nggak ada gunanya rahasia ini Liza jaga, toh Liza nanti akhirnya malu juga karena rahasia ini pasti tersebar ke mana mana. Dan karena sudah nggak ada bedanya lagi, saya pasti akan meminta papa untuk memecat bapak!”, aku mengancam dengan keras.

Mendengar ancamanku, pak Basyir keder juga, dan berkata, “Iya non Liza, bapak janji nggak akan mendekati kedua teman non Liza itu. Kalau yang tiga itu sih.. bapak nggak berminat, mereka kurang menarik buat bapak . Tapi kalau kedua teman non Liza sendiri yang mendekati bapak, non Liza jangan menyalahkan bapak lho..”. Mendengar kata kata pak Basyir, aku sedikit lega, walaupun agak muak juga.

“Pokoknya bapak jangan berani berani mendekati kedua teman Liza itu! Besok Liza mungkin agak terlambat datang ke sini!”. Aku lalu menepis tangan pak Basyir yang masih meremasi payudaraku, dan aku berdiri lalu mengenakan bra dan celana dalamku juga baju tidurku, dan aku keluar dari kamar tidur penjaga vilaku itu menuju kamarku sendiri. Aku tak langsung tidur, tapi aku mengambil baju tidur, bra dan celana dalamku yang baru, dan juga handuk kecilku, kemudian aku menuju ke dalam kamar mandi.

Di dalam kamar mandi, aku kembali menelanjangi diriku, dan aku membersihkan liang vaginaku dari sperma penjaga vilaku itu. Sambil kusemprot dengan air shower, liang vaginaku kukorek sebisanya sambil menggigit bibir menahan nikmat, lalu kuberi cairan pembersih vagina hingga vaginaku terasa nyaman dan pasti berbau wangi ^^

Lalu tubuhku kuseka dengan handuk kecilku yang sudah kubasahi dengan air dan sedikit sabun. Aku membersihkan seluruh tubuhku dari keringat hasil persetubuhanku dengan pak Basyir tadi, dan tubuhku mulai terasa nyaman. Setelah aku mengeringkan tubuhku dan memakai bra, celana dalam dan baju tidurku yang baru, aku menyimpan semua pakaian kotorku dalam kantung plastik. Lalu aku segera masuk ke dalam kamar, dan aku berhasil membuka dan menutup pintu kamarku dengan nyaris tanpa suara.

Aku melihat Bella dan Sherly sudah tertidur lelap, dan dengan hati hati aku naik ke ranjang dan membaringkan diri di sebelah Sherly. Aku masuk ke dalam selimut untuk menghangatkan diri. Tiba tiba, seperti tadi, Sherly memelukku, erat sekali, hingga nafasku rasanya sesak. Dan herannya, nafas Sherly terasa berat, seperti orang yang sedang terangsang. Tapi aku tak berani banyak bergerak, dan akhirnya aku tertidur dengan nyaman dalam pelukan Sherly yang mungkin sedang bermimpi sesuatu ini…

—ooOoo—

Aku masih amat mengantuk ketika tiba tiba aku mulai merasakan remasan lembut pada payudaraku yang kiri. “Eliza…”, aku mendengar bisikan Sherly. “Mmm…”, aku menjawab dengan mata terpejam dan masih ingin menikmati tidurku. “Kamu cantik…”, bisik Sherly mesra, kurasakan hembusan nafasnya yang hangat menerpa pipiku. Walaupun aku masih memejamkan mata, aku tersenyum malu. “Mmm… Thanks Sher..”, jawabku manja dan membenamkan mukaku di dada Sherly hingga menempel di tengah payudaranya.

“Bella sedang ke toilet kok El.. kamu tenang aja, Bella itu kalau ke toilet, lama..”, bisik Sherly sambil terus membelai rambutku. Aku sempat agak terkejut saat teringat di sini ada Bella. Tapi mendengar kata kata Sherly, aku terus memejamkan mata dan menggerak gerakkan kepalaku menikmati empuknya payudara Sherly. Ia tak mengenakan bra hingga aku bisa merasakan tonjolan puting payudaranya.

“Eliza.. kamu nakal.. auuw..”, keluh Sherly dengan manja ketika aku sengaja mencium tonjolan itu yang ada di balik baju tidur ini. “Biarin..”, jawabku dengan masih terkantuk kantuk. Ini memang sekalian untuk membalas perbuatan Sherly kemarin padaku. Aku kembali membenamkan mukaku di tengah payudara Sherly, rasanya begitu nyaman. Sherly mendekapku, dan kudengar detak jantungnya kencang sekali.

Tapi ketika kudengar suara pintu kamar mandi di belakang terbuka, aku tahu kalau aku dan Sherly harus segera menghentikan semua ini. “Sher.. Bella..”, kataku, yang langsung dijawab Sherly, “Iya, kita udahan dulu deh”. Sherly melepaskan pelukannya padaku, dan aku segera menaruh kepalaku di atas bantal. Aku membuka mata dan melihat jam, ternyata sudah jam setengah enam pagi. Masih sempat kudengar bisikan Sherly sebelum Bella masuk, “Nanti kita lanjutin ya Elizaku”. Aku tersenyum geli mendengarnya.

Pintu kamarku terbuka, dan Bella yang sudah memakai baju trainingnya, masuk sambil menyapa kami berdua, “Hai.. kalian udah bangun ya? Met pagi”. Kami berdua membalas sapaan Bella, dan beberapa menit kemudian aku membuka selimutku dan duduk sebentar sementara Sherly masih tiduran di dalam selimut. “Oh iya, yang di kamar sebelah udah pada bangun semua nggak ya? Kalau pagi pagi gini kita jalan jalan di luar, udaranya segar lho”, kataku.

Baru saja aku berkata begitu, pintu kamarku sudah terbuka dan Jenny, Rini dan Siany masuk bergabung bersama kami. Jenny langsung memegang tanganku dan menarikku berdiri, “Ayo El, katanya kemarin mau jalan jalan pagi ini?”. Aku tersenyum dan menjawab, “Baru saja aku mau ngecek kamu udah bangun belum Jen”. Jenny mencibir, “Yang baru bangun siapa coba? Aku Rini dan Siany sudah pakai baju training, Bella juga.. kamu dan Sherly ini aja yang.. hayooo… jangan jangan kalian…”.

Aku mencubit lengan Jenny, “Jangan jangan apa Jen?”. Jenny mengaduh dan minta ampun, “Ampun El.. nggak.. nggak kok”. Kami semua tertawa kecuali Jenny yang mengeluh manja, “El.. sakit nih.. kamu jahat”. Jenny mengusap usap lengannya yang tadi aku cubit, dan aku hanya mencibir, “Biarin”. Lalu aku segera ngambil pakaian olah ragaku dan aku sudah hendak pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian ketika Sherly berkata, “Mau ke mana El? Kalau ganti baju, di sini aja, kita kan sama sama cewek?”

Aku agak ragu, dan selagi aku tak tahu harus bagaimana, aku yang sudah hampir keluar pintu ini ditarik oleh Rini kembali ke tengah. “Iya El, ganti di sini juga kenapa?”, tanya Rini. Dengan ragu aku melepas baju tidurku, dan untungnya semuanya termasuk Sherly dan Jenny bersikap wajar saja sampai aku selesai memakai baju trainingku, bahkan Sherly juga langsung berganti pakaian. Dan akhirnya kami semua sudah siap, lalu keluar bersama sama, berjalan jalan di pagi hari menikmati udara segar di Tretes.

—ooOoo—

Kami sudah berjalan jalan lebih dari setengah jam ketika aku melihat ada seorang wanita yang sedang berjongkok dan memijit mijit pergelangan kakinya. Kebetulan kami berjalan mendekati wanita itu, dan aku bermaksud menanyakan keadaannya. “Emm.. Eh? Cie.. “, aku menyapanya dengan ragu ragu, aku yakin pernah melihat wanita ini. “Hai.. Eliza kan? Lupa yaa.. aku Liana, pegawai di kantor pak Alan”, sapa wanita yang ternyata Cie Liana, pegawai papiku ini.

“Oh iyaa.. hai Cie Liana… oh ya, kenapa kaki Cie Liana?”, aku bertanya pada Cie Liana. “Oh nggak apa apa kok Eliza, cuma capai aja kok, thanks ya”, kata Cie Liana. “Oh iya Cie, kenalkan ini teman temanku”, aku memperkenalkan semua temanku satu per satu. “Wah senang ya bisa kompak gini, iri deh Cie Cie sama kalian”, kata Cie Liana setelah selesai berkenalan dengan semua teman temanku.

Sherly memandang Cie Liana dengan kagum. Cie Liana, seorang wanita yang kira kira sudah berumur 26 tahun, wajahnya manis dan terutama matanya indah, pasti membuat pria tak akan bosan memandangi Cie Liana yang mengenakan baju training yang lumayan ketat hingga menonjolkan lekuk tubuhnya yang indah. Rambutnya yang panjang sampai ke siku tangannya itu diikat dengan model ekor kuda, membuat Cie Liana tampak semakin manis.

“Memangnya Cie Cie sendirian aja ke sini?”, tanya Sherly. “Iya nih, akhir minggu, refreshing dua hari satu malam, jadi Cie Cie nggak kepikiran untuk bawa teman”, kata Cie Liana.Kami sempat mengobrol sebentar, dan kemudian kami bersama Cie Liana melanjutkan jalan jalan pagi ini. Cie Liana cepat sekali akrab dengan kami semua, dan pada saat pulang, kami melewati vila yang ternyata tempat Cie Liana menginap, yang mana kebetulan ada di dekat vilaku.

“Ini vila tempat Cie Cie menginap, kalau kalian nggak buru buru, mampir sebentar ya?”, kata Cie Liana. “Nanti siang aja Cie, sekalian kami mau buat pudding siang nanti. Cie Cie mau kan?”, tanya Sherly. “Aduh makasih lho. Kalian menginap di mana?”, tanya Cie Liana. “Itu cie, dari sini kelihatan yang pintunya putih”, kataku sambil menunjuk ke pintu vilaku yang kelihatan dari sini. “Oh dekat ya.. ya udah deh, Cie Cie tunggu ya puddingnya”, kata Cie Liana sambil tersenyum manis sekali dan melambaikan tangannya.

Kami membalas lambaian tangannya dan kami segera kembali ke vila. kini matahari masih belum menyengat, dan terbayang betapa senangnya jika kami menceburkan diri ke kolam renang di vilaku. Begitu sampai, aku segera mengambil beras secukupnya dan melakukan semua yang diperlukan untuk memasak nasi pada rice cooker. Setelah semua beres, aku mengetuk pintu kamar, “Haloo, aku mau masuk”. Dan terdengar jawaban dari dalam, “Masuk aja El, nggak dikunci kok”.

Dan ketika aku masuk ke dalam kamar, aku terpukau melihat Sherly yang memakai pakaian renang minim, yang hanya menutup payudara dan selangkangannya saja. Kulihat tubuhnya yang putih mulus, begitu indah dan menggairahkan, perutnya yang begitu rata dan pinggangnya yang ramping, benar benar sempurna. Aku dikejutkan oleh Bella yang menggodaku, “El, kamu kok ngeliatin Sherly kayak gitu sih? Hayo naksir ya?”. Aku gelagapan dan mencoba membantah, “Nggak, aku.. aku..”.

Bella tertawa dan makin menggodaku, “Ya udah, aku keluar dulu deh El, jadi kamu bisa bermesraan sebentar dengan Sherly”. Ya ampun, aku tak tahu harus menjawab apa. Dan setelah Bella keluar dari kamar, aku langsung berganti pakaian renang. Begitu aku selesai memakai pakaian renangku, Sherly mendekatiku, lalu memelukku dengan erotis, dan ia berbisik mesra padaku, “Eliza.. hari ini kamu harus ma jadi milikku.. aku pasti dapatin kamu…”.

Aku tak bisa bereaksi apapun, dan aku makin lemas ketika Sherly memagut bibirku sambil mempererat pelukannya, dan kurasakan payudara itu menekan payudaraku dengan tepat, hingga aku merasa tersengat, aku hanya bisa pasrah dalam pelukan Sherly. Cumbuan bertubi tubi dari Sherly membuatku hampir tak bisa berpikir jernih, tapi aku sadar kalau ini terus berlanjut, kami bisa ketahuan oleh yang lain. Aku nggak tahu dengan Sherly, tapi aku tak bisa membiarkan teman temanku mengetahui kemesraan kami berdua yang tidak wajar ini.

“Sher… jangan sekarang Sher…”, aku mulai meronta perlahan dari dekapan Sherly. “Nanti ketahuan yang lain…”, keluhku tanpa daya ketika Sherly meremas kedua payudaraku begitu aku lepas dari dekapannya. Tepat ketika Sherly melepaskan remasannya pada payudaraku, pintu kamarku terbuka dan Jenny masuk dan memanggil kami berdua, “Ayo dong, kalian jangan pacaran melulu dong, nanti aja pacarannya kalo udah selesai renang”.

“Kamu ini Jen, awas ya kalau ketangkap”, aku langsung pura pura marah dan mengejar Jenny yang lari keluar sambil tertawa, dan aku terus mengejarnya sampai kami berdua mencebur ke kolam renang. Aku sudah tak berminat mengejar Jenny, air yang dingin ini sungguh menyegarkan dan aku berenang sepuasnya. Mereka berenang santai sambil terus berceloteh, hanya aku sendiri yang sibuk menyelam dan berenang sampai aku agak lelah.

“Eh bentar nih, aku mau minum dulu.. haus juga nih. Kalian juga mau kan? Aku bawain lima Aqua botol buat kalian ya”, kataku ketika aku merasa agak haus. “Iyaa. Thanks ya El”, kata mereka hampir berbarengan. Aku tersenyum, lalu naik dan masuk ke dalam ruang tengah untuk mengambil minuman, dan aku minum sampai hausku terpuaskan, aku langsung menghabiskan setengah botol air minum.

Aku mengambil lima botol air minum Aqua dari kulkas dan kutaruh di meja sebentar. Tepat ketika aku menutup pintu kulkas, tiba tiba sebuah tangan menerobos dari belakang melewati celah pahaku, kemudian dengan cepat tangan itu sudah mencengkeram selangkanganku. Aku baru akan bereaksi ketika mulutku sudah dibekap oleh tangan yang satunya lagi. Aku tahu ini pasti ulah pak Basyir, yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Aku tak berani banyak bergerak dengan lima botol Aqua yang kudekap dengan kedua tanganku, dan pak Basyir dengan leluasa meremasi daerah selangkanganku, dan menggunakan jarinya mencari cari dan menekan bibir vaginaku, sementara kurasakan hembusan nafas pak Basyir yang hangat menerpa leherku ketika ia sedang menciumi rambutku yang basah ini.

“Emmphh…”, aku menggeleng gelengkan kepalaku menahan nikmat yang melanda selangakanganku ketika jari tangan pak Basyir dengan tepat menusuk sebagian liang vaginaku. Tubuhku mengejang kaku, merespon tusukan tusukan kecil yang dilakukan pak Basyir. “Empph.. ahhh.. pak.. jangan sekarang…”, aku merintih dan memohon pak Basyir untuk menghentikan semua ini. “Non Liza…”, desah pak Basyir dengan nafas memburu dari belakangku. “Bapak kangen..”, sambung penjaga vilaku ini.

“Jangan gila pak, apa apaan sih, udah lepaskan Liza!”, bentakku pelan. Aku makin panik karena pak Basyir tak juga melepaskanku, ia malah membalikkan tubuhku menghadap ke arahnya, lalu tiba tiba ia berjongkok dan menjilati vaginaku yang tertutup oleh baju renangku ini. “Ohhh.. pak… jangan…”, keluhku tak berdaya, aku tak bisa berbuat apa apa karena aku harus mendekap botol botol Aqua ini, daripada nanti terjatuh dan mengundang perhatian yang lain.

“Oooohh…”, aku mendesah menahan nikmat ketika pak Basyir di bawah sana dengan rakus melumat vaginaku, untungnya baju renangku memang basah, jadi tak akan mencolok kalau bagian yang itu basah oleh ludah penjaga vilaku. Sesekali tubuhku tersentak, aku tak bisa berjalan mundur karena kedua pahaku dipeluk oleh pak Basyir. Aku benar benar tak berdaya dan sudah dalam kekuasaan penjaga vilaku ini, ketika tiba tiba kudengar Jenny memanggil manggilku.

“Elizaaa… kamu kok lama kenapaa? Aku bantuin deh ambil botolnya”, kata Jenny dengan suara yang cukup keras untuk terdengar sampai ke dalam sini. Aku seperti tersadar dan seolah mendapat kekuatan untuk melepaskan diri dari pak Basyir. Aku meronta sekuatnya, dan dekapan pak Basyir pada kedua pahaku terlepas, demikian juga dengan lumatan pak Basyir pada vaginaku. Tubuhku masih bergetar menahan nikmat, sementara pak Basyir tak menunjukkan tanda tanda akan berhenti.

Dalam keadaan tersengal sengal, dengan kesal aku berkata pada pak Basyir dengan penuh ancaman, “Bapak jangan nggak tau aturan ya! Bisa nggak nunggu sampai nanti malam? Tolong pak Basyir jaga kelakuan bapak, jangan lupa diri pak, Liza ini masih anak majikan bapak! Kalau bapak sampai tega mempermalukan Liza di depan teman teman Liza, maka bagi Liza nggak ada yang perlu Liza pertimbangkan lagi dan jangan salahkan Liza kalo Liza minta papa untuk memecat pak Basyir!”

Pak Basyir keder juga, “Iya non.. saya ke belakang dulu.. maaf non, abis non ngangenin sih”. Wajahku panas mendengar kata kata pak Basyir. Untung ia sudah keluar ketika Jenny sampai ke dalam ruangan ini dan aku sendiri sudah berhasil mengatur nafasku dan bersikap sewajarnya. “El.. kamu digangguin bapak itu lagi?”, tanya Jenny dengan berbisik bisik. Aku mengangguk dan berkata, “Iya Jen, untung kamu tadi panggil panggil.. thanks ya Jen”.

Jenny memelukku dan berkata, “Tenang El, aku pasti jagain kamu”. Aku merasa nyaman dipeluk seperti ini, dan ketika Jenny melepaskan pelukannya aku memandangnya dengan penuh rasa terima kasih. Kami berbagi lima botol Aqua ini dan bersama sama membawa semuanya ke tempat kolam renang. Dan sebelum sinar matahari mulai menyengat, kami semua sudah puas berenang, dan kami bergantian mandi pagi sebelum melanjutkan acara kami hari ini.

Tentu saja kami makan pagi dulu, dan kali ini aku mengajak Jenny membantuku di dapur menghangatkan makanan kaleng yang kami bawa kemarin. Sebenarnya untuk menghangatkan makanan kaleng itu tak begitu repotnya, tapi aku meminta Jenny menemaniku daripada aku nanti harus pasrah dilecehkan pak Basyir. Sementara itu teman temanku yang lain menyiapkan piring dan sendok garpu di meja makan, dan kami makan pagi dalam suasana yang santai.

Setelah makan pagi selesai dan piring piring kotor sudah kami letakkan di belakang, kami melewatkan pagi ini dengan melakukan berbagai kegiatan yang menyenangkan, seperti main kartu, tebak tebakan, menyanyi bersama dan yang paling seru, menggosip ^^ dan tak terasa sekarang ini sudah jam dua belas siang. “Gimana, jadi bikin pudding?”, aku bertanya pada teman temanku. “Jadi dong!”, seru Jenny, dan Sherly langsung beranjak dari duduknya sambil berkata, “Jangan lupa, kita buat agak banyak, kan udah janji dengan Cie Liana tadi”.

“Iya, aku ingat kok Sher”, kataku padanya, dan kami semua segera sibuk. Selagi mereka mempersiapkan bahan bahan untuk membuat pudding, aku ditemani Jenny menyiapkan nasi dan makan siang kami. Setelah rice cooker menyala, aku dan Jenny bergabung membantu menyiapkan bahan bahan untuk membuat pudding, dan setelah semuanya siap, kami semua makan siang dulu, baru kemudian kegiatan pembuatan pudding itu kami lanjutkan.

Kami membuat banyak sekali, selain untuk diberikan pada Cie Liana, juga untuk kami makan malam nanti. Kami pasti begadang di malam terakhir liburan di vilaku, yang juga malam terakhir bagi pak Basyir untuk menikmati tubuhku dalam acara liburan ini. Aku mencoba tak mengingat ngingat keadaanku yang nanti harus melayani pak Basyir, kini aku hanya ingin bersenang senang dengan teman temanku.

Akhirnya beberapa cetakan pudding selesai, dan sambil menunggu pudding pudding itu mengeras, kami semua beristirahat sambil menonton DVD. Entah film drama apa yang ditonton mereka, aku tak berkonsentrasi dan lebih banyak melamun. Aku merenungi keadaan diriku. Terbersit perasaan sedih, mengapa aku bisa tertimpa berbagai perkosaan yang tak habis habisnya. Dan yang paling membuatku merasa kotor dan terhina, adalah gangbang sekaligus bukake yang menimpaku tiga minggu yang lalu.

Masih teringat jelas olehku, betapa sakitnya liang vaginaku, betapa lemasnya kedua kakiku hingga aku bahkan sempat tak punya tenaga hanya untuk berdiri saja. Bagaimanapun aku masih bersyukur, mereka tak menyekapku untuk dijadikan budak seks mereka. Kembali terngiang di telingaku suara suara melecehkan dari anak anak SMP dan STM yang menggagahiku waktu itu. Tak terasa air mataku menitik, sakit sekali hatiku rasanya jika teringat itu semua.

Aku terkejut sendiri, dan cepat cepat kuhapus air mataku yang sudah mengalir di pipi ini. Tapi lagi lagi aku terkejut, teman temanku semua juga sedang menangis. Ternyata film dari DVD yang sedang ditonton mereka ini adalah jenis cerita sedih, dan ini benar benar menyelamatkanku. Apa jadinya jika sekarang ini mereka sedang menonton film komedi dan aku malah menangis seperti ini?

Aku hanya mengarahkan pandanganku ke TV, tapi pikiranku terus melayang layang. Aku teringat saat terenggutnya keperawananku di ruang UKS, perkosaan yang akhirnya membuatku larut dan menyerahkan diri. Demikian juga halnya di rumah, berawal dari perkosaan, akhirnya aku memilih memberikan para pembantu dan sopirku kesempatan untuk menikmati tubuhku selagi situasi memungkinkan, dan yang terjadi akhir akhir ini aku malah amat menikmati persetubuhan dengan mereka bertiga.

Lalu buruh buruh Jenny yang juga pernah mendapat kesempatan untuk menikmati tubuhku, lalu penjaga vilaku ini yang berhasil membuatku memohon mohon untuk diantar menuju orgasme. Di sekolah baletku, aku harus memuaskan seorang tukang sapu, lalu aku merasakan berciuman dengan sesama wanita bersama Cie Elvira dan Sherly, lalu anak anak SMP dan STM yang membuatku menderita sengsara itu, dan kini aku kembali jatuh ke tangan pak Basyir. Lamunanku terhenti ketika Sherly mematikan DVD, dan aku tak perlu terlalu berusaha untuk tidak terlihat terkejut, karena semuanya masih sibuk menangis sedih.

“Sedih ya film ini…”, komentar Rini sambil menghapus air matanya. “Eh udah dong, masa kalian mau nangis terus? Gimana, ayo kita lihat pudingnya”, aku mencoba mencairkan suasana. “Iya nih”, kata Sherly sambil tersenyum, dan kami semua ke meja untuk melihat pudding kami. Ternyata sudah siap untuk dimakan walaupun agak hangat. “Ayo, aku temani kamu antar pudding itu El”, kata Sherly. “Iya boleh. Tapi kita cicipin dulu nih, ntar kuatirnya rasanya nggak enak”, kataku pada mereka.

“Waah.. enaknyaa”, kata Jenny, dan ia menyambung lagi, “Udah kasih aja, pasti Cie Cie itu senang. Aku tambahin dulu es buahnya ya”. Jenny menambahkan es buah dari kaleng yang sudah dingin sekali karena dimasukkan ke dalam kulkas sejak kemarin, dan setelah pudding buah ini siap, aku dan Sherly pergi ke vila tempat Cie Liana menginap tadi, meninggalkan Jenny dan yang lain yang memamerkan saat saat mereka menikmati es pudding itu. Entah apa yang mereka lakukan setelah ini sambil menunggu kami kembali, mungkin beristirahat, mungkin tidur siang atau sekedar tidur tiduran sambil mengobrol.

“El, Cie Liana itu cakep abis ya”, kata Sherly. “Iya Sher..”, aku menjawab sambil tersenyum. “Tapi kamu masih lebih cakep kok El”, goda Sherly sambil tersenyum nakal. “Ih.. apaan sih Sher.. udah ah, ini kita udah sampai”, kataku agak malu. Kami mencari cari bel, tapi tak menemukan. Dan ketika aku akan mengetuk, Sherly mendorong pintu vila ini dan ternyata terbuka, tak dikunci. “Gimana ini Sher?”, tanyaku pada Sherly, yang menjawab, “Ya kita masuk aja, toh maksud kita kan baik, mau ngasih pudding ini”.

Aku berpikir, benar juga kata Sherly. Maka aku dan Sherly masuk sekalian melihat lihat. Sempat aku memperhatikan jam tanganku, sudah jam tiga sore. Tiba tiba, aku menangkap suara desahan dan rintihan wanita, juga geraman dari pria, yang mungkin lebih dari satu. Aku tercekat, tanpa sadar aku hanya ikut ketika Sherly sudah menarik tanganku dan ia berhenti di pojok tembok. Sherly mulai mengintip halaman belakang vila ini. Aku mau tak mau mendengar suara desahan wanita yang makin jelas itu, dan aku berbisik, “Siapa Sher?”. Sherly menjawab dengan nada suara yang tak percaya, “Cie Liana.. El..!?”.

Jawaban Sherly itu amat mengejutkanku, dan aku memaksa diri untuk ikut mengintip. Aku tercekat ketika melihat Cie Liana sedang tiduran di kursi panjang, tubuhnya telanjang bulat dengan pakaian yang berserakan di teras belakang ini dengan vagina yang tertancap penis seorang laki laki yang penampilannya terlihat seperti penjaga vila di sini, sementara satu tangan Cie Liana sedang sibuk mengocok penis seorang laki laki yang aku rasa pernah melihatnya. Ya, laki laki itu adalah sopir Cie Liana.

Aku tertegun melihat pemandangan yang harusnya tak asing buatku, karena keadaanku memang tak berbeda dengan Cie Liana, menjadi pemuas nafsu seks penjaga vila, sopir, malah aku masih harus rela menjadi pemuas nafsu dari beberapa orang yang tidak sedikit jumlahnya. Cie Liana kelihatan seperti menderita ketika penis itu melesak dalam dalam pada liang vaginanya, tapi ketika penis itu ditarik sampai hampir keluar, aku merasa sepertinya kedua kaki Cie Liana menjepit pinggang laki laki itu seolah Cie Liana tak rela penis itu sampai keluar dari liang vaginanya.

“Ngghhh.. Aaaduuuh…”, kudengar lenguhan dan erangan Cie Liana ketika liang vaginanya diaduk aduk sampai pinggang Cie Liana terangkat angkat, dan aku bisa membayangkan bagaimana rasanya, karena aku sendiri sudah pernah mengalami yang seperti itu. Wajah Cie Liana yang mengekspresikan kesakitan saat liang vaginanya disodok dalam dalam membuatku kuatir. “Sher.. menurutmu, apa Cie Liana.. diperkosa?”, tanyaku dengan tak yakin.

“Ya nggak lah El, mana ada orang diperkosa tapi kakinya malah disilangkan melingkari pinggang pemerkosanya? Itu sih persetubuhan namanya”, jawab Sherly sambil terus melihat ke arah Cie Liana yang sedang tersentak sentak digenjot oleh laki laki itu. Mukaku rasanya panas, teringat aku sendiri sudah beberapa kali terlibat persetubuhan, yang pada awalnya selalu dimulai dari perkosaan, dan akhirnya aku harus larut dalam kenikmatan, malah kadang aku sampai mencari kenikmatanku sendiri.

Aku melihat Cie Liana yang sedang digenjot habis habisan tiba tiba menarik penis dari sopirnya yang sedang dikocok oleh tangan Cie Liana, kemudian Cie Liana melahap penis itu dan mengoralnya. Kini aku jadi yakin, kalaupun tadinya awalnya Cie Liana memang diperkosa, sejak Sherly dan aku melihat kejadian ini, keadaan Cie Liana pasti sudah mulai menikmati adukan pada liang vaginanya. Wajah Cie Liana yang mengekspresikan penderitaan itu besar kemungkinan karena penis dari laki laki yang mengaduk liang vagina Cie Liana itu begitu besar dan panjang.

“Ooooh… Bu Lianaaaa…”, erang sopirnya Liana itu, dan Cie Liana melepaskan kulumannya pada penis sopirnya yang langsung mengocok penisnya sendiri dan sesaat kemudian, spermanya berhamburan menyemprot wajah Cie Liana, sebagian semprotan itu mengenai rambutnya juga. Dan kini ganti Cie Liana yang melenguh lenguh, “Nggghh… ngghhh… aduuhhh…”. Tubuh Cie Liana berkelojotan, untung sopirnya menahan dan menjaga gerakan tubuh Cie Liana yang mungkin sekali sedang mengalami orgasmenya itu, hingga tak sampai terjatuh dari kursi yang menopang tubuh Cie Liana itu.

Tak lama kemudian Cie Liana melemas bersamaan dengan suara geraman dari laki laki yang beruntung menikmati liang vagina dari Cie Liana itu. Laki laki itu lalu mencabut penisnya, lalu ia cepat cepat beranjak dan mengarahkan penisnya ke payudara Cie Liana sambil terus mengocok penisnya sendiri. “Aaah…”, erang laki laki itu saat spermanya tersemprotkan keluar membasahi kedua payudara Cie Liana.

Kini kedua pejantan yang menggagahi Cie Liana sudah terpuaskan, dan Cie Liana sendiri kelihatan lemas, wajah dan payudaranya belepotan sperma dan nafasnya tersengal sengal. Nampak laki laki yang baru menyetubuhi Cie Liana itu mengelus-elus kedua payudara Cie Liana sehingga cipratan spermanya merata. Sesaat kemudian bibir Cie Liana dipagut dengan buas oleh sopirnya. “Mmmphhh… mmmm…”, Cie Liana membalas pagutan itu dan melingkarkan kedua tangannya di leher sopirnya, mesra sekali kelihatannya.

Sungguh pemandangan yang indah dan sexy, juga kontras sekali. Cie Liana yang begitu cantik dan berkulit putih mulus bak pualam, saling berpagut begitu ganas dengan sopirnya yang berwajah amburadul dengan kulitnya yang hitam tak terawat, dan kulit dari kedua insan yang berasal dari strata sosial yang amat berbeda itu, bergesekan dan menyatu dengan indahnya. Pemandangan ini membuatku jantungku berdegup kencang dan aku mati matian berusaha menekan gairahku yang meninggi ini.

Tanpa kusadari tiba tiba Sherly sudah mendekapku dari belakang dan menarikku ke arah tembok. Sherly dengan kejam merangsangku habis habisan di saat aku sendiri sudah terangsang melihat live show persetubuhan tadi. Aku tak berani bersuara, hanya bisa diam tak tahu harus berbuat apa selain mati matian menahan diriku untuk tidak mendesah. Aku menggigit bibir dan menggeliat menahan nikmat ketika tangan Sherly yang kiri sudah menyusup pada bagian depan celana dalamku, dan jari tangannya dengan cepat menemukan liang vaginaku, lalu menusuk dan mengaduk aduk liang vaginaku.

Tangan kanan Sherly sendiri bergantian meremasi kedua payudaraku, dan aku mulai mengejang akibat terangsang begitu hebat. “Nggh.. Sheer..”, aku melenguh perlahan dan mencoba melepaskan diriku dari dekapan Sherly. Setelah berhasil, dengan nafas yang memburu aku cepat ke arah pintu masuk vila ini, dan Sherly mengikutiku ke sana. “Kenapa El?”, tanya Sherly dengan senyum menggoda. Aku tersenyum malu tak kuat membalas tatapan Sherly yang sayu dan penuh hasrat padaku.

“Sher… kita jangan begini di sini, nanti kalau ketahuan Cie Liana kan nggak enak”, aku berbisik lembut, mencoba memberi pengertian pada Sherly. “Ya udah, kamu sendiri yang bilang kita jangan begini di sini, artinya nanti ditempat lain yang memungkinkan, kamu harus mau. Pokoknya hari ini kamu harus jadi milikku, Eliza”, jawab Sherly dengan mesra. Aku tak tahu harus menjawab apa, malu sekali rasanya, dan aku hanya bisa menunduk malu seperti ada seseorang yang mengajakku untuk menikah saja.

“Gimana ini El, masa kita mau menunggu Cie Liana dan mereka itu bermain satu ronde lagi?”, tanya Sherly. Aku sendiri juga bingung, dan tiba tiba Sherly sudah berseru dengan suara keras, “Permisii.. Cie Liana, aku Sherly yang tadi Cie, lagi sama Eliza nih..”. Dan terdengan suara Cie Liana dari halaman belakang tadi, “Iyaaa.. tunggu bentar di sana ya, Cie Cie bentar lagi keluar”. Aku dan Sherly saling berpandangan, seolah bersepakat untuk pura pura tak terjadi apa apa.

Tak lama kemudian Cie Liana menemui kami, dengan pakaian yang terpasang lengkap dan cukup rapi, hanya saja agak kusut di sana sini. Wajah Cie Liana merah sekali dan tubuhnya berkeringat cukup banyak seperti orang yang baru berolahraga cukup berat. Rambutnya yang tadi diikat itu kini dibiarkan bebas tergerai, indah sekali rambut Cie Liana itu dengan highlight di beberapa bagian, hingga Cie Liana terlihat semakin cantik, dan aku terus memandangi Cie Liana dengan terpukau.

Tapi aku agak terkejut ketika aku melihat sedikit bekas sperma pada bagian atas rambut Cie Liana, yang tadi disemprotkan oleh sopirnya itu. Dan sekilas aku juga bisa melihat beberapa warna merah bekas cupangan di bagian leher Cie Liana dari sela sela rambutnya, membuatku menahan nafas dan berusaha seolah olah aku tak melihat apapun. Aku juga berharap Sherly tak membahas apa yang kami lihat tadi saat kami sempat mengintip tadi, dan tampaknya Sherly memang belum cukup gila untuk melakukan itu.

“Hai.. kalian…?”, tanya Cie Liana dengan ragu. “Ya Cie Liana, lupa ya? Tadi kami kan janji mau bawain Cie Liana pudding?”, goda Sherly. “Oh iya yaa.. ayo masuk”, kata Cie Liana mengajak kami mampir sebentar. “Aduh, sorry ya Cie, aku dan Eliza udah ditungguin yang lain, kami lagi akan mengadakan game nih.. Cie Cie mau ikut?”, kata Sherly.

“Oh, jangan deh Sherly, nanti Cie Cie malah menggangu saja. Lagipula Cie Cie mau istirahat nih”, tolak Cie Liana dengan halus. Aku agak heran tentang game yang Sherly maksud, tapi aku tahu aku tak boleh membuat suasana menjadi canggung, maka aku mengikuti kemauan Sherly dan tersenyum pada Cie Liana.

“Ini Cie, puddingnya”, aku memberikan pudding buatan kami ini. “Ya udah kalo gitu, thanks ya puddingnya. Mmm, Eliza, tempatnya pudding ini, Cie Cie pindah sekarang, atau besok Cie Cie titipkan ke pak Alan?”, tanya Cie Liana. “Oh nggak usah repot repot Cie, besok aja titipkan papiku”, jawabku. Cie Liana mengangguk dan berkata, “Thanks ya pudingnya.. aduh ngerepotin deh… dan aduh.. kelihatannya enak nih, kalian buat sendiri ya? Wah kapan kapan Cie Cie mesti belajar sama kalian nih!”.

Aku dan Sherly tersenyum mendengar pujian Cie Liana. “Ya Cie Liana, belum dicoba kok udah bilang keliatannya enak… ntar nyesel lho udah berharap harap, nggak tahunya puddingnya kurang enak”, kata Sherly dan Cie Liana tertawa, sungguh cantik sekali Cie Liana waktu tertawa seperti ini. “Ah kamu itu ada ada aja, Cie Cie ini udah senang sekali dikasih pudding gini”, kata Cie Liana. Kami semua tersenyum, dan Sherly berpamitan pada Cie Liana, “Ya udah, kami pamit dulu Cie, sampai ketemu lagi ya”. Setelah aku juga berpamitan, kami segera keluar dari vila tempat Cie Liana ini dan kembali ke vilaku.

Di tengah perjalanan, aku merasa seperti disambar petir ketika aku mendengar bisikan Sherly, “El, kamu kok sampai seperti orang bingung gitu sih waktu tadi lihat Cie Liana digituin sama penjaga vilanya? Bukannya, tadi malam kamu sendiri juga bersenang senang dengan penjaga vilamu? Dan dari percakapan kalian, aku yakin sekali kalau tadi malam itu bukan pertama kalinya kamu menyerahkan dirimu kepada penjaga vilamu, El”.

“Hah? Kamu ngomong apa sih Sher?”, aku tergagap dan mencoba mengelak. “El, aku tahu kok, penjaga vilamu itu nyebutin aku waktu dia berkata, seperti teman non Liza yang tadi siang ngeremasin susunya non”, kata Sherly dengan senyuman yang bukan merupakan senyuman kemenangan, sinis ataupun dingin, tapi senyuman itu begitu penuh hasrat. Dan aku langsung lemas, tak tahu apa yang harus kulakukan. Rahasia ini sudah terbongkar, bukan karena kesalahan pak Basyir, melainkan karena Sherly sendiri yang tahu. Rupanya bayangan yang kemarin kulihat sekelebat itu memang bayangan orang, yaitu Sherly.

“Sher.. siapa lagi yang tahu tentang ini?”, aku bertanya dengan panik. “Jangan kuatir nona cantik, aku nggak ngasih tahu siapa siapa kok, dan waktu itu yang mengintip cuma aku sendiri. Yah sebenarnya kemarin, aku ingin dapatin kamu El. Waktu kamu keluar dari kamar, aku kira kamu ke toilet, dan aku kira aku bisa dapatin kamu di sana. Tapi tak tahunya, kamu bukannya ke toilet, malah ke kamar penjaga vilamu. Ya aku jadi ingin tahu, apa yang kamu lakukan di dalam sana”, kata Sherly panjang lebar.

Aku makin terpojok. Masih untung, setidaknya cuma Sherly sendiri yang tahu sekarang ini. “Sher.. jangan bilang yang lain ya, please..”, aku memohon pada Sherly. Dengan tersenyum geli, Sherly berkata, “Aduh Eliza.. ngapain juga aku ngomongin ke yang lain.. kita ini sama sama udah nggak suci, buat apa aku harus merusak nama baikmu… kalau kamu mau pun, kamu harusnya juga udah cerita cerita tentang keadaan kosku yang rusak, yang kamu pasti bisa menduga duga dari kunjunganmu yang terakhir itu. Nah, meskipun sama sama nggak suci, tapi aku yakin kita sama sama nggak ember, jadi kamu tenang aja ya”.

Aku sedikit lega. Sherly kemudian mendekat dan berbisik di telingaku dengan mesra, “Tapi nanti, kamu mandi sama aku ya El.. aku ingin kamu…”. Aku mengangguk lemah dan menggigit bibir dengan senyum menahan malu. Sesampai di vila, aku masuk ke dalam kamar diikuti Sherly, dan aku tak menemukan Bella. Tapi aku mendengar suara ribut yang amat riang dari kamar seberang, dan ketika aku melihat toilet, ternyata kosong. Dan terdengar tawa dari Bella dari kamar seberang, menandakan ia sedang ada di dalam sana.

“El, kalo gitu, kita mandi sekarang aja..”, kata Sherly senang. Dengan perasaan tak karuan, aku mengambil baju ganti dan handuk, dan Sherly juga melakukan yang sama. Lalu kami berdua masuk bersama ke dalam kamar mandi, dan setelah pintu tertutup dan terkunci rapat, juga baju ganti dah handuk kami tergantung di tembok, dengan sangat bernafsu Sherly menyergapku, dan mencumbuiku. Aku memejamkan mata berusaha membiasakan diri, karena aku tahu pasti, ini bukan untuk yang terakhir kalinya aku harus bercumbu dengan Sherly.

Perlahan aku membalas cumbuan Sherly, yang makin membakar nafsu temanku ini. Tak lama kemudian Sherly sudah melucuti bajuku, dan aku sendiri mencoba melakukan yang sama walaupun agak canggung. Setelah kami berdua telanjang bulat, kami kembali berpelukan dan saling memagut bibir dengan ganas. Aku sendiri sudah mulai dalam keadaan terbakar nafsu, lidahku kulesakkan ke dalam mulut Sherly dan saling bertaut dengan lidahnya di dalam sana sampai kami saling melepaskan diri karena kehabisan nafas.

“El, aku tahu kok, penjaga vilamu itu bilang kalau aku dan Jenny yang mau sama dia, kamu nggak boleh menyalahkan dia”, kata Sherly. Aku teringat betul, pak Basyir memang sempat berkata seperti itu. “Dan penjaga vilamu itu benar El, kamu nggak boleh nyalahin dia, kalau aku yang deketin dia”, kata Sherly, membuatku tak percaya dengan pendengaranku sendiri. “Hah? Kamu gila ya Sher? Kamu…?”, aku memandangi Sherly mencoba memastikan temanku ini sedang bercanda atau tidak.

“Abisnya, waktu itu aku lihat walaupun penjaga vilamu itu sudah tua, tapi kemarin dia begitu perkasa dan bisa membuat kamu orgasme sampai kamu kelihatan nggak kuat nggak kuat gitu El. Aku jadi kepingin ngerasain kenikmatan yang sampai seperti itu”, kata Sherly, membuatku ternganga. “Tenang aja Sher, kita udah sama sama nggak virgin kok”, bisik Sherly sambil menusukkan satu jarinya pada liang vaginaku dan menggerak gerakkan jari itu dengan lembut, namun seperti mengorek seluruh dinding vaginaku.

“Nggghhh..”, aku melenguh dan menggeliat, perasaanku sangat tersengat, baik oleh rangsangan fisik yang baru saja dilakukan Sherly dengan menusuk liang vaginaku menggunakan jarinya, juga oleh perkataan Sherly tadi tentang keadaanku kemarin ketika aku tak berdaya di bawah keperkasaan pak Basyir, juga masalah kami berdua sudah sama sama sudah nggak virgin. Dan aku jadi membayangkan bagaimana beruntungnya pak Basyir yang akan mendapatkan Sherly dan aku di malam nanti, yang entah kenapa membuatku makin bergairah.

Aku balas menusuk liang vagina Sherly dengan jariku, dan sesaat berikutnya bibir kami kembali saling berpagut. Puting payudara kami saling menempel, dan perlahan kami menurunkan badan dan tiduran di lantai kamar mandi sambil terus bergumul. Aku membiarkan Sherly berbuat sesuka hatinya padaku. Pagutan bibir kami terlepas, dan aku hanya bisa menggigit bibir dan menggeliat pelan menahan nikmat ketika Sherly mulai mencucup puting payudaraku.

Rambutku basah oleh air yang membasahi lantai kamar mandi ini. Sherly memandangku dengan penuh nafsu sambil berbisik, “Kamu sexy abis El kalau rambutmu basah gini”. Lalu dengan sangat bernafsu Sherly menciumi seluruh wajahku sementara kedua pergelangan tanganku yang sudah direntangkan lebar lebar ini dicengkeram erat oleh Sherly seolah olah ia sedang memperkosaku. Perasaan tak berdaya karena aku tak bisa menggerakkan kedua tanganku sementara ada Sherly yang terus mencumbuiku, membuatku dalam keadaan terangsang hebat.

“Sher…”, keluhku. “Iya.. El..?”, tanya Sherly dengan suara yang menggigil layaknya orang terbakar nafsu. “Masukin… Sher..”, aku memohon. “Iya..”, kata Sherly sambil memagut bibirku, dan tangan kanannya melepas cengkeramannya pada pergelangan tangan kiriku, lalu Sherly mengarahkan tangannya ke selangkanganku. Awalnya Sherly mengaduk aduk liang vaginaku hanya menggunakan satu jari, dan itu sudah cukup untuk membuatku terbeliak dan mengerang menahan nikmat. Kini satu lagi jari Sherly melesak masuk menguak liang vaginaku, hingga tubuhku yang tertindih tubuh Sherly ini mengejang hebat.

“Aaaangghh..”, aku mengerang ketika Sherly memainkan dua jari tangannya di dalam liang vaginaku. Aku merasa seolah olah liang vaginaku sedang diserang dua penis kecil, yang mengaduk aduk dinding liang vaginaku kesana kemari, dan aku terus menggeliat keenakan. “Sheer… am..puuun…”, aku orgasme dengan hebat, rasanya cairan cintaku keluar dengan sangat banyak. Sherly tiba tiba beranjak melepaskan tindihannya pada tubuhku, dan ia segera mencari liang vaginaku.

“Auuuughh.. Sheeer… aaaahhh… nggghhhh”, aku melenguh sejadi jadinya ketika Sherly mencucup bibir vaginaku, ia menyedot semua cairan cintaku. Sedangkan tubuhku terus mengejang dan menggeliat sampai akhirnya melemas. Aku benar benar kelelahan, kini aku sudah tak berdaya, nafasku tinggal satu satu. “Sher… udah dulu.. nggak kuat Sher..”, aku memohon. “Mmmm…”, guman Sherly, tapi sepertinya ia mengabulkan permohonanku, dan berbaring di sampingku sambil memelukku.

“El.. kapan kapan kamu ke kosku.. nginap yah… kita lanjutin sampai puas…”, kata Sherly. Aku hanya mengangguk pasrah sambil beringsut, aku meletakkan kepalaku di atas payudaranya Sherly, menikmati keempukannya. Sherly membelai rambutku, dan aku terbuai dalam kenikmatan ini, rasanya aku ingin sekali tidur dalam keadaan seperti ini. Gesekan antara pipiku dan puting payudara Sherly membuat gairahku bangkit, aku mencium dan mencucup puting payudaranya Sherly walau dengan agak canggung.

Sherly menggeliat dan mengeluh, “Auuw.. El.. kamu nakal…”. Aku tersenyum geli dan terus mencucup puting payudara itu sepuasnya. Kini ganti Sherly yang terus menggeliat seperti cacing kepanasan. “Ngghhh.. aduh Eel..”, keluh Sherly. Aku tak perduli, tenagaku sudah mulai kembali dan kini saatnya aku yang bersenang senang. Perlahan kumasukkan jari telunjukku dari tanganku yang kanan ke dalam liang vagina Sherly sambil menatap wajahnya untuk melihat reaksinya.

Sherly menatapku sayu dan penuh penyerahan, membuatku sedikit merasa canggung dan jantungku berdegup kencang. aku belum terlalu terbiasa dengan semua ini, dimana aku sampai seintim ini dengan sesame wanita. Jariku benar benar terbenam dalam liang vagina seorang wanita, dan kurasakan denyutan yang begitu sexy, aku membayangkan bagaimana perasaan para laki laki yang pernah membenamkan penis mereka pada liang vaginaku. Ia mengejang perlahan selama jari tanganku terus melesak ke dalam liang vaginanya yang terasa begitu hangat dan basah oleh cairan cintanya.

Perlahan, jari tengahku kulesakkan ke dalam liang vagina Sherly, membuat ia terbeliak menahan nikmat selama proses tenggelamnya jariku yang kedua ini ke dalam liang vaginanya. “El… aduuuuh…”, keluh Sherly, tubuhnya menggeliat kaku, sementara tangan kirinya mencoba menyingkirkan tanganku yang sedang mengantarnya menunju kenikmatan, dan tak berhasil sama sekali karena tenaga Sherly sudah tidak ada, tubuhnya sudah di luar kuasanya sendiri.

Aku mengerti sekali keadaan Sherly, sekarang ini ia dalam situasi yang sama seperti aku jika liang vaginaku sedang diaduk aduk hingga aku kehilangan semua tenaga untuk meronta, hanya bisa menggeliat mengikuti adukan pada liang vaginaku.. Tangan kanan Sherly tak bisa terlalu ia gerakkan karena tertindih badanku. Dan tangan kiri Sherly terlalu lemah untuk menyingkirkan tanganku. Aku sudah berkuasa atas tubuh Sherly sepenuhnya, kini tinggal aku ingin memaksanya segera orgasme atau tidak. Tapi aku malah ingin mencoba untuk mempermainkan nafsu birahi Sherly.

Aku mempercepat adukan jariku pada liang vagina Sherly, dan ketika kurasakan Sherly hampir orgasme, aku cepat menghentikan adukan jariku. “Ngghh.. Eel.. kamu jahat..”, keluh Sherly manja. Aku menciumi wajahnya seperti yang dilakukan Sherly tadi padaku, kemudian liang vaginanya kembali kuaduk aduk dengan cepat. Saat Sherly hampir orgasme, lagi lagi aku menghentikan adukan jariku. “Eeel.. ayo dooong.. kamu tega ya…”, keluh Sherly dengan memelas, membuatku tak tahan lagi dan ingin segera melihat temanku ini orgasme dengan hebat.

Aku mempercepat adukan jariku hingga Sherly orgasme. “Ngggh… Elizaaa… aaauh…”, Sherly melenguh sambil memelukku saat ia dalam keadaan orgasme hingga aku merasakan sentakan tubuhnya, rasanya jariku seperti diremas di dalam liang vaginanya. Kukeluarkan jariku dan kujilat di depan Sherly dengan pandangan menggoda. Sherly terlalu lemas, ia hanya bisa tersenyum gemas padaku. Kini aku berniat membalas perbuatan Sherly yang terakhir.

“Aaaah…. ampun Eeeeel…”, erang Sherly ketika aku mencucup bibir vaginanya. Tubuh Sherly mengejang dan berkelojotan, tangannya berusaha mendorong kepalaku agar cucupanku terlepas, tapi Sherly terlalu lemah untuk melakukan itu. Akhirnya kurasakan Sherly melemas, ia pasrah saat aku menyedot habis cairan cintanya. Dan rasa cairan cinta Sherly ternyata begitu nikmat, sesekali kulesakkan lidahku ke dalam liang vagina Sherly untuk mendapatkan semua cairan cinta Sherly yang masih ada di dalamnya.

Sherly terus mengerang keenakan.Setelah puas, barulah aku melepaskan cucupanku, lalu membaringkan diriku di sebelah Sherly yang masih tersengal sengal. “Aduh… El.. kamu nakal juga ya…”, kata Sherly di sela nafasnya yang memburu. Aku tersenyum geli, mengingat perlakuan beberapa orang yang pernah menikmati tubuhku kuterapkan pada Sherly sekarang ini.

“Udah Sher, kita mandi beneran yuk. Nanti ketahuan yang lain lagi”, aku mengajak Sherly untuk mengakhiri aksi lesbian kami ini. “Bentar ah.. aku masih capai tau!”, omel Sherly manja. Aku hanya tertawa geli, dan aku sudah bisa berdiri dengan benar, lalu aku mulai mandi di depan Sherly yang masih tiduran dan menatapku. Kusabuni seluruh tubuhku dengan gaya yang menggoda, sesekali payudaraku dan vaginaku kututupi dengan tangan, membuat Sherly memandangku dengan gemas.

“Awas kamu El…”, Sherly berusaha berdiri dan aku menyiramnya dengan air dingin. “Aduh.. ampuun Eeel…”, Sherly memohon mohon dan berusaha menghindar, aku melihat tubuhnya menggigil kedinginan. Aku tertawa senang dan mendekatinya, lalu menyabuni seluruh tubuhnya dengan lembut. Sherly memandangku dengan mesra, ia menyandarkan kepalanya di pundak kiriku. “Thanks ya El”, bisiknya. Aku tersenyum dan mencium pipinya, dan ketika aku memeluknya dengan perasaan sayang, Sherly tiba tiba menangis terisak perlahan.

“Sher.. kamu kenapa?”, tanyaku cemas. “Nggak apa apa El, aku cuma senang dan terharu, kamu baik sekali sama aku. Aku sudah takut kamu akan memandang rendah aku setelah kamu tahu kelainanku dan juga setelah apa yang sudah kulakukan padamu, tapi.. kamu..”, Sherly tak meneruskan kata katanya, ia memelukku dengan erat sambil menangis. Aku terharu juga hingga menitikkan air mata. “Sher…”, gumanku dan aku balas memeluknya.

Tak ada lagi nafsu birahi yang melandaku untuk saat ini. Aku menenangkan Sherly yang menangis makin mengguguk. Setelah Sherly mulai tenang, kami melanjutkan mandi ini, dan setelah saling mengeringkan tubuh kami dan berganti baju, kami keluar dari kamar mandi sambil bergandengan tangan. Ternyata Jenny dan yang lain tak ada yang menyadari kedatanganku dan Sherly. Mereka masih di dalam kamar seberang entah asyik menggosip apa. Aku melihat jam, kini sudah jam lima sore.

Aku mengetuk pintu dan berseru, “Halooo, kita makan malamnya apa niih?”. Terdengar jeritan senang dari dalam, “Kalian udah kembali yaaa…”. Dan beberapa saat kemudian Jenny sudah keluar dari kamar lalu berkata, “El, sesuai rencana kita waktu di kelas, kita adain barbeque yuk nanti malam, nanti kan malam terakhir di sini…”.

Sherly segera bersorak senang, “Iya ya.. asyik juga tuh!”. Rini berkata. “Udah kalo gitu kita beli bakso dan sate seperti kemarin aja deh. El, minta tolong penjaga vilamu untuk cegatin bakso dan sate sekarang dong!”. Aku mengangguk dan memanggil pak Basyir. “Pak Basyiiir…”, aku berseru ke arah kamarnya, kamar yang menjadi saksi perbuatan mesumku dengan penjaga vilaku ini. Tak lama kemudian dengan tergopoh gopoh pak Basyir datang ke ruangan ini, dan bertanya, “Ada apa non Liza?”.

“Tolong pak, kalau ada tukang sate dan tukang bakso, cegatin satu dan minta untuk masuk ke sini yah. Nanti bapak juga saya belikan kalau bapak mau”, kataku yang segera disambut dengan senang oleh pak Basyir, “Baik non Liza, terima kasih”. Ia segera keluar, dan tepat setelah keempat temanku selesai mandi, pak Basyir sudah kembali ditemani seorang tukang sate dan seorang tukang bakso. Kami segera menyerbu dan makan secukupnya, tak lupa aku menyuruh pak Basyir memesan sesuka hatinya.

Setelah selesai, aku memberikan sejumlah uang lebih pada pak Basyir dan berkata, “Pak, ini tolong bayarkan, sisanya bapak simpan aja”. Pak Basyir menerima uang itu dan mengucap terima kasih, lalu kami istirahat sebentar sambil mengobrol ke sana kemari. Tiba tiba kami melihat Cie Liana diantar pak Basyir masuk ke ruangan tengah ini. “Hai..”, sapa Cie Liana.

“Hai juga Cie…”, kami semua menyapa Cie Liana, yang kali ini berpenampilan santai, dengan rambut yang tergerai . “Eliza, ini tempat pudding tadi, udah Cie Cie cuci bersih kok”, kata Cie Liana. “Aduh Cie, ngapain repot repot? Mestinya biarin aja.. gimana Cie, enak nggak puddingnya tadi?”, tanyaku pada Cie Liana. “Aduh, enak lho. Kamu harus ajarin Cie Cie, Eliza! Nanti kalau ke kantor papamu, jangan lupa ajarin Cie Cie ya”, kata Cie Liana samil tersenyum manis. “Aduh, Eliza bukan yang ahli gitu Cie, ini juga bikinnya bersama teman teman semua kok”, kataku sambil tertawa senang.

Kami terlibat obrolan yang tak ada habisnya sampai jam delapan malam, dan sudah tiba saatnya kami menggelar barbeque. “Cie, kita kita mau barbeque nih. Cie Liana ikutan ya?”, tanyaku. “Aduh, Cie Cie harus pulang sekarang nih, ntar kemalaman, besok dimarahin papamu kalo telat El”, tolak Cie Liana. “Aduh.. sayang deh, biar aku yang bilang sama papa aja, supaya Cie Liana libur sehari”, aku setengah merajuk. “Hei.. jangan El, hahaha kamu lucu deh. Lain kali aja El, Cie Cie pasti ikut ya”, kata Cie Liana.

Maka aku dan yang lain mengantar Cie Liana keluar ke mobilnya yang sudah diparkir di halaman vilaku. Aku sempat melihat pak Basyir sedang bercakap cakap dengan sopirnya Cie Liana, dan aku sempat melihat mereka tertawa tawa sambil memandangi Cie Liana. Aku kesal sekali melihat sopirnya Cie Liana itu, pasti ia sedang bercerita tentang perbuatannya di atas sana saat menggagahi Cie Liana. Ingin sekali aku menampar sopir yang kurang ajar ini, tapi aku tahu aku harus menahan diri.

“Pak Sardi, ayo antar aku pulang sekarang”, kata Cie Liana pada sopirnya yang masih tertawa tawa dengan pak Basyir itu. “Baik bu Liana”, kata pak Sardi itu dan ia segera duduk di belakang setir mobil Cie Liana. “Ya udah, Cie Cie pamit dulu ya”, kata Cie Liana yang masuk ke dalam mobilnya. Cie Liana duduk di belakang dan melambaikan tangan ke arah kami, dan kami balas melambaikan tangan pada Cie Liana, lalu mobil itu melaju keluar dari halaman vilaku.

“Ya udah, kita mulai barbeque sekarang?”, tanyaku. “Iya, masa tahun depan?”, goda Jenny, dan kami semua tertawa. Sesaat kemudian aku dibantu oleh mereka semua, mengeluarkan semua perlengkapan yang biasa digunakan keluargaku kalau mengadakan barbeque ke halaman belakang. Celoteh riang dan canda tawa mengiringi acara barbeque kami ini, dan kami memanggang berbagai macam bahan barbeque sesuka hati mulai daging sampai marshmallow.

Lama juga kami mengadakan barbeque ini, dan aku sempat melihat pak Basyir memperhatikan aku, Jenny dan Sherly. Pak Basyir pasti tak tahu betapa beruntungnya dia nanti, Sherly akan menyerahkan diri padanya. Aku sempat teringat tadi ia entah berbicara apa dengan pak Sardi. Panas juga aku mengingat mereka berdua tertawa tawa seperti itu. Tapi aku tak boleh larut dalam emosi ini, sekarang ini waktunya bersenang senang.

Maka aku mencoba tak memikirkan hal itu, dan acara ini kami lanjutkan sampai kami semua puas sekali. “Aduh.. kenyangnyaa..”, kata Bella dengan senyum puas. Aku pun sudah merasa amat kenyang, dan teman temanku yang lain pasti tak jauh beda, karena semua sudah berhenti memanggang. Rasanya jadi mengantuk, dan kami menghentikan acara barbeque ini. “Udah ah, kita istirahat di dalam yuk, sambil nonton DVD terakhir”, ajak Sherly mengakhiri malam terakhir liburan ini.

Kami semua masuk ke dalam, meninggalkan peralatan barbeque yang besok akan dibersihkan oleh pak Basyir. DVD itu dinyalakan setelah kami semua ada di ruang tengah. Aku hanya menonton sambil lalu, dan ternyata itu adalah film komedi. Selagi teman temanku tertawa geli, aku yang memang tak begitu memperhatikan karena terlalu lelah dan mengantuk, dan akhirnya lagi lagi aku tertidur.

—ooOoo—

“El.. bangun El”, aku mendengar suara yang aku tak yakin suara siapa. “Mmmm…?”, aku membuka mata dan ternyata Jenny yang membangunkanku. “Ayo tidur di kamar dong.. kamu kecapaian ya kok ketiduran di sini lagi?”, katanya lagi. “Iya..”, jawabku dengan masih mengantuk, dan aku memaksakan diriku untuk bangun. Jenny membantuku berdiri lalu mengantarku ke kamar. Tanpa sengaja payudaraku tertekan oleh tubuhnya Jenny dan mendatangkan rasa nikmat, tapi aku hanya diam saja, walaupun sebenarnya aku ingin memeluk Jenny untuk merasakan kehangatan darinya.

“Sherly mana Jen?”, tanyaku ketika aku tak mendapati Sherly di kamarku. “Lagi di kamar mandi El”, jawab Jenny. Lalu setelah saling pamitan untuk tidur, Jenny menuju kamar seberang dan aku merebahkan diriku ke ranjang. Bella sudah tidur, sedangkan Sherly entah kapan kembali. Aku melihat jam, sudah jam 12 malam. Masih ada waktu satu jam lebih sebelum aku harus kembali menyerahkan diriku pada penjaga vilaku, dan aku memutuskan untuk bermain game di handphoneku sebentar setelah berganti baju tidur, sekalian menunggu Sherly kembali dari kamar mandi.

Setelah satu jam berlalu aku baru sadar, Sherly benar benar tak kembali. Aku memutuskan untuk menyusulnya ke kamar pak Basyir. Aku tahu tak mungkin Sherly berada di kamar mandi sampai selama ini. Dengan perlahan aku turun dari ranjang supaya Bella tak terbangun, lalu aku membuka dan menutup pintu kamarku dengan nyaris tanpa suara. Lalu aku segera keluar dan melihat pintu kamar mandi yang terbuka, aku segera menuju ke kamar pak Basyir dengan perasaan tak karuan, membayangkan Sherly sedang melayani penjaga vilaku.

Sempat aku menoleh ke belakang untuk memastikan tak ada yang melihatku, dan kini aku sudah berada di pintu kamar pak Basyir. “Ngghh… aaduuh paaak…”, kudengar erangan Sherly. Entah mereka sudah memulai sejak kapan, yang jelas kini rasanya Sherly sedang orgasme. Jantungku berdegup kencang. Aku memutuskan tak segera masuk, aku ingin mendengarkan sebentar apa yang terjadi selanjutnya, atau apa yang akan mereka bicarakan.

“Enak nggak non Sherly?”, aku mendengar ejekan pak Baysir. “Iya.. pak..”, jawab Sherly dengan lemah. Nafas mereka berdua tersengal sengal hingga terdengar ke sini. “Pantas Eliza kemarin sampai nggak kuat nggak kuat dan minta ampun..”, sambung Sherly ketika nafasnya sudah mulai teratur, membuat wajahku terasa panas. Pak Basyir hanya tertawa. “Tapi pak Basyir curang, pakai obat kuat sih”, protes Sherly.

“Lho non Sherly, bapak kan udah tua, kalau mau begini, ya harus pakai obat kuat dong. Kalau bapak nggak pakai, nggak sampai lama bapak sudah keluar. Lalu loyo dong, dan non Sherly pasti nggak bisa puas seperti barusan”, kata pak Basyir menanggapi protesnya Sherly. “Eeeh… Auuww…”, keluh Sherly, mungkin pak Basyir sudah mulai mencumbui atau menyetubuhinya lagi. Aku memutuskan untuk masuk dan tanpa mengetuk pintu, toh mereka sudah tahu aku akan datang.

“Auuww… oh… Eliza”, Sherly menyapaku di sela keluhannya. Sherly memandangku dengan sayu di bawah tindihan pak Basyir, tangannya menggapai seolah hendak meraihku selagi tubuhnya tersentak sentak ketika penis pak Basyir menghunjam dengan kuat ke dalam liang vaginanya. Tubuh Sherly mengkilap basah oleh keringat, hingga terlihat makin sexy dan menggairahkan, apalagi tangan satunya meremas sprei kuat kuat, membuat aku mulai terbakar nafsuku sendiri.

“Ngghh.. aduh paaak…”, Sherly melenguh tak kuasa menahan nikmat ketika pak Basyir mempercepat genjotannya. Kurasakan liang vaginaku mulai basah, mau tak mau, aku terangsang juga melihat live show di depan mataku ini. Nafasku mulai tak teratur dan aku menatap mereka berdua dengan jantung berdegup. Tanpa sadar, setelah menutup pintu kamar pak Basyir ini, aku mendekati Sherly yang masih terus menggapaikan tangan kanannya ke arahku, entah apa saja yang ada di pikiranku saat ini.

Aku menggenggam tangan itu dengan tangan kiriku, lalu entah siapa yang memulai, yang terjadi sekarang adalah aku dan Sherly saling berpagut dengan sangat bernafsu. Aku merasakan pak Basyir membelai rambutku dari belakang, namun aku tak memperdulikannya. Kini aku hanya ingin mencumbui Sherly habis habisan seperti kemarin siang. Kedua payudara Sherly kuremasi bergantian dengan tangan kananku. Sherly hanya bisa menggeliat lemah di bawah tindihanku dan memandangku dengan sayu.

Cukup lama aku mencumbui Sherly selagi liang vaginanya terus digenjot oleh pak Basyir. Rupanya rangsangan yang Sherly terima sudah di luar batas ketahanannya. “Mmmphh…”, Sherly merintih dan aku menduga mungkin ia kehabisan nafas, maka aku melepaskan pagutanku pada bibir Sherly ini. Dan Sherly langsung melenguh sejadi jadinya, “Aaanghhh.. ouhhh.. ngghhh…”. Sherly menggeleng gelengkan kepalanya kuat kuat, matanya terpejam dan mulutnya ternganga, dan akhirnya ia mengalami orgasme.

Aku merasakan tubuhnya berkelojotan dan mengejang hebat sampai pinggangnya terangkat angkat, oh… pasti Sherly sexy sekali dalam keadaan seperti ini. Kini Sherly sudah ambruk tak berdaya, ia kelihatan sangat lemas dan lelah. Aku memandangi wajah Sherly yang terlihat begitu menggairahkan saat ini, matanya setengah terpejam dan kedua bibirnya seperti pasrah namun menantang, hingga aku tak tahan lagi dan memagut bibir Sherly dengan sangat bernafsu.

Aku baru melepaskan pagutanku setelah aku sendiri kehabisan nafas. Sherly sudah tak berdaya, ia diam saja dan tak bergerak sedikitpun, hanya dadanya yang naik turun mengikuti nafas Sherly yang memburu. “Oooh…”, Sherly mengeluh lemah, dan aku menoleh ke Pak Basyir. Kulihat ia menarik penisnya dari jepitan liang vagina Sherly, dan penis itu masih mengacung dengan gagah, dengan cairan cinta Sherly yang melumuri seluruh permukaan batang penis itu.

Mukaku terasa panas ketika aku menyadari tadi aku memperhatikan penis pak Basyir, yang membuat pak Basyir mendapat kesempatan untuk melecehkanku. “Non Liza, sudah kangen ya sama punya bapak ini?”, tanya pak Basyir dengan senyumnya yang sangat merendahkanku, tapi perasaanku malah tersengat dihina seperti ini. Aku mengalihkan pandanganku ke Sherly, malu rasanya melihat pandangan pak Basyir yang seperti ingin menelanjangiku.

“El..”, guman Sherly lemah. “Iya Sher?”, tanyaku pada temanku yang kini tergolek lemas di ranjang pak Basyir ini. “Buka baju dong… sekarang… aku jadi milikmu… kamu boleh lakuin… apa aja…”, kata Sherly sambil memejamkan matanya. Kini perasaanku benar benar tersengat, aku sudah dikuasai oleh nafsuku sepenuhnya, dan perlahan aku menanggalkan baju tidurku, berikut bra dan celana dalamku. Lalu aku naik ke atas tubuh Sherly dan menindihnya, hingga kedua puting payudara kami bersentuhan.

Rambutku yang tergerai jatuh menyentuh kedua pipi Sherly, dan Sherly dengan lembut mencium rambutku. Ketika aku sedang memandangi wajah Sherly yang cantik ini, tiba tiba Sherly melingkarkan kakinya ke pinggangku, dan kurasakan bibir vagina Sherly menyentuh daerah bawah perutku. Belum cukup dengan itu, tiba tiba Sherly memelukku erat dan memagut bibirku, dan aku hanya bisa pasrah menyerahkan diriku pada temanku ini.

Aku memejamkan mata menikmati perlakuan Sherly ini, walaupun sekarang aku tak bisa bergerak ketika kedua pahaku sudah dilebarkan oleh pak Basyir yang sudah berlutut di belakangku. Dan sesaat kemudian tubuhku menggeliat ketika liang vaginaku harus menelan penis pak Basyir. “Ooohh…”, aku merintih perlahan dan membuka mataku, dan kulihat Sherly tersenyum mesra padaku. Pak Basyir diam sebentar, membiarkan penisnya terbenam di dalam liang vaginaku.

“Non Liza, bukan bapak yang memaksa non Sherly, tapi tadi non Sherly sendiri lho yang masuk ke kamar bapak ini. Bapak tidak pernah bilang apa apa lho non Liza”, kata pak Basyir. “Iya pak.. Liza tahu”, kataku pelan sambil menyingkap sebagian rambutku yang jatuh terurai hingga menutupi wajah Sherly. Sherly menatapku dengan mesra, dan aku kembali menurunkan kepalaku, lalu aku mulai menciumi Sherly dengan mesra, dan Sherly menerima semua itu dengan penuh penyerahan.

“El.. pak Basyir iri tuh”, kata Sherly sambil melihat ke arah pak Basyir. “Biar aja Sher.. nggghhh…”, aku melenguh sampai badanku tertekuk ke atas ketika pak Basyir mulai memompa liang vaginaku. Sherly tertawa geli, pasti karena ia melihat ekspresi kenikmatan yang tergambar jelas di wajahku. “Sheer.. nggghhh… jangan ketawa dong…”, keluhku, aku malu sekali. “Iya sayang…”, kata Sherly sambil meremas kedua payudaraku dengan lembut, membuatku merasakan sensasi yang luar biasa kali ini.

“Pak, enak mana, Sherly dibanding Eliza?”, pertanyaan Sherly benar benar membuatku malu, namun aku jadi ingin tahu apa jawaban penjaga vilaku ini. “Kalian berdua, sama sama enaak… Bapak mau kok punya istri seperti kalian berdua..”, jawab pak Basyir, yang segera ditanggapi Sherly. “Huu.. enaknya.. bapak umur berapa mau memperistri Eliza dan aku? Jangan mimpi ah!”, kata Sherly sambil mencibir. Aku hanya bisa tertegun melihat Sherly bisa sesantai ini.

“Sini sayang”, kata Sherly sambil menarikku ke dalam dekapannya. Aku hanya pasrah merasakan gelombang kenikmatan yang menghantamku dengan bertubi tubi ini. Liang vaginaku rasanya seakan mau meledak saja karena dipompa pak Basyir habis habisan, sedangkan kedua payudaraku tertekan oleh kedua payudara Sherly hingga memberikan rasa nikmat yang luar biasa saat puting puting payudara kami bergesekan. Dan untuk menambah derita kenikmatan ini, Sherly memagut bibirku dengan ganas.

“Mmmpphh… mmm…”, aku merintih tak jelas saat tubuhku mulai berkelojotan, dan Sherly rupanya tahu kalau aku akan segera orgasme, maka ia melepaskan pagutannya pada bibirku. “Oooohh… nggghhhh… aduuuuuh….”, aku melenguh sejadi jadinya, kurasakan cairan cintaku membanjir tak karuan di bawah sana. Tubuhku mengejang hebat, lalu melemas menindih Sherly. “Auuw…”, aku hanya bisa mengeluh lemah ketika pak Basyir mencabut penisnya yang masih amat keras itu.

Kurasakan tubuhku didorong oleh pak Basyir hingga payudaraku ada di atas wajah Sherly. Aku harus menopang tubuhku dengan kedua tanganku kalau tak ingin wajah Sherly terbenam dalam belahan dadaku sampai kehabisan nafas. Celakanya, Sherly memanfaatkan kesempatan ini untuk mencucup puting payudaraku, hingga aku yang sudah tak bisa kemana mana hanya bisa menggeliat menahan nikmat, apalagi tak lama kemudian kurasakan satu lagi jari tangan pak Basyir melesak masuk ke dalam liang vaginaku, membuat aku makin tenggelam dalam kenikmatan.

“Ngghhh.. nggghhh…”, aku dan Sherly melenguh bersahut sahutan. Aku agak heran mengapa Sherly ikut melenguh, dan ketika aku bisa menguasai diri, aku melihat Sherly yang ada di bawahku tersentak sentak, rupanya pak Basyir kini sedang memompa vagina Sherly. “Aduuuh…”, keluh Sherly ketika pak Basyir mempercepat genjotannya, sedangkan aku menggigit bibir menahan nikmat ketika kurasakan adukan jari tangan pak Basyir bertambah cepat, apalagi Sherly yang sedang sibuk menggeliat di bawahku dengan nakalnya beberapa kali mencucup puting payudaraku.

Beberapa lama aku dan Sherly dipermainkan oleh pak Basyir. Aku dan Sherly mulai menggeliat tak karuan dan nafas kami sudah tak beraturan. Tubuhku rasanya mengejang dan lagi lagi vaginaku serasa akan meledak. “Ngghh… aaah…”, aku melenguh sejadi jadinya saat aku harus kembali orgasme. Dan penderitaanku tak segera berakhir, karena tubuhku bergetar hebat ketika pak Basyir terus mengaduk aduk liang vaginaku dengan jarinya. Beberapa detik kemudian baru aku merasa sedikit lega setelah pak Basyir menarik lepas jarinya dari jepitan liang vaginaku.

“Eeel… kesinikan dong…”, kata Sherly sambil memegang pantatku dan menarik tubuhku ke arah atas badannya, hingga vaginaku yang masih berlumuran cairan cintaku yang baru membanjir ini kini tersaji di depan wajahnya. Aku tahu apa yang akan Sherly lakukan, dan aku mulai panik, “Sher.. jangan…. Aaduuuuh… nggghhh… amppuuun Sheeer….”, aku melenguh tak karuan dan tubuhku menggeliat tak tentu arah, rasanya seluruh cairan cintaku tersedot habis oleh Sherly yang mencucup bibir vaginaku dengan sangat bernafsu.

Beberapa saat lamanya aku harus berpegangan pada tembok kamar pak Basyir, dan akhirnya aku ambruk ke samping dengan nafas tersengal sengal, rasanya lemas sekali. Selagi aku masih harus mengatur nafasku, tiba tiba kudengar Sherly melenguh, “Ngghh… aduuuh…”. Kulihat Sherly sedang menggeliat dan mengejang, rupanya Sherly sudah tak tahan ketika pak Basyir makin mempercepat genjotannya. “Aduh El… aku… nggak kuat… lagii..”, erang Sherly sambil menggeleng gelengkan kepalanya kuat kuat dan kedua tangannya meremas sprei dengan kuat.

Dan kini kudengar pak Basyir mulai menggeram, dan Sherly sendiri sudah melemas. “Ooooohhhh..”, pak Basyir mengerang panjang, rupanya pak Basyir orgasme juga akhirnya setelah sekian lama menggagahi kami berdua. Pak Basyir tak menarik lepas penisnya, malah dari gerakannya pak Baysir membenamkan penisnya kuat kuat ke dalam liang vagina Sherly yang sudah tergeletak tanpa daya di ranjang penjaga vilaku ini, dan aku yakin Sherly sudah rutin minum obat anti hamil sepertiku karena ia tak panik sama sekali saat rahimnya dibasahi oleh sperma pak Basyir seperti sekarang ini.

Sesaat kemudian, pak Basyir sudah ambruk dengan nafas tersengal sengal. Aku tak memperdulikan pak Basyir, kini aku memperhatikan Sherly, yang sorot matanya sudah meredup, terlihat sekali Sherly sudah kehabisan tenaga. Aku beranjak menindih tubuh Sherly dengan lembut, dan aku mencium bibir Sherly yang ternganga sexy. Kemudian aku beranjak mundur supaya aku tidak berlama lama menindih tubuh Sherly dan memberinya kesempatan untuk bernafas.

Tapi ketika aku melihat bibir di vagina Sherly terdapat ceceran sisa sperma pak Basyir, aku memandang Sherly dengan penuh nafsu. Sherly tak mampu bergerak, tapi ia kelihatannya tahu aku akan membalas perbuatannya tadi. “El… jangan… aku aangghhhh…”, Sherly melenguh tanpa daya ketika aku mencucup bibir vaginanya, dan dengan pelan kusedot semua cairan sperma pak Basyir yang bercampur cairan cinta Sherly sendiri.

“Udah Eeel… ampuuun…”, erang Sherly lemah. Tapi aku terus menyedot semua cairan itu sampai habis. Sherly mengejang sampai pinggangnya terangkat, lalu ia roboh lemas ketika aku melepaskan cucupanku pada bibir vaginanya. Kutelan semua cairan yang ada di mulutku, dan aku berbaring di sebelah Sherly dan memeluknya dengan lembut. “Auw… El… kamu nakal…”, guman Sherly yang kini rambutnya kuciumi, wangi juga baunya, dan rasanya nyaman juga ketika pipiku bersentuhan dengan rambutnya Sherly ini.

“Sher… udahan yuk…”, kataku pelan. “Iya El… tapi bentar ya… aku masih lemas nih…”, jawab Sherly sambil mengangguk lemah. Keringat membasahi tubuh kami berdua, dan rasanya capai juga. Pak Basyir merangkak mendekati kami lalu membaringkan tubuhnya di antara aku dan Sherly. Kini penjaga vilaku ini pasti sedang sangat berbahagia, berbaring diapit dua bidadari cantik yang telanjang bulat, yang baru saja disetubuhinya. “Kalian tidur di sini saja sekarang, temani pak Basyir tidur ya”, kata pak Basyir.

Sherly langsung beranjak duduk dan berkata, “Nggak mau, pak Basyir bau. Sherly bisa nggak tidur sampai pagi. Ayo El, kita masuk”. Aku ikut bangkit duduk dan mencari pakaian tidur dan pakaian dalamku yang tadi kugeletakkan di lantai. Selagi aku mengenakan semua pakaianku, aku mendengar kata kata pak Basyir, “Biar bau tapi tadi non Sherly sama non Liza puas kan?”. Ingin rasanya aku mendamprat penjaga vilaku yang kurang ajar ini, tapi aku memutuskan untuk tak memperdulikannya.

Ketika aku selesai mengenakan semua pakaianku, ternyata Sherly juga sudah berpakaian, dan aku menggandeng tangan Sherly keluar dari kamar pak Basyir. “Non Liza, non Sherly, selamat tidur”, kata pak Basyir. “Mmm…”, aku malas menjawab dan Sherly hanya mengangguk. Aku terus menggandeng Sherly yang langkahnya tak beraturan, kelihatannya Sherly memang amat kelelahan.

Di tengah halaman ketika kami sedang menuju ke ruang utama, Sherly berkata, “Aduh El… capai juga nih aku, kuat juga ya penjaga vilamu itu. Rasanya seperti mau copot saja semua tulang tulangku sekarang ini…”. Aku tertawa geli. “Habisnya, kamu sih, belum juga jam dua belas malam udah ke sana duluan, udah berapa ronde tuh sebelum aku datang?”, godaku.

Sherly cemberut dan mencubit lenganku. “Iya Sheerr.. ampun…”, aku mengaduh kesakitan. “Abisnya, aku pingin tahu, seperti apa rasanya kok kamu waktu itu sampai nggak kuat gitu kelihatannya”, kata Sherly sambil melepaskan cubitannya, lalu ia mengusap lengan kiriku yang baru saja dicubitnya. Entah mengapa, rasa sakitnya langsung mereda, dan aku memandang Sherly sambil tersenyum.

“Ya sekarang kamu udah ngerasain sendiri kan? Tapi, itu cuma keperkasaan palsu sih, pak Basyir mampu seperti itu kan soalnya minum obat kuat”, aku berkomentar panjang lebar. “Iya tuh… dia minum dua bungkus lagi. Ngomong ngomong, memangnya kamu pernah ngerasain yang asli El? Maksudku asli perkasa gitu?”, tanya Sherly antusias, matanya bersinar sinar seperti anak kecil yang mengharapkan mainan baru.

Aku mengangguk malu. “Di rumahku Sher, ada pembantuku yang namanya Wawan… tanpa obat pun dia bisa sampai satu jam lamanya mengerjai aku”, kataku pelan, mukaku rasanya panas sekali waktu mengatakan hal ini, entah mengapa aku mengatakan semua itu begitu saja. Sherly tertawa geli dan menyandarkan kepalanya di bahu kiriku, dan kami tidak berbicara lagi sampai kami masuk ke dalam kamar. Kulihat Bella masih tidur dengan nyenyak, dan aku merasa lega.

Perlahan aku dan Sherly mengambil baju ganti, dan kami bersama sama ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh kami yang berkeringat ini. Tak ada niatan untuk berlesbi ria saat ini, kami berdua sama sama terlalu capai. Aku dan Sherly hanya saling menyeka dengan lap yang dibasahi dengan air sabun, dan memang sesekali kami iseng berbuat nakal dengan saling meremas payudara masing masing, dan kami sengaja saling mengaduk vagina masing masing saat membersihkan bagian itu dengan cairan pembersih vagina kami.

“Nggh… udah Sher…”, keluhku sambil menarik lepas jariku dari liang vagina Sherly. Dan Sherly sendiri menggigit bibir sambil melepaskan jarinya dari jepitan liang vaginaku. Setelah itu kami saling menghanduki tubuh kami berdua sampai kering, dan kemudian setelah selesai mengenakan pakaian dan menyimpan baju kotor kami dalam kantung plastik, aku dan Sherly saling pandang sambil tersenyum geli mengingat kegilaan kami berdua tadi.

“Yuk, kita tidur sayang”, kata Sherly. Aku mengangguk dan kami sempat berciuman dengan mesra sebelum masuk ke dalam kamar. Sherly masuk ke dalam selimut dengan perlahan dan ia berbaring di tengah. Aku ikut masuk ke dalam selimut dan berbaring di sebelah Sherly. Kami saling berpandangan, kemudian aku memejamkan mataku dan memeluk Sherly yang juga memelukku. Sesekali kami saling meremas lembut pada payudara kami, dan tak lama kemudian aku sudah tertidur pulas di dalam pelukan Sherly seperti kemarin.

—ooOoo—

“Heii.. kalian mau tidur sampai kapaan? Pakai peluk pelukan lagi, kalian ini pacaran ya?”, aku terbangun mendengar suara Jenny yang sewot. “Aduh Jen.. kamu ngagetin aja.. masih ngantuk nih”, kata Sherly yang juga terbangun, lalu dengan sengaja Sherly mendekapku di depan Jenny. Aku dan Sherly melihat Jenny dengan pandangan seperti menggoda anak kecil, tapi Jenny balik menggoda kami, “Ya ampun… Eliza, Sherly, sadar dong… emang udah nggak ada cowok ya di dunia ini? Duh, bisa mati berdiri nih cowok cowok di sekolah kita kalau tau dua bidadari di sekolah mereka ini ternyata pasangan lesbian”.

Kami semua tertawa geli, dan Sherly melepaskan aku dari dekapannya. Aku melihat jam, ternyata sudah jam sepuluh pagi. “Eh, kita kesiangan amat nih Sher”, kataku yang dijawab Sherly dengan senyuman penuh arti. “Ayo nih, cepat sikat gigi sana, yang lain udah nungguin kalian makan pagi nih!”, kata Jenny sambil keluar dari kamar. Duh, tak enak juga nih, maka aku dan Sherly cepat cepat ke belakang dan sikat gigi, lalu kami kembali ke ruang tengah dan duduk di meja makan bersama Jenny dan yang lainnya.

“Kalian ini… kalau nggak dibangunkan Jenny, bisa bisa kita semua yang di sini tadi mati kelaparan nungguin kalian bangun”, gerutu Bella sambil menggeleng gelengkan kepala dengan gaya yang lucu. “Iya nih, sori ya”, kataku. “Abisnya kamu sih Bel, gordennya nggak kamu buka, kan gelap gelap di kamar, jadi enak aja tidurnya gitu”, Sherly membela diri. “Udah gitu pakai dekap dekapan lagi”, Jenny menyambung dengan nada prihatin, membuat kami semua tertawa geli.

Sambil makan, seperti biasa di meja makan kami berceloteh tentang apa saja. Setelah selesai makan dan membawa semua peralatan makan yang kotor ke dapur, kami bersantai sejenak di ruang tengah. “Sekarang di sekolah pasti sedang ramai nih…”, kata Rini. “Tapi lebih asyik di sini kali”, kata Sianny. Aku teringat, untuk hari ini, aku harus membayar dengan penawaran yang terbaik dariku, yaitu menyerahkan tubuhku pada wali kelasku yang bejat itu, dan juga satpam sekolahku yang memiliki penis raksasa itu.

“El, kamu kenapa?”, tanya Jenny. “Nggak, nggak apa apa kok Jen. Yuk, kita beres beres, siang ini kita pulang kan”, aku mengalihkan pembicaraan. Mereka semua setuju, dan kami segera membereskan barang bawaan kami. “Aku buka bagasi mobil dulu El, jadi Siany dan Bella bisa naruh barang barang mereka dulu sekarang, aku mau mandi dulu nih”, kata Sherly. “Iya Sher, aku juga ikut”, kataku. “Liat deh, mesra amat kalian ini, sampai yang satu buka bagasi mobil, yang satunya nggak mau lepas”, goda Jenny.

“Ya ampun Jen, aku kan…”, aku tak meneruskan kata kataku ketika Jenny dan yang lainnya tertawa geli. “Udah ah, kalian ini ada ada saja kok… aku buka bagasi mobilku dulu”, aku menggerutu dan mengikuti Sherly keluar. Sempat kudengar Rini dan Sianny menimpali, “Hayo, mau membuka bagasi mobil, atau mencari Sherly?”. Aku hanya bisa menahan senyum, mukaku rasanya panas. Sampai di mobil aku agak merajuk pada Sherly yang sedang membuka bagasi mobilnya, “Sher, liat tuh, mereka…”. Sherly hanya tertawa pelan dan berkata, “Biarin lah sayang, mereka sirik kali”.

Aku hanya bisa diam sambil tersenyum jengah. “Udah El, aku mandi dulu ya, atau kamu yang mau mandi dulu?”, tanya Sherly. “Nggak, kamu dulu aja Sher”, jawabku, dan aku membiarkan Sherly masuk ke dalam dulu, beberapa saat kemudian setelah aku baru aku menyusul masuk ke dalam, untungnya teman temanku sudah ada di dalam kamar, mungkin sedang memeriksa apa ada yang ketinggalan. Aku masuk ke dalam kamar dan melihat Bella yang melihatku sambil menahan tawa.

Aku hanya bisa tersenyum malu, dan aku mengambil satu set baju yang akan kupakai nanti setelah mandi nanti. “Bel, kalau kamu mau naruh barang barang duluan, bagasi mobil udah aku buka kok”, kataku. “Iya El, thanks ya”, kata Bella. Aku diam sebentar, lalu aku keluar menuju ke kamar mandi dengan maksud menunggu Sherly selesai mandi. Ternyata kamar mandi sudah kosong, maka aku masuk saja dan mandi keramas sepuasnya.

Setelah mengeringkan rambut dan tubuhku, aku mulai mengenakan bra dan celana dalamku.Saat aku sedang mengenakan celana dalamku, aku teringat dulu saat aku memutuskan tak mengenakan celana dalam, karena aku memang memberikan kesempatan pada pak Basyir untuk menikmati liang vaginaku sebelum pulang. Aku tersenyum malu sendiri, dan aku terus mengenakan celana dalamku lalu kaos santai dan hot pants.

Lalu aku keluar dari kamar mandi dan baru sekarang aku memperhatikan kalau di lantai luar kamar mandi ini ada sisa air di jejak sandal, yang mengarah ke gudang di ujung lorong yang menuju ke halaman depan. Aku sedikit tercekat, dan jantungku berdegup kencang memikirkan kemungkinan ini adalah jejak sandal Sherly. Ceroboh sekali Sherly ini, bagaimana kalau sampai ada teman lain yang melihat? Aku mengambil segayung air dan menyiramkan ke arah jejak sandal itu untuk menyamarkan semuanya.

Lalu aku melihat ke dalam untuk memastikan tak ada temanku yang berada di ruang tengah, dan aku berjalan perlahan ke arah gudang itu. Ketika sudah dekat, sayup sayup kudengar desahan Sherly. Kubuka perlahan pintu gudang ini, dan aku tak terlalu terkejut melihat Sherly sedang disetubuhi oleh pak Basyir. Tapi aku agak panik karena mungkin saja ada temanku yang ke dekat sini dan tertarik mendengar suara suara dari dalam gudang ini.

“Sher… kamu gila yah? Nanti kalau ketahuan teman teman gimana?”, tanyaku dengan suara pelan. “Biar aja El… habis enak sih…”, kata Sherly di antara desahannya. Sherly terbaring pasrah di atas meja dengan baju lengkap dengan rok yang terangkat sampai ke pinggang. Entah Sherly mengenakan bra atau tidak, tapi yang jelas Sherly tak mengenakan celana dalam. Aku cuma bisa menggeleng gelengkan kepala melihat kegilaan temanku ini.

Dan aku melihat tubuh Sherly tersentak sentak ketika pak Basyir yang memeluk kedua paha Sherly itu memompa selangkangan temanku ini. “Kamu… nggak ikutan… El…?”, tanya Sherly terputus putus sambil melihatku dengan pandangan mata yang sayu. Aku menggigit bibir menahan gejolak nafsuku sendiri, lalu aku menggeleng mantap dan memutuskan meninggalkan mereka. “Nggak Sher, aku lebih baik menjaga supaya kalian nggak ketahuan teman teman”, kataku sambil menutup pintu gudang ini.

Kutambah lagi siraman satu gayung air penuh pada lantai di sekitar kamar mandi ini, dan aku masuk ke dalam kamarku. Aku tak melihat Bella, dan tasnya juga sudah tidak ada, kelihatannya Bella sudah menaruh tasnya di dalam bagasi mobil Sherly. Lalu aku keluar dari kamar dan bertemu Bella, dan aku mengajaknya masuk ke kamar Jenny.

“Bel, ayo ke kamar Jenny, mereka kelihatannya lagi asyik tuh”, kataku sambil menggandeng tangan Bella yang menurut saja ketika aku membawanya masuk ke kamar Jenny. Ternyata Jenny, Rinny dan Siany sedang main ular tangga, maka aku dan Bella ikut menonton. Tak lama kemudian, Jenny bersorak senang setelah mencapai finish duluan, sedangkan Rini menggerutu, “Nih anak…”. Siany menimpali, “Iya nih, beruntung melulu”. Jenny tertawa geli, lalu duduk di sampingku sambil merangkulku.

“Kekasihmu mana El?”, tanya Jenny padaku. Reflek aku menjawab, “Tadi aku sempat ketemu Sherly sebelum mandi, katanya dia mau ke atas bentar, ketemu temannya di hotel Surya…”. Meledak tawa teman temanku, dan aku langsung tersadar. “Jeeeen… kamu ini”, aku langsung mencubit Jenny sampai ia memohon mohon, “Aduh Eel… ampun…”.

Aku melepaskan cubitanku, dan wajahku rasanya panas sekali. Tapi aku sebenarnya memang tak bisa membantah dengan tegas, karena kenyataanya memang sekarang ini aku dan Sherly sudah seperti sepasang kekasih saja. “Jen… awas ya kalau kamu bilang gitu lagi”, aku mengomel dengan cemberut. Jenny merangkulku dengan lembut dan berkata, “Iya deh El, ayo kita main ular tangga”.

Aku mengangguk dan ikut bermain, demikian juga Bella. Kebetulan, dengan begini aku bisa menjauhkan mereka semua dari Sherly yang kini sedang asyik bersama penjaga vilaku. Kami semua bermain dalam suasana yang riang dan saling menggoda kalau ada yang harus turun mengikuti ular. Ternyata lagi lagi Jenny yang menang, dan Jenny tertawa senang sambil menggoda kami semua hingga akhirnya kami semua seperti sepakat kalau Jenny harus menerima hukuman.

“Hih.. ini anak. Yuk, kita kasih hukuman”, ajak Rini. Kami semua setuju dan menangkap Jenny dan menggelitik pinggangnya. “Iya… ampuuuun… hahahahaha.. aduuuuhhh… aku hahahahaha… nggak akan… hahahahaha”, Jenny memohon mohon ampun dan matanya sampai berair karena tertawa kegelian. Aku nggak tega juga dan setelah aku berhenti menyerang Jenny, teman temanku juga menghentikan serangan mereka.

“Kalian jahat… hahahaha…”, Jenny mengomel dan tertawa karena masih merasakan geli pada pinggangnya, hingga mau tak mau kami juga tertawa. “Udah ah, tinggal aku yang belum menaikkan tasku ke mobil”, kata Jenny sambil menyimpan set permainan ular tangga miliknya ke dalam tasnya. “Aku mau naruh tasku ke bagasi mobil El”, kata Jenny. “Bentar, aku ke kamar mandi dulu, nanti aku bantuin kamu bawa tasmu yang satunya Jen”, kataku. Jenny tersenyum manis padaku dan berkata, “Makasih ya El, kamu memang baik deh”.

Aku tersenyum padanya lalu meninggalkan mereka semua ke belakang, cepat cepat aku ke gudang dan membuka pintu. Aku melihat mereka sedang dalam posisi dogie di lantai dan pakaian Sherly sudah lebih terbuka sehingga payudaranya tersembul keluar dan tentu saja kedua payudaranya itu tak mungkin menganggur begitu saja. Pak Basyir meremasi kedua payudara itu dan aku bisa melihat remasan itu begitu keras, sehingga Sherly menggeliat dan mulutnya ternganga menahan sakit. Gilanya, ia tak memperdulikan kedatanganku ataupun pintu gudang yang sedang kubuka ini

“Sher, kamu gila yah? Cepetan nih, kita kita udah mau pulang!”, seruku sambil melihat ke arah ruang tengah dengan kuatir. Sesaat kemudian, pak Basyir mulai menggeram, dan kulihat tubuh pak Basyir bergetar ketika ia menghunjamkan penisnya ke selangkangan Sherly dengan kuat. Sherly memandangku sambil tersenyum dan menjawab, “Iya El, ini penjaga vilamu baru keluar”. sedangkan pak Basyir yang baru saja menarik penisnya langsung ambruk dengan nafas tersengal sengal.

“Selamat tinggal… non Sherly… dan non Liza… sampai kita ketemu lagi ya”, kata pak Basyir. Aku malas menjawab dan hanya diam saja. Sherly beranjak bangun dengan lemas, ujung roknya yang ada di pinggang jatuh ke bawah menutupi setengah pahanya. “Sampai ketemu lagi pak Basyir”, kata Sherly sambil melangkah ke arahku, dan kami meninggalkan gudang ini. “Sher, kamu ke kamar mandi dulu deh, awut awutan tuh, nanti ditanyain teman teman nih”, kataku perlahan sambil membelai rambut Sherly yang agak kusut. “Iya El, bentar ya”, kata Sherly sambil masuk ke kamar mandi

Aku teringat hal yang sangat penting, dan aku menghentikan Sherly sebentar lalu berbisik, “Sher, nanti kalau teman teman tanya, kamu bilang abis dari hotel Surya nemuin teman ya. Tadi teman teman cari kamu soalnya”. Sherly mengangguk dan memelukku, “Thanks ya El”. Lalu Sherly masuk ke kamar mandi sesuai saranku untuk merapikan penampiannya. Aku sendiri harus menekan gairahku karena aku tahu Sherly tidak mengenakan celana dalam, aku berusaha tidak memikirkannya.

Aku kembali ke dalam kamar dengan lega. “Yuk, kita keluar, Sherly udah datang tuh, lagi di kamar mandi”, kataku sambil membawa salah satu tas Jenny. “Iya El”, kata Jenny sambil membawa tasnya yang satunya, lalu kami semua keluar ke arah mobilku. Setelah kedua tas Jenny sudah ada di dalam bagasi, aku berkata, “Tinggal tasku nih, bentar ya aku ambil dulu”.

Aku melangkah masuk ke dalam kamarku dan menemukan Sherly yang ada di dalam. Kami berpandangan sejenak sambil tersenyum penuh arti, lalu bersama sama aku dan Sherly keluar membawa tas kami masing masing, dan aku mengunci pintu utama dari vilaku. “Sher, kamu kok keringatan gitu?”, tanya Siany. “Iya nih, tadi abis lari dari hotel Surya sana, capek juga nih”, kata Sherly.

Aku tersenyum geli, untung saja aku sudah memberi tahu Sherly. Maka setelah semua tas ada di dalam bagasi, dan tentu saja setelah semua peserta liburan ini sudah ada di dalam mobil dengan susunan separti pada waktu kami berangkat, aku dan Sherly segera menyalakan mobil, dan kami semua akan segera pulang ke Surabaya.

Setelah kami semua saling berpamitan dengan ributnya, aku dan Sherly segera menjalankan mobil. Pak Basyir membuka pintu gerbang sambil tersenyum, mungkin cuma aku dan Sherly yang mengerti arti senyuman pak Basyir ini. Tapi aku hanya menganggukkan kepala pada pak Basyir ketika melalui pintu gerbang vilaku. Di depan teman temanku aku tak boleh terlihat terlalu akrab dengan penjaga vilaku ini, daripada nanti mereka bertanya yang tidak tidak.

—ooOoo—

Seperti pada waktu berangkat, kini perjalanan pulang yang hampir dua jam ini terasa begitu cepat dengan celoteh Jenny yang seperti tak pernah kehabisan topik pembicaraan. Akhirnya kami sampai ke rumah Rini, dan setelah aku membantu Rini mengambil tasnya dari bagasi mobilku, Rini saling melambaikan tangan padaku dan Jenny, lalu aku segera melanjutkan perjalanan ke rumah Jenny. Sekali ini aku merasa agak heran, karena Jenny diam saja sampai akhirnya kami tiba di rumahnya.

“Jen?”, aku bertanya heran ketika Jenny tak segera turun dari mobilku, malah memandangku dengan tatapan aneh. Tiba tiba Jenny mendekat ke arahku, rambutku yang tergerai menutupi sebagian pipiku disibakkannya ke belakang leherku, dan di luar dugaanku sama sekali, Jenny langsung melumat bibirku. “Mmmpph…?”, aku mendesah tertahan, masih terlalu terkejut untuk bereaksi, sampai akhirnya Jenny melepaskan pagutannya dan ia menyandarkan kepalanya di pundak kiriku, membuatku semakin bingung.

Jenny menatapku sayu sambil berkata dengan manja, “Kamu nakal ya El, percuma aku bela belain jagain kamu capek capek… tapi kamu sendiri malah asyik sama penjaga vilamu…”. Aku amat terkejut, tak kusangka Jenny tahu semuanya. Mungkin Jenny juga sedang mengintip waktu aku dan Sherly lagi di dalam kamar pak Basyir. Berarti Jenny juga melihat waktu aku dan Sherly bercumbu dengan begitu panas.

“Udah gitu, aku iri sama Sherly tau! Aku… aku juga ingin kamu El”, kata Jenny dengan penuh nafsu. “Tapi Jen, kemarin itu..”, aku semakin gugup ketika Jenny menarik panel di kursi yang aku duduki ini hingga punggung kursi ini turun mendatar dan aku terbaring di bawah tindihan Jenny, lalu Jenny melingkarkan tangan kirinya ke leherku, sedangkan tangan kanan Jenny meremas payudaraku yang sebelah kiri dengan lembut. Aku sudah tak berdaya dalam pelukan Jenny.

“Nggak bisa.. pokoknya… ini.. hukuman buat kamu Eliza…”, kata Jenny di sela nafasnya yang memburu sambil kembali memagut bibirku. Aku tak bisa menghindar lagi, bahkan kalaupun aku bisa, aku tak akan menghindar. Perasaanku yang sudah tersengat sejak tadi, membuat aku membalas pagutan bibir Jenny dengan sepenuh hati sampai kami berdua sama sama kehabisan nafas, dan Jenny masih sempat mencium kedua mataku dengan mesra sebelum ia melepaskanku.

Kami terdiam beberapa saat, lalu Jenny turun dari mobilku dan menatapku dengan senyum yang penuh arti, dan aku juga melakukan hal yang sama. Aku turun membantu Jenny mengeluarkan kedua tasnya dari bagasi mobil. “Thanks ya sayang”, kata Jenny sambil mencium bibirku dengan mesra. Aku membalas ciumannya walaupun agak kuatir kemesraan kami yang diluar batas ini terlihat oleh orang lain. “Thanks juga Jen… aku pulang dulu ya”, kataku berpamitan padanya. Jenny melambaikan tangannya dan aku segera menjalankan mobilku menuju ke rumah.

Tak sampai setengah jam, aku sudah berada di depan rumahku. Kupencet remote pagar lalu mobilku kuparkirkan di garasi. Ketika aku akan turun dari mobil, aku melihat Suwito mendekati mobilku, dan dari spion kanan mobilku kulihat Wawan juga mendekat. Aku hanya bisa menggeleng geleng, kulihat jam di mobilku menunjukkan jam setengah tiga sore. Melihat kelakuan mereka, pasti tak ada siapapun di rumah saat ini, dan di hari minggu seperti ini, biasanya mereka baru akan pulang malam nanti.

Untung saja aku tadi menghindari persetubuhan dengan pak Basyir di vilaku, jadi kini aku masih punya banyak tenaga untuk melayani mereka berdua, dan aku tahu mereka berdua akan membantaiku hingga mereka puas. Aku bisa merasakan padangan mereka yang penuh nafsu, dan dengan pasrah aku turun dari mobil, menyerahkan diriku untuk mereka perkosa sesuka hati. Begitu aku ada di dalam jangkauan mereka berdua, Suwito langsung memagut bibirku, sedangkan Wawan dari belakang meremasi kedua payudaraku dengan bernafsu.

“Emmphh… mmmmhh…”, aku hanya bisa merintih, dan tak lama kemudian aku hanya bisa melangkah menuruti mereka yang menggiringku ke kamar tidur mereka berdua. “Aduh…”, keluhku ketika aku dibaringkan di ranjang mereka dengan kasar. “Apa mau kalian?”, tanyaku dengan pura pura ketakutan, dan kedua tanganku kusilangkan menutupi kedua payudaraku yang memang masih terlindung di balik bra dan bajuku.

Aku memang sengaja menggoda mereka, dan tak tahan melihat apa yang kulakukan, dengan buas mereka melucuti pakaianku dan melempar lemparkan tiap helai penutup tubuhku ini dengan sembarangan hingga berserakan di lantai kamar ini, sementara aku hanya bisa membiarkan mereka menelanjangiku. Kemudian aku membaringkan diriku sendiri di tempat tidur sambil menutupi kedua payudaraku dengan kedua telapak tanganku.

“Non Eliza, hari ini non Eliza harus melayani kami sampai kami puas… sudah sejak sabtu pagi kami merindukan non Eliza…”, kata Wawan yang menyingkirkan kedua tanganku dari kedua payudaraku, lalu memelukku dengan gemas. “Auuw… toloong… aku diperkosa mmmmpph”, teriakanku terputus ketika Suwito memagut bibirku dengan gemas. Aku menggoda Wawan sambil pura pura hendak mendorong badannya yang menindihku, dan kakiku kugerakkan seolah olah aku meronta.

Dan seperti yang kuperkirakan dan kuharapkan, Wawan semakin bernafsu menggumuliku, dan tak lama kemudian aku terbeliak ketika kurasakan liang vaginaku menelan penisnya Wawan. “Ngghhhh…”, aku melenguh keenakan ketika Suwito melepaskan pagutannya pada bibirku, dan sesaat kemudian aku tak bisa bersuara dengan bebas karena Suwito sudah menjejalkan penisnya ke mulutku.

Kedua tanganku digenggam oleh Wawan yang terus memompaku, dan tak lama kemudian aku mengejang hebat, lagi lagi aku dipaksa orgasme oleh pembantu pembantuku ini.Setelah beberapa kali aku harus orgasme, hampir bersamaan akhirnya Suwito dan Wawan ejakulasi menyemprotkan spermanya ke dalam tubuhku , Suwito di dalam mulutku, dan Wawan di dalam liang vaginaku. Mereka duduk dengan lemas, namun memandangiku dengan nafsu yang terbakar hebat.

Aku sampai geli melihat mereka yang sampai sebegitunya, padahal baru aku tinggal tiga hari dua malam. Setelah hampir sepuluh menit, aku beranjak bangun, lalu turun dari ranjang mereka dengan gerakan yang sengaja aku buat perlahan. Mata mereka melotot seakan hendak keluar ketika aku menusukkan jari telunjuk kiriku ke liang vaginaku dan mengeluarkan cairan sperma Wawan yang kutadahi dengan telapak tangan kananku. Kuseruput cairan sperma Wawan yang bercampur dengan cairan cintaku sampai habis.

“Dasar kalian… nggak bisa ya sehari aja membiarkan aku istirahat meskipun nggak ada orang di rumah?”, aku menggerutu dengan mimik muka pura pura marah setelah menghabiskan cairan di telapak tanganku ini. Tapi tentu saja itu tak mempan terhadap kedua pembantuku yang keranjingan ini. Mereka hanya menatapku dengan penuh nafsu, sementara aku kembali menggoda mereka dengan perlahan mengenakan celana dalamku.

Lalu aku sengaja tak mengenakan bra, hanya mengenakan kausku saja. Kemudian perlahan aku mengenakan hot pants milikku, seperti Jumat kemarin, aku sengaja berlama lama ketika menarik hot pantsku ke atas, dan mereka kelihatan meneguk ludah ketika hot pants itu terpasang menutupi celana dalamku.

Setelah aku selesai berpakaian, aku mengambil braku dari lantai dengan dua jari tanganku dan kemudian aku melangkah menuju pintu keluar kamar ini dengan pandangan menggoda kea rah mereka. Aku tahu gerakan ini teramat sexy buat mereka. Akibatnya Suwito yang nafsunya sudah terbakar dengan hebat tak membiarkanku pergi, ia langsung menyergap dan menyeretku kembali ke dalam kamar.

Bra yang masih kupegang dirampas oleh Suwito, dan dibuang olehnya ke pojok kamar ini. Lalu aku dibaringkan Suwito ke atas ranjang, dan ia menindihku dengan pandangan yang seolah ingin menelanku bulat bulat. “Kenapa sih kamu ini? Masih belum puas memperkosaku ya?”, tanyaku dengan suara manja, dan dengan pandangan menggoda aku pura pura menahan badan Suwito yang sudah akan menindihku.

Suwito sudah tak kuat lagi, ia langsung mencumbuiku sepuas puasnya. Mungkin sekarang ini Suwito ingin sekali menelanku bulat bulat. Sesekali Suwito menghentikan cumbuannya, membelai rambutku dengan lembut, menciumi rambutku, entah aku tak tahu apa yang dia suka dari rambutku ini. Mungkin baunya yang wangi karena aku memang selalu keramas tiap hari, atau mungkin ia menyukai halusnya rambutku.

Tanpa melucuti bajuku, tiba tiba Suwito menciumi payudaraku yang sebelah kiri, bahkan kini ia mulai menjilati bagian itu. Tentu saja bagian bajuku yang membungkus payudaraku itu jadi basah oleh air ludahnya, mendatangkan sensasi yang lain dari sebelumnya, Karena aku tak mengenakan bra, jilatan dari Suwito sangat terasa pada puting payudaraku. “Ohh.. kamu…”, aku merintih dan menggeliat perlahan menahan nikmat.

“Aahhh…”, aku mendesah hebat ketika Suwito memaksakan mengulum puting payudaraku yang ada di balik bajuku ini. Wawan sendiri mengikuti ulah Suwito, ia menciumi dan menjilati payudaraku yang sebelah kanan sampai akhirnya ia juga ikut menyusu, membuatku menggeliat hebat digumuli oleh kedua pembantuku ini.

“Oh.. kalian…”, aku mengeluh pasrah dan memejamkan mataku, menikmati segala perlakuan mereka. Sementara mereka berdua menikmati tubuhku, aku memikirkan hubunganku dengan mereka yang sudah berubah sejak aku merasa berterima kasih pada mereka karena apa yang sudah mereka lakukan padaku tiga minggu yang lalu ketika aku baru saja digangbang selusin anak berandal dengan kejam. Aku sudah rela menyerahkan tubuhku pada mereka.

Kemudian aku teringat Sherly, bidadari pertama yang mencumbuiku dan aku tak bisa menolak bahkan aku menginginkan cumbuan Sherly. Ya, hubunganku dengan Sherly sudah berubah seperti itu, dan aku memikirkan tentang Jenny. Entah akan berubah menjadi seperti apa hubunganku dan Jenny, tapi aku sudah siap menjalaninya. Dan kini aku tak bisa memikirkan apa apa lagi, karena aku kembali ditenggelamkan ke dalam lautan kenikmatan oleh Wawan dan Suwito.





Cerita Eliza 04 : Di Rumah Seorang Teman
Sambil menunggu bel masuk sekolah siang, aku bercanda dengan Jenny, teman yang duduk sebangku denganku. Kami tertawa riang, menggosip dan kadang saling menggoda. Aku kenal dengan cewek cantik ini sejak awal masuk SMA, dan kami dengan cepat menjadi teman baik dan duduk sebangku. Sifatnya yang periang membuat aku yang awalnya agak pendiam, cocok sekali dengannya. Hari itu ia menggosip tentang adanya informasi, kami akan pulang cepat. “EL, kamu tahu nggak, nanti kita bakal pulang cepat nih!”, katanya dengan senyum bahagia. “Memangnya ada apa Jen”, tanyaku penasaran. Info yang dia dapat biasanya akurat nih, maka aku jadi senang. “Katanya guru guru akan rapat, jadi kita akan pulang pada jam istirahat pertama”, jawabnya dengan senyum yang lucu, membuatku tertawa. Jenny, anaknya cantik, tubuhnya yang sedikit lebih pendek dariku, yaitu 155 cm, terlihat sangat ideal dengan berat badannya yang cuma 41 kg. Sama seperti aku, ia chinese, berambut lurus, hitam dan panjang sampai ke punggung. Kulitnya putih sekali, sedikit lebih putih dariku. Kami berdua suka saling memuji kecantikan masing masing. Kalau menurutku, ia memang cantik sekali, bahkan kokoku yang pernah melihatnya main ke rumahku juga mengatakan ia cantik, padahal kokoku termasuk cerewet untuk ukuran cewek. Kembali ke topik, aku kini menunggu dengan penasaran, apakah memang kita kita bakalan pulang pagian. Aku sudah membayangkan, akan pergi ke Tunjungan Plaza, jalan jalan atau mencoba makanan baru di sana.

Benar saja, pada waktu bel berbunyi, seperti biasa kami berdoa dipimpin oleh salah satu guru, yang waktu selesai doa, mengumumkan kalo hari ini pelajaran berlangsung 30 menit per jam pelajaran, dan kami akan pulang pada jam istirahat pertama karena guru guru akan rapat. Artinya, 1 jam lagi dari sekarang, yaitu jam 14:00, kami bebas dari aktivitas sekolah. Jenny kuajak pergi ke Tunjungan Plaza, yang langsung saja diiyakan olehnya. Kami melewati 2 jam pelajaran ini dengan hati senang sehingga tak terasa sudah waktunya kami bersenang senang. Sempat terbersit di pikiranku, untung deh. Jam terakhir nanti, geografi. Guru yang mengajar adalah pak Edy, yang kemarin Sabtu dengan tak tahu malunya ikut andil waktu aku digangbang di UKS itu. Jadi teringat, dia cepat keluar, dan penisnya lembek. Mungkin dia akan segera impoten kali? “Hei El, siang siang ngelamun, awas kesambet lho!” seru Jenny sambil menepuk bahuku, membuat aku amat kaget dan dengan pura pura marah aku mengejar Jenny yang kabur menghindari cubitanku. Kami akhirnya masuk ke mobilku setelah Jenny menemui sopirnya dan menyuruh bapak itu langsung pulang. Dan kami segera berangkat menuju Tunjungan Plaza. Perjalanan itu lancar, sampai tiba tiba ketika di jalan Basuki Rahmat mobilku tersendat sendat. “Aduh.. kenapa ini ya? Masa mobil baru kok sudah mogokan?”, omelku dengan sebal. “Sabar El, coba kita minggir dulu deh. Itu kebetulan di sebelah kanan kita ada bengkel buat mobilmu lho”, hibur Jenny. Aku baru ingat, kebetulan di sebelah kanan ada Istana Mobil Surabaya Indah (IMSI), showroom sekaligus bengkel, tempat papaku membelikan mobil ini.

Dengan susah payah akhirnya aku berhasil memasukkan mobilku yang jalannya tersendat sendat ini ke dalam parkiran IMSI, dan mungkin karena agak lambat tadi sempat diiringi klakson dari mobil yang ada di belakang mobilku. Tak sabar amat sih, masa nggak bisa memaklumi mobil orang yang rusak, gerutuku dalam hati. Di dalam bengkel, aku melaporkan keluhan tentang mobilku. Yah, paling tidak mereka cukup tanggap, dan segera memeriksa mobilku. Ternyata ada spare part yang rusak, tapi mereka lagi kehabisan stok, dan mereka berjanji paling lambat besok siang mobilku sudah selesai diperbaiki, karena sekarang juga mereka pesan dari Jakarta. “Yah, Jen.. hari ini pulang naik taxi deh. Nggak apa apa kan? Aduh.. kalau tau bakal begini, tadi sopirmu nggak usah disuruh balik dulu ya” kataku pada Jenny yang menjawab dengan ide yang menyenangkan, “kalau gitu kamu nginap aja sekalian di rumahku El. Menghemat uang taxi, dan besok kan kamu bisa kuantarkan dulu ke sini”. Aku mengangguk senang. Aku memang sudah 3x menginap di rumah temanku ini untuk bikin tugas kelompok. Keluarganya ramah, ortunya baik denganku, juga adiknya Jenny. Jenny adalah anak tertua di keluarganya, dia punya seorang adik laki laki yang masih kecil, Denny namanya, masih umur 12 tahun. Soal baju, sama sekali tak masalah. Aku bisa pinjam bajunya Jenny, karena tubuh kami memang seukuran, mulai dari pinggul, pinggang sampai payudara kami seukuran semua. tinggi badan kami pun cuma selisih 2 cm. Setelah membereskan administrasi, aku dan Jenny nggak jadi ke Tunjungan Plaza, tapi kami langsung pulang menuju rumahnya dengan naik taxi.

Kami tiba di rumah Jenny sekitar jam 15:30. Rumahnya kosong, dan ketika Jenny tanya pada ke mana semua, orang yang tadi membukakan pintu buat kami berkata papa dan mama Jenny baru saja pergi, mengantar Denny ke dokter gigi. Jenny tertawa, dan bercerita padaku tadi sebelum pergi ke sekolah, Jenny melihat adiknya menangis sambil memegangi pipinya. “Jen, sambil menunggu mereka pulang , kita nyantai di kamarku yuk”, ajaknya, sambil menggandeng tanganku. Di dalam kamarnya, musik kesukaanku yang juga kesukaan Jenny mengalun lembut, sementara aku melihat lihat koleksi VCD milik Jenny, siapa tau ada yang bagus dan bisa kupinjam, sambil beberapa kali terlibat obrolan ringan dengan temanku ini. Jenny sedang bersantai di ranjangnya sambil membaca majalah, ketika aku merasa ingin buang air besar, maka aku pamit ke wc. “Ya udah ke sana aja, kamu udah tau tempatnya kan?” kata Jenny santai. Aku mengangguk dan segera pergi ke wc yang letaknya tak jauh dari kamar Jenny ini. Selagi aku masih buang air, kudengar Jenny berkata dari luar, “El, nanti kamu tunggu di kamarku ya, aku mau beres beres rumah dulu, pembantuku pulang nih”. “Iya Jen”, kataku. Setelah semua selesai, aku segera kembali ke kamar Jenny, dan melanjutkan melihat lihat koleksi VCDnya, sampai tiba tiba jam dinding di kamar Jenny berbunyi menunjukkan pukul 16:00. Tiba tiba aku jadi gak enak, masa aku diam saja sementara Jenny lagi bersih bersih rumah? Maka aku keluar mencari Jenny untuk membantunya. Selain itu gak enak juga kan ditinggalkan sendiri di kamar orang lain seperti ini?

Aku mencari Jenny di semua ruangan rumahnya yang besar ini, cukup lama, tapi tak kunjung menemukan Jenny. Ia seperti menghilang saja, melihat toilet, kosong. Mau membuka kamar adiknya atau ortunya, segan juga. Kucari dia di ruang makan dan beberapa ruangan lain yang sekiranya tak ada unsur privacy, juga tak ada. Kini tinggal sebuah ruangan, yang cukup gaduh. Ortu Jenny memang membuka usaha produksi sandal jepit di rumah, dan jam kerjanya antara jam 08:00 sampai jam 18:00. Aku berpikir, mungkin saja Jenny ada di dalam sana, melihat pekerjaan para buruh sandal itu. Aku pernah melihat mereka, ada 5 orang yang bekerja di belakang sana. 2 orang di antara mereka tubuhnya tinggi besar dan kekar, mungkin tinggi mereka hampir 185 cm. Mereka berdua itu adalah Supri dan Umar, aku mengetahui nama mereka berdua ini waktu papanya Jenny memanggil mereka untuk bantu mengangkat sebuah mesin, entah mesin apa, ke mobil pickup. Dan wajah mereka berdua ini, ampun deh, benar benar kacau. Kulit mereka berdua ini sama sama begitu hitamnya. Wajah Supri ini agak mengerikan, dengan penuh bopeng di hampir seluruh wajahnya yang memang sudah amat jelek itu, jadi sebenarnya bopeng bopeng ini cuma membuat wajah Supri ini sedikit lebih jelek saja. Bisa kan bayangkan betapa amburadulnya? Dan tentang Umar, kira kira monyongnya mulutnya itu membuatnya mirip monyet kali. Kulit wajahnya juga bopeng, tapi tak sampai separah Supri. Walau begitu, hal ini tak menolong sama sekali, tetap saja wajah itu begitu jelek di mataku, benar benar gak penting untuk dilihat deh.

Dan 3 rekannya yang lain aku juga pernah melihat. Aku tak tahu nama mereka, tapi yang jelas wajah mereka bertiga ini tak lebih baik dari kedua orang yang kutahu namanya ini. Ada yang giginya tongos, mirip Boneng, cuma yang ini lebih parah kali ya. Tubuhnya tak begitu besar, juga tidak tinggi, tapi bulu bulu badannya amat lebat menjijikkan seperti gorilla saja. Yang satunya lagi, rambutnya gundul plontos, bibirnya sumbing. Gendut lagi, perutnya buncit juga. Aduh.. orang ini kalau berjalan, perutnya bergoyang goyang seperti sebuah kantung lemak yang diayun ayunkan, mengerikan lah pokoknya. Lalu, orang yang terakhir ini tak kurang ‘spektakuler’. Kontras dengan si gendut tadi, orang ini bertubuh amat kerempeng, tulang tulangnya seperti menonjol menegaskan kekurusannya, sekilas terlihat seperti sudah tua dan penyakitan. Padahal menurut Jenny orang itu usianya baru 32 taun, tapi terlihat seperti sudah umur 45 taun lebih gitu. Sudah begitu sama plontosnya, tapi kumisnya tebal sekali. Kedua matanya amat besar, kalau dilihat sekilas mirip tengkorak hidup berkumis. Aku sering merasa tak nyaman jika ada di sekitar mereka. Pernah aku diajak ortu Jenny melihat lihat tempat produksi sandal di belakang rumah ini, setelah aku diberi sepasang sandal fashion dari salah satu produknya. Aku terpaksa ikut melihat lihat, nggak enak kan kalo nggak ikut? Dan waktu di tempat produksi itu, kurasakan tatapan mata mereka berlima itu, penuh nafsu, seolah ingin menelanjangiku. Risih sekali rasanya dipandangi oleh mereka. Apalagi tadi, si tengkorak hidup yang membuka pintu ketika kami pulang tadi, menatapku dan Jenny seperti akan menelan kami berdua bulat bulat, sementara Jenny sempat terlihat agak canggung juga.

Aku bimbang antara mencari Jenny atau kembali saja ke kamar menunggunya. Akhirnya aku memutuskan untuk memberanikan diri untuk mencari Jenny ke dalam sana, toh selama ini mereka tak pernah macam macam. Lagian, aku kan cuma masuk sampai ke pintu, melihat apakah Jenny ada di dalam, kalau nggak ada aku kembali aja ke kamar Jenny. Maka aku masuk membuka pintu itu, dan aku baru ingat kalau aku harus masuk lebih dalam untuk bisa melihat situasi ruang produksi itu. Ketika aku sudah di dalam, aku melihat pemandangan yang benar benar hampir membuat jantungku berhenti berdetak. 4 orang laki laki yang bekerja di situ terlihat bekerja seperti biasa, tapi dengan pandangan tak percaya, aku melihat Supri sedang menggenjot Jenny yang masih memakai seragam sekolah, tapi sudah tidak mengenakan rok dan celana dalam yang sudah tercecer di lantai. Jenny terlihat begitu pasrah, tampaknya mereka sedang quicky, dan tak menyadari keberadaanku di tempat produksi ini. Seakan memang sudah takdir, tiba tiba angin kencang bertiup dan membuat pintu di belakangku, satu satunya tempat untuk keluar dari tempat ini, tertutup keras, membuat mereka semua menoleh ke arahku. Tentu saja harusnya mereka menoleh ke pintu, tapi kini perhatian mereka semua tertuju padaku, terutama Jenny yang kulihat begitu pucat, mulutnya ternganga, tanpa mengeluarkan suara, matanya menatapku seolah tak percaya aku ada di sini. Setelah beberapa detik, aku tersadar, aku pun dalam bahaya yang mengancamku sekarang ini, dan aku harus mencari bantuan, mungkin dari warga sekitar atau siapapun untuk menyelamatkan diriku, juga demi menyelamatkan Jenny.

Dengan panik aku memutar handel pintu itu, entah kenapa kali ini rasanya sulit sekali terbuka, membuat semua sudah terlambat bagiku untuk menyelamatkan Jenny, apalagi menyelamatkan diri. Tubuhku yang mungil ini disergap oleh 4 orang lelaki yang mengerikan ini, kedua tanganku sudah ditelikung ke belakang seperti polisi yang hendak memborgol penjahat tangkapannya. Rasanya sakit sekali, dan aku hanya bisa merintih, “aduuuh.. sakiiit”. Tentu saja tak ada yang perduli, dan mereka menggiringku masuk ke dalam, sambil meraba dan meremas payudara dan pantatku. Aku hanya bisa meronta panik, namun jelas tidak ada artinya. Selain rontaanku memang tak begitu kuat karena rasa sakit yang mendera pangkal lenganku, seandainya aku tidak sedang ditelikung begini pun aku tahu tak akan sanggup berbuat banyak menghadapi para buruh yang sudah seperti kerasukan iblis. “Jangaan.. jangan temankuu.. lepaskan dia.. bajingan kalian semuaaa…. Jangan Eliza…”, Jenny berteriak panik meronta, berhasil melepaskan diri dari Supri yang tak terlalu konsentrasi mendekapnya, dan menerjang ke arahku yang sedang dalam cengkeraman 4 orang buruh ini. Jenny dengan buas menghantam si gorila yang meremas payudaraku hingga begundal itu kesakitan, melepaskan remasannya pada payudaraku yang kanan sambil menyumpah nyumpah. Jenny sudah akan menghantam si tengkorak hidup yang meremasi payudaraku yang kiri, tapi tangannya sudah ditahan oleh si gorila yang tadi dihantam Jenny pertama kali, kini sudah tertelikung dengan mudahnya, dan sebuah pisau yang biasanya digunakan untuk memotong tali pengikat karung, sudah menempel di leher Jenny. Supri menodongkan pisau itu dengan sikap yang mengancam sekali.

“Jangaaan.. kalian jangan lukai Jenny… baik.. baik.. aku menyerah. Tapi lepaskan pisau itu ya.. tolong.. jangan lukai Jenny…aku akan melayani kalian, sungguh…”, aku memohon dan mulai menangis ketakutan, memberikan penawaran sebagus mungkin yaitu pelayananku yang otomatis juga berarti tubuhku, supaya mereka tidak mencelakakan Jenny yang kini menangis tersedu sedu, dan berkata di antara isak tangisnya, “Tolong… lepaskan Eliza.. dia gadis baik baik, masih perawan.. jangan rusak dia.. cukup aku saja… tolonglah…”. Aku segera memotong, “Jen, tidak apa apa Jen, aku sudah nggak virgin kok Jen”. Jenny memandangku tak percaya, sementara 5 orang yang menyekap kami ini tertawa menjijikkan. “Wah jaman sekarang ini memang susah ya cari amoy perawan. Tapi gak apa apa, yang ini.. siapa namanya tadi? Eliza? Kamu cantik sekali, nggak kalah sama anak majikan kami”, kata Supri sambil mencolek daguku, membuatku hampir muntah betulan sangking jijiknya. Sudah wajah amburadul gitu, masih bisa bisanya dia menghinaku. “Teman teman, sekarang waktunya pesta amoy dulu. Ayo cepat kita mulai, waktu kita tidak banyak, kira kira jam setengah tujuh malam nanti majikan kita sudah pulang, dan kita akan lembur selesainya acara pesta amoy ini, supaya bos tetap puas dengan kerja kita”, sambung Supri dengan gayanya yang menjijikkan, mungkin ia yang paling berkuasa di antara para buruh ini. “El.. maaf ya El… Aku harusnya tidak mengajakmu menginap hari ini, maafkan aku ya El”, kata Jenny yang merasa sangat bersalah. “Jen, nggak perlu minta maaf Jen.. bukan salahmu kok Jen.. Kamu kan sudah menyuruhku menunggu di kamar, aku sendiri yang keluar mencari kamu…” kataku berusaha mengiburnya.

Jenny terlihat lemas saat kami digeret ke mess tempat 5 buruh ini tidur. Aku melihat ada 5 ranjang berukuran tanggung, untuk ukuran satu orang saja, yang berjajar 2 dan 3. hawanya tidak terasa pengap, mungkin karena ukuran ruang tidur yang besar ini. Kini kami berdua sudah sepenuhnya berada dalam cengkraman 5 orang buruh ini. Dalam hitungan detik, aku dan Jenny sudah ditelanjangi bulat bulat, pakaian kami sudah berserakan di lantai. Mereka pun sudah bertelanjang bulat, siap memangsa 2 amoy cantik yang menjadi idola di sekolah kami. Memang selain aku, Jenny juga salah satu cewek idola yang menjadi incaran kumbang jantan di sekolahku. Acara pesta amoy ini dimulai oleh Supri dan Umar yang mendekati aku, sementara 3 orang yang lain memegangi Jenny yang masih terlihat tak terima aku jatuh ke tangan buruh buruhnya. Jam 16:15. baru 15 menit berlalu sejak aku mencari Jenny sampai tertangkap para begundal ini, tapi rasanya begitu lama. Entah sampai kapan mereka akan menikmati tubuh kami. Tapi aku tak punya banyak waktu untuk melamun, remasan tangan Umar yang kekar dan penuh tenaga pada kedua payudaraku dari belakang membuat aku menggeliat. Tubuhku seolah didekap Umar dari belakang, ia sibuk menghirup harumnya bau rambutku, geli juga aku dibuatnya. Supri mendekati kami, lalu meremas kedua pantatku. Oh.. aku mulai terangsang, kini jantungku berdetak cepat bukan karena takut, tapi karena nafsu birahi yang mulai melanda tubuhku ketika kedua orang ini seolah olah sedang memperebutkan tubuhku, hingga dalam posisi berdiri ini aku terhimpit tubuh dua buruh kekar ini.

Kutolehkan kepalaku yang sempat terbenam di dada Supri yang bidang. Bau tak sedap yang menyeruak hidungku membuatku harus melakukan ini karena aku masih tak ingin muntah. Saat itu aku bertatapan dengan Jenny, yang terlihat menyesal dan berurai air mata, menatapku seolah ingin meneriakkan kata maaf. Aku menatapnya ingin mengatakan kalau aku tak menyalahkan dia karena ini memang bukan salahnya, tapi gelora lautan birahi sudah menghantamku, aku sudah hampir terhanyut sepenuhnya. Maka aku hanya bisa menatapnya sayu sambil menggelengkan kepalaku, semoga dia mengerti. Kini aku sudah tak bisa berpikir jernih lagi, karena vaginaku sudah diraba lembut oleh Supri. Ia begitu pandai merangsangku, tak lama kemudian cairan cintaku sudah mulai keluar sedikit. Aku mulai mendesah dan menggeliat, tapi ini membuatku lebih terangsang lagi, karena kulit tubuhku bergesekan dengan tubuh kedua buruh bejat ini. “Nggghh…”, aku melenguh ketika jari tangan Supri melesak masuk ke vaginaku, ditambah dengan pelintiran pada kedua putting susuku oleh Umar, rasa sakit sakit nikmat yang terus menghantamku dari tadi, sudah hampir membuatku orgasme. Aku mulai mengejang keenakan, diiringi tawa mereka yang harusnya menjijikkan, tapi aku sudah tak perduli, atau lebih tepatnya sudah tak bisa perduli. Tubuhku memang lebih jujur dari aku, cairan cintaku rasanya mengalir lebih banyak saat aku terus menerus dirangsang seperti ini. Nikmat ini sudah mengalahkan akal sehatku, aku sudah takluk oleh kedua buruh bejat, yang status sosialnya sama sekali tak sederajat denganku. Sempat terpikir olehku, betapa beruntungnya mereka berlima ini.

Melihatku yang sudah pasrah, membuat kedua orang ini semakin bernafsu menggumuliku. Dan akhirnya Supri sudah bersiap siap untuk melakukan serangan pertama. Aku melihatnya mengocok penisnya sebentar, dan aku memperhatikan seperti ya apa penis yang akan segera mengaduk aduk vaginaku ini? Penis itu sudah mengacung tegak, besar, agak bengkok ke atas mendekati pusar perutnya. Pusar perutnya?? Baru aku tersadar, oh… penis ini panjang sekali. Aku terbelalak ngeri, gairahku langsung padam. Gila, ini sih lebih panjang dari punya Urip, satpam yang mengeroyokku di UKS kemarin lusa. Diameternya pun tak main main, seimbang dengan kepunyaan sopirku. Tanpa sadar aku menggelengkan kepalaku, seolah berkata jangan, dan Supri hanya tertawa terbahak bahak. Aku meronta tanpa daya ketika ia menyergap tubuhku, kedua pahaku diangkatnya sampai aku sedikit lebih tinggi darinya, kemudian penisnya yang ternyata amat kaku itu tak perlu ia bimbing untuk menembus liang vaginaku. Baru masuk sedikit saja, aku sudah menggeliat kesakitan, namun aku tak bisa kemana mana, tubuhku ditahan oleh Umar yang ada di belakangku. “Nhggggh… oooohh… am…puuuun….paaaak..”, aku melenguh dan mengerang kesakitan saat penis itu sudah menancap setengahnya. Supri hanya menertawakan dan melecehkanku, tiba tiba aku terbelalak, kurasakan anusku tertempel sesuatu, kiranya penis Umar yang juga sudah siap membobol anusku. Tak ada yang bisa kulakukan, memohon supaya Umar tak meneruskan niatnya adalah hal yang sia sia. Aku langsung lemas, pasrah bersiap menerima semua penderitaan yang akan menderaku.

“heeeengggghh… aduuuuuh… sakiiiit…”, aku merintih. Umar berbisik menjijikan di telingaku, “Non Eliza, tenang saja. Senjataku sudah aku beri pelumas. Tadinya buat non Jenny, tapi sekarang buat non Eliza saja. Kan non Eliza jadi mainan baru kami sekarang Tapi nanti non Eliza pasti nagih lho”. Ingin aku menamparnya, kurang ajar betul kata katanya tadi barusan, tapi tak ada keberanian untuk melakukan itu. Tak tahu penis Umar ini seperti apa, yang jelas tubuhku rasanya dirobek jadi dua bagian ketika penis penis itu semakin dalam melesak dalam vagina dan anusku. Dengan beberapa kali hentakan, akhirnya kedua penis itu menancap sempurna, mereka mengerang karena penis mereka terrjepit kedua liangku yang masih sangat sempit ini. Sedangkan aku melolong kesakitan, tapi tak ada rontaan. Aku belum gila untuk melakukan itu, selagi vagina dan anusku terasa sangat penuh seperti akan robek. Rasa sakit yang menghantam selangkanganku ini benar benar menyiksaku. Apalagi ketika Supri mulai menggerakkan penisnya sedikit, sedikit dan akhirnya mulai memompaku. Aku menggeleng gelengkan kepala kuat kuat, rasanya ingin pingsan saja. Di tengah penderitaan ini, samar samar kudengar Jenny kembali memohon pada mereka untuk menghentikan semua ini, yang dijawab mereka dengan penuh pelecehan, “Non Jenny kalau iri, biar kami bertiga yang memuaskan non sekarang”. Jenny terdiam, dan aku bisa melihat Jenny tak bereaksi sama sekali ketika tiga orang yang menahannya itu mulai mengerubutinya. Jenny terus melihatku dengan tatapan iba, membuat aku jadi terharu, air mataku mengalir pelan di pipiku. Ia masih memikirkan nasibku selagi dirinya juga bernasib tak kalah buruk dibanding diriku. “Lhoo, amoy kita menangis nih”, ejek Supri. “Masih sakit ya? Kontolku dan kontol Umar kegedean ya buat memek Non? Sudah tak perawan kok masih seret gini Non? Kapan kehilangan tuh perawan? Masih baru ya?”, Supri terus menghinaku. Aku membuang muka, tak sudi memperlihatkan wajahku pada buruh bejat ini.

Aku berusaha bertahan dari rasa sakit yang luar biasa di vaginaku, dan aku sudah berada dalam keadaan antara setengah sadar dan tidak. Tiba tiba Umar menggantikan Supri memegang pahaku, hingga payudaraku sementara bebas dari remasan dan pelintiran tangan jahil Umar. Supri kemudian mengarahkan wajahku ke hadapannya dengan kasar, karena sejak tadi aku selalu membuang muka, membuat keinginan Supri untuk melumat bibirku sejak tadi tak pernah berhasil. Aku memejamkan mata, berusaha tak melihat wajah amburadul dari orang yang kini melumat bibirku dengan ganas. Cairan cinta di vaginaku bertambah banyak, seolah mengerti kalau harus melumasi vaginaku yang sedang dipompa sebuah penis besar. Entah kenapa, rasa sakit di anusku mulai berkurang, padahal aku tak merasa genjotan itu berkurang, malah mungkin makin gencar. Mungkin anusku sudah mulai bisa beradaptasi menerima sodokan sodokan penis yang tadinya begitu menyiksaku. Aku tak bisa bernafas ketika lumatan pada bibirku itu semakin ganas. Tanganku yang sejak tadi terjuntai lemas menunjukkan kepasrahanku, kini kupakai mendorong mukanya, dan kupukul pukulkan tanganku pada bahunya. Hampir saja aku kehabisan nafas ketika akhirnya ia melepaskan pagutannya pada bibirku, aku langsung menghirup udara sebisanya. Dengan nafas tersengal sengal, aku bersandar pada bahu Umar yang ada di belakangku. Lemas sekali rasanya dipermainkan dua begundal. Seiring dengan lenyapnya rasa sakit di vaginaku dan juga anusku, aku mulai bisa merasakan nikmat dari pompaan penis penis itu di selangkanganku.

Perlahan, gairahku kembali naik, nafasku mulai memburu. Jantungku kembali berdetak lebih kencang, bahkan kini aku sudah tak mendapatkan masalah ketika tubuhku sedikit menggeliat keenakan. Benar benar aneh, rasa sakit itu memang masih ada, tapi sudah hampir hilang. Kini yang mendominasiku adalah rasa nikmat akibat teraduk aduknya vagina dan anusku oleh penis penis yang besar ini. Tanpa sadar aku mulai melenguh. Aku tak tahu kalau hal ini membuat Jenny takjub melihat ketahanan tubuhku, karena ternyata dulu ia sampai pingsan pingsan saat pertama kali diperkosa oleh para buruhnya ini, yang nanti akan ia ceritakan padaku setelah pembantaian ini selesai. Aku mulai merasakan nikmat dari sodokan demi sodokan pada kedua liangku ini. “Ngghhh… ohhh…. Oooh…aduuuh… auuh… nggghhh”, aku melenguh dan melenguh, akhirnya tubuhku mengejang hebat. Aku orgasme dalam sandwich-an Supri dan Umar di udara. Kakiku melejang lejang, tubuhku menggeliat dan tersentak sentak sampai tertekuk tekuk ke belakang, urat leherku rasanya menegang, sungguh nikmat yang luar biasa, walaupun ini bukan multi orgasme. Cairan cintaku membanjir dan semakin melumasi penis Supri yang jadi semakin lancar menerjang dan memompa vaginaku. Aku tak tahu sudah berapa lama berada dalam dekapan kedua orang ini, tiba tiba Umar menggeram dan meracau “Oh… nooon.. Elii..zaaa.. enaaknyaaa.. “, penisnya berkedut kedut, lalu menyemprotkan sperma dalam liang anusku. Tak terlalu banyak, tapi terasa begitu hangat dan nyaman, seolah menghapus rasa sakit yang sempat mendera anusku dengan kejam.

Penis Umar memang mengecil dan terus mengecil, tapi sampai semenit aku dipompa oleh Supri yang kelihatannya juga akan orgasme, penis Umar belum juga lepas dari anusku. Rasanya penis itu masih lebih panjang dari penis pak Edy wali kelasku, bahkan dalam keadaan begini pun masih lebih keras. Aku jadi semakin yakin, pak Edy itu mengalami gangguan ereksi. Tak salah jika waktu itu Girno cs mentertawakan pak Edy. Tiba tiba penis Supri berkedut membuyarkan lamunanku, membuat aku memeluk lehernya. Ia akan orgasme, takutnya menjadi lemas dan aku bisa terjatuh jika Umar melepaskanku. Reflek kakiku juga kulingkarkan pada pinggangnya, hingga pegangan Umar pada pahaku terlepas, juga penisnya yang semakin kecil tertarik lepas dari anusku yang langsung terasa lebih lega. Supri menggeram, penisnya yang tertanam makin dalam pada liang vaginaku membuatnya tak tahan lagi, dan menyemprotkan spermanya dengan gencar. Tangannya mendekap pinggangku erat, membuat aku kembali merasa kesakitan, untungnya hanya sebentar. Supri melepaskan penisnya, dan mendudukkan aku di ranjang, di sebelah ranjang tempat Jenny dikerubuti 3 orang buruh tadi. Aku memegangi vaginaku yang tadi serasa dirobek robek, kulihat memang sedikit memar. Tapi lama lama sakitnya tak begitu terasa lagi, kini aku mengistirahatkan tubuhku di ranjang itu, aku tiduran sejenak untuk mengatur nafasku. Jangan tanya keringatku, begitu basahnya tubuhku bahkan sampai rambutku basah kuyup seperti baru keramas saja.

Jam sudah menunjuk pukul 17:00. Ini berarti sekitar setengah jam aku digenjot habis habisan oleh 2 raksasa tadi. Hari sudah sore, sinar matahari mulai redup. Tapi semangat para buruh yang bahagia ini masih menyala nyala. Kulihat Jenny sudah larut juga dalam keroyokan 3 buruhnya, mereka mempermainkan Jenny yang terus mengejang sampai akhirnya orgasme. Tubuh Jenny mengejang sexy dan ia melenguh lenguh, “Hnnnggghh.. aaaa… duuuuh… ooohhh..”. Ternyata Jenny mirip juga denganku kalau lagi orgasme, kakinya juga melejang lejang, tubuhnya sedikit tersentak sentak. Kini, si Boneng yang akhirnya kuketahuhi bernama Satrio, mengambil posisi di selangkangan Jenny, bersiap untuk melakukan penetrasi ke anak majikannya. Sementara dua buruh yang lain, meninggalkan Jenny dan mendekatiku. Oh.. ternyata mereka berdua menginginkan aku. Aku hanya bisa pasrah saat si tengkorak hidup yang ternyata bernama Rahman, sudah memposisikan dirinya di selangkanganku. Kuperhatikan penisnya yang kurus itu, panjangnya sekitar 15 cm dan tak terlihat menakutkan bagiku. Lenguhan Jenny kembali terdengar, rupanya Satrio sudah mulai menggenjot tubuhnya. Jenny terlihat amat menggairahkan dengan tubuh yang mulai mengkilap karena berkeringat, sesekali tubuh Jenny yang mungil itu tersentak kecil, saat penis Satrio menghunjam dalalam dalam hingga terbenam seluruhnya di vagina Jenny. Erangan sexy itu pasti memacu gairah lelaki manapun, sementara Jenny memandangku dengan sorot matanya redup dan sayu, menunjukkan kalau dia sedang larut dalam birahi.

Aku tak bisa lama lama melihat keadaan Jenny, karena si buntalan lemak yang ternyata bernama Harto itu, dengan bibirnya yang sumbing, sudah menubruk tubuh mungilku yang telentang di ranjang, dan dengan bernafsu sekali memagut bibirku dengan bibirnya yang sumbing itu. Oh.. aku ingin menjerit dan melarikan diri menghindar dari makhluk yang sangat menjijikan ini, tapi kakiku sudah direntangkan oleh Rahman, dan aku tak bisa berbuat apa apa ketika selagi Rahman melesakkan penisnya ke dalam vaginaku, Harto terus melumat bibirku dan melesakkan lidahnya mencari lidahku, hingga air liurnya yang bau, dan celakanya banyak itu, mengalir cukup deras ke dalam mulutku. Aku gelagapan, daripada tersedak aku terpaksa menelan air liur itu. Rasanya itu.. tak perlu aku bahas lagi, menjijikkan tak karuan, membuatku ingin muntah. Tangan kananku terjepit perut gendut Harto hingga tak bisa bergerak, sementara tangan kirinya menahan kepalaku hingga aku tak mampu menggerakkan dan menolehkan kepalaku untuk menghindar dari terkamannya. Dan ketika ia melihat tangan kiriku yang menggapai gapai seolah sedang mencari pegangan, dengan kejam pergelangan tanganku yang mungil ini dicengkramnya dan ditahan kuat di atas kasur. Kini aku sudah tak berdaya dan hanya bisa pasrah, tapi herannya malah membuat aku merasakan sensasi yang membuat jantungku berdegup kencang. Perasaan tak berdaya ini membuat aku tanpa sadar menyerahkan diri sepenuhnya.

Aku memejamkan mata, perlahan berusaha menikmati pagutan pada bibirku, karena bagiku merasa diperkosa adalah hal yang tidak menyenangkan. Daripada aku merasa tersiksa, aku merasa lebih baik jika membiasakan diri dan menerima semua ini dengan rela. Lidahku mulai kutautkan pada lidah si sumbing ini. aku sempat melihat dari ekor mataku, Rahman melongo melihat apa yang terjadi di depan matanya, dan lemparan sebuah kotak plastik kecil tempat menaruh kantung plastic untuk bungkusan sandal yang mengenai kepalanya seolah membuatnya tersadar, dan menoleh ke arah pelemparnya. Umar tertawa ngakak, dan Rahman marah marah. “Enak enak liat amoy, kepala kena ginian”, omelnya sambil memegang kotak plastik itu, lalu membuang ke lantai dengan kesal. Kemudian Rahman memulai aktivitasnya kembali. Kedua kakiku diangkatnya dan ditumpangkan ke pundaknya, dengan ini sodokan penisnya akan terasa makin dalam. Rahman segera memompa penisnya, mungkin rasa kesal akibat ulah Umar tadi membuatnya menyodokkan penisnya dengan gencar. Penis yang kecil itu mengaduk vaginaku yang penuh cairan cinta bercampur sperma Supri, menimbulkan bunyi kecipak yang semakin menambah gairahku dan aku sudah bisa balas memagut bibir si sumbing ini yang tadinya amat menjijikan bagiku. Harto seakan tak puas puasnya melolohi aku dengan air liurnya, sementara aku harus menelan semuanya jika tak ingin mulutku penuh dengan air liur, apalagi sampai tumpah keluar dari mulutku, akan lebih menyusahkanku. Sementara aku hanya bisa sedikit menggerakkan pinggulku mencari kenikmatan lebih pada vaginaku yang sedang diaduk aduk oleh penis yang kecil milik Rahman ini.

Akhirnya si sumbing puas juga menciumiku. Ia duduk diam sejenak mengatur nafasnya yang tersengal sengal, perutnya terlihat naik turun mengikuti tarikan nafasnya, benar benar membuatku kembali merasa jijik. Setelah beberapa saat, Harto menaiki tubuhku, dan menindih payudaraku. Ya ampun, gajah bengkak ini tak sadar apa kalau tubuhnya berat sekali? Nafasku sampai mulai sesak, payudaraku tergencet sampai serasa gepeng. Ia menyodorkan penisnya yang sdah ereksi kencang ke wajahku, untuk dioral tentunya. Tapi ukurannya ini membuat ketawaku hampir meledak. Kecil sekali, cuma 12 cm. mungkin sekecil punya pak Edy, wali kelasku yang bejat itu. Benar benar tak sesuai dengan tubuhnya yang besar, Dengan menahan tawa, aku mulai mengoral penis mini ini. Sementara itu, selangkanganku terasa makin nikmat dipompa oleh penis Rahman yang memang tak terlalu besar ini, tapi cukup untuk membuat aku sedikit melayang, apalagi dadaku terasa dihimpit oleh pantat si gendut sumbing ini, yang awalnya mendatangkan rasa sesak, tapi lama kelamaan terasa sedikit nikmat. Rasa sakit kadang menjalar dari anusku yang tadi dihajar penis Umar, sedikit mengganggu memang, tapi malah mendatangkan sensasi tersendiri bagiku. Tanganku mencengkram sprei tanda aku sedang dilanda kenikmatan yang semakin memuncak. Akhirnya aku orgasme, tubuhku mengejang, namun tak ada sentakan sama sekali. Tubuhku yang mungil ini tak bisa bergerak dihimpit gajah bengkak yang duduk di payudaraku, sementara kakiku yang tertahan di pundak Rahman hanya bisa melejang kecil. Cairan cintaku dan keringatku yang terus keluar sudah tak bisa membuat tubuhku terlihat lebih basah. Vaginaku rasanya berdenyut denyut nikmat, membuat Rahman meracau “Ooooh… memeknya amoy.. memang nikmaaaat”. Tubuhnya bergetar, ia menggeram dan meledakkan spermanya yang cukup banyak ke dalam vaginaku.

Aku yang sudah larut sepenuhnya dalam birahi ini seakan lepas control. Ketika Rahman menarik lepas penisnya dari liang vaginaku dan berjalan di samping ranjang tempat aku dilanda kenikmatan ini, aku menjangkau tangannya dan menarik ke arahku. Kulumanku pada penis si Gendut kulepas, dan aku memandang Rahman dengan tatapan sayu, menariknya semakin dekat hingga ia terpaksa naik ke ranjang dengan bertanya tanya. Pertanyaannya kujawab dengan memegang penisnya yang masih belepotan sperma dan cairan cintaku, menariknya ke arah mulutku. “Oalah non… kalau doyan peju, bilang saja terus terang. Nih silakan menikmati pejuku”, kata Rahman melecehkanku, tapi aku sudah tak perduli lagi, atau lebih tepatnya aku merasa tak bisa menahan hasrat untuk mengulum penis yang basah itu. Kukulum dan kusedot dengan kuat, membuat Rahman mengerang keenakan. Setelah mencuci penis itu di dalam mulutku, aku melepaskan kulumanku, dan segera mengulum punya Harto dengan penuh gairah. Harto tertawa dan berkata, “Amoy kita yang satu ini doyan peju. Kalo gitu aku akan memberinya peju yang banyak. Oralin aku sampai keluar ya amoyku sayang”. Aku tak menanggapi kata kata yang merendahkan dan menghinaku itu, dan terus mengulum penis yang kecil ini. Kujilati memutar, dan kugigit kecil, kukulum kembali dan kusedot kuat kuat, membuat Harto mengerang keenakan, sampai akhirnya penis ini juga berkedut, menyemprotkan sperma yang kental sekali, paling kental dari yang pernah kurasakan di mulutku selama ini. Rasanya tak terlalu gurih, cukup asin juga terasa agak asam. Aku terus melumat dan menjilati penis itu sampai bersih dari sperma, dan si gendut ini turun dari tubuhku dengan puas, lalu berjalan ke arah Supri dan Umar, dan duduk di dekat mereka berdua.

Aku yang masih tersengal sengal, kembali memperhatikan Jenny yang masih digarap Satrio yang menggenjot Jenny dengan kasar, tapi terlihat Jenny sudah di ambang orgasme, nafasnya mendengus dengus mengikuti irama pompa-an pada vaginanya. Kedua payudaranya diremas oleh Satrio, dan terlihat Jenny menggeleng gelengkan kepalanya kuat kuat seolah tak kuasa menahan nikmat yang menerjang tubuhnya. Akhirnya, Jenny orgasme hebat, ia melenguh lenguh keenakan “Hnnnggggghhhh… a… aaaah… aduuuuuh….”. Tubuhnya tersentak sentak beberapa detik, sementara kakinya yang tertumpang di pundak Satrio melejang lejang. Jenny sedang dalam puncak kenikmatannya, dan tubuhnya yang putih mulus dan indah itu melengkung hingga pinggangnya terangkat sexy, kepalanya tengadah ke belakang. Satrio yang terlihat begitu menikmati tubuh anak majikannya yang tadi sempat menghantamnya, tiba tiba menggeram tanda akan orgasme. Tubuhnya bergetar getar dan Satrio juga melenguh “uunnngggghhh… oooooh…”, gerakan pinggulnya menunjukkan Satrio sedang menyemprotkan spermanya di dalam vagina Jenny, yang sudah tergeletak tanpa daya, terlihat kelelahan setelah orgasmenya yang hebat tadi. Satrio menarik penisnya dari vagina Jenny, dan menyodorkan penis yang belepotan sperma yang bercampur cairan cinta anak majikannya untuk dioral anak majikannya itu sendiri. Jenny pasrah saja dan membuka mulutnya yang mungil, lalu mulai mengoral penis itu, mengulum dan menyedot seperti yang kulakukan sampai pipinya kempot. Selagi aku asik menonton, tiba tiba kurasakan kakiku direntangkan, yang ternyata oleh Umar.

Aku bergidik mengingat ia tadi menyodomiku, tapi saat kulihat penisnya, ternyata bersih. Umar yang kelihatannya menyadari kekuatiranku berkata, “Tenang non amoy yang cantik, sudah kucuci bersih kok. Kami memang tak suka mengotori memek selain ngecret di dalam. Sudah, nikmati saja non”. Ia terus merentangkan kakiku, dan mengambil posisi di selangkanganku. Aku dapat melihat penisnya, memang seperti dugaanku, mirip sekali dengan penis Supri. Bahkan ini juga menekuk ke atas. Aku terdiam dalam kengerian, mengingat rasa sakit saat selangkanganku dihajar penis ini. Jam dinding menunjuk pukul 17:30, ketika kurasakan penis itu mulai menyeruak ke dalam liang vaginaku. Tubuhku mengejang dan bergetar ketika rasa sakit mulai mendera selangkanganku lagi. Aku merintih perlahan, memejamkan mataku kuat kuat, namun akhirnya terbeliak ketika dengan hentakan yang keras penis Umar menghunjam seluruhnya dalam vaginaku. “ooooonnggghhh… aaaaaaghh…” aku melolong kesakitan. Vaginaku sudah tidak semekar tadi, apalagi yang terakhir menggenjotku adalah Rahman, yang penisnya kurus. Aku berusaha menahan sakit ini, berharap vaginaku segera beradaptasi terhadap tusukan penis raksasa ini. Sementara aku menggigit bibir menahan sakit, aku mendengar Jenny melenguh. Aku sempat menoleh dan melihat, ternyata Supri sudah menggenjot Jenny yang terus menggeliat, sepertinya kesakitan. Namun kulihat kali ini, Supri berlaku lembut. Kemudian ia membenamkan penisnya dalam dalam, aku bisa merasakan betapa sesak rasanya vagina Jenny sekarang.

Supri berkata pada Jenny, “Non Jenny, aku minta maaf ya, tadi sudah menodong non pakai pisau. Abisnya non jadi galak gitu, pakai main hantam. Kalau tidak segera aku hentikan, ntar yang kena hantam non terus terusan kan bisa balas nyiksa non. Daripada terjadi hal yang gak enak gitu, dan aku sudah ingatkan Satrio tadi supaya gak macam macam. Kami juga berpendapat, non Eliza ini harus digarap sekalian, supaya tak melapor ke siapapun. Maaf ya non Eliza, kalau tadi kata kata kami kasar. Habis, non Eliza memang cantik sih, nggak kalah sama non Jenny. Sejak liat non bulan Agustus lalu, kami semua sudah ingin mencoba servisnya non Eliza. Akhirnya hari ini kesampaian deh. Ya sudah, kita nikmati saja pesta sex ini ya”. Ia mulai menggenjot Jenny dengan lembut, membuat Jenny cepat beradaptasi dan mulai melenguh keenakan. Aku sempat berpikir, kurang ajar memang mereka semua ini, memangnya kalau lihat amoy cantik, lalu harus memaksa untuk menservis mereka? Apakah aku yang salah jika aku ditakdirkan mendapat karunia wajah yang cantik serta tubuh yang indah? “pak Satrio, tadi itu, maafkan Jenny ya, soalnya Jenny tidak ingin melihat teman Jenny diginikan juga. Terima kasih ya untuk tidak membalas menyakitiku tadi”, kata Jenny, membuat aku tertegun. Tapi aku tak dibiarkan Umar untuk melamun lama lama, genjotannya yang kini juga menjadi lebih lembut, membuat aku juga mulai merasa nikmat, dan sodokan penis raksasa ini membuat aku mengejang menahan nikmat.

Orgasme demi orgasme terus melanda kami berdua, membuat aku dan Jenny sudah setengah sadar dengan tubuh yang terkocok kocok dihentak hentakkan penis pejantan yang terasa memenuhi seluruh tubuh kami. Ya, kami serasa menjadi betina yang diperbudak para pejantan di tempat kerja mereka ini. Tiba tiba, entah apakah ini sudah mereka rencanakan, bersamaan Supri dan Umar mengangkat tubuh amoy yang sedang menikmati orgasmenya, memeluk erat hingga kami berdua terangkat bangun dan terpaksa melingkarkan kaki kami ke pinggang pejantan kami. Tangan kami menggelayut ke leher mereka, dan dalam posisi ini kami kembali digenjot, kali ini lebih gencar. Dengan cepat aku dan Jenny meliuk liuk dan melenguh lenguh bersahut sahutan. Orgasme mendera kami yang berada dalam pelukan pejantan kami, terasa begitu nikmat. Kini aku dan Jenny sudah amat lemas, dengan pasrah menunggu keluarnya sperma pejantan kami dalam liang vagina kami yang sudah tak karuan ini, becek dan sedikit memar. Beberapa saat kemudian, aku merasakan penis Umar berkedut, dan di dalam posisi ini, spermanya menyembur ke dalam liang vaginaku. Ia terlihat kelelahan juga, dan mengangkatku sedikt hingga penisku terlepas dari vaginanya, kemudian menurunkan aku ke ranjang. Aku disuruh mengoral penisnya sampai bersih, dan kulakukan tanpa bantahan sama sekali. Sementara aku membersihkan penis si Umar, Supri menggeram dan dengan suara parau ia bertanya pada Jenny, “Non Jenny… di dalam… atau di mulut…”, yang dijawab oleh Jenny dengan suara yang mendesah sexy “di dalam sajaah… Supp”. Maka terlihat Supri mengejang dan gerakan pada selangkangan mereka yang menyatu meninjukkan betapa mereka berdua sedang dilanda kenikmatan yang amat sangat. Aku melihat campuran sperma dan cairan cinta yang mengalir keluar saat penis Supri makin mengecil.

Maka selesailah penderitaan kami hari ini, mereka mempersilakan kami kembali ke ruang dalam, sementara mereka beristirahat sesaat, lalu meneruskan pekerjaan mereka yang tertunda. Aku dan Jenny berjalan masuk ke dalam dengan langkah yang tertatih tatih. Kami berdua sempat diam beberapa saat setelah berada di kamarnya Jenny, dan tiba tiba Jenny melihatku sambil menangis. “El, kalau kamu mau memusuhi aku setelah ini, aku juga tak bisa apa apa El. Aku hanya bisa berharap, kamu mau memaafkan aku ya”, kata Jenny diselingi isak tangisnya. Aku terharu dan memeluk sahabatku ini dengan iba, tanpa menyadari kami masih bugil sama sekali. Kedua puting susu kami sempat bersentuhan, dan harus aku akui rasanya nikmat juga, tapi aku tahu kami tak boleh macam macam. Aku memadamkan gairah yang sempat melandaku, dan berkata pada Jenny, “Jeen, ini bukan salah kamu. Memang aku yang salah, sudah kamu beritahu untuk duduk di kamar, malah cari cari kamu. Malahan, ini adalah salahku juga, sampai kamu ditodong pisau tadi. Terima kasih Jen, kamu benar benar mati matian membelaku tadi, aku tak tahu harus berkata apa Jen.. tapi.. terima kasih ya. Juga, kita harus tabah ya Jen”. Aku merangkul Jenny yang makin tersedu sedu, dan setelah kami agak tenang, kami memutuskan untuk mandi bareng di bathub kamar mandi. Jam menunjukkan pukul 18:00, kami punya waktu sekitar setengah jam untuk mandi. Cukup lah, maka kami segera memasukkan busa ke bathub yang tadi sudah terisi penuh. Setelah itu kami berdua masuk ke bathub bersama sama.

Sudah tak ada rasa canggung di antara kami, toh kami tadi sudah bugil bersama saat dibantai di ruang belakang. Aku merasakan hubungan kami berdua sekarang semakin dekat. Aku dan Jenny saling membilas tubuh kami, sambil aku mendengarkan Jenny curhat tentang bagaimana ia bisa jatuh ke tangan para buruh di rumahnya ini. Waktu di tengah liburan kenaikan kelas 1 ke kelas 2 di bulan Juli kemarin, Jenny dan Alex, mantan pacarnya, sedang di rumah ini sendirian, kemudian Alex memaksa Jenny untuk awalnya hanya pegang pegang, lama lama meningkat remasan dan ciuman, sampai akhirnya mereka telanjang, dan berhubungan sex. Saat itu si Supri yang mengambil minum di dispenser yang memang agak dekat dengan kamar Jenny, mendengar suara suara desahan dari kamar Jenny. Kesalahan Jenny dan Alex, pintu kamar tidak dikunci. Maka Supri bisa mengintip dan mendapatkan Jenny sedang disetubuhi Alex. Dengan nafsu yang ditahan, Supri masuk dan pura pura muak dengan tingkah laku Alex, lalu mengancam akan melaporkan Alex pada ortu Jenny. Jenny dan Alex ketakutan, dan Alex bersedia melakukan apa saja supaya tak menyusahkan Jenny. Maka Supri berkata, ia tak mau melihat batang hidung lelaki bejat itu lagi di rumah ini. Jenny jengkel sekali, memangnya si Supri ini siapa? Tapi ia memegang kartu truf di sini, jadi Alex yang sebenarnya memang mencintai Jenny, terpaksa mengalah dan tak berani muncul di rumahnya Jenny.

Tentang Jenny sendiri, setelah Alex pulang, maka Supri menunjukkan belangnya. Supri mengancam Jenny kalau sampai berani mengajak pacarnya ke rumah ini lagi, Supri pasti akan melaporkan ke papanya. Dan selain itu, Jenny harus mau melayani Supri jika situasi memang memungkinkan seperti sekarang, yaitu tak ada siapa siapa di rumah selain Jenny dan Supri serta 4 buruh yang lain. Tak berdaya menolak, Jenny yang memang sudah tak perawan terpaksa melayani Supri yang dengan kejam membawa dirinya ke ruang produksi di belakang rumah, di situ ia melayani hasrat para buruhnya ini. pertama kalinya Jenny sempat pingsan berulang kali, dibantai Supri dan Umar yang ukuran penisnya besar sekali. Butuh sampai 2 hari baru Jenny mampu beradaptasi, dan cukup kuat untuk melayani mereka. Jenny sempat berkata padaku, “El.. kamu hebat ya.. bisa tahan digencet Supri dan Umar.. mereka itulah yang membuat aku pingsan pingsan waktu dulu pertama kali menjadi budak seks mereka”. Aku menunduk malu, dapat pujian kok tentang ketahananku saat disetubuhi. Jenny melanjutkan ceritanya, bahwa sejak saat itulah, Jenny menjadi budak seks mereka. Sering Jenny melakukan quicky sex dengan mereka berlima sepulang sekolah. Alex akhirnya putus dengan Jenny, karena tak tahan juga tak boleh ke rumah Jenny lagi. Jenny kembali menangis sedih mengakhiri ceritanya, dan Jenny merasa menyesal sekali harus putus dengan Alex, lelaki pertama dalam hidupnya, yang juga sudah mengambil keperawanannya, walaupun ia rela. Aku memeluknya terharu, ikut menangis bersama Jenny merasakan kesedihan yang dalam dari sahabat baikku ini.

Tiba tiba Jenny bertanya padaku panjang lebar, “El, kok kamu bisa berkata tidak perawan lagi waktu bilang mau melayani mereka semua? Itu tadi hanya akal akalanmu kan supaya aku tak terlalu merasa bersalah? Aku tahu El kalau kamu adalah gadis baik baik, yang tak mungkin berbuat macam macam. Kamu baik sekali El, masih mencoba meringankan bebanku di saat kamu sendiri sedang berada dalam masalah.. Terima kasih El, maafkan aku ya”. Aku kembali terharu, aku menggelengkan kepala, dan menceritakan semuanya, dari mulai aku dijebak Girno cs di ruang UKS hingga keperawananku terenggut oleh mereka, kemudian bahkan besoknya di rumahku sendiri aku memulai kehidupan sebagai budak seks dari 2 pembantu dan sopirku. Jenny seperti tak percaya ketika mendengarkan semuanya, lalu memelukku erat, kami kembali saling bertangisan seolah hendak mengatakan kita berdua ini senasib. Dan seiring berakhirnya ceritaku, kami juga sudah selesai mandi. Setelah saling mengeringkan tubuh dan rambut kami, aku dan Jenny berpakaian yang pantas dan nyaman. Aku pinjam baju tidur Jenny yang terbuat dari bahan satin kesukaanku, aku selalu merasa nyaman mengenakan baju yang terbuat dari bahan itu. Jenny memakai baju tidur model baby doll, kami berdua sudah terlihat segar. kami keluar kamar menjumpai ortu Jenny yang sudah pulang, dan kami makan bersama seolah tak terjadi sesuatu, padahal tubuh kami rasanya remuk. Hari yang melelahkan ini membuat aku dan Jenny jadi ingin tidur lebih cepat, mengistirahatkan tubuh kami yang sudah dipakai para buruh ini. Maka selesai makan kami segera menyikat gigi dan masuk ke kamar, tiduran di ranjang yang empuk. Kami mengobrol tentang banyak hal, tanpa menyinggung kejadian buruk yang baru menimpa kami, sampai akhirnya kami tertidur. Entah apa lagi permainan sex yang harus kami alami di kemudian hari, yang jelas kami harus beristirahat sekarang ini.

0 komentar:

Posting Komentar